PENGARUH KONSELING OBAT TERHADAP KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG Oleh : Denia Pratiwi Alamat : Jalan Pangeran Hidayat No 114 Pekanbaru-Riau ABSTRAK Kata Kunci : Hipertensi, Konseling, Kepatuhan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kepatuhan pasien hipertensi dinilai dari pengetahuan dan sikap. Rancangan penelitian yang dipakai adalah The One Group Pretest-Posttest design yang merupakan penelitian experimental, yaitu pre-experimental design. Hasil penelitian menunjukkan dari 50 pasien bahwa terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan tekanan darah (sistol dan diastol) sebelum dan sesudah konseling dengan menggunakan uji t berpasangan. Nilai t hitung hasil perhitungan diperoleh nilai berturut-turut -16.448, -26.518, 3.963 dan 2.087 dengan tingkat signifikansi 0.000, 0.000, 0.000 dan 0.042 (p0.05) yang berarti tidak ada pengaruh konseling obat terhadap nilai tekanan darah diastol pasien hipertensi. Untuk melihat hubungan karakteristik demografi (usia, lama menderita, jenis kelamin dan pendidikan) dengan pengetahuan dan sikap digunakan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai berturut-turut 5.451, 16.470, 1.478 dan 6.289 pada pengetahuan dengan tingkat signifikansi 0.793, 0.058, 0.687 dan 0.901 (p>0.05) dan 7.067, 5.781, 2.361, 20.842 pada sikap dengan tingkat signifikansi 0.630, 0.762, 0.501 (p>0.05) kecuali pendidikan berhubungan dengan sikap dengan tingkat signifikansi 0.053 (p<0.05). Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien dan akan berpengaruh terhadap kepatuhan terhadap pengobatan. Kata Kunci : Hipertensi, Konseling, Kepatuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal (Hussar, 1995). Terapi obat yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan penggunannya (Cipolle, Strand & Morley, 2004). Pada pemberian informasi obat ini terjadi suatu komunikasi antara apoteker dengan pasien dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari Pharmaceutical Care yang dinamakan dengan konseling (Jepson, 1990; Rantucci, 2007). Konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Jepson, 1990, Rantucci, 2007). Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan
kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan (Schnipper, et al., 2006). Selain itu pasien memperoleh informasi tambahan mengenai penyakitnya yang tidak diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya, atau tidak dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan (Zillich, Sutherland, Kumbera, Carter, 2005; Rantucci, 2007) Menurut laporan Department of Health and Human Service ( DHHS ) tahun 1990, 48 % dari seluruh penduduk Amerika serikat, dan 55 % geriatri, 5 dalam beberapa hal, gagal mengikuti regimen pengobatan (Kessler, 1992). Meskipun ketidakpatuhan tidak selalu menimbulkan konsekuensi, penelitian menunjukkan bahwa 25 % pasien ini akan menggunakan obat dengan cara yang dapat membahayakan kesehatan pasien. Ketidakpatuhan dapat memperlama masa sakit atau meningkatkan keparahan penyakit. Tinjauan literatur rmemperlihatkan bahwa 11% pasien masuk rumah sakit akibat ketidakpatuhan terhadap terapi obat (Aslam, Tan & Prayitno, 2003). Pasien yang perlu untuk diberi konseling adalah pasien-pasien yang berkemungkinan untuk tidak patuh terhadap pengobatan seperti pasien yang ditunjuk dokter, pasien dengan penyakit tertentu seperti hipertensi, gagal jantung, pasien yang menerima golongan obat tertentu, pasien geriatrik, pediatrik, pasien yang keluar dari Rumah Sakit, dan lain-lain (Hussar, 1995). Surgeon General C. Everalt Koop dalam simposiumnya “Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan”, menyatakan bahwa ketidakpatuhan mengakibatkan penggunaan obat yang salah dan bisa mengakibatkan memburuknya keadaan pasien tersebut. Diperkirakan ada sekitar 125.000 kematian akibat ketidakpatuhan pada pengobatan dengan penyakit kardiovaskuler (Hussar, 1995). Penderita hipertensi merupakan salah satu pasien dengan kriteria pasien yang harus diberi konseling, karena hipertensi merupakan penyakit yang sangat perlahan apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke, atau gagal ginjal dengan demikian pemeriksaan tekanan darah secara teratur memilki arti penting dalam perawatan hipertensi. Kurangnya kepatuhan pasien hipertensi juga merupakan 6 masalah dalam terapi