[apln] Tugas Uts Revisi.docx

  • Uploaded by: arneta
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View [apln] Tugas Uts Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,698
  • Pages: 15
KERJA SAMA MULTILATERAL BRICS (BRAZIL, RUSSIA, INDIA, CHINA, SOUTH AFRICA) TAHUN 2015-2018 A. Latar Belakang Dunia telah memasuki zaman globalisasi, dimana seluruh perkembangan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik.1 Mengacu pada pengertian tersebut, saat ini seluruh dunia sedang terkena pengaruh globalisasi. Penduduk dapat mengakses segala informasi dengan mudah dari seluruh penjuru dunia tanpa perlu pergi ke negara tersebut. Begitu pula dengan hubungan antar negara-negara. Sebelum adanya globalisasi, negara-negara perlu mengunjungi negara yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana kondisi negara tersebut, baik dari segi politiknya, ekonomi, keadaan lingkungan, sumber daya, penduduk, dan lain-lain, sehingga negara pengunjung nantinya dapat menimbang-nimbang apakah perlu terjalin kerja sama dengan negara yang dikunjungi. Namun, di era sekarang ini, perwakilan negara tidak perlu pergi ke negara yang bersangkutan guna mengetahui kondisi negara tersebut. Karena adanya globalisasi, perwakilan negara dapat mengetahui kondisi negara yang dituju melalui internet, pemberitaan media, maupun data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh diplomat. Hubungan antarnegara pun menjadi tak terbatas. Hubungan ini pula yang menyebabkan negara-negara mampu menjalin kerja sama

Merli Octa Rozuli. ‘Peranan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Budaya Bangsa Peserta Didik di Era Globalisasi Pada SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun 2011/2012’, Digital Repository Unila (daring), 2012, , diakses pada tanggal 12 Oktober 2018. 1

1

internasional dengan menyesuaikan posisi serta kepentingan masingmasing negara. Salah satu bentuk kerja sama antar negara-negara di dunia tersebut ialah BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). BRICS sendiri merupakan bentuk kerja sama multiltateral dari lima negara Emerging Market Economies (EMEs) yaitu Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan.2 Awal mula terbentuknya kerja sama multilateral ini ialah hanya anggota-anggota BRIC saja, yakni Brasil, Rusia, India, dan Cina. Istilah BRIC ini sudah tercetus sejak tahun 2001, namun pertemuan tinggi formal pertamanya baru diadakan pada 16 Juni 2009, di Yekaterinburg, Rusia. Melalui KTT pertama inilah formalisasi BRIC dimulai. Pada pertemuan perdana ini, pemimpin-pemimpin BRIC berfokus membahas antara lain perbaikan situasi perekonomian global, reformasi institusi-institusi finansial, dan bagaimana negara-negara berkembang dapat lebih berperan di dalam urusan internasional.3 Tahun 2010, pada KTT ketiga di Sanya, China, BRIC mengumumkan Afrika Selatan sebagai salah satu anggota terbaru.4 Bergabungnya Afrika Selatan ini jelas mengubah akronim BRIC menjadi BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Hingga saat ini, sejak Afrika Selatan bergabung, BRICS telah mengadakan KTT sebanyak lima kali.

Habib. ‘Kontribusi Brazil Rusia India China South Africa (Brics) Dalam Sistem Keuangan Internasional,’ Elib Unikom: Digital Library (daring), 19 Juli 2017, < http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/741/jbptunikompp-gdl-habibnim44-37030-4-unikom_4-l.pdf>, diakses pada tanggal 12 Oktober 2018. 3 A. E. Kamer. ‘Emerging Economies Meet In Russia,’ New York Times (daring), 16 Juni 2009, , diakses pada tanggal 12 Oktober 2018. 4 Habib, Op. cit. 2

2

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkatnya ke

dalam

judul

makalah

yakni

“ANALISIS

KERJA

SAMA

MULTILATERAL ‘BRICS’ MENURUT TEORI KERJA SAMA INTERNASIONAL K.J. HOLSTI”

A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk kerja sama multilateral BRICS pada tahun 20092018?

B. Kerangka Pemikiran 1. Teori Kerja Sama Internasional Kerja sama internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerja sama internasional, yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri masing-masing negara.5 Menurut K.J. Holsti, dalam bukunya Politik Internasional suatu kerangka analisis mengemukakan bahwa kerja sama internasional secara sederhana dapat dirumuskan sebagai suatu proses diantara negara-negara

yang

saling

berhubungan

secara

bersama-sama

melakukan pendekatan untuk mencari pemecahan terhadap masalah

Putri Cahaya Kemala. ‘Peranan An African Union Mission In Somalia (Amisom) Dalam Menangani Konflik Bersenjata di Somalia,’ Elib Unikom: Digital Library (daring), 26 Agustus 2010, http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/455/jbptunikompp-gdl-putricahay-22720-8-skripsii.pdf>, diakses pada tanggal 12 Oktober 2018. 5

3

yang dihadapi melalui pendekatan satu sama lain. Mengadakan pembahasan dan perundingan mengenai masalah-masalah tersebut, mencari kenyataan-kenyataan teknis (faktor-faktor) yang mendukung jalan keluar tententu dan mengadakan pereundingan untuk perjanjianperjanjian berdasarkan saling pengertian antara kedua belah pihak. Banyak kasus terjadi, baik itu di tingkat nasional, regional, dan global yang tentunya memerlukan perhatian dari berbagai negara. Hal ini tentunya membuat pemerintah saling berhubungan serta melakukan pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi dan mengemukakan bukti teknis guna menyelesaikan masalah tersebut. Menurut K.J. Holsti dalam buku Politik Internasional: Suatu Kerangka Teoritis, ada beberapa alasan mengapa negara melakukan kerja sama dengan negara lainnya: 6 a) Demi meningkatkan kesejahteraan ekonominya, dimana melalui kerja sama dengan negara lainnya, negara tersebut dapat mengurangi biaya yang harus ditanggung dalam memproduksi suatu produk kebutuhan bagi rakyatnya karena keterbatasan yang dimiliki negara tersebut; b) Untuk

meningkatkan

efisiensi

yang

berkaitan

dengan

pengurangan biaya;

Widiana Puspitasari. ‘Peranan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) Dalam Mengatasi Krisis Listrik di Sumatera Utara (Studi Kasus: Proyek Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTPB) Sarulla Di Sumatera Utara)’, Elib Unikom: Digital Library (daring), 23 April 2010, , diakses pada tanggal 12 Oktober 2018. 6

4

c) Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama; d) Dalam rangka mengurangi kerugian negatif yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan individual negara yang memberi dampak terhadap negara lain. Kerja sama internasional adalah salah satu usaha negara-negara untuk menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang sama dan juga merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu sama lain.7 Kerja sama internasional terlihat mudah untuk dilaksanakan karena negara-negara yang bekerja sama hanya perlu menyamakan tujuan mereka sehingga tidak terjadi pertentangan di antara mereka. Dalam pelaksanaannya, hal yang berbalik justru terjadi. Tidak semua kerja sama internasional dapat berjalan sesuai apa yang diharapkan, bahkan dalam transaksi yang paling kooperatif pun dapat melibatkan ketidaksesuaian. 8 Menurut K.J. Holsti, kerja sama internasional terbagi ke dalam empat bentuk, yakni: a) Kerja sama universal atau global, yaitu kerja sama internasional yang mempunyai lingkup global. Kerja sama ini dikembalikan pada hasrat untuk memadukan semua bangsa di dunia dalam suatu wadah yang mempersatukan mereka dalam cita-cita bersama, dan menghindarkan disintegrasi internasional. 7 8

Loc.cit., hal. 40. Loc.cit., hal. 41

5

b) Kerja sama regional, yaitu kerja sama antar negara yang berdekatan secara geografis. Kerja sama regional biasanya lebih pada hubungan dengan lokasi negara serta berdasarkan alasan historis, geografis, teknis, dan sumber daya manusia. Namun, pengamatan menunjukkan, bahwa faktor itu saja belum memadai untuk memajukan suatu kerja sama regional. Kesamaan pandangan politik dan kebudayaan, atau perbedaan struktur produktivitas ekonomi dari negaranegara yang hendak bekerja sama banyak menentukan apakah suatu kerja sama regional dapat diwujudkan; c) Kerja sama fungsional, yaitu jenis kerja sama yang paling muda, dan berkembang baru pada abad ke-20. Dalam kerangka kerja sama fungsional, negara-negara yang terlibat masing-masing diasumsikan sebagai mendukung fungsi tertentu sedemikian rupa, sehingga kerja sama itu akan melengkapi berbagai kekurangan pada masing-masing negara. Fungsi yang didukung oleh masing-masing negara itu disesuaikan dengan kekuatan spesifik yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan, dan idealnya dalam saat yang bersamaan merupakan kelemahan spesifik dari negara lainnya. Kerja sama yang fungsional bertolak dari cara berpikir yang pragmatis yang memang mensyaratkan kemampuan tertentu pada masing-masing mitra kerja sama. Artinya, suatu kerja sama yang fungsional tidak mungkin

6

terselenggara jika ada di antara mitra-mitra kerja sama tersebut tidak mampu mendukung suatu fungsi yang spesifik yang sebenarnya d) Kerja sama ideologis, yaitu alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan dari perjuangan kekuasaannya. Bila dibandingkan dengan beberapa bentuk kerja sama yang telah dipaparkan di atas, kerja sama ideologis adalah kerja sama internasional yang paling tidak berbentuk. Kerja sama universal, regional, maupun fungsional, semuanya bertopang pada negara sebagai actor utama.

Kerja

sama

ideologis,

sebaliknya,

sering

memperlakukan negara sebagai penghambat utama, atau kadang-kadang sebagai sasaran perjuangan. Bentuk penerapan dari kerja sama multilateral ini dibuktikan dengan adanya konferensi tingkat tinggi (KTT) yang telah digelar sebanyak sembilan kali, yang terakhir digelar pada 25 Juli 2018 di Johannesburg, Afrika Selatan. KTT ini membahas masalah unilateralisme Amerika Serikat yang terus berlanjut. Pelaksanaan KTT BRICS ini biasanya tidak tetap pada satu kota, namun berpindah-pindah sesuai dengan negara anggota. Pertemuan itu pun tidak hanya membahas satu hal tertentu saja. Bisa mengenai kelangsungan BRICS itu sendiri maupun tantangan BRICS dalam menghadapi kekuatan ekonomi global yang semakin dikuasai oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

7

C. Pembahasan BRICS merupakan bentuk kerja sama multiltateral dari lima negara Emerging Market Economies (EMEs) yaitu Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan.9 Sebelum Afrika Selatan bergabung dalam kerja sama ini, akronim BRIC sudah dipopulerkan terlebih dahulu pada tahun 2001 oleh Jim O’Neill dari Goldman Sachs, sebuah perusahaan perbankan dan investasi global, yang mengidentifikasi kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pesat di sejumlah negara sedang berkembang. Akronim ini digunakan untuk menganggap Brasil, Rusia, India, dan Cina yang memiliki perekonomian yang sedang berkembang pesat dan cocok bagi para pebisnis maupun investor untuk berinvestasi, serta untuk menstimulasi dunia perekonomian yang dianggap stagnan pasca 9/11 dan perekonomian G7 (Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Kanada, dan Jerman) yang telah jenuh.10 Akronim ini kemudian terealisasikan ketika para menteri luar negeri dari masing-masing negara melakukan pertemuan di New York pada bulan September 2006. Pada bulan Mei 2008, para utusan diplomatik negara-negara ini bertemu di Yekaterinburg, Rusia, disusul dengan pertemuan tinggi formal yang pertama pada bulan Juni 2009, juga di Yekaterinburg. Pada pertemuan perdana ini, pemimpin-pemimpin BRIC berfokus membahas antara lain perbaikan situasi perekonomian global, reformasi institusi-institusi

9

Habib. Op.cit., hal 3. Muhammad Ghufron Mustaqim. ‘Analisis Kepentingan Cina Mewujudkan “Soft Balancing” Terhadap Amerika Serikat Melalui BRICS,’ Electronic Theses & Dissertations Gadjah Mada University (daring), 2013, , diakses pada tanggal 12 Oktober 2018. 10

8

finansial, dan bagaimana negara-negara berkembang dapat lebih berperan di dalam urusan internasional.11 Tahun 2010, pada KTT ketiga di Sanya, China, BRIC mengumumkan Afrika Selatan sebagai salah satu anggota terbaru.12 Bergabungnya Afrika Selatan ini jelas mengubah akronim BRIC menjadi BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Walaupun BRICS lebih banyak membicarakan masalah ekonomi, BRICS mempunyai tujuan politik, yaitu menciptakan dunia yang multipolar, mengakhiri dominasi Barat, dan membangun dunia pasca Barat (postwestern world). Bila kita menelaah lebih lanjut, kerja sama multilateral BRICS ini tidak dapat digolongkan ke dalam bentuk kerja sama universal. Meskipun negara-negara yang tergabung di dalamnya merupakan negara yang berada di benua yang berbeda, memliki kultur yang tak sama, sehingga dapat dikategorikan lingkup global, namun tujuan kerja sama ini tidaklah untuk memadukan semua bangsa di dunia. Apalagi tujuan dari kerja sama ini ialah untuk membentuk kekuatan ekonomi baru disamping Eropa dan Amerika Serikat. Kerja sama inipun tak dapat digolongkan ke dalam bentuk kerja sama regional, mengingat defisini kerja sama regional yakni kerja sama antarnegara yang berdekatan secara geografis, sedangkan negara-negara BRICS tidak berdekatan secara geografis. Brasil sendiri terletak di Benua Amerika, tepatnya di Amerika Selatan. Rusia memiliki luas wilayah yang membentang dari sebelah timur Eropa hingga utara Asia, sehingga dapat dikategorikan ke dalam benua Eurasia. India dan Cina sama-sama termasuk 11 12

A. E. Kamer. Op.cit. Habib. Op.cit., hal.3

9

ke dalam benua Asia, bedanya India termasuk Asia Selatan sedangkan Cina termasuk Asia Timur. Sedangkan Afrika Selatan sendiri termasuk ke dalam benua Afrika. Melalui lokasi geografis tersebut dapat kita lihat bahwa keseluruhan negara tidak berada pada lokasi yang sama; bahkan pada benua yang berbeda (kecuali Cina dan India yang sama-sama benua Asia), sehingga kerja sama BRICS ini tidak dapat digolongkan ke dalam bentuk kerja sama regional. Kerja sama BRICS ini juga tidak termasuk ke dalam bentuk kerja sama ideologis. Mengingat BRICS menggunakan negara sebagai aktor utama dalam kerja sama, sedangkan kerja sama ideologis mengutamakan kelompok kepentingan sebagai aktor utamanya. Kerja sama BRICS sangat sesuai dengan bentuk kerja sama fungsional, yakni masing-masing negara diasumsikan sebagai mendukung fungsi tertentu sedemikian rupa, sehingga kerja sama itu akan melengkapi berbagai kekurangan pada masing-masing negara. Tujuan utama BRICS memang lebih berfokus pada bidang ekonomi, yakni membentuk kekuatan ekonomi baru di dunia untuk menyaingi Eropa dan Amerika Serikat. Apalagi negara-negara BRICS telah mewakili hampir seperlima dari perekonomian global. Kerja sama inipun melengkapi kekurangan pada masing-masing negara, misalnya Cina yang telah mendominasi bidang perekonomian di antara keempat negara lainnya, di mana besar produk domestic bruto (PDB) Cina ialah melebihi $1.5 triliun, yang melebihi jumlah output ekonomi gabungan negara BRICS lainnya. Hal ini memiliki kemungkinan bahwa Cina bisa saja membantu negara-negara lainnya dalam

10

bidang ekonomi. BRICS juga menjadi ‘pasar’ bagi ekspor dan impor negara Rusia, dan sebagai sarana untuk menarik FDI (Foreign Direct Investment) khususnya dari negara-negara anggota BRICS. Mengingat saat ini Rusia begitu ketergantungan dengan ekspor-impor negara Barat. Brasil dengan kekayaan pangannya, Afrika Selatan dengan sumber daya alamnya, serta India dengan teknologi nuklirnya jelas dapat membantu negara-negara anggota lainnya yang memiliki keterbatasan dalam bidang tersebut. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kerja sama multilateral BRICS ini termasuk ke dalam bentuk kerja sama fungsional. Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan secara nyata ialah pembangunan New Development Bank (NDB). Pembangunan bank ini diprakarsai sejak tahun 2015, setelah melalui negosiasi panjang selama tiga tahun antara negara anggota. Dengan berlokasi di Shanghai, Cina, bank ini tidak hanya menyasar negara anggota BRICS itu sendiri, namun juga negara-negara berkembang. Bank ini menawarkan suku bunga yang rendah dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi. New Development Bank (NDB) memberikan kekuatan pendorong baru untuk mempercepat pemulihan ekonomi global dengan mendukung proyek-proyek infrastruktur dan memperluas permintaan global. Selain itu, pada KTT BRICS ke-IX, dihasilkan sebuah usulan yang dikenal dengan “BRICS-Plus”. Pada pertemuan ini, bukan hanya negara anggota yang menghadiri konferensi, namun Cina sebagai tuan rumah juga mengundang pemimpin dari Mesir, Meksiko, Thailand, Tajikistan dan Guinea untuk melakukan dialog di sela-sela KTT. Beberapa pemimpin

11

negara anggota menilai hal ini sebagai suatu yang menguntungkan negara anggota karena akan meningkatkan tingkat investasi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara anggota. BRICS dinilai memiliki pesan yang sangat positif dalam memajukan perekonomian negara anggota. Dengan adanya BRICS-Plus ini, dinilai akan memperluas pasar perekonomian serta membantu negara-negara berkembang lainnya, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi penambahan negara anggota di kemudian hari.

D. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa kerja sama multilateral BRICS termasuk ke dalam kerja sama fungsional karena negara-negaranya mendukung fungsi yang sama, yakni untuk memajukan perekonomian global guna menyaingi Amerika Serikat dan Eropa. Masing-masing negara anggota juga memiliki kelebihannya masing-masing, seperti Brasil dengan produksi pangannya, Rusia dengan sumber energinya, India dengan teknologi nuklirnya, Cina dengan kekuatan ekonominya yang mengglobal, serta Afrika Selatan dengan sumber daya alamnya yang melimpah, sehingga kelebihan dari masing-masing negara tersebut dapat menutupi maupun melengkapi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh negara-negara anggota lainnya. Dengan menggelar berbagai konferensi tingkat tinggi (KTT), BRICS memiliki beberapa hasil yang paling terlihat, yakni pembangunan New Development Bank (NDB) yang mendukung proyek-proyek

12

infrastruktur dan meningkatkan perekonomian global bagi negara berkembang. Selain itu, adanya BRICS-Plus juga dinilai sangat menguntungkan negara-negara anggota, karena dengan mengundang beberapa negara untuk turut hadir dan berbicara maka dapat meningkatkan investasi di negara-negara anggota. Adanya BRICS-Plus ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi penambahan anggota di kemudian hari.

13

DAFTAR PUSTAKA

Habib. 2017. Kontribusi Brazil Rusia India China South Africa (Brics) Dalam Sistem Keuangan Internasional. Diakses di http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/741/jbptunikompp-gdlhabibnim44-37030-4-unikom_4-l.pdf pada tanggal 12 Oktober 2018. Indonesia, VOA. 2015. BRICS Luncurkan Bank Pembangunan Baru, Perkuat Dominasi China. Diakses di https://www.voaindonesia.com/a/bank-brics-perkuat-pengaruhchina-/2871817.html pada tanggal 10 Desember 2018. Kamer, A. E. 2009 .Emerging economies meet in Russia. Diakses di http://www.nytimes.com/2009/06/17/world/europe/17bric.html?_r =0 pada tanggal 12 Oktober 2018. Kemala, Putri Cahaya. 2010. Peranan An African Union Mission In Somalia (Amisom) Dalam Menangani Konflik Bersenjata Di Somalia. Diakses di http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/455/jbptunikomppgdl-putricahay-22720-8-skripsi-i.pdf pada tanggal 12 Oktober 2018. Lararenjana, Edelweis. 2016. Strategi dan Tantangan Cina Dalam Mempromosikan BRICS New Development Bank. Diakses di http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/106879/potongan/S22017-373248-introduction.pdf pada tanggal 12 Oktober 2018. Mustaqim, Muhammad Ghufron. 2013. Analisis Kepentingan Cina Mewujudkan “Soft Balancing” Terhadap Amerika Serikat Melalui BRICS. Diakses di http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67395/potongan/S12013-282369-chapter1.pdf pada tanggal 12 Oktober 2018. Palamani, Siti Mawwadah. 2018. Kepentingan Ekonomi Politik Rusia Dalam Kerjasama Internasional BRICS (Brazil, Rusia, India, China, South Africa. JOM FISIP Vol. 5: Edisi 1 Januari-Juni 2018, hal. 1-2. Diakses di https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/18743/181 15 pada tanggal 12 Oktober 2018. Parstoday. 2018. KTT BRICS dan Unilateralisme AS. Diakses di: http://parstoday.com/id/news/world-i60284ktt_brics_dan_unilateralisme_as pada tanggal 10 Desember 2018. Puspitasari, Widiana. 2010. Peranan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) Dalam Mengatasi Krisis Listrik di Sumatera Utara (Studi Kasus: Proyek Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTPB) Sarulla Di Sumatera Utara). Diakses di: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/394/jbptunikompp-gdlwidianapus-19694-8-10.babii.pdf pada tanggal 12 Oktober 2018. Rosyidin, Mohamad. 2013. Politik Luar Negeri Dalam Suasana Dilema: Politik Keseimbangan India Terhadap BRICS dan Amerika Serikat. Diakses di: http://www.etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63347/potongan

14

/S2-2013-340334-title.pdf+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id pada tanggal 12 Oktober 2018. Rozuli, Merli Octa. 2012. Peranan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Budaya Bangsa Peserta Didik Di Era Globalisasi Pada SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun 2011/2012. Diakses di http://digilib.unila.ac.id/8625/15/bab%20II.pdf pada tanggal 12 Oktober 2018. Xinhua. 2017. KTT BRICS IX Hasilkan “BRICS-Plus”. Diakses di: http://harian.analisadaily.com/ekonomi-internasional/news/kttbrics-ix-hasilkan-brics-plus/410127/2017/09/07 pada tanggal 10 Desember 2018.

15

Related Documents

Tugas Uts
June 2020 30
Tugas Pra Uts
April 2020 21

More Documents from "Zagita Zilvana Zetta"