MELIHAT SENI GAMBAR SEBAGAI METODE EFEKTIF TERAPI LINGKUNGAN PADA PEMULIHAN PASIEN GANGGUAN JIWA Oleh: Rabbaniyah Hariyati H. Diah Ayu M.N. A.
(716620780) (716620781)
Gambaran Umum Terapi Lingkungan Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata agar dapat
membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien. Milleu berasal dari Bahasa Prancis, yang dalam Bahasa Inggris diartikan surronding atau environment, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan terapi suasana lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik. Konsep lingkungan yang terapeutik berkembang karena adanya efek negatif perawatan di rumah sakit berupa penurunan kemampuan berpikir, adopsi nilainilai dan kondisi rumah sakit yang tidak baik atau kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia luar. Berdarakan pengertian diatas, ada beberapa karakteristik umum terapi lingkungan yakni; Distribusi kekuatan, Komunikasi Terbuka, Struktur Interaksi, Aktivitas Kerja, Peran serta keluarga dan Masyarakat dalam Proses Terapi, Lingkungan yang Mendukung. (Yusuf,Ah.,dkk. 2015) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Natsir dan Muhtih pada tahun 2011 mengatakan 60% faktor yang menentukan faktor kesehatan seseorang adalah kondisi lingkungan. Terapi lingkungan yang terdiri dari terapi seni dapat membantu pasien untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan untuk melakukan kegiatan pada pasien dengan harga diri rendah.
B.
Perkembangan Terapi Seni Dari WHO pada tahun 2012 menunjukkan bahwa angka penderita gangguan
jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan (kemenkes RI,2012)
Art therapy adalah cara untuk menolong individu yang mengalami distress, yang menggunakan seni sebagai media komunikasi antara individu dan terapis. Dalam terapi ini, konseli akan diajak untuk melakukan permainan-permainan seni yang dapat membuat konseli mengeluarkan perasaan-perasaan yang tidak terungkap. Beberapa orang lebih memilih untuk menggunakan bahasa nonverbal sebagai
alat
berkomunikasi
untuk
mengawali
mereka
mengungkapkan
pengalamannya, dan juga seni adalah hal yang sangat dekat dalam kehidupan manusia. (Malchiodi, 2008) Hingga saat ini, masih banyak pihak yang menganggap bahwa kedua disiplin ilmu tersebut tidak saling bersinggungan atau bahkan saling berkolaborasi. Stigma ini masih bertahan dibenak masyarakat menyebabkan masyarakat awam sulit untuk mengerti apa sebenarnya terapi seni itu. Bahkan masyarakat di dunia Barat, terkadang masih asing dengan istilah terapi seni. Hanya orang-orang yang berkecimpung di dunia terapi seni, dan yang telah mengalami berbagai kegiatan terapi seni yang paham benar mengenai apa dan yang seperti bagaimanakah terapi seni itu. Hal ini tentunya tidak lepas dari kolaborasi antara peneliti seni dan psikologi. Pada aktivitas terapi seni, proses kreatif lebih dipentingkan daripada kemampuan individu dalam menghasilkan karya seni yang sesungguhnya. Tujuan terapi seni bukanlah untuk menghasilkan karya seni yang estetik, ataupun untuk mengasah bakat untuk menghasilkan seorang seniman, akan tetapi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh terapi seni adalah untuk membantu pasien agar merasa lebih nyaman terhadap diri mereka sendiri. (Anoviyanti,S., 2008). Mengutip dari Tempo.co, menurut Dr. Dr. Dwidjo Saputro, SpKJ, Ketua Asosiasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Indonesia meyakini terapi melukis memiliki pengaruh positif pada autisme, skizofrenia, depresi, dan banyak masalah kejiwaan lainnya, menurutnya karya seni merupakan persepsi dan ekspresi atas apa yang diterima indranya. Jadi ketika pasien gangguan jiwa yang sudah melewati masa kuratif dan sedang dalam rehabilitasi maka terapi ini dapat membantu pasien beradaptasi dan menyalakan hasrat hidupnya kembali. Manfaat terapi dari Art Therapy antara lain dapat menciptakan mood yang positif, meningkatkan rasa pecaya diri dan self efficacy, meningkatkan
kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, meningkatkan kepekaan dan penerimaan terhadap diri, menurunkan kecemasan, meningkatkan kesejahteraan psikologis secara umum, meningkatkan kognisi yang akan membantu pasien dalam
kemampuan
penyelesaian
masalah
dengan
cara
lain
untuk
