GAMBARAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DUSUN JEMBLUNG KABUPATEN BANJARNEGARA
ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana
Oleh: NOVI ISNAINI HIDAYAH 1411020025
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2018
1
GAMBARAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DUSUN JEMBLUNG KABUPATEN BANJARNEGARA Novi isnaini hidayah1, Endiyono2 ABSTRAK Latar Belakang: Bencana tanah longsor merupakan bencana alam yang dapat memberikan dampak yang negatif bagi penyintas bencana tanah longsor. Dampak yang ditimbulkan baik berupa dampak fisik, sosial, lingkungan maupun dampak psikologis. Dampak psikologis yang ditimbulkan setelah bencana yaitu Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang menunjukkan beberapa gejala berupa Reexperiencing, Avoidance, Negative alteration in mood and cognition, dan Hyperarousal. Tujuan: mengetahui gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban bencana tanah longsor. Metode: Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dan rancangan penelitian yang digunakan adalah deskripsi kuantitatif dengan pendekatan Cross sectional. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling, sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 responden. Analisa data menggunakan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi umur, pekerjaan, jenis kelamin, agama, suku, Pendidikan, usia saat terjadi bencana dan gambaran gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Hasil Penelitian: mayoritas responden yang mengalami PTSD berusia 26-45 tahun (dewasa) sebanyak 42,1% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 60,5%. 100% responden beragama islam dan bersuku jawa, responden yang berpendidikan setingkat SD mendominasi status pendidikan responden yang berjumlah 68,4% dan mayoritas responden berprofesi sebagai petani/buruh tani sebanyak 34,2%. Dewasa yang mengalami semua tanda dan gejala PTSD sebanyak 78,9 %. Dari pengelompokkan tanda dan gejala di dominasi oleh gejala Negartive alteration in mood and cognition sebanyak 100%, Re-experiencing sebanyak 97,4% dan Avoidance sebanyak 97,4% Kesimpulan: sebagian besar responden mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kata kunci: Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), Bencana tanah longsor
1
Mahasiswa Program Studi Keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 Dosen Pembimbing Studi Keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ii
DESCRIPTION OF POST TRAUMATIC STRESS DISORDER VICTIMS OF LANDSLIDE DISASTERS IN DUSUN JEMBLUNG SUB DISTRICT BANJARNEGARA Novi isnaini hidayah1, Endiyono2
ABSTRACT Background: Landslides are natural disasters that can have a negative impact on landslide survivors. The impacts are either physical, social, environmental or psychological impacts. The psychological damage caused after the disaster is Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) which shows some of the symptoms of Reexperiencing, Avoidance, Negative alteration in mood and cognition, and Hyperarousal. Objective: To describe Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) in the victims of landslide disaster Method: This type of research using quantitative research and research design used is a quantitative description with Cross sectional approach. The sample technique used in this study is total sampling technique, the sample in this study amounted to 38 respondents. Data analysis using univariate analysis to describe the characteristics of respondents which include age, occupation, gender, religion, ethnicity, education, age during disaster and description the symptoms of Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Result: The majority of respondents experiencing PTSD aged 26-45 years (adults) and female sex. Adults who experience all signs and symptoms of PTSD as much as 78.9%. From the grouping of signs and symptoms dominated by the simtom of Negative alteration in mood and cognition as much as 100%. Re-experiencing as much as 97.4%, and Avoidance as much as 97.4% Conclusion: Most respondents experienced Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Keywords: Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), Lanslide disaster
1
Student of Nursing Science Program Faculty of Health Sciences University of Muhammadiyah Purwokerto 2 Lecturer at the Faculty of Health Sciences University of Muhammadiyah Purwokerto
iii
