Artikel Fiji Punya.docx

  • Uploaded by: Dandi Kuku08
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel Fiji Punya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,209
  • Pages: 7
DIMENSI FILSAFAT AKSIOLOGI DALAM ILMU PENDIDIKAN NAMA: FIJI DEDULLAH PENDAHULUAN Aksiologi adalah nama lain dari filsafat nilai dan termasuk cabang dari etika. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu. Itulah jika ilmu tidak didampingi oleh moral akan menimbulkan dehumanisasi bahkan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan. Jadi ilmu harus selalu didampingi oleh moral. Jika tidak, maka ilmu akan menjajah manusia dan menjadikan manusia itu serakah dan curang dengan ilmu yang dimilikinya. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benarbenar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan masyarakat untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan harus berada pada tempat yang tepat. Dalam kajian dimensi aksiologi ilmu membicarakan tentang definisi aksiologi, nilai dalam aksiologi, ilmu dan azas moral, hubungan antara ilmu dan moral serta tanggung jawab sosial ilmuwan.

PEMBAHASAN 

Pengertian Aksiologi Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori nilai (Uyoh Sadulloh, 2007: 36). Menurut Jujun S. Suriasumantri (1999) asksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari berbagai pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh atau didapat oleh manusia. Dari segi bahasa, kata “nilai” semakna dengan kata axios dalam bahasa Yunani, dan value dalam bahasa Inggris. Dalam buku Enciclopedy of Philosophy, istilah “nilai” atau value dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu: 1. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda abstrak. Seperti: baik, menarik, dan bagus. Yang dalam pengertian yang lebih luas mencakup segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Sebagai kata benda asli yang berbeda dengan fakta. 2. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda konkret. Misalnya, ketika kita berkata sebuah “nilai” atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia sering kali dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang bernilai, seperti ungkapan “nilai dia berapa? Atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau tidak bernilai. 3. Kata “nilai” digunakan sebagai kata kerja. Seperti ungkapan atau ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Pada bentuk ini, nilai sinonim dengan kata “evaluasi” pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai. Terlepas dari asal kata aksiologi, berikut penulis memaparkan beberapa pendapat menurut para pakar mengenai definisi aksiologi. Pertama, menurut (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 105) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Kedua (Syafaruddin, 2008: 33) memberi definisi aksiologi adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun serta hikmah pengetahuan tersebut untuk kemaslahatan manusia. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dari definisi-definisi aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. (Dagobert Runes dalam Uyoh Sadulloh, 2015: 36-37) mengemukakan beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai yang mencakup: a) hakikat nilai, b) tipe nilai, c) kriteria nilai, dan d) status metafisika nilai. Mengenai hakikat nilai, banyak teori yang dikemukakannya, diantaranya teori voluntarisme. Teori voluntarisme mengatakan nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Kaum hedonisme menyatakan, bahwa hakikat nilai adalah ‘pleasure’ atau kesenangan. Semua kegiatan manusia terarah pada pencapaian kesenangan. Menurut formalisme, nilai adalah kemauan yang bijaksana yang

didasarkan pada akar rasional. Menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan memiliki nilai instrumental, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan. Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental adalah sebagai alat untuk mencapai nilai instrinsik. Nilai instrinsik adalah sesuatu yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri. Sebagai contoh, nilai keindahan yang dipancarkan oleh suatu lukisan adalah nilai instrinsik. Di mana pun dan kapan pun lukisan itu berada akan selalu indah. Sholat lima waktu yang dilakukan oleh setiap muslim memiliki nilai instrinsik dan sekaligus memiliki nilai instrumental. Nilai instrinsiknya bahwa sholat merupakan suatu pengabdian kepada Allah yang menjadi Rabb seluruh alam jagat raya. Nilai instrumentalnya adalah bahwa dengan melakukan sholat yang ikhlas sebagai pengabdian kepada Allah, orang yang melaksanakan sholat tersebut bisa mencegah perbuatan jahat dan perbuatan yang dilarang oleh Allah, yang pada gilirannya manusia akan mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat, yang merupakan nilai akhir dari kehidupan manusia. Yang dimaksud dengan kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai tersebut, bagaimana yang dikatakan nilai yang baik, dan bagaimana yang dikatakan nilai yang tidak baik. Kaum hedonisme menemukan ukuran nilai dalam sejumlah “kesenangan” (pleasure) yang dapat dicapai oleh individu atau masyarakat. Bagi kaum pragmatis, yang menjadi kriteria nilai adalah “kegunaannya” dalam kehidupan, baik bagi individu maupun masyarakat. Yang dimaksud dengan status metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas. Dalam hal ini (Dagobert Runes dalam Uyoh Sadulloh, 2015: 37-38) mengemukakan tiga jawaban: 1. Menurut subjektivisme, nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Pertimbangan terhadap nilai berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. 2. Menurut objektivisme logis, nilai itu suatu wujud, suatu kehidupan yang logis tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya namun tidak memiliki status dan gerak di dalam kenyataan. 3. Menurut objektivisme metafisik, nilai adalah suatu yang lengkap, objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.  Nilai dalam Aksiologi Aksiologi adalah nama lain dari filsafat nilai dan termasuk cabang dari etika. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Berbicara mengenai aksiologi, dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu etika dan estetika. 