menginterpretasikannya, dan meningkatkan kemampuan diri secara aktif untuk menghadapi perasaan tidak berdaya dan depresi (Cioner & Kim, 2011)
C. Gambar Sebagai Sebuah Diagnosa Aktivitas menggambar yang dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi interaksi pasien dengan dunianya sendiri, mengeluarkan pikiran, perasaan, atau emosi yang selamai ini mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya, memberi motivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan serta mengalihkan perhatian pasien dari halusinasi yang dialami sehingga pikiran pasien tidak terfokus dengan halusinasinya (Susana dan Hendarsih, 2011) Pada kaitannya dengan aspek penyembuhan, seni memiliki kemampuan agar apa yang tidak mampu dikatakan dengan bahasa verbal pada umumnya, dapat dikomunikasikan dengan bahasa rupa. Dalam artian, melalui karya seni, apa yang tidak dapat dikatakan melalui kata-kata serumit dan sekompleks apapun akan dapat tersalurkan melalui kegiatan menggambar atau melukis. Pendekatan ini, yang seringkali disebut “Art Psychotherapy”. Seni memainkan fungsi sesungguhnya sebagai mediator, bukan sebagai agen utama penyembuh, dalam arti ia bersifat reflektif, memberi gambaran sampai sejauh manakah kerusakan aspek kejiwaan pada pasien, dan merekamnya. Sehingga terapis dapat menentukan pengobatan yang bagaimanakah yang sesuai bagi pasien yang dapat menghasilkan visualisasi tersebut. Dengan demikian, image-image yang tampak dapat pula berfungsi sebagai sebuah diagnosa. Seperti halnya pada ilmu kedokteran, ataupun psikologi Perbedaan antara kreativitas pada seniman kreatif dan pasien neurotik antara lain pada seniman kreatif, aspek berkarya, umumnya dikaitkan dengan aspekaspek artistik, intelek, konseptual, dll. Sedangkan pada pasien neurotik, aspek berkarya umumnya dikaitkan dengan aspek spontanitas, aspek reflektif, rekreatif,
refreshing, terutama terkait dengan aspek kontemplatif, atau penyaluran. (Anoviyanti, 2008)
Tabel 1. Perbandingan visualisasi antara pasien Neurotik dan pasien yang telah dapat dikatakan sembuh atau normal. Ciri-ciri pada gambar pasien Ciri-ciri pada gambar normal neurotik 1. Warna dan bentuk divisualisasikan 1. Warna dan bentuk divisualisasikan tumpang tindih (overlapping) dengan teratur 2. Bentuk dan komposisi absurd 2. Bentuk dan komposisi tampak 3. Pemilihan warna cenderung ke harmonis warna- warna gelap dan suram 3. Pemilihan warna cenderung pada 4. Tidak terdapat objek real (nyata) warna-warna cerah, dan terdapat 5. Terdapat visualisasi bentuk-bentuk keselaran antara terang dan gelap dasar seperti segitiga, lingkaran 4. Terdapat dominasi bentuk-bentuk persegi real (nyata) 6. Pembagian bidang tampak kacau 5. Pembagian bidang tampak teratur 7. Brush stokes tampak kasar, tak 6. Brush strokes terlihat tenang, teratur terkendali dan kacau dan solid 8. Warna terkadang tampak samar 7. Warna tampak terorganisir dengan rapi tampak solid dan rapi
D.
Kegiatan pada terapi
1. Kegiatan menggambar Kegiatan menggambar akan dilakukan pada sesi kedua sampai sesi keenam. Setiap sesi menggambar akan dilakukan berdasarkan instruksi dan tujuan masingmasing sesi. Sarana-prasarana yang digunakan masing-masing sesi akan berbeda antara satu sesi dengan sesi lainnya. Peneliti/terapis berperan sebagai fasilitator yang memandu subjek selama proses terapi. 2. Konseling Konseling yang dilakukan merupakan bagian yang pokok yang menyertai art psychotherapy gambar. Pada bagian ini, terapis memberikan kesempatan kepada
subjek untuk mengekspresikan kondisi psikisnya melalui tulisan dan
memberi konseling terhadap gambar dengan menggunakan skill konseling, antara lain probing, reflecting, paraphrasing, focusing, clarifying, summarizing, dan supporting. Kegiatan ini memberi efek terapi seperti proyeksi, katarsis, refleksi,
dan juga introspeksi. Tugas terapis adalah memfasilitasi subjek untuk mengeksplorasi dan menginterpretasi produk gambarnya. Sebisa mungkin terapis tidak menyampaikan asumsi dan interpretasinya sebelum subjek melakukannya. Terapis selanjutnya dapat meminta keterangan mengenai hambatan yang dialami subjek saat menggambar, misalnya hambatan dalam menggunakan alat atau media, hambatan dalam membuat gambar sesuai harapan, dan seterusnya. Konseling ini dilaksanakan setiap sesi art psychotherapy gambar, yakni sebelum dan sesudah kegiatan menggambar.