PENDAHULUAN Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, (Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulan bencana). Letak geografis dan geologis wilayah kepulauan Indonesia berada pada daerah yang mempunyai aktivitas gempa yang cukup tinggi. Oleh karena letak geografis dan geologi menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang rawan akan ancaman bermacam-macam bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan erupsi gunung berapi (Pratiwi, 2010). Dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor adalah kerugian pada kehidupan manusia dan memburuknya derajat kesehatan baik dari segi fisik maupun non-fisik. Bentuk kerugian yang secara non-fisik seperti trauma terhadap peristiwa yang pernah dialami merupakan salah satu dampak psikologis yang sering ditemui pada masyarakat korban bencana alam adalah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD merupakan suatu sindrom yang dialami oleh seseorang yang mengalami
kejadian
traumatik. Kondisi demikian akan menimbulkan dampak
psikologis berupa gangguan perilaku mulai dari cemas yang berlebihan, mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya. Gangguan stress pasca trauma (PTSD) kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau sampai beberapa dekade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap
peristiwa traumatic (Durand &
Barlow, 2006). Bencana tanah longsor yang melanda Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara pada Hari Jumat, 12 Desember 2014 menimbun sekitar 35 rumah, mengakibatkan
kerugian harta benda dan
korban jiwa. Setelah dilakukan studi pendahuluan pada tanggal 22 desember 2017 terkait data korban bencana tanah longsor menurut Badan Penanggulangan Bencana
1
Daerah Kabupaten Banjarnegara (BPBD) menyebutkan bahwa jumlah korban bencana tanah longsor yang mengalami trauma fisik atau tidak berjumlah 117 jiwa, korban meninggal dunia berjumlah 125 jiwa, dan 20 korban tidak ditemukan (BPBD, 2017). Hal ini tentu saja menimbulkan dampak psikologis yang tidak ringan bagi warga di daerah bencana. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluaruh warga yang berusia diatas 12 tahun dan berada saat dilakukan penelitian di tempat relokasi korban bencana tanah longsor Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 resonden, teknik sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Instrument pengambilan data menggunakan kuesioner yang dibagi menjadi 2 kuesioner. Kuesioner yang pertama ada kuesioner data demografi yang terdiri dari 7 item pertanyaan dan kuesioner Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang diadopsi dari Gulo, 2015 yang telah memodifikasi kuesioner dari kuisioner Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) screening (PCL) yang bersumber dari National Center for PTSD (NCPTSD) yang terdiri dari 17 item pernyataan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis univariat, kemudian hasil pengolahan dan analisis data tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan penelitian tentang “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Korban Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara” yang dilakukan pada bulan Maret 2018 dengan jumlah sampel 38 responden didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, dan Usia saat mengalami kejadian longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara tahun 2018. Karakteristik
Frekuensi (f)
2
Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia 12-25 tahun 26-45 tahun 46-65 tahun Agama Islam Pendidikan SD SMP SMA/SMK Lain-lain Pekerjaan Pelajar Wiraswasta Tidak bekerja Lain-lain Suku Jawa
15 23
39,5 60,5
10 16 12
26,3 42,1 31,6
38
100
26 9 2 1
68,4 23,7 5,3 2,6
6 12 7 13
15,8 31,6 18,4 34,2
38
100
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa sebagian besar jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 23 responden (60,5%), mayoritas responden berusia 26-45 tahun sebanyak 16 responden (42,1%), Seluruh responden dalam penelitian ini beragama islam (100%), mayoritas pendidikan responden adalah sekolah dasar (SD) sebanyak 26 responden (68,4). Sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai petani dan buruh (lain-lain) sebanyak 13 responden (34,2%), dan semua responden bersuku jawa (100%). Tabel 4.2 distribusi frekuensi dan persentase tanda dan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) berdasarkan karakteristik responden di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara. Data demografi
