APLIKASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI CAHAYA PADA SISWA KELAS V MIS AL-AMANAH LOKOBOKO
PROPOSAL
SUMIYATI SADO KAKI 2012270868
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS FLORES ENDE 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dewasa ini. Untuk memenuhi tuntutan dan segala kriteria-kriteria yang dibutuhkan dunia kerja saat ini, pendidikan baik formal maupun non formal yang ditawarkan pada generasi penerus bangsa haruslah berkualitas dan syarat akan inovasi-inovasi pembelajaran yang pada akhirnya mampu meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Pemerintah dengan segala upaya melakukan perubahan-perubahan berkala yang sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa ini. Mulai dari gubahan-gubahan kurikulum, peningkatan kesejahteraan guru dan pelatihan-pelatihan untuk guru dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas yang menelan dana Negara tidak sedikit. Namun semua usaha itu tidak akan berhasil jika guru masih berpola konvensional dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Pada umumnya guru tidak menyadari bahwa yang menjadi tujuan dari setiap kali pertemuan yang diadakan dikelas maupun diluar kelas adalah tangga yang mengantarkan siswa atau peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi. Untuk itu setiap pertemuan dan pembelajaran dikelas maupun diluar kelas harusnya dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga kompetensi minimal dapat dikuasai siswa dengan mudah dengan melewati proses belajar yang menyenangkan. Semua pembelajaran yang disajikan di kelas dan diluar kelas ketika guru melakukan pertemuan dengan peserta didik semestinya memberikan kesan yang sangat membekas dalam benak peserta didik terkait materi yang disampaikan guru tersebut. Semua mata pelajaran yang dibawakan oleh masing-masing guru mata pelajaran maupun guru kelas dirancang sedemikian rupa agar siswa mampu menguasai kompetensi minimal, hal ini pula yang harus diperhatikan oleh guru sains yang seyogyanya menjadi mata pelajaran yang termasuk dalam mata pelajaran UN
tingkat SD/MI. Sains merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasari oleh fakta yang empiral pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powder (dalam Wina Putra, 1992: 122) bahwa Sains merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen serta data yang lebih nyata. Berdasarkan hal di atas, yang terpenting dalam pembelajaran sains di SD adalah bagaimana menggali berbagai pengetahuan baru pada diri anak didik terutama dalam mengembangkan kognitif, afektif, psikomotor dan kreatifitas. Hal ini sejalan dengan Abruscato (1992) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran sains di SD mengembangkan, 1) kognitif siswa, 2) mengembangkan afektif sisiwa, 3) mengembangkan psikomotorik siswa, 4) mengembangkan kreatifitas siswa, 5) melatih siswa untuk berpikir kritis. Salahsatu cara mengembangkan keterampilan sains bagi siswa diperlukan kemampuan aktivitas pembelajaran dalam bentuk keterampilan proses sains, diantaranya
adalah
mengamati,
mengklasifikasi,
memprediksi,
dan
mengkomunikasikan. Sains diyakini sebagai pelajaran yang penting dan sesuai dengan karakteristik siswa SD, karena sains dapat mengungkap pengetahuan alam semesta yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Sejalan dengan Samatowa (2006: 78) mengemukakan bahwa dengan belajar Sains, dapat meningkatkan kemampuan siswa kearah sikap dan kemampuan yang baik dan berguna bagi lingkungan. Namun pada kenyataannya untuk pembelajaran Sains di SD/MI belum sesuai harapan. Hal ini disebabkan karena cara mengajar guru yang konvensional (ceramah dan tanya jawab). Guru dalam mengajar hanya mengejar target kurikulum tanpa memperhatikan apakah konsep yang diajarkan sudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di MIS Al-Amanah Lokoboko di jumpai masalah, yaitu siswa mendapatkan nilai-nilai rendah, karena siswa kurang
mampu menerapkan perolehannya, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dalam kehidupan yang nyata. Hal ini disebabkan karena materi pelajaran Sains diterima hanya melalui informasi verbal. Siswa tidak dibiasakan aktif mencoba sendiri pengetahuan atau mengakses informasi dalam kehidupan nyata. Penulis berasumsi dengan mendesain pembelajaran berbasis masalah, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya dan memberikan efek positif yaitu tingginya pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru. Untuk mengetahui benar tidaknya penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan pemahaman pada mata pelajaran IPA, maka perlu diadakan penelitian, yang selanjutnya penelitian ini diberikan judul “Aplikasi Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Ipa Materi Cahaya Pada Siswa Kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1) Apakah dengan aplikasi pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pelajaran IPA materi Cahaya kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko? 2) Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pelajaran IPA materi Cahaya kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitan ini adalah 1)
Untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi cahaya melalui pembelajaran berbasis masalah di kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko.
