MAKALAH KIMIA DASAR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Applied Chemistry Tanggal dikumpulkan 8 Desember 2017
Disusun oleh: Kelompok 4 Alia Damar Adiningsih Catherine Nastasya Gian Varian Setyadi Lila Maritza Morris Shamira Ausvy Maliha
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK 2017
DAFTAR ISI
Lembar Judul Daftar Isi………………………………………………………………………….i Daftar Gambar dan Daftar Tabel........................................................................ii Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang….…………………………………………………………….1 1.2 Tujuan Penulisan Makalah...………………………………………………….2 1.3 Manfaat Penulisan Makalah…………………………………………………..2 Bab II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….….3 – 4 Bab III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Konsepsional………………………………………………………….. 3.2 Definisi Operasional…………………………………………………………… 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………………………. 3.4 Populasi atau Sampel…………………………………………………………... 3.5 Alat dan Bahan………………………………………………………………… 3.6 Metode Pengambilan Sampel…………………………………………………. Bab IV HASIL DISKUSI 4.1 Reaksi Yang Terjadi………………………………………………………… 4.2 Produk………………………………………………………………………. Kesimpulan……………………………………………………………………. Daftar Pustaka………………………………………………………………..
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Injeksi Intravena……………………………………………….............1 Gambar 2. Cairan Infus Intravena............................................................................2
DAFTAR TABEL Besaran Pokok………………………………………………………………..13 Besaran Turunan…………………………………………………………….13
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Injeksi intravena merupakan metode pemberian obat dengan cara menggunakan spuit untuk memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena. Pembuluh darah vena sendiri merupakan pembuluh darah yang menghantarkan darah ke jantung. Infus merupakan cairan yang diinjeksikan dengan cara injeksi intravena ini, Gambar 1. Injeksi Intravena Infus dilakukan untuk seorang pasien yang membutuhkan obat sangat cepat atau membutuhkan pemberian obat secara pelan tetapi terus menerus. Injeksi intravena harus steril karena akan disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam tubuh. Karena injeksi intravena mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efesien yakni membran kulit dan mukosa, maka injeksi intravena tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis dan harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Infus menggunakan prinsip larutan buffer dan sifat koligatif larutan. Penerapan sifat larutan koligatif yan digunakan dalam penggunaan infus adalah prinsip tekanan osmotik. Prinsip tekanan osmotik sebagai salah satu sifat koligatif larutan ditemukan oleh Jacobus Henricus van’t Hoff seorang pemenang nobel kimia tahun 1901 atas penelitiannya pada kinetic kimia tentang kesetimbangan kimia, tekanan osmotik, dan kristalografi (Suherlly). Penelitiannya mengenai tekanan osmotik menunjukkan bahwa tekanan osmotik suatu larutan sebanding dengan konsentrasi dan suhu larutan tersebut. Rumus untuk membuktikan hal tersebut dilambangkan dengan i, yang olehnya didapatkan dengan berbagai cara perhitungan matematis. Temuan van’t Hoff mengenai tekanan osmotik ini disebut – sebut sebagai penelitian yang terlengkap dan terpenting dalam dunia ilmu pengetahuan alam (Suherlly) Larutan penyangga adalah suatu sistem larutan yang dapat mempertahankan nilai pH larutan agar tidak terjadi perubahan pH yang berarti oleh karena penambahan asam atau basa maupun pengenceran. Larutan ini disebut juga dengan larutan buffer.
1
Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Gambar 2. Cairan Infus Intravena Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.
1.2 Tujuan Penulisan Makalah Adapan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah; 1. Mengetahui bahan baku serta cara pembuatan cairan injeksi intravena atau infus. 2. Memberi informasi mengenai penerapan konsep kimia pada cairan injeksi intravena atau infus. 1.3 Manfaat Penulisan Makalah Manfaat yang diharapkan didapat dari pembuatan makalah ini adalah; 1. Memberi pengetahuan berupa informasi yang berisi tentang cairan intravena atau infus kepada mahasiswa dan masyarakat umum.