Reexperiencing
Avoidance
Negative alteration in mood and cognition
Hyperarousal
(f)
(%)
(f)
(%)
(f)
(%)
(f)
(%)
Laki-laki
15
39,5
15
39,5
15
39,5
12
31,6
Perempuan
22
57,9
22
57,9
23
60,5
20
52,6
Jenis kelamin
Umur
3
12-25 tahun
10
26,3
10
26,3
10
26,3
9
28,1
26-45 tahun
15
40,5
15
40,5
16
42,1
12
37,5
46-65 tahun
12
32,4
12
32,4
12
31,6
11
28,9
37
97,4
37
97,4
38
100
32
84,2
SD
25
67,6
25
67,6
26
68,4
21
65,6
SMP
9
24,3
9
24,3
9
23,7
8
25
SMA/SMK
2
5,4
2
5,4
2
5,3
2
6.3
Lain-lain
1
2,7
1
2,7
1
2,7
1
3,1
Pelajar
6
16,2
6
16,2
6
16,2
6
18,8
Wiraswasta
11
29,7
12
32,4
12
32,4
12
37,5
Tidak bekerja
7
18,9
6
16,2
7
18,4
5
15,6
Lain-lain
13
34,2
13
34,2
13
34,2
9
28,1
37
97,4
37
97,4
38
100
32
84,2
Agama Islam Pendidikan
Pekerjaan
Suku Jawa
Berdasarkan pengelompokkan keempat gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), ditemukan mayoritas responden yang mengalami gejala PTSD adalah yang berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 60,5% mengalami gejala Negative alteration in mood and cognition. Mayoritas responden yang mengalami gejala PTSD adalah pada rentang usia 26-45 tahun yaitu sebanyak 42,1% mengalami gejala Negative alteration in mood and cognition, 40,5% mengalai gejala Reexperiencing dan Avoidance serta hyperarousal sebanyak 37,5%. Seluruh responden beragama islam dengan gejala terbanyak yaitu negative alteration in mood and cognition sebanyak 100%, Mayoritas responden berpendidikan SD dengan gejala re-experiencing sebanyak 67,6%, gejala avoidance sebanyak 67,6%, gejala negative alteration in mood cognition sebnayak 68,4 % dan gejala hyperarousal sebanyak 65,6%. Mayoritas responden berprofesi sebagai petani/buruh tani dengan gejala Reexperiencing sebanyak 34,2%, gejala avoidance sebanyak 34,2%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 34,2% dan gejala hyperarousal
4
sebanyak 28,1%. Seluruh responden bersuku jawa (100%) dengan gejala reexperiencing sebanyak 97,4%, gejala avoidance sebanyak 97,4%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 100% dan gejala hyperarousal sebanyak 84,2%. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase gambaran gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Korban Bnecana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara (n=38) Gambaran Gejala PTSD Korban Tanah Longsor Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara
Frekuensi (f)
Persentase (%)
PTSD
30
78,9
Tidak PTSD
8
21,1
Total
38
100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami keempat gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) sebanyak 30 responden (78,9%), sedangkan responden yang tidak mengalami keempat gejala PTSD sebanyak 8 responden (21,1%). PEMBAHASAN 1. Gambaran karakteristik, umur, jenis kelamin, agama, Pendidikan, pekerjaan, suku, dan usia ketika mengalami kejadian tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 78,9% responden mengalami keempat tanda gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Jika dilihat dari data demografi, mayoritas responden yang mengalami tanda dan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) berada pada rentang usia 26-45 tahun rentang usia ini dikategorikan sebagai usia dewasa awal sampai dewasa akhir (Depkes, 2009).
5
Pada masa dewasa, individu tidak mempunyai penyaluran emosi seperti halnya pada anak maupun remaja. Hal inilah yang menyebabkan orang dewasa kurang mampu untuk melakukan pendekatan yang fleksibel untuk mengatasi efek trauma (Kaplan dan Sadock, 1997). Hal tersebut didukung oleh pernyataan bahwa reaksi terhadap peristiwa traumatis yang muncul terkait dengan PTSD termasuk perasaan menyalahkan diri sendiri (Self-blame) dan adanya penilaian negative sebagai bentuk kemarahan (Denson, dkk dalam pratiwi, dkk; 2012). Responden perempuan adalah yang terbanyak (60,5%) mengalami tanda dan gejala Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) dibandingkan laki-laki (39,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health (NIMH) pada tahun 2010 yang mengemukakan bahwa prevalensi terjadinya PTSD lebih tinggi pada populasi perempuan, yaitu berkisar 10-20% sedangkan laki-laki berkisar 5-6%. Jenis kelamin berperan terhadap terjadinya gangguan psikologis, menurut penelitian yang dilakukan oleh Wang (2007) ada perbedaan respon antara laki-laki dan perempuan saat menghadapi konflik. Otak perempuan memiliki kewaspadaan yang negative