2)
Untuk mengetahui penerapan pembelajaran berbasis masalah pada pelajaran IPA konsep cahaya.
1.4 Batasan Masalah Agar permasalahan yang diteliti lebih terfokus, maka perlu ditetapkan adanya batasan masalah penelitian. Dasar adanya batasan masalah ini disesuaikan dengan kemampuan penulis, baik dari segi waktu, tenaga, bahkan biaya. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Penelitian ini hanya meneliti kontribusi penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam meningkatan pemahaman siswa terhadap konsep cahaya.
2)
Penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas V di MIS Al-Amanah Lokoboko.
1.5 Defenisi Operasional Judul Definisi operasional judul memuat istilah-istilah pokok dalam penelitian ini dibatasi pada pengertian pemahaman siswa dan pembelajaran berbasis masalah dan konsep cahaya. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut : 1)
Pemahaman siswa adalah kemampuan pengetahuan yang mendalam yang dimiliki oleh seorang siswa dengan cara mengerti materi yang diterima dengan benar.
2)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
3)
Konsep cahaya merupakan radiasi sinar atau gelombang elektromagnetik yang dapat diterima oleh indera penglihatan manusia atau hewan.
1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: a)
Manfaat bagi siswa 1) Siswa kelas V dapat meningkatkan pemahaman tentang konsep cahaya pada pembelajaran IPA di sekolah dasar.
2) Siswa mendapatkan pengalaman berharga yang nyata dalam memecahkan masalah kontekstual yang dialami dalam kehidupan maupun dalam pembelajaran di kelas. b)
Manfaat bagi guru 1) Guru kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko diharapkan memiliki pengetahuan tentang aplikasi pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan pemahaman siswa. 2) Guru kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko diharapkan mengkaji teori pembelajaran lain yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa serta pemahaman siswa terhadap konsep cahaya.
c)
Manfaat Bagi Sekolah Dengan tumbuhnya pemahaman siswa maka proses pendidikan dan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan pada akhirnya diharapkan tercapainya tujuan institusional dengan baik.
d)
Manfaat bagi peneliti Dengan melakukan penelitian ini dapat menjadi bekal bagi peneliti untuk meningkatkan pola pikir, wawasan, kemampuan analisis dan keterampilan menulis dalam mempersiapkan diri sebagai seorang guru.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemahaman Pemahaman didefinisikan proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman dalam pembelajaran adalah tingkat kemampuan seseorang untuk memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini orang tersebut tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah,
mempersiapkan,
menyajikan,
mengatur,
menginterpretasikan,
menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah sebuah proses berfikir memahami arti, tidak hanya menghafalnya. Pengertian pemahaman menurut Anas Sudijono adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Sedangkan menurut Yusuf Anas, yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih-kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa
mempertahankan,
dengan
memahami
membedakan,
sesuatu
menduga,
berarti
seseorang
menerangkan,
dapat
menafsirkan,
memerkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan.
2.2 Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Sains a) Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran
yang
menyajikan
masalah
kontekstual
sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode
pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar,” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata, (Kemendikbud, 2014). Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). 1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman. 3) Permasalahan sebagai contoh. 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses. 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik. 6) Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini. Tabel 2.1 Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam PBM Guru sebagai Pelatih Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran). Memonitor pembelajaran. Probbing ( menantang
Peserta Didik sebagai Masalah sebagai Awal Problem Solver Tantangan dan Motivasi Peserta yang aktif. Menarik untuk dipecahkan. Terlibat langsung dalam pembelajaran. Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya Membangun dengan pelajaran yang pembelajaran. dipelajari.