Etika 1. Pengertian etika Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos yang

berarti adat kebiasaan. Semiawan (2005: 158) menjelaskan tentang etika itu sebagai “the study of the nature of morality and judgement”, kajian tentang hakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai). Selanjutnya semiawan menerangkan bahwa etika sebagai prinsip atau standar perilaku manusia, yang kadang-kadang disebut dengan “moral”. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalahmasalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situlah dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Jadi tema sentral yang menjadi pembicaraan dalam etika adalah nilai tentang betul dan salah dalam arti moral dan immoral (Leoksino Choiril Warsito, dkk, 2012: 95). Etika juga dikenal sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia, dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Jika permasalahan jatuh pada “tindakan” maka etika disebut sebagai filsafat praktis, sedangkan jika jatuh pada baik-buruk maka etika disebut filsafat normatif (Asmoro, Ahmadi, 2010: 6). 1. Objek etika Objek etika adalah pernyataan-pernyataan moral yang merupakan perwujudan dari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan dalam bidang moral. Pernyataan moral pada dasarnya hanya dua macam pernyataan. Pertama, pernyataan tentang tindakan manusia. Kedua, pernyataan tentang manusia itu sendiri atau tentang unsurunsur kepribadian manusia, seperti motif-motif, maksud dan watak (Juhaya S, Projo, 2003: 60). Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta. 1. Aliran dalam etika Dalam filsafat etika muncul beberapa aliran yang merupakan prestasi atau hasil akal para kaum filsafat, diantara aliran tersebut enam yang paling terkenal yaitu: 

Naturalisme Perbuatan yang baik menurut aliran ini adalah perbuatan-perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia. Baik mengenai fitrah lahir ataupun batin. Jadi, menurut aliran naturalisme ini faktor lahir dan batin itu sama pentingnya sebab kedua-duanya adalah fitrah manusia. 

Hedonisme Menurut aliran hedonisme ini perbuatan yang baik itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone(kelezatan/kenikmatan). Etika kaum Epikurisme merupakan salah

satu contoh dari aliran hedonisme yang mengatakan bahwa sebenarnya setiap yang lezat adalah baik dan semua jalan kepadanya juga baik.  Utilitarisme Aliran ini juga dinamakan utilisme atau utilitarisme. Semua ditarik dari utility yang berarti menfaat. Definisinya, aliran utilitarisme ialah aliran yang menilai baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya bagi manusia. Tokoh yang terpenting dalam aliran ini adalah John Stuart Mill. Menurutnya yang dinamakan kebaikan tertinggi ialah utility (manfaat). Dari penyelidikannya bahwa tiap-tiap pekerjaan manusia diarahkan kepada manfaat. Jadi ukuran baik-buruknya suatu perbuatan itu harus diukur dari manfaat yang dihasilkan.  Idealisme Aliran idealisme dalam hal metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling dalam dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Begitu juga dalam masalah etika aliran idealisme ini berpendapat bahwa perbuatan manusia haruslah tidak terikat pada sebab musabab lahir tapi tetapi setiap perbuatan manusia haruslah terikat pada prinsip kerohanian yang lebih tinggi. 

Vitalisme Aliran ini menilai baik buruknya perbuatan manusia memakai ukuran ada tidaknya daya hidup yang maksimum mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan melangsungkan kehendaknya dan sanggup menjadikan dirinya selalu ditaati oleh orang-orang yang lemah. 

Theologis Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan manusia itu diukur dengan pertanyaan apakah dia sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak. Amal perbuatan baik ialah amal perbuatan yang sesuai dengan perintah Tuhan yang tertulis dalam Kitab suci. Sedangkan perbuatan-perbuatan yang buruk ialah bertentangan dengan perintah Tuhan. Estetika berasal dari bahasa Yunani aisthetika pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu tentang hal yang biasa dirasakan lewat perasaan. Semiawan (2005: 159) menjelaskan tentang estetika sebagai “the study of nature of beauty in the fine art”, mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam suatu hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras atau berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

PENUTUP

Berdasarkan urain yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Di dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu etika dan estetika. ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Dalam kaitannya dengan moral, penerapan ilmu tidak bisa dipisahkan dengan aspek moral. Hal itu dikarenakan pada dasarnya ilmu dikembangkan oleh manusia dan diperuntukan untuk kemaslahatan umat manusia. Penggunaan ilmu secara bijak menjadi suatu keharusan bagi umat manusia agar tidak mendatangkan malapetaka yang akan mengancam kelangsungan hidupnya dan generasi selanjutnya. Perkembangan ilmu pengetahuan akan menghambat ataupun meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusianya itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan teknologi di era ini memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan mana yang layak dan mana yang tidak layak serta yang buruk dan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro Achmadi. 2010. Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Leoksino Chiril Warsito, dkk. 2012. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press Ihsan Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta Juhaya S, Projo. 2003. Aliran-aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Prenada Media Jujun S. Suriasumantri. 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. —————————–. 2005, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Uyoh Sadulloh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta ——————–. 2015. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta Semiawan, C. dkk. 2005. Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Jakarta : Mizan Publika Surajiyo. 2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Syafaruddin. 2008. Filsafat Ilmu Mengembangkan Kreativitas Dalam Proses Keilmuan. Bandung: Citapustaka Media Perintis

Related Documents

Youth Leadership In Fiji
April 2020 22
Artikel
April 2020 61
Artikel
June 2020 55

More Documents from "The International Ecotourism Society"