terhadap adanya konflik dan stress, pada perempuan konflik memicu menimbulkan stress, gelisah, dan rasa takut. Sedangkan laki-laki umumnya menikmati adanya konflik dan persaingan, bahkan menganggap bahwa konflik dapat memberikan dorongan yang positif. Dengan kata lain, ketika perempuan mendapat tekanan, maka umumnya akan lebih mudah mengalami gangguan psikologis. Kepercayaan terhadap Tuhan juga berperan dalam membentuk penerimaan masyarakat terhadap kondisi pasca bencana yang dialami. Seluruh responden dalam penelitian ini beragama islam (100%) umat islam memiliki pemahaman mengenai “takdir” yang mana merupakan bentuk kekuasaan tuhan yang harus mereka terima sebagai konsekuensi dari perbuatan mereka. Salah satunya adalah penelitian Ai (2003) tentang pengaruh koping religiusitas pada sikap positif para pengungsi muslim dewasa di Bosnia dan Cosovo menunjukkan pula bahwa optimis para pengungsi dalam memandang situasi yang menekan, ternyata secara positif berhubungan dengan koping religius yang positif. Ajaran agama
6
Islam merupakan salah satu faktor yang dapat menjauhkan manusia dari perasaan cemas, tegang, depresi, yaitu dengan memohon kepada Allah SWT agar dalam kehidupan diberi ketenangan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat (Hawari, 2006). Peneliti mendukung hasil penelitian tersebut karena dari hasil penelitian yang telah penliti lakukan bahwa responden dapat tetap survive dalam melanjutkan kehidupannya pasca bencana tanah longsor. Mayoritas pekerjaan responden pada penelitian ini adalah petani dan buruh tani yaitu sebanyak 34,2%. Sesuai dengan salah satu teori penyebab Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yaitu dinamika keluarga. Dimana tipe Pendidikan formal, kehidupan keluarga dan gaya hidup merupakan perkiraan yang signifikan terjadinya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Menurut (Jose, 2005 dalam Anam, 2016) faktor etnik dan sosioekonomi merupakan faktor risiko yang penting. sebagian besar penelitian menyatakan bahwa penghasilan yang rendah merupakan faktor risiko terdampak morbiditas psikososial. Menurut asumsi peneliti, Pekerjaan sebagai seorang petani dan lingkungan keluarga yang berada cukup jauh dari perkotaan menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang permasalahan psikologi yang mungkin dialami. Selain itu bencana tanah longsor tentu masih menghantui karena tempat relokasi yang sekarang menjadi hunian tetap masih berada di sekitar lereng. Para petani yang tidak lain adalah menjadi profesi utama responden yang mengalami PTSD banyak mengalami kerugian karena dampak longsor yang telah terjadi tiga tahun lalu. Perekonomian yang sulit merupakan salah satu predictor berkembangnya gangguan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). 2. Gambaran Tanda Gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada individu Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 78,9% responden yang memenuhi kriteria diagnostic PTSD. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh American Psychiatric Association (APA) dan Sadock & Sadock (2007) bahwa gejala PTSD dapat muncul pada 6 bulan pertama setelah peristiwa trauma dan dapat juga bersifat delay yaitu muncul bertahun-tahun setelah peristiwa trauma. Gejala-gejala dari gangguan relatif di dominasi oleh gejala
7
Re-experiencing, Avoidance, Negatif alteration in mood and cognition dan hyperarousal. Dari keempat pengelompokkan tanda dan gejala tersebut didapatkan sebanyak 100% responden mengalami gejala Negative alteration in mood and cognition, 97,4% penderita Post Traumatic Stres Disorder (PTSD) dengan tanda gejala Re-experiencing dan Avoidance serta 84,2% mengalami gejala hyperarousal. Gejala terbanyak kedua, sebanyak 97,4% responden mengalami gejala Re-experiencing. Menurut APA (2000), individu memiliki gejala kecemasan yang persisten atau meningkat yang tidak ada sebelum trauma. Gejala Re-experiencing ini dapat seperti penderita seakan-akan mengalami kembali peristiwa traumatic tersebut, individu seringkali teringat pada kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Bradshaw (2008) menjelaskan penelitiannya bahwa hanya sebagian kecil dari otak yang menampung pembicaraan serta pemahaman kata, sedangkan sebagian lain dari otak justru lebih banyak merespon gejala panik, flashback, respon terkejut perasaan kaku di leher dan tenggorokan. Peristiwa traumatis mengirim sinyal pada amygdala (bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi) yang direspon dengan persepsi adanya ancamn (Fernandez & Solomom, 2001). Pengaktifan amygdala meningkatkan ingatan yang dimediasi oleh Hippocampus. Peningkatan yang ekstrim mengganggu fungsi hippocampal (bagian otak yang menyimpan ingatan). Peningkatan yang berlebihan di amygda dalam menyebabkan respon emosional dan impresi sensorik yang terjadi karena berdasarkan penggalan informasi, daripada persepsi yang utuh pada objek. Ingatan dari peristiwa traumatis ini kemudian disimpan namun tidak diintegrasikan ke dalam ingatan semantic. Oleh sebab itu, informasi disimpan pada bentuk keadaan yang spesifik serta tidak dapat sepenuhnya diproses dan diintegrasikan (Fernendez & Solomom, 2001). Peningkatan tersebut menyebabkan terganggunya integrase pemrosesan informasi. Ini merupakan penyebab mengapa seseorang yang
8
terdiagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) kerap kali mengalami gejala Re-experiencing. Gejala Avoidance juga menunjukkan hasil yang sama banyaknya dengan gejala Re-experiencing yaitu sebanyak 97,4%. Seperti teori yang dikemukakan oleh (Foa & Rigs, 1994) tentang pengolahan trauma kognitif sangat sulit dilakukan oleh orang yang mengalami PTSD, hal ini dikarenakan dalam mengaktifkan struktur ketakutan berati mengaktifkan unsur respon, sehingga ketika individu merasakan emosi yang luar biasa seseorang kemudian mencoba untuk berhenti berpikir tentang kejadian masa lalu. Kemudian berkembang antara upaya untuk mengasimilasi (yang mengarah ke pengalan yang diulang), dan upaya untuk menghindari ingatan dan emosi negative. Oleh karena itu seseorang yang mengalami PTSD akan menghindari stimuli yang mengingatkan tentang pengalaman trauma yang pernah dialami. Gejala hyperarousal dapat bemanifestasi sebagai kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankannya akibat mimpi buruk berulang mengenai peristiwa traumatic, hypervigilance atau sikap waspada berlebihan. Individu yang telah mengalami trauma akan bersikap waspada terhadap memori yang mengganggu. Mereka juga cenderung berhati-hati untuk memastikan bahwa cedera lebih lanjut tidak terjadi. Dalam penelitian ini responden yang mengaami gejala hyperarousal yaitu sebanyak 84,2% jumlah yang paling rendah disbanding gejala negative alteration in mood and cognition, Re-experiencing, dan avoidance. Hal ini dimungkinkan karena trauma sudah berlangsung cukup lama sehingga individu sudah beraktivitas seperti biasa. Gejala-gejala PTSD bisa hilang timbul sepanjang hidup penderita, sehingga dapat mengganggu fungsi kerja dan keefektifan hidup. Hasil penelitia yang dilakukan oleh Giacco, dkk (2013) menyatakan bahwa gangguan PTSD berkaitan erat dengan penurunan kualitas hidup seseorang. Analisis hasil penelitian terhadap pengaruh ketiga kelompok gejala PTSD terhadap perubahan kualitas hidup menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara perubahan gejala hyperarousal dengan perubahan kualitas hidup.
9
Responden dewasa yang terdiagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegra dengan mengalami gejala terbanyak berupa Negative alteration in mood and cognition, Re-experiencing, dan Avoidance. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa gejala ini masih saja dialami oleh orang dewasa tersebut adalah lingkungan yang baru, harus memulai kehidupan dari nol karena harta benda yang hilang serta tempat relokasi yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian longsor sehingga responden yang terdiagnosa PTSD terus terpapar oleh stimulasi dan tempat relokasi masih berada di area rawan longsor yang tidak dapat ditebak kapan akan terjadi longsor, ini menyebabkan bertambahnya beban psikologis yang dialami responden dewasa di Desa Rata Suren Dusun Ngambal Kabupaten Banjarnegara. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Diketahui dari data demografi responden mayoritas berusia 26-45 tahun sebanyak (42,1%), berjenis kelamin perempuan (60,5%), dengan tingkat Pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak (68,4%), pekerjaan adalah petani dan buruh tani sebanyak (34,2%), serta seluruh responden beragama islam sebanyak (100%) dan bersuku jawa sebanyak (100%).Dewasa pada umumnya mengalami tanda dan gejala serta memenuhi kritersia diagnostic Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) korban bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara,
dengan
jumlah
data
sebanyak
78,9%.
