Arsitektur Humanisme.pdf

  • Uploaded by: munawir
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Arsitektur Humanisme.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 530
  • Pages: 2
A. HUMANISME Istilah Humanisme berkaitan dengan kata Latin humus yang berarti tanah atau bumi. Dari kata ini muncul istilah homo yang berarti manusia (makhluk Tuhan) dan humanus yang lebih menunjukkan sifat membumi dan manusiawi. Pemaknaan ini awalnya adalah untuk menunjukkan bahwa manusia berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Humanisme menganggap individu rasional sebagai nilai paling tinggi dan menganggap individu sebagai sumber nilai terakhir (Bagus, 1996:295). Pengertian ini membawa dampak yang kuat pada kebebasan manusia sebagai individu. Humanisme adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria dalam segala hal. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. 1. Humanisme keagamaan/religi berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia. 2. Humanisme sekuler mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekuler juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama setempat. B. ARSITEKTUR HUMANISME Konsep humanisme yang dipakai dalam kaitan dengan arsitektur merujuk setiap aspek positif yang terkandung dalam Humanisme Eropa, khusunya pada Humanisme Pascamodern dengan ciri-ciri: -

Makna humanitas atau kemanusiaan tidak dapat diandaikan, melainkan harus selalu ditemukan dan dirumuskan secara baru dalam setiap perjumpaan manusia dengan realitas dan konteks yang baru.

-

Kemanusiaan bukanlah suatu esensi tetap atau situasi akhir, melainkan suatu proses menjadi manusiawi secara terus menerus dalam interaksi antar manusia dengan konteks dan tantangan yang terus berubah dan berkembang.

-

Humanisme harus mengandung unsur dialogis, artinya merupakan undangan untuk saling menjadi semakin manusiawi.

-

Nilai-nilai universal dan kontekstual atau dimensi normatif dan faktual dalam realitas kehidupan manusia saling berinteraksi dan tidak bisa dipisahkan. Kehadiran realitas dan konteks di sekitar eksistensi manusia menjadikan pertalian

antara arsitektur dan humanisme mendapat tempatnya. Menurut Mangunwijaya (1988:9), “kita berarsitektur, agar kita semakin menyatakan dan menyempurnakan ada-diri kita, semakin manusiawi dan semakin manusiawi”. Selanjutnya, tentang Arsitektur Mangunwijaya, Eko Prawoto (2009) juga menulis: “..Menurut Y.B. Mangunwijaya, arsitektur adalah media untuk memanusiakan manusia. Keberadaan arsitektur sangatlah dekat dan berkait dengan nilai-nilai, bukan sekadar bangunan wadag. Nilai-nilai kemanusiaan yang dianyam merupakan suatu totalitas, serta berkait dengan banyak aspek sejak tahap gagasan desain sampai dengan perwujudan bahkan penggunaannya nanti…”. C. PENDEKATAN ARSITEKTUR HUMANISME Secara umum, konsep Humanisme dalam Arsitektur mengambil dua pendekatan. 1. Pertama, menggunakan dan memberdayakan setiap elemen pembentuk arsitektur dalam rangka mencapai pemaknaan akan nilai kemanusiaan. Disini, setiap kualitas fisik, teknik dan bahasa arsitektur diberdayakan, agar – seperti yang diungkapkan Mangunwijaya – “kita semakin menyatakan dan menyempurnakan ada-diri kita, semakin manusiawi”. 2. Kedua, pendekatan konsep ini merujuk pada manusia sebagai pemakai dari objek arsitektur, baik dalam kapasitasnya secara pribadi maupun kolektif. Disini, manusia tidak hanya sekedar ditinjau sebagai pengguna, tapi secara holistik melalui hakekatnya sebagai manusia dan pertaliannya dengan aspek-aspek manusia dalam kaitannya dengan aspek sosial, budaya,ekonomi, politik, dan lain sebagainya yang selanjutnya akan mempengaruhi output perancangan.

Related Documents


More Documents from ""