2
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Cairan injeksi intravena atau infus merupakan cairan yang menggunakan prinsip larutan buffer dan sifat koligatif larutan. Hal ini penting untuk membuat cairan infus yang aman bagi tubuh. 1. Larutan buffer. Larutan penyangga atau yang disebut juga larutan buffer merupakan larutan yang bisa mempertahankan nilai pH meskipun ditambah sedikit asam, sedikit basa, atau sedikit air (pengenceran). Hal ini dikarenakan karena larutan penyangga mengandung zat terlarut bersifat “penyangga“ yang terdiri atas komponen asam dan basa. Komponen asam berfungsi menahan kenaikan pH, sedangkan komponen basa berfungsi menahan penurunan pH. Menurut Syukri (1999), larutan buffer juga mempunyai kapasitas buffer (yang biasa disebut indeks buffer atau intensitas buffer). Kapasitas buffer merupakan suatu ukuran kemampuan buffer untuk mempertahankan pHnya yang konstan apabila ditambahkan asam kuat atau basa kuat. Kapasitas buffer bergantung pada jumlah asam-garam atau basagaram yang terkandung di dalamnya. Apabila jumlahnya besar, pergeseran kesetimbangan ke kanan maupun ke kiri dapat berlangsung banyak untuk mengimbangi asam kuat atau basa kuat yang ditambahkan. Sehingga dapat disebut kapasitas buffernya besar. Sebaliknya apabila jumlah asamgaram atau basa-garam itu kecil, dapat menyebabkan pergeseran kesetimbangan ke kanan dan ke kiri berlangsung sedikit. Sehingga dapat dikatakan kapasitas buffernya kecil. Suatu buffer dapat menahan perubahan [H+] sebanyak 100x semula. Perubahan pH yang diizinkan hanyalah sekitar 2. Ka atau Kb adalah konstanta, maka suatu buffer hanya efektif pada daerah pH tertentu yang disebut rentang daerah buffer. Sesungguhnya penambahan asam/basa pada suatu buffer akan mengubah pH-nya, namun perubahan itu sangatlah kecil dan dapat diabaikan. Namun, jika jumlah asam/basa yang ditambahkan makin banyak, maka perubahan pH-nya tak dapat diabaikan lagi. Jumlah asam atau basa yang dapat dinetralkan suatu buffer sebelum pH larutan berubah disebut kapasitas buffer. Kapasitas/daya tahan larutan penyangga bergantung pada jumlah mol dan perbandingan mol dari komponen penyangganya. Semakin banyak jumlah mol komponen penyangga, semakin besar kemampuannya mempertahankan pH. Apabila komponen asam terlalu sedikit, penambahan sedikit basa dapat mengubah pHnya. Sebaliknya apabila komponen basanya terlalu sedikit, penambahan sedikit asam dapat mengubah pHnya. Sedangkan, perbandingan
3
mol antara komponen-komponen suatu larutan penyangga sebaiknya antara 0,1-10. Di luar perbandingan tersebut, maka sifat penyangganya akan berkurang (Keenan et al., 1980).
2. Sifat Koligatif Larutan Sifat koligatif larutan yang digunakan pada cairan injeksi intravena adalah tekanan osmosis. Tekanan osmosis merupakan tekanan yang diberikan agar tidak terjadi peristiwa osmosis. Osmosis terjadi bila dua larutan yang konsentrasinya berbeda, yang satu pekat dan yang lainnya encer dipisahkan oleh membran semipermiabel, maka molekul-molekul pelarut akan mengalir dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat, sedangkan molekul zat terlarut tidak mengalir. Hal ini terjadi karena partikel pelarut lebih kecil daripada partikel zat terlarut sehingga partikel pelarut dapat menembus membran semipermiabel dan partikel zat terlarut tidak. Jika seseorang memerlukan nutrisi dari injeksi cairan infus, maka tekanan osmotik cairan infus harus sesuai dengan tekanan osmotik darah (isotonik/isoosmotik). Cairan Isotonik adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
4
Bab III METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Konsepsional 3.2 Definisi Operasional 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian 3.4 Populasi atau Sampel 3.5 Alat dan Bahan 3.6 Metode Pengambilan Sampel
5
Bab IV DISKUSI KELOMPOK
4.1 Reaksi yang Terjadi Reaksi yang terjadi saat menginjeksi cairan infus adalah reaksi dari sistem penyangga yang secara alami terjadi di bagian dalam tubuh. Larutan penyangga bekerja untuk mengubah asam dan basa kuat menjadi asam dan basa lemah dengan fungsi untuk mempertahankan derajat keasamaan tubuh yang berguna untuk bagian dalam tubuh, dan dibutuhkan saat keadaan tubuh tidak normal, seperti saat setelah kecelakaan yang menyebabkan pendarahan. Sistem penyangga yang dibutuhkan tubuh, antara lain asam karbonat bikarbonat, fosfat, dan hemoglobin. a.
Sistem Penyangga Asam Karbonat Bikarbonat dalam Darah Reaksi – reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh dapat menghasilkan beberapa zat kimiaseperti karbondioksida dan ion hidrogen. Dalam hal ini, keberadaan zat-zat kimia tersebut dapat menyebabkan pH darah turun atau naik. Jika pH darah sangat rendah, maka kondisi pada saat tersebut dikenal dengan asidosis, sedangkan jika pH darah sangat tinggi, maka kondisi pada saat tersebut dikenal dengan alkalosis. Larutan penyangga yang paling penting untuk mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah adalah sistem penyangga asam karbonat bikarbonat. Reaksi kesetimbangan penyangga asam karbonat bikarbonat tersebut dituliskan sebagai berikut : H₃O⁺(aq) + HCO₃⁻(aq) → H₂CO₃(aq) + H₂O (l) Asam karbonat (H₂CO₃) merupakan asam dan air merupakan basa. Basa konjugasi untuk H₂CO₃ adalah HCO₃⁻ (ion karbonat). Asam karbonat juga terurai dengan cepat untuk menghasilkan air dan karbondioksida. Meskipun kesetimbangan antara gas CO₂ dengan asam karbonat bukan merupakan reaksi asam basa, reaksi ini berperan dalam mempertahankan konsentrasi H₂CO₃ dengan konsentrasi HCO₃⁻ dalam darah yaitu sebesar 20:1. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh keseimbangan kelarutan gas CO₂ dari paru-paru (yang akan dikeluarkan) dengan gas CO₂ yang terlarut dalam darah (yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk H₂CO₃ saat bereaksi dengan H₂O yang sudah terbentuk dari penguraian H₂CO₃). Ketika suatu senyawa asam dimasukkan ke dalam darah, maka ion H⁺ dari asam tersebut segera bereaksi dengan ion karbonat (HCO₃⁻) dalam darah yang menghasilkan asam karbonat menurut reaksi sebagai berikut : H3 O+ (𝑎𝑞) + HCO− 3 (𝑎𝑞) H2 CO3 (aq) + H2 O(𝑙)
6
Jika dalam darah banyak terlarut H₂CO₃, maka pH darah menjadi lebih rendah, sehingga H₂CO₃ segera terurai menjadi air dan CO₂, dimana gas CO₂ ini dibuang ke paru-paru. Akibatnya pH darah relatif tetap. Akan tetapi, ketika suatu asam basa dimasukkan ke dalam darah, maka ion OH⁻ dari basa tersebut segera bereaksi dengan asam karbonat (H₂CO₃) dalam darah yang menghasilkan ion bikarbonat dan air menurut reaksi sebagai berikut : OH − (𝑎𝑞) + H2 CO3 (aq) HCO3 − (aq) + H2 O(𝑙) Akibatnya, asam karbonat dalam darah berkurang dan untuk menggantinya, gas CO2 disuplai dari paru-paru ke dalam darah.
b.
Sistem Penyangga Fosfat dalam Darah Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat (H2PO4-) dengan monohidrogen fosfat (HPO 32-). H2PO4-(aq) + H+(aq) H2PO4(aq) H2PO4⁻ (aq) + OH -(aq) HPO42-(aq) + H2O (aq) Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel (cairan injeksi intravena) hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin. Larutan penyangga fosfat terdiri dari asam fosfat (H₃PO₄) dalam kesetimbangan dengan ion dihidrogen fosfat (H₂PO₄⁻) dan H⁺. Larutan penyangga fosfat ini hanya berperan kecil dalam darah, hal ini karena H₃PO₄ dan H₂PO₄⁻ ditemukan dalam konsentrasi yang sangat rendah dalam darah.
c.
Larutan Penyangga Hemoglobin dalam Darah Pada darah, terdapat hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk selanjutnya dibawa ke seluruh sel tubuh. Reaksi kesetimbangan dari larutan penyangga oksi hemoglobin adalah: HHb + O2 (g) HbO2- + H + (Reaksi antara asam hemoglobin menghasilkan ion oksi hemoglobin dan ion asam). Keberadaan oksigen pada reaksi di atas dapat memengaruhi konsentrasi ion H+, sehingga pH darah juga dipengaruhi olehnya. Pada 7
reaksi di atas O 2 bersifat basa. Hemoglobin yang telah melepaskan O2 dapat mengikat H + dan membentuk asam hemoglobin. Sehingga ion H + yang dilepaskan pada peruraian H2CO3 merupakan asam yang diproduksi oleh CO 2 yang terlarut dalam air saat metabolisme. Hemoglobin juga bertindak sebagai penyangga pH dalam darah. Hal ini karena protein hemoglobin dapat secara bergantian mengikat H+ (pada protein) maupun O2 (pada Fe dari “gugus heme”), tetapi ketika salah satu dari zat tersebut diikat, maka zat yang lain dilepaskan. Hemoglobin membantu mengontrol pH darah dengan mengikat beberapa proton berlebih yang dihasilkan dalam otot (dalam hal ini proton identik dengan keberadaan ion asam). Pada saat yang sama, molekul oksigen dilepaskan untuk digunakan oleh otot tersebut untuk berkontraksi. 4.2 Produk Larutan NaCl (berisi air dan elektrolit (Na+ , Cl− ), larutan dextrose (berisi air atau garam dan kalori), ringer laktat [berisi air + + − + (Na , K , Cl , Ca , laktat ; peningkatan dan penurunan konsentrasi K⁺ berbanding terbalik terhadap fosfat)], penyeimbang isotonik [berisi air, elektrolit, kalori ( Na+, K+, Mg+, Cl-, HCO, glukonat)], Whole blood (darah lengkap) berisi komponen darah, Plasma expanders (berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%, hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari intertisial kedalam sirkulasi, dan meningkatkan volume darah sementara), Hiperelimentasi parenteral (berisi cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori) (Smeltzer & Bare, 2002).
8
KESIMPULAN
brbrgibruhiwefkmlk
9
DAFTAR PUSTAKA
10