Dilihat
dari
pengelompokkan tanda dan gejala, di dominasi oleh gejala Negative alteration in mood and cognition sebanyak 100%, gejala Re-experiencing sebanyak 97,4 %, Avoidance sebanyak 97,4% dan hyperarousal sebanyak (84,2%) Responden yang mengalami gejala tersebut mayoritas berusia 26-45 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Saran Berdasar kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan Bagi Praktik Keperawatan adalah peningkatan wawasan tentang pelaksanaan standar asuhan keperawatan untuk mendukung upaya dalam peningkatan kesehatan psikologis
10
khususnya pada responden yang mengalami gangguan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Bagi Pendidikan Keperawatan melalui institusi pendidikan penting untuk memberikan materi tentang tindakan-tindakan psikososial yang dapat dilakukan oleh peserta didik kepada penyintas bencana alam untuk meminimalkan gangguan psikologis. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama atau terhadap gangguan psikologis lainnya. Penggunaan instrumen penelitian bisa menggunakan instrumen yang sudah ada ataupun bisa menggunakan instrumen lain yang mengakomodasi kriteria PTSD dengan mempertimbangkan tahap perkembangan. DAFTAR PUSTAKA Ai, A. L.2003. The Effect of Religious‐ Spiritual Coping on Positive Attitude of Adult Muslim Refugees from Kosovo and Bosnia. International Journal for Psychology of Religion,13. Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Anam, A. K., Martiningsih, W., & Ilus, I. (2016). Post-Traumatic Stress Dissorder of Kelud Mountain's Survivor Based on Impact of Event Scale–Revised (IES-R) in Kali Bladak Nglegok District Blitar Regency. Jurnal Ners dan Kebidanan, 3(1), 46-52. APA. (2000). DSM V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision). Washington, DC: American Psychiantric Association Press. Ardani, Tristriadi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: CV. Lubuk Agung. Catapano, F., Malafronte, R., Lepre, F., Cozzolino, P., Arnone, R., Lorenzo, E., ... & Maj, M. (2001). Psychological consequences of the 1998 landslide in Sarno, Italy: a community study. Acta Psychiatrica Scandinavica, 104(6), 438-442.
11
Dai, W., Kaminga, A. C., Tan, H., Wang, J., Lai, Z., Wu, X., & Liu, A. (2017). Long-term psychological outcomes of flood survivors of hard-hit areas of the 1998 dongting lake flood in china: Prevalence and risk factors. PLoS One, 12(2) diakses pad http://bit.ly/2iye17Z pukul 09.02 tanggal 7 desember 2017 Davison, G.C & Neale J.M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI. 2009. Kategori Usia. Dalam http://kategoriumurmenurut-Depkes.html. Diakses pukul 23.11 wib tanggal 3 april 2018 Durand, V.M., Barlow, D.H., 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Edisi IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar pp. 295-297 Fatimah, f. n., & rokhman, m. a. (2016). post-traumatic stress disorder experienced by charlie in stephen chbosky’ s the perks of being a wallflower (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Diakses pada http://bit.ly/2BaElRm pukul 03.13 tanggal 19 desember 2017 Firmansyah,
T.
(2017,
Desember
30).
Republika.co.id
diakses
pada
http://bit.ly/2GxORRJ pukul 19.32 WIB Fitriadi, M. W., Kumalawati, R., & Arisanty, D. (2017). Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Tanah Longsor Di Desa Jaro Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi), 4(4). Diakses pada http://bit.ly/2pNGQ6N pukul 10.59wib tanggal 28 desember 2017 Gulo, Frida Nov Kristina (2015) Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (Ptsd) pada Remaja Teluk Dalam Pasca 8 Tahun Bencana Gempa Bumi di Pulau Nias diakses pada http://bit.ly/2FLYICL tanggal 17 januari 2018 pukul 23:27 WIB Groome, D., & Soureti, A. (2004). Post-traumatic stress disorder and anxiety symptoms in children exposed to the 1999 greek earthquake. British Journal
12
of Psychology, 95, 387-97. diakses pada http://bit.ly/2A0heVu pukul 21.41 tanggal 21 novemver 2017 Halgin, P, Richard; Whitbourne, Krauss, Susan. 2009. Abnormal Psychology Clinical Perspective on Psychological Disorder. 6th Edition. Mc.Graw Hill. New York diakses pukul 24.16 wib tanggal 4 april 2018 Hawari, D.2006. Manajemen Stress & Depresi, FK UI, Jakarta. Ikeno, S. 2000. Cultural Roles and Coping Prosesses Among the Survivors of the Hanshin Awaji (Kobe) Earthquake, January, 1995: An Ethnographic Approach. Diakses16, 5, 2007 dari www.soc.kwansei.ac.jp John, R. Freedy, Maria M. Steenkamp, Kathryn M. Magruder, Derik E. Yeager. James S. Zoller, William J. Hueston, Peter J. Carek; Post-Traumatic Stress Disorder Screening Test Performance in Civilian Primary Care, Family Practice, volume 27, Issue 6, 1 Desember 2010, Pages 615-624 (https://doi.org/10.1093/fampra/cmq049 Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Edisi ke-7. Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 86-108. Keliat, B.A, Akemat, Helena Novy, dan Nurhaeni Heni. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakart: EGC Liu, M., Wang, L., Shi, Z., Zhang, Z., Zhang, K., & Shen, J. (2011). Mental health problems among children one-year after sichuan earthquake
in
china:
A
follow-up
study.
doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0014706
PLoS
One,
diakses
6(2) pada
http://bit.ly/2jms1SK pukul 09.19 wib tanggal 7 desember 2017 Masril, M. (2017). Konseling Post Traumatic Stress Disorder Dengan Pendekatan “Terapi Realitas”. Proceeding Iain Batusangkar, 1(1), 184-192. Diakses pada http://bit.ly/2BIxY6U pukul 03.17 wib tanggal 19 desember 2017 Navarro-Mateu, F., Salmerón, D., Vilagut, G., Tormo, M. J., Ruíz-Merino, G., Escámez, T., . . . Kessler, R. C. (2017). Post-Traumatic Stress Disorder And
13
Other Mental Disorders In The General Population After Lorca’s Earthquakes, 2011 (Murcia, Spain): A Cross-Sectional Study. PLoS One, 12(7) doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0179690 diakses pada http://bit.ly/2z92GSo pukul 21.29 tanggal 21 november 2017 National Institute of Mental Health. 2010. Depression and College Students. NIMH:1-8. diakses pada 23.11 wib tanggal 3 april 2018 Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurcahyani, F., Dewi, E. I., & Rondhianto, R. (2016). Pengaruh Terapi Suportif Kelompok terhadap Kecemasan pada Klien Pasca Bencana Banjir Bandang di Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember (The Effect of Supportive Group Therapy toward the Client’s Anxiety after Flash Flood Disaster. Pustaka Kesehatan, 4(2), 293-299. Diakses pada http://bit.ly/2jJjdJS pukul 22.17 wib tanggal 21 november 2017. Parkinson, F. (2000). Post-trauma Stress: Reduce long-term effects and hidden emotional damage caused by violence and disaster. Da Capo Press. Polit, D.F. and Beck, C.T. (2012) Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice. 9th Edition, Lippincott, Williams & Wilkins, Philadelphia. Pratiwi, C. A., Karini, S. M., & Agustin, R. W. (2012). Perbedaan Tingkat PostTraumatic Stress Disorder Ditinjau Dari Bentuk Dukungan Emosi pada Penyintas Erupsi Merapi Usia Remaja dan Dewasa Di Sleman, Yogyakarta. Wacana, 4(8). Purborini, N. (2017). Gambaran Kondisi Psikososial Masyarakat Lereng Merapi Pasca
6
Tahun
Erupsi
Gunung
Merapi.
Jurnal
Keperawatan
Muhammadiyah, 1(1). Diakses pada http://bit.ly/2BbtAdE Pukul 07.58 tanggal 22 november 2017. Riwidikdo. 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Bina Pustaka.
14
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007.Anxiety Disorder in : Kaplan Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry, 10th Edition.New York: Lippincott Williams & Wilkin. Hal 580IV Text Revision). Washington, DC:
American Psychiantric
Association Press Sonpaveerawong, J. (2017). Prevalence of Psychological Distress and Mental Health Problems among the survivors in the Flash Floods and Landslide in Southern Thailand. Walailak Journal of Science and Technology (WJST), 15(1). Subagyo, W. (2016). Pemulihan PTSD Dengan Play Therapy Pada Anak-Anak Korban Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(1), 62-68. Diakses pada http://bit.ly/2BaDJXU pukul 22.11 wib tanggal 21 november 2017. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Videbeck, Sheila L, (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Wang J, Korczykowski M, Rao H, Fan Y, Pluta J, Gur RC, McEwen BS, Detre JA. Gender difference in neural response to psychological stres. SCAN. 2007; 2: 227–239 diakses pukul 23.19 wib tanggal 3 april 2018 Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Medika. Zhang, Z., Wang, W., Shi, Z., Wang, L., & Zhang, J. (2012). Mental health problems among the survivors in the hard-hit areas of the yushu earthquake. PLoS One, 7(10)doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0046449.
15