E. 1.
Sarana dan Prasarana pada Art Psychotherapy Gambar Ruang Art Psychotherapy Gambar Menurut Wadeson, pada prinsipnya, ruang terapi harus memfasilitasi
keleluasaan subjek untuk berekspresi melalui gambar dan konseling. Berikut adalah gambaran ruang terapi yang digunakan dalam penelitian ini: Privasi terjaga. Pencahayaan dan ruang yang memadai. Ruangan cukup terang, nyaman, bebas dari barang-barang yang tidak mendukung proses terapi. Terdapat kursi, meja, dan atau alas duduk yang nyaman untuk subjek menggambar. Ruangan rapi dan terorganisir baik. Perlengkapan terapi seperti alat gambar, kertas, tempat sampah, lap tangan, dan perlengkapan lain yang mendukung proses terapi disusun rapi agar mudah dijangkau subjek. 2.
Kertas Gambar dan Kanvas Kertas gambar yang digunakan dalam terapi ini adalah kertas tipe A2
berwarna putih. Kertas A2 memiliki ukuran 59,4 cm x 42,0 cm. Jenis kertas gambar yang akan digunakan adalah jenis art paper 220 gsm. Jenis kanvas yang digunakan adalah kanvas cotton berukuran 50 cm x 60 cm. Spesifikasi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan terapi. Ukuran yang relatif besar dimaksudkan agar menstimulasi subjek untuk menuangkan keluhan dalam bentuk gambar secara bebas dan nyaman. Ketebalan kertas dan kanvas memberi pengaruh pada kemunculan fungsi kontrol dalam proses menggambar (Wadeson, 1987) 3.
Easel (penyangga kanvas untuk melukis) dan kursi
Easel adalah sebuah rangkaian kayu yang digunakan untuk menyangga kanvas. Dalam terapi ini, disiapkan 1 unit easel dan kursi pada sesi terapi yang menggunakan kanvas. Subjek dibebaskan menentukan apakah ia akan menggambar dengan posisi berdiri atau duduk. 4.
Alat Gambar Krayon (oil pastel), cat akrilik, dua wadah air, Tisu dan Lap Tangan
F. Warna dalam Art Psychotherapy Menurut Max Luscher, pemilihan suatu warna menunjukkan keadaan pikiran dan atau ketidakseimbangan kelenjar serta dapat digunakan sebagai dasar bagi diagnosa fisik dan psikologis. Luscher mengemukakan interpretasi untuk warna-warna berikut ini: 1. Abu-abu Warna abu-abu terkesan gelap, tidak bercahaya, tidak berwarna, dan bebas dari stimulus atau kecenderungan psikologis. Abu-abu adalah warna yang netral, tidak ada subjek atau objek, tidak ada dalam atau luar, tidak ada ketegangan atau relaksasi. Abu-abu adalah pembatas, sehingga dimaknai sebagai batas atau penutup dari sesuatu yang ingin ditutupi. 2. Biru Warna biru gelap menunjukkan ketenangan. Kontemplasi dari warna biru ini memiliki efek menenangkan sistem saraf pusat. Secara psikologis, warna ini menunjukkan kecenderungan untuk menjadi sensitif dan mudah terluka. Biru merupakan representasi dari kebutuhan biologis dasar—secara fisiologis, ketenangan; secara psikologis, kepuasan, kepuasan untuk menjadi damai. Biru menunjukkan harmoni, kesetiaan, dan kedalaman perasaan. Biru juga menunjukkan perasaan santai, merupakan prasyarat untuk empati, berguna untuk pengalaman estetik, dan untuk kesadaran meditatif (kesadaran untuk menyembuhkan diri/memperbaiki diri) 3. Hijau Hijau merupakan representasi fisiologis dari ketegangan elastik yang secara psikologis mengekspresikan kehendak, sebagai ketekunan dan keuletan. Hijau menunjukkan keinginan untuk diakui, kebanggaan, dan perasaan benar.