peserta didik untuk berpikir ). Menjaga agar peserta didik terlibat. Mengatur dinamika kelompok. Menjaga berlangsungnya proses. Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini. 1) Kurikulum: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. 2) Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan kelompoknya. 3) Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional. 4) Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. 5) Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. 6) Keterampilan Umum: PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan selfmanagement. 7) Driving Questions: PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. 8) Constructive Investigations: sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
9) Autonomy: proyek menjadikan aktivitas peserta didik sangat penting. b) Langkah-langkah Aplikasi Pembelajaran Berbasis Masalah Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran berdasarkan masalah ini (Trianto, 2007: 68) adalah: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa serta dapat diselidiki oleh siswa kepada masalah yang autentik
ini
dapat
berupa
cerita,
penyajian
fenomena
tertentu,
atau
mendemontrasikan suatu kejadian yang mengundang munculnya permasalahan atau pertanyaan. 2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmuilmu sosial) masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran yang lain. 3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah yang disajikan. Metode penyelidikan ini bergantung pada masalah yang sedang dipelajari. 4) Menghasilkan produk atau karya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer 5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (baik dalam berpasangan ataupun kelompok kecil). Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan
memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Menurut Deny (dalam Widyastuti, 2010) Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki tujuan yaitu: 1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain, pembelajaran ini mengajarkan peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. 2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik Model Pembelajaran Berbasis Masalah amat penting untuk menjembatani hubungan antara pembelajaran di sekolah formal aktifitas mental yang lebih praktis yang dijumpai diluar sekolah. Pembelajaran berbasis masalah memiliki implikasi yaitu: a) Mendorong kerja sama dalam menyelasaikan tugas. b) Memiliki elemen-elemen belajar magang, hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran yang diamati atau yang diajak dialog (ilmuwan, guru, dokter, dan sebagainya) c) Melibatkan
siswa
dalam
penyelidikan
pilihan
sendiri,
sehingga
memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap fenomena tersebut secara mandiri. Pada Model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama yang dimulai dengan memperkenalkan siswa tehadap masalah yang diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1 Mengorientasikan siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk mendefinisikan masalah Fase 3 Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan artefak (hasil karya) dan memamerkannya Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sumber : (Kemendikbud, 2014).
1) Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitasaktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting di mana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut. a) Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. b) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan. c) Selama tahap penyelidikan, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.
d) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ideidenya secara terbuka dan penuh kebebasan. 2) Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Mendefinisikan Masalah Di
samping
mengembangkan
keterampilan
memecahkan
masalah,
pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa di mana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. 3) Fase 3: Membimbing Penyelidikan Mandiri dan Kelompok Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. 4) Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan Memamerkannya Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
5) Fase 5: Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. c) Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan
Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam Proses dan Hasil Pembelajaran Sains Melalui pembelajaran berbasis masalah akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi pembelajaran berbasis masalah, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Kemendikbud, 2014). Selain itu hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Dhema (2009) menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dinilai dapat meningkatkan hasil belajar siswa materi SPLDV pada siswa kelas X SMAN So’a tahun pelajaran 2009/2010, Denny Pareira (2013) menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dinilai efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi bangun ruang pada siswa kelas VIII tahun pelajaran 2013/2014, dan Rikardus Meo (2015) menyimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dinilai efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi sistem persamaan linear satu variabel pada siswa kelas V11 SMPN 2 Ende tahun pelajaran 2015/2016. Widyastuti (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010.
d) Penilaian Pembelajaran Berbasis Masalah Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (selfassessment) dan peer-assessment (Kemendikbud, 2014). 1) Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. 2) Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini. 1) Penilaian kinerja peserta didik. Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar. 2) Penilaian portofolio peserta didik. Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran. 3) Penilaian potensi belajar Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau temantemannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya. 4) Penilaian usaha kelompok Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada Pembelajaran Berbasis Maslah. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1) assesmen kerja, 2) assesmen autentik dan 3) portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya. Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya maka di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna. Tahap evaluasi pada PBM terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses; 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah; 3) bagaimana peserta didik akan
menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau responrespon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). e) Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah Adapun keunggulan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah adalah: 1) Keunggulan Samatowa (2006:138) mengemukakan bahwa keunggulan PBM antara lain : a. PBM merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b. PBM dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. c. PBM dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa d. PBM dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e. PBM dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajar. f. Melalui PBM dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. g. PBM dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. h. PBM
dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan
kemapanan
mereka
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
pengetahuan baru. i. PBM dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j. PBM
dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 2) Kelemahan Sedangkan kelemahan pembelajaran berbasis masalah, dikemukakan oleh Widyastuti (2010), sebagai berikut a. Manakala tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. b. Keberhasilan metode pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c. Tahap pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Jadi dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari pembelajaran berbasis masalah adalah siswa terlibat langsung dengan masalah nyata dan melatih siswa untuk berpikir aktif, sedangkan kelemahan dari keterampilan proses adalah memerlukan banyak waktu dan fasilitas dan rasa percaya diri yang tinggi dari peserta didik dalam melaksanakannya 2.3 Hakikat dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar a) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Menurut Srini M. Iskandar (dalam Widyastuti, 2010)
Hakikat Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. Kata “IPA” merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam
atau
bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam. Menurut Leo Sutrisno (dalam Widyastuti, 2010) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi,
IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul). Ada dua hal yang berkaitan dengan IPA yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. IPA sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah. Baik produk atau proses IPA merupakan subjek kajian IPA. Dengan belajar IPA, belajar produk dan bagaimana proses IPA dapat kita peroleh. Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa IPA (sains) merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta beserta isi dan kejadiankejadian yang dapat diperoleh dan dikembangkan baik secara induktif atau deduktif. IPA (sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai
pengetahuan,
fakta-fakta,
konsep-konsep,
prinsip-prinsip,
proses
penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. b) Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Pada dasarnya setiap guru harus paham akan alasan mengapa Sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran dimasukan kedalam kurikulum suatu sekolah. IPA atau Sains melatih anak berfikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan obyektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh anak sehat. Obyektif artinya sesuai dengan obyeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indra Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru, dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka, dan ini sangat ditunjang dengan berkembang dan meningkatnya rasa ingin tahu anak, cara anak mengkaji informasi, mengambil keputusan, dan mencari bentuk aplikasi yang paling diterapkan dalam diri dan masyarakatnya. Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains menurut Mulyasa (dalam Widyastuti, 2010) yaitu menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar menjelajahi dan memahami lingkungan sekitar secara ilmiah. Pengajaran IPA menurut Mulyasa (dalam Widyastuti, 2010)bertujuan agar peserta didik: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat 4) Mengembangkan
keterampilan
proses
untuk
menyelidiki
alam
sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan sekitar 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai slah satu ciptaan Tuhan 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Menurut Hendro dan Jenny (dalam Widyastuti, 2010) IPA begitu kuat member sumbangan demi tercapainya tujuan pendidikan. Pakar-pakar pendidikan IPA dari UNESCO tahun 1983 telah mengadakan konferensi dan menyimpulkan bahwa: 1) IPA, menolong anak didik dapat berpikir logis terhadap kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah-masalah sederhana yang dihadapinya. 2) IPA, aplikasinya dalam teknologi, dapat menolong dan meningkatkan kualitas hidup manusia. 3) IPA, sebagaimana dunia semakin berorientasi pada keilmuan dan teknologi.
4) IPA, yang diajarkan dengan baik dapat menghasilkan perkembangan pola berpikir yang baik pula. 5) IPA, dapat membantu secara positif pada anak-anak untuk memahami materi pelajaran lain terutama bahasa dan matematika. 6) IPA, di banyak negara, Sekolah Dasar merupakan pendidikan yang terminal untuk anak-anak, dan ini berarti hanya selama di SD itulah mereka dapat kesempatan mengenal lingkungannya secara logis dan sistematis. 7) IPA, di SD benar-benar menyenangkan. c) Ruang Lingkup Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains Ruang lingkup bahan kajian IPA menurut Mulyasa (dalam Widyastuti, 2010) meliputi aspek-aspek berikut: 1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya. 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya. IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas III sedang kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara sistematis. Karena di dalam penelitian ini yang dikaji bahan mata pelajaran kelas V maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan pengetahuan IPA atau sains di kelas V semester II antara lain: 1) Gaya gravitasi, gaya magnet, gaya gesek, dan pesawat sederhana 2) Cahaya dan Sifat-Sifatnya 3) Proses Pembentukan Tanah 4) Struktur Bumi d) Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA atau Sains SD Standar kompetensi mata pelajaran IPA atau sains di kelas V semester II adalah:
1) Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi serta fungsinya. 2) Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model. 3) Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam. Adapun materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai “ cahaya dan sifat-sifatnya”. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA atau sains berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan apa yang akan dipelajari ke bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksploitasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain. e) Cahaya dan sifat-sifatnya Cahaya merupakan salah satu gelombang elektromagnetik, suatu gelombang yang tidak memerlukan medium sebagai media perambatannya dan gelombang tersebut berupa radiasi sinar yang dapat diterima oleh indera penglihatan manusia atau hewan. Benda yang dapat memancarkan cahaya dinamakan sumber cahaya. Ada dua macam sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber cahaya buatan. Sumber cahaya alami merupakan sumber cahaya yang menghasilkan cahaya secara alamiah dan setiap saat, contohnya matahari dan bintang. Sumber cahaya buatan merupakan sumber cahaya yang memancarkan cahaya karena dibuat oleh manusia, dan tidak tersedia setiap saat, contohnya lampu senter dsb. Cahaya juga memiliki sifat-sifat khusus dan unik. Adapun sifat-sifat cahaya antara lain : 1) Cahaya merambat lurus. Cahaya dari lampu senter arah rambatannya menurut garis lurus,sehingga cahaya juga akan selalu menabrak benda yang ada didepannya,baik itu bisa tembus cahaya maupun tidak tembus cahaya. 2) Cahaya dapat dipantulkan Pemantulan cahaya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : Pemantulan baur (pemantulan tidak teratur/pemantulan difus)
Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Sinar pantul arahnya tidak beraturan. Pemantulan teratur Pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengkilap. Sinar pantul memiliki arah yang teratur. Permukaan yang mempunyai sifat pemantulan teratur misalnya cermin. 3) Cahaya dapat dibiaskan Pembiasan cahaya disebut juga pembelokan cahaya. Cahaya dapat dibiaskan apabila melalui dua medium yang berbeda kerapatannya. Contoh peristiwa pembiasan cahaya : Dasar kolam terlihat lebih dangkal dari pada kedalaman sebenarnya. Pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air tampak patah. 4) Cahaya dapat menembus benda bening Benda-benda bening dapat ditembus oleh cahaya. Contohnya: air, kaca, dan akuarium. 5) Cahaya dapat diuraikan Cahaya putih dapat diurai menjadi berbagai warna. Cahaya yang terlihat jernih terdiri dari berbagai macam warna. Proses penguraian cahaya menjadi berbagai macam warna disebut peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Contoh peristiwa dispersi adalah terjadinya pelangi. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik air di awan sehingga membentuk warna-warna pelangi. 2.4 Karakteristik Siswa Kelas V Menurut Piaget dalam Isjoni (2010:36), perkembangan kognitif anak melalui empat tahap yaitu: (1) tahap sensorimotor, berlangsung pada umur 0-2 tahun; (2) tahap praoperasional, yaitu umur 2-7 tahun; (3) tahap operasional konkret, yaitu umur 7-11 tahun; dan (4) tahap operasional formal yang berlangsung mulai umur 11 tahun ke atas. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan yang diungkapkan oleh Piaget, anak sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, kemampuan
anak untuk berpikir secara logis semakin berkembang. Asalkan obyek yang menjadi sumber berpikirnya adalah obyek nyata atau konkret. Karakteristik anak usia sekolah dasar tidak hanya itu. Menurut Sumantri dan Sukmadinata dalam Wardani (2012), karakteristik anak usia sekolah dasar yaitu: (1) senang bermain; (2) senang bergerak; (3) senang bekerja dalam kelompok; dan (4) senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Karakteristik yang pertama yaitu senang bermain. Siswa-siswa sekolah dasar terutama yang masih berada di kelas-kelas rendah pada umumnya masih suka bermain. Oleh karena itu, guru sekolah dasar dituntut untuk mengembangkan modelmodel pembelajaran yang bermuatan permainan, lebih-lebih untuk siswa kelas rendah. Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak. Siswa sekolah dasar berbeda dengan orang dewasa yang bisa duduk dan diam mendengarkan ceramah selama berjam-jam. Mereka sangat aktif bergerak dan hanya bisa duduk dengan tenang sekitar 30 menit saja. Oleh karena itu, guru harusnya merancang model pembelajaran yang menyebabkan anak aktif bergerak atau berpindah. Karakteristik yang ketiga adalah senang bekerja dalam kelompok. Oleh karena itu, guru perlu membentuk siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 siswa untuk mneyelesaikan tugas secara berkelompok. Dengan bergaul dalam kelompoknya, siswa dapat belajar bersosialisasi, belajar bagaimana bekerja dalam kelompok, belajar setia kawan dan belajar mematuhi aturan-aturan dalam kelompok. Karakteristik siswa sekolah dasar yang terakhir adalah senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Mereka berusaha menghubungkan konsep-konsep yang sebelumnya telah dikuasai dengan konsep-konsep yang baru dipelajari. Suatu konsep juga akan cepat dikuasai anak apabila mereka dilibatkan langsung melalui praktik dari apa yang diajarkan guru. Oleh sebab itu, guru seharusnya merancang model pembelajaran yang melibatkan anak secara langsung dalam proses pembelajaran.