hipertensi (Onzenoort, 2010). Penderita hipertensi tidak sadar dengan karakter yang timbul tenggelam, ketika si penderita dinyatakan bisa berhenti minum obat karena tekanan darahnya bisa normal, dia sering menganggap kesembuhan permanen padahal sekali divonis hipertensi, penyakit itu akan terus ada yang bisa dilakukan mengontrolnya dengan mengkonsumsi obat penurun hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat (Price & Lorraine, 1994). Penanganan hipertensi pada tahap awal dilakukan dengan modifikasi gaya hidup meliputi penurunan berat badan, pembatasan asupan garam, diet kolesterol dan lemak jenuh, olahraga, pembatasan konsumsi alkohol dan kopi, relaksasi untuk redakan stress dan menghentikan kebiasaan
merokok. Selain itu penderita hipertensi juga harus mempunyai pengetahuan dan sikap kepatuhan untuk dapat menyesuaikan penatalaksanaan hipertensi dalam kehidupan seharihari (Woodley & Allison, 1995). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepatuhan terjadi pada 27 pasien (77,15 %) dari 35 pasien hipertensi. Pasien yang mengalami penurunan tekanan darah terjadi pada 26 pasien (74,28 %). R hitung yang didapat 0.68 ini berarti 68% kepatuhan mempengaruhi nilai tekanan darah (Utami, 2009). Pada beberapa jurnal juga menyebutkan bahwa konseling akan meningkatkan kepatuhan pasien dinilai dari pengetahuan pasien, sikap dan praktek pasien (Mellen, Palla, Goff, Bonds, 2004; Zillich, et al, 2005; Sushmita, et al, 2010) 7 Oleh karena hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan harapan mendapatkan suatu gambaran mengenai pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan sehingga didapatkan model yang sesuai untuk konseling obat pada pasien hipertensi rawat jalan poliklinik khusus RSUP. Dr. M. Djamil. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan penelitian ini : Bagaimana pengaruh pemberian konseling obat terhadap kepatuhan pasien hipertensi di poliklinik khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang. 3. Tujuan Penelitian 2.1 Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang 2.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap pasien hipertensi sebelum dan sesudah diberi konseling obat 2. Untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap pengetahuan dan sikap pasien hipertensi 3. Untuk mengetahui perbedaan nilai tekanan darah (sistol dan diastol) pasien hipertensi sebelum dan sesudah konseling obat 8 4. Untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap nilai tekanan darah (sistol dan diastol) pasien hipertensi 4. Manfaat Penelitian 1. Bagi pihak manajemen RSUP Dr. M. Djamil Padang, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan untuk untuk menentukan model konseling obat yang sesuai untuk pasien hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengayaan materi ilmu kefarmasian khususnya dalam bidang farmasi klinik. 3. Bagi penelitian lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pembanding atau sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman lapangan tentang penatalaksanaan konseling dan pengalaman belajar untuk dapat memahami kaedah penelitian. 5. Pada pasien sendiri bahan pertimbangan dan masukan agar mengetahui dampak yang diakibatkan jika tidak patuh dalam menjalankan terapi hipertensi, sehingga pasien akan mematuhi aturan – aturan dalam terapi hipertensi. 9 B. Metode Penelitian 1. Waktu dan
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP Dr. M . Djamil Padang dari bulan Februari - April 2011. 2. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan metode penelitian experimental, menggunakan pre-experimental design. Penelitian ini menggunakan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah diberi perlakuan, dengan rancangan yang digunakan adalah The One Group Pretest-Posttest design (Sugiyono, 2007; TA, 2010). Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek, pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya. Pengambilan data dilakukan secara prospektif. Uji ada/tidaknya perbedaan antara nilai pre test dan post test dengan t berpasangan dan ada/tidaknya pengaruh konseling dengan regresi linear. 3. Populasi, Sampel dan Besaran Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah pasien hipertensi rawat jalan di Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP Dr. M. Djamil Padang 4. Sampel Penelitian Pasien dengan kriteria inklusi pada bulan Februari - April dan pengamatan dilakukan setelah pasien berobat di rawat jalan Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP Dr. M. Djamil Padang. 5. Kriteria inklusi 10 1. Pasien hipertensi yang berobat rawat jalan di Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Februari-April 2011. 2. Pasien yang ada data nilai tekanan darah 6. Kriteria ekslusi 1. Pasien hipertensi dengan komplikasi yang dapat mempengaruhi pemeriksaan nilai tekanan darah seperti diabetes, gangguan ginjal dan hati yang berat. 2. Pasien dengan gangguan kejiwaan 3. Pasien yang sedang hamil 7. Klasifikasi variabel Variabel yang dipakai dalam penelitian ini : a. Variabel bebas (Independent Variable ) adalah konseling obat b. Variabel Tergantung (Dependent Variable) adalah kepatuhan pasien 8. Menghitung sisa jumlah tablet Menghitung jumlah sisa tablet secara langsung dan menghitung tingkat kepatuhan pasien dengan menggunakan rumus : (Jasti, et al., 2005) Kepatuhan = jumlah obat – jumlah sisa obat x 100% jumlah obat 9. Instrumen Penelitian Kuesioner yang dibuat berdasarkan panduan dari Departemen Kesehatan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007), tabel induk untuk skor pengetahuan, tabel induk untuk skor sikap, lembar pengumpul datauntuk hasil pemeriksaan tekanan darah dan menghitung jumlah sisa tablet, modul obat dan Kartu Rawat Mandiri. 10. Prosedur Pengumpulan Data a. Data dari pasien baru yang memenuhi kriteria inklusi, dan data dari hasil pemeriksaan untuk tekanan darah dicatat dari rekam medik dan dimasukkan dalam lembar pengumpul data untuk hasil pemeriksaan tekanan darah b. Pada saat pasien telah selesai melakukan pemeriksaan dilakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan pasien, sikap pasien dengan wawancara dan menggunakan lembar kuesioner, setelah itu dilakukan konseling obat dengan menggunakan modul dan contoh obat c. Setiap 2 minggu kemudian selama 3 kali dilakukan penilaian ulang
atau posttest dengan menggunakan lembar kuesioner dan pemeriksaan ulang nilai tekanan darah. d. Data yang didapat kemudian direkapitulasi dalam tabel induk untuk pengetahuan dan tabel induk sikap dalam bentuk yang sudah dinominalkan C. Hasil Penelitian 1. Umur pasien Dalam penelitian ini umur yang paling muda adalah 34 tahun sedangkan yang paling tua adalah 74 tahun. Umur tersebut kemudian dikategorikan menjadi 4 golongan. Hasil selengkapnya mengenai distribusi umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 9. Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Pasien Penderita Hipertensi 12 No Kategori Usia (tahun) Jum lah Presen tase (%) Kategori Jenis Kelamin Jumlah Presen tase (%) 1 33-43 2 4 LakiLaki 20 40 2 44-54 11 22 Perempuan 30 60 3 55-65 18 36 4 >65 19 38 Jumlah 50 100 Jumlah 50 100 2. Pendidikan pasien Pendidikan terakhir pasien yang pernah ditempuh, dari hasil penelitian menunjukkan dari 50 pasien pendidikan yang paling rendah adalah tamat Sekolah Dasar, sedangkan yang paling tinggi adalah Sarjana Strata 2. Hasil selengkapnya mengenai distribusi pendidikan terkahir dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 10. Distribusi Pendidikan Pasien Penderita Hipertensi No Kategori Pendidikan Jumlah Presentase (%) 1 SD 1 2 2 SMP 1 2 3 SMA 36 72 4 S1 11 22 5 S2 1 2 Jumlah 50 100 3. Lama menderita hipertensi Hasil penelitian mengenai lama pasien menderita hipertensi dikelompokkan menjadi 4. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 11. Distribusi Lama Menderita Hipertensi No Lama Menderita Hipertensi Jumlah Presentasi 1 0-1 tahun 13 26 2 2-5 tahun 22 44 13 3 6-10 tahun 10 20 4 >10 tahun 5 10 Jumlah 50 100 4. Hubungan karakteristik demografi pasien terhadap pengetahuan dan sikap Untuk melihat adanya hubungan antara karakteristik demografi dengan pengetahuan dan sikap dilihat dengan menggunakan uji statistik crosstab (tabulasi silang). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 12. Hubungan Karakteristik Demografi Pasien Terhadap Pengetahuan dan Sikap Karakteristik Demografi Pengetahuan Sikap Kategori (%) 4 (sangat baik) 4 (sangat baik) Umur (tahun) 33-43 0 0 44-54 11.1 22.2 55-65 5.6 11.1 >65 10 25 Pendidikan SD 0 100 SMP 0 0 SMA 8.3 13.9 S1 9.1 18.2 S2 0 100 Lama Menderita (tahun) 0-1 0 16.7 2-5 13.6 18.2 6-10 10 10 > 10 0 33.3 Jenis Kelamin Perempuan 10 20 Laki-laki 5 15 14 Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antar variabel tersebut digunakan uji statistik Chi-Square. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 13. Hasil Uji Statistik Hubungan Karakteristik Demografi Pasien Terhadap Pengetahuan dan Sikap Karakteristik Demografi Pengetahuan Sikap Nilai Signifikansi Nilai Signifikansi Umur 5.451 0.793 7.067 0.630 Pendidikan 6.289 0.901 20.842 0.053 Lama Menderita 16.470 0.058 5.781 0.762 Jenis kelamin 1.478 0.687 2.361 0.501 5. Obat-obat yang didapatkan dalam terapi Obat-obat yang didapatkan pasien dalam terapi ada dalam bentuk tunggal dan banyak
dalam bentuk kombinasi, distribusi kombinasi obat pada pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 14. Golongan dan Kombinasi Obat yang Digunakan No Kombinasi Golongan obat antihipertensi jumlah pasien Persentase (%) 1 Diuretik + ARB + CCB 18 36 2 Diuretik + CCB 11 22 3 Diuretik + ACE + CCB 5 10 4 Diuretik + ARB 4 8 5 Calcium Chanel Blocker (CCB) 3 6 6 Angiotensin Reseptor Bloker (ARB) 2 4 7 Angiotensin Converting Enzym (ACE) 2 4 8 CCB + ARB 2 2 9 Diuretik + ACE 1 2 10 Diuretik + CCB + β-bloker 1 2 11 CCB + ARB + ACE + β-bloker 1 2 Jumlah 50 100 15 6. Hasil pengujian statistik untuk normalitas data Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui distribusi sebuah data dimana asumsi distribusi ini diperlukan untuk pengujian parametrik. Metode pengujian yang digunakan adalah Kolmogrov Smirnov (KS) (Lampiran 11). Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Kuisioner Sebelum dan Sesudah Konseling Obat di RSUP Dr. M. Djamil No Data Nilai KS Sig. Keterangan 1 Pre test pengetahuan 0.728 0.664 > 0.05 Normal 2 Post test pengetahuan 0.509 0.958 > 0.05 Normal 3 Pre test sikap 0.599 0.866 > 0.05 Normal 4 Post test sikap 0.566 0.906 > 0.05 Normal 5 Pre test TD sistol 0.544 0.928 > 0.05 Normal 6 Post test TD sistol 0.487 0.972 > 0.05 Normal 7 Pre test TD diastol 0.767 0.598 > 0.05 Normal 8 Post test TD diastol 0.598 0.207 > 0.05 Normal 7. Hasil pengujian kuisioner untuk validitas dan reliabilitas Hasil uji validitas variabel pengetahuan (Lampiran 12) dengan menggunakan uji product moment dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 16. Hasil Uji Validitas Kuisioner untuk Variabel Pengetahuan No Item Nilai r P Keterangan 1 P1 o.855 0.000 Valid 2 P2 0.850 0.000 Valid 3 P3 0.683 0.000 Valid 4 P4 0.544 0.000 Valid 5 P5 0.605 0.000 Valid 6 P6 0.307 0.030 Valid 7 P7 0.312 0.028 Valid 8 P8 0.177 0.219 Not Valid 16 Uji reliabilitas variabel pengetahuan dengan menggunakan uji alpha cronbach diperoleh hasil 0.744 (Lampiran 13). Oleh karena nilai alpha lebih besar dari 0.6 maka variabel pengetahuan adalah reliabel. Hasil uji validitas variabel sikap (Lampiran 13) dengan menggunakan uji product moment dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 17. Hasil uji validitas kuisioner untuk variabel pengetahuan No Item Nilai r P Keterangan 1 S1 0.578 0.000 Valid 2 S2 0.684 0.000 Valid 3 S3 0.566 0.000 Valid 4 S4 0.681 0.000 Valid 5 S5 0.508 0.000 Valid 6 S6 0.346 0.014 Valid 7 S7 0.409 0.003 Valid 8 S8 0.290 0.041 Valid 9 S9 0.483 0.000 Valid Uji reliabilitas variabel sikap dengan menggunakan uji alpha cronbach diperoleh hasil 0.712. Oleh karena nilai alpha lebih besar dari 0.6 maka variabel sikap adalah reliabel. 8. Hasil statistik hubungan konseling dengan peningkatan pengetahuan Hasil skor rata-rata pengetahuan pasien hipertensi sebelum konseling obat adalah 20.38 ± 4.24 dan sesudah konseling obat 26.38 ± 3.21. Hasil pengujian statistik pada skor pengetahuan sebelum dan sesudah konseling obat dengan menggunakan
uji t berpasangan diperoleh nilai t hitung -16.448 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p0.05). 11. Hasil statistik pengaruh pengetahuan dan sikap dengan nilai tekanan darah Untuk melihat pengaruh pengetahuan dan sikap pasien hipertensi terhadap penurunan tekanan darah setelah konseling obat maka dilakukan pengujian dengan menggunakan regresi linear berganda pada tekanan darah sistol diperoleh nilai F hitung 0.060 dengan tingkat signifikansi 0.942 (p>0.05) dan pada tekanan darah diastol diperoleh nilai F hitung 1.831 dengan tingkat signifikansi 0.172 (p>0.05) 12. Hubungan pengetahuan dengan sikap Hubungan pengetahuan dengan sikap diuji dengan menggunakan pearson product moment. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar 0.291 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.041 (p 0.05). Tingkat signifikansi pada umur, lama menderita dan jenis kelamin lebih besar dari 0.05 maka tidak ada hubungan, sedangkan pada pendidikan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0.05 berarti ada hubungan. Pada penelitian ini hal ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap setelah konseling karena berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menerima dan mengolah informasi yang didapatkan dari konseling (Niven, 2002). 20 2. Perbedaan dan pengaruh konseling terhadap pengetahuan Dari rata-rata pengetahuan pasien sebelum dan sesudah konseling terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna pada pasien hipertensi, berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji t berpasangan diperoleh nilai t hitung -16.448 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p0.05), nilai R2 (koefisien determinasi) 0.008 dan nilai R (koefisien korelasi) 0.089 (8.9%). Berarti hanya 38.6% konseling berpengaruh terhadap tekanan darah sistol dan 8.9% terhadap tekanan darah diastol dan lebih banyak dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Hasil uji regresi linear sederhana pengaruh konseling terhadap nilai tekanan darah sistol menunjukkan hasil yang signifikan walaupun hanya 38.6% konseling yang berpengaruh. Sedangkan hasil uji regresi linear sederhana pengaruh konseling terhadap nilai tekanan darah diastol menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh turunnya tekanan darah diastol hanya sedikit menunjukkan perbaikan. Naik turunnya tekanan darah tidak hanya karena obat tetapi naik turunnya tekanan darah paling banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologi, fluktuasinya diakibatkan oleh interaksi yang komplek antara rangsangan lingkungan luar dan respon individu pada sistem kardiovaskuler (Sulaiman, et al., 2009). Adanya perbedaan signifikansi pada tekanan darah sistol dan diastol mungkin disebabkan karena pasien hipertensi memiliki kenaikan yang berarti pada tekanan darah sistol dan tidak terlalu berpengaruh terhadap tekanan darah diastol. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastol yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistol yang diinginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistol berkaitan dengan resiko
kardiovaskuler dibanding tekanan darah diastol, maka tekanan darah sistol 26 harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit hipertensi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). 5. Pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap nilai tekanan darah Untuk melihat pengaruh pengetahuan dan sikap pasien hipertensi terhadap penurunan nilai tekanan darah setelah konseling dilakukan pengujian dengan menggunakan uji regresi linear berganda. Hasil uji F pada tekanan darah sistol menunjukkan nilai sebesar 0.060 dengan tingkat signifikansi 0.942 (p>0.05) dan pada tekanan darah diastol 1.831 dengan tingkat signifikansi 0.172 (p>0.05). Hal ini berarti secara bersamaan variabel pengetahuan dan sikap tidak berpengaruh terhadap nilai tekanan darah baik sistol maupun diastol. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi nilai tekanan darah, walaupun pasien telah rajin minum obat tetapi faktor internal dan eksternal akan sangat mempengaruhi. Faktor internal itu misalnya usia, semakin tua umur maka arteri akan kehilangan elastisitasnya dan dapat meningkatkan tekanan darah; stress; emosi yang berlebih; keadaan depresi pasien. Faktor eksternal misalnya adanya permasalahan dari luar, pekerjaan, obesitas, kebiasaan makan, cuaca, atau setelah melakukan suatu aktivitas seperti merokok dan berlari (Sulaiman, et al., 2009; Sadorf, 2009; Calhoun & Ahmed, 2010). 6. Hubungan pengetahuan dengan sikap Dari penelitian ini didapatkan hubungan pengetahuan terhadap sikap secara signifikan berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson 27 Product Moment. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar 0.291 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.041 (p0.05), Artinya konseling obat dapat menurunkan tekanan darah sistol pasien. 30 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap sikap setelah konseling dengan nilai pearson Chi-Square 20.842 dengan tingkat signifikansi 0.053 (p