4. Merah Merah adalah ekspresi dari kekuatan yang sangat penting dari aktivitas saraf dan kelenjar,dan juga memberi makna dari hasrat dan segala bentuk selera makan. Merah adalah dorongan untuk mencapai hasil, untuk memenangkan keberhasilan, rakus akan hal yang menawarkan intensitas hidup dan kesempurnaan pengalaman. 5. Kuning Kuning adalah warna yang cerah, memberi efek terang dan ceria. Kuning memiliki sifat reflektif. Warna kuning bermakna pencarian jalan keluar dari kesulitan, mewakili pengharapan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik. 6. Ungu Ungu adalah percampuran antara warna merah dan biru. Meskipun warna tersebut berbeda, ungu dapat mempertahankan sifat-sifat baik dari merah-biru. Ungu mencoba menyatukan antara sifat impulsif merah dan kelembutan biru, yang menjadi representasi “identifikasi”. Ungu dapat berarti identifikasi sebagai sebuah keintiman, perpaduan erotis, atau mengarah pada sebuah pemahaman intuitif dan sensitif. Di sisi lain, warna ungu juga menunjukkan ketidakmatangan emosi dan mental. 7. Coklat Coklat merupakan campuran warna merah dan kuning yang digelapkan. Sifat impulsif merah direduksi dan menjadi aktif secara sensoris-reseptif. Coklat merepresentasikan sensasi yang berlaku bagi indera tubuh. Pemilihan warna ini dapat berarti individu menginginkan perbaikan kondisi fisik. Warna coklat juga mengindikasikan kebutuhan akan rasa aman yang diperoleh dalam relasi dekat, misalnya relasi keluarga. 8. Hitam Hitam adalah warna yang paling gelap, dan faktanya merupakan negasi dari warna itu sendiri. Hitam juga mewakili batas mutlak di luar kehidupan yang tidak ada lagi, hitam juga mengekspresikan ide ketiadaan dari kepunahan. Pemilihan warna hitam mewakili kekecewaan terhadap hidup dan takdirnya.
G.
Memahami Gambar sebagai Ekspresi Subjek Wadeson mengatakan bahwa ketika melihat sebuah karya, peneliti (terapis)
memahaminya secara menyeluruh, bukan menilainya perbagian atau perkarakteristik Kunci keberhasilan memahami gambar subjek terletak pada sensitivitas terapis. Simbol-simbol pada gambar terkadang memberi arah pada interpretasi atau kesimpulan tertentu. Untuk membantu terapis, Wadeson menjabarkan karakteristik-karakteristik gambar yang dapat membantu dalam memahami gambar subjek: Karakteristik gambar Media
Organisasi Penggunaan ruang, keseimbangan Bentuk
Deskripsi Pilihan media tentu akan menentukan sifat dari ekspresi seni subjek. Berikut beberapa hal yang termasuk dalam karakteristik media: Kontrol: Terapis akan dapat mengetahui ketepatan kontrol dan kehatihatian perencanaan subjek saat menggambar. Proses menggambar subjek dapat lebih memberikan banyak informasi kepada terapis dibandingkan hasil akhir gambarnya. Warna: Beberapa media mendorong penggunaan warna dan lainlain, seperti pensil, tinta, dan arang. Intensitas warna juga dipengaruhi oleh media yang digunakan. Misalnya warna yang dihasilkan krayon tidak akan secemerlang warna yang dihasilkan cat akrilik. Menggambar atau mewarnai: Pensil, pena, dan spidol cenderung menghasilkan bentuk linear dan memancing pemakai untuk menggambar. Krayon sering digunakan untuk mewarnai area-area yang masih kosong. Organisasi gambar dapat memberi informasi mengenai kontrol. Gambar yang simetris memberikan kesan stabilitas dan keseimbangan Gambar yang memiliki bentuk dan sebaliknya (amorf) dapat menunjukkan kualitas mental pembuatnya. Dari gambar yang memiliki bentuk maupun yang tidak (amorf) tersebut kita dapat melihat upaya dalam proses menggambarnya, dan dapat pula melihat kurangnya kemampuan atau motivasi untuk melaksanakannya
Warna
Garis
Arah Fokus
Gerakan
Detil
konten
Afek Upaya menggambar