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada masalah proses. Sedangkan data yang akan diperoleh berupa data yang langsung tercatat dari kegiatan di lapangan, maka bentuk pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research). Secara sederhana PTK (Penelitian Tindakan Kelas) didefinisikan sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru atau calon guru byang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan terhadap system, cara kerja, proses, isi, kompetensi atau situasi pembelajaran (Herawati, 2011). 3.2 Prosedur Penelitian Berdasarkan jenis penelitian, penulis menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu rancangan penelitian berdaur ulang (siklus) hal ini mengacu pada pendapat MC. Taggart (dalam Herawati, 2011) bahwa penelitian tindakan kelas mengikuti proses siklus atau daur ulang mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Menurut model Kemmis dan Mc. Taggart, pelaksanaan penelitian tindakan kelas mencakup empat langkah utama yaitu: a) Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan. b) Melaksanakan tindakan dan pengamatan atau monitoring, c) Merefleksi hasil pengamatan d) Mengubah atau merevisi perencanaan untuk pengembangan selanjutnya. Tahapan tindakan digambarkan dalam bagan 3.1 berikut ini.
Bagan 3.1 tahapan penelitian tindakan kelas
Adapun prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini secara rinci diuraikan sebagai berikut: a) Siklus I 1. Tahap Perencanaan Tindakan Perencanaan dilakukan secara partisipatif secara aktif berdasarkan identifikasi pada tahap sebelumnya. Tahap ini bersifat diagnostik untuk menghasilkan formulasi tindakan yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya untuk memecahkan masalah atau melakukan perbaikan. Formulasi rencana tindakan ini mencakup pihak yang dilibatkan, strategi dan sarana yang digunakan. Pada tahap ini juga disusun rencana
observasi/monitoring terhadap perubahan yang akan dilakukan serta teknik dan instrument yang digunakan. Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah: a. Menentukan pokok bahasan tentang cahaya dan sifat-sifatnya b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode PBM (Pembelajaran Berbasis Masalah). c. Mengembangkan skenario pembelajaran. d. Menginformasikan masalah pada siswa. e. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang cahaya dan sifat-sifatnya. f. Menyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa. g. Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran. h. Menyiapkan lembar penilaian i. Menyiapkan lembar observasi 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini dilakukan implementasi tindakan yang telah direncanakan pada tahap perencanaan. Tahap ini bersifat terapiks yaitu upaya perbaikan melalui implementasi tindakan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Dalam penelitian tindakan sering terjadi belokan-belokan kecil dari rencana yang telah disusun, karena itu peneliti akan selalu mencatat perubahan-perubahan kecil tersebut dan alasan perubahan itu terjadi. Rincian dalam tahap ini meliputi : a. Guru menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA materi pokok cahaya dab sifat-sifatnya dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu dengan membagi siswa secara kelompok terlebih dahulu, lalu mengorientasikan masalah kepada siswa berupa fenomena yang terjadi di sekitar lingkungan hidup baik dirumah maupun di sekolah yang berhubungan dengan materi cahaya dan menyajikan lembar kerja siswa yang kemudian meminta masing-masing kelompok mendiskusikan permasalahan tersebut. b. Siswa bersama kelompoknya membagi tugas pada masing-masing anggota, kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil praktikumnya di depan
kelas dan kelompok lain menanggapi (Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran RPP). 3. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan peneliti yang meliputi beberapa aspek indikator. Keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain: a. Mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif b. Memberikan movitasi c. Melakukan apersepsi d. Menyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami e. Memberi kesempatan untuk bertanya f. Mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok g. Membimbing siswa dalam kegiatan kelompok h. Memberikan tes akhir i. Mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok j. Memberikan balikan pada siswa Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain: a. Aktif memperhatikan penjelasan guru b. Kemauan untuk menerima pelajaran c. Aktif mengerjakan tugas d. Aktif memanfaatkan media yang digunakan e. Kesungguhan siswa mengerjakan tugas individu maupun kelompok f. Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat g. Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok h. Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran i. Keaktifan dalam proses pembelajaran j. Kesungguhan mengerjakan tes
4. Tahap Refleksi Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan dan tes tertulis. Jika dalam pembelajaran pada siklus I tentang cahaya dan sifat-sifatnya didapatkan kendala yaitu siswa belum memahami materi dan siswa mendapatkan nilai yang belum sesuai dengan harapan atau tindakan yang dilakukan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus II. Jika perlu diulangi, maka peneliti menyusun kembali rencana (revisi) untuk siklus berikutnya. Demikian seterusnya hingga sebagian besar siswa memperoleh nilai 7,0. b) Siklus II 1. Tahap Perencanaan a. Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah b. Menentukan pokok bahasan mengenai alat optic dan perakitan model alat optic sederhana c. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode Problem Based Learning. d. Mengembangkan skenario pembelajaran e. Menginformasikan masalah kepada siswa. f. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang g. proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika h. Menyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa i. Mengembangkan format evaluasi pembelajaran j. Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran. k. Menyiapkan lembar penilaian l. Menyiapkan lembar observasi 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan a. Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. b. Guru mengadakan percobaan yang bervariasi dengan menerapkan metode Problem Based Learning.