Hal yang diperhatikan untuk karakteristik warna ini adalah jumlah, variasi, intensitas, harmoni, dan sebagainya. Warna dapat menggambarkan emosi dengan kuat. Misalnya pada salah satu gambar pasien depresi, warna pada gambar yang dihasilkan sangat minim. Hal yang paling mencolok dalam karakter ini adalah kekuatan atau tentatifitas garis, ketebalan, ketelitian, arah, dan jumlah. Yang pertama diperhatikan oleh terapis adalah pada proses pembuatan karakteristik garis ini adalah spontanitas, kemudian yang direncanakan, dikendalikan, dan ketepatan Komposisi gambar memusatkan perhatian kita pada bagian tertentu yang memberi asumsi khusus. Keseluruhan pola dapat pula memberi asumsi khusus. Yang digambar pertama kali menunjukkan pengalaman spesifik dan yang digambar paling akhir adalah perasaan yang tidak spesifik Gambar yang tampak statis, dan juga penuh gerakan dapat menginformasikan pada kita sesuatu mengenai pembuat gambar (subjek). Contohnya gambar dari subjek wanita yang mengalami depresi, sangat mungkin mereka menggambar sesuatu yang statis. Wanita yang sedang depresi juga dapat menggambar sesuatu yang penuh aktivitas, gerakan, seperti tumpukan warna yang tidak beraturan. Detil gambar tentu saja berkaitan dengan organisasi dan usaha subjek untuk menggambar. Organisasi yang ketat dan ketelitian yang mendetil mengindikasikan kebutuhan akan kendali, cenderung menunjukkan kompulsifitas. Di sisi lain, ketiadaan/minimnya detil atau penjabaran yang terbukti bahwa pasien tidak tertarik menggambar, yang mungkin karena terlalu asik pada hal lain, kurang energi, atau kurang motivasi. Tekstur dapat memberikan makna lebih jauh, tetapi jarang menjadi pertimbangan penting dalam terapi seni dua dimensi dimana yang digunakan adalah media yang relatif sederhana Isi/konten gambar yang spesifik sering tidak diketahui tanpa penjelasan dari pembuat gambar. Terapis mungkin tidak akan pernah tahu makna dari konten gambar subjek secara tepat tanpa penjelasan lebih jauh dari subjek. Terkadang konten tergabung dengan afek. Terapi gambar abstrak dan gambar non-human juga dapat mengekspresikan afek art psychotherapy harus mempersyaratkan hal tersebut karena berbagai alasan. Kemauan yang kuat untuk menggambar atau sebaliknya dapat memberi informasi tersendiri dalam proses terapi.
Daftar Pustaka
Anoviyanti, Rahma. 2008. Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba. ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 2, No 1. Hal 72 Coiner, J., & Kim, K. H. (2011). Art Therapy, Research, and Evidence Based Practice, by Gilory, A. Journal of Creativity in Mmental Health, 6(3), 249-254. Kemenkes RI. 2012. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI Luscher, Max. 1984. Tes Warna Luscher. Jakarta: PT. indira Malchiodi, C., 2008. Handbook of Art Therapy, USA: Guildford Press. Natsir, Abdul, & Muhith, Abdul.2011. Dasar-dasar keperawatan jiwa, Jakarta: Salemba Medika: Susana. Hendarsih. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC. Wadeson, Harriet.1987.The Dynamic of Art Psychoterapy.Chicago, Illionis: Wiley Interscience Yusuf, Ah. Fitryasari, R. Nihayati, E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selata. Salemba Medika.
Sumber lain: Karismakristi. 2017. Penelitian: Terapi Seni Atasi Depresi Berat. http://www.m.metrotvnews.com/rona/kesehatan/8N08L5ON-penelitian-terapiseni-atasi-depresi-berat# . (Diunduh pada 27 oktober 2018) Luscher, Max 1999 dalam Chandrania, Fastari. Art Psychotherapy Gambar.2016. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ipekajatim.fi les.wordpress.com/2016/11. (Diunduh pada 28 oktober 2018) Lestari, Cindy. 2017. Colour EveryWhere, Healthy Everytime. Pada Http://www.tanyadok.com/artikel-Kesehatan/colour-everywhere,healthyeverytime#. (Diunduh pada tanggal 27 Oktober 2018) Tempo.co. 2013. Terapi Melukis, Untuk Fisik Sekaligus Jiwa. Pada http://www.gaya.tempo.co/read/473604/terapi-melukis-untuk-fisik-sekaligusjiwa/full?view=ok#, ( Diunduh pada 27 oktober 2018)