c. Siswa belajar dalam melalui percobaan sederhana merangkai alat optic sederhana dengan menerapkan metode Problem Based Learning. d. Memantau perkembangan kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan instruksi dalam LKS Praktikum yang telah disediakn guru. e. Guru memberi soal tes kepada siswa untuk dikerjakan. 3. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan peneliti yang meliputi beberapa aspek indikator. Keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain: a. Mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif b. Memberikan movitasi c. Melakukan apersepsi d. Menyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami e. Memberi kesempatan untuk bertanya f. Mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok g. Membimbing siswa dalam kegiatan kelompok h. Memberikan tes akhir i. Mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok j. Memberikan balikan pada siswa Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain: a. Aktif memperhatikan penjelasan guru b. Kemauan untuk menerima pelajaran c. Aktif mengerjakan tugas d. Aktif memanfaatkan media yang digunakan e. Kesungguhan siswa mengerjakan tugas individu maupun kelompok f. Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat g. Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok h. Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran
i. Keaktifan dalam proses pembelajaran j. Kesungguhan mengerjakan tes 4. Tahap Refleksi Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan dan tes tertulis. Jika dalam pembelajaran pada siklus II tentang pembuatan model alat optic dari bahan sederhana ditemukan kendala yaitu siswa belum memahami materi dan siswa mendapatkan nilai yang belum sesuai dengan harapan atau tindakan yang dilakukan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus III. 3.3 Subyek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko berjumlah 29 siswa yang terdiri 11 siswa putra dan 18 siswa putri. Memilih siswa kelas V sebagai responden dengan alasan: (1) Adanya variasi siswa dilihat dari status sosial, pendidikan, dan pekerjaan orang tua mereka, (2) Adanya masalah yang dialami siswa kelas V MIS Al-Amanah Lokoboko dalam belajar memahami konsep cahaya dan sifat-sifatnya, (3) Dilihat dari tingkat kemampuan (prestasi) belajar mata pelajaran Sains pada semester satu sangat rendah. 3.4 Setting Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di MIS Al-Amanah Lokoboko yang berlokasi di Kecamatan Ndona Kabupaten Ende. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017 selama 2 bulan, waktu tersebut dimulai dari bulan Mei-Juni 2016. Penulis memilih MIS Al-Amanah Lokoboko berdasarkan pertimbangan (1) Mudah dijangkau, (2) Tidak mengeluarkan biaya, (3) Masih ditemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep energi. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes, pengamatan, dan dokumentasi. Empat teknik tersebut diuraikan sebagai berikut: 1) Tes Tes dilakukan bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang pemahaman siswa terhadap konsep cahaya dan sifat-sifatnya. Tes dilaksanakan pada awal
penelitian, bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep cahaya. Pada akhir setiap tindakan, dan pada akhir tiap selesai melakukan serangkaian tindakan (tes akhir) bertujuan untuk melihat peningkatan siswa mengikuti pembelajaran pemahaman konsep cahaya melalui aplikasi Pembelajaran Berbasis Masalah. 2) Observasi Observasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan tindakan yang telah disusun serta untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang dikehendaki. 3) Dokumentasi Metode dokumentasi adalah cara yang digunakan untuk mengumpulkan data seperti naskah, gambar-gambar, tulisan-tulisan dan lain sebagainya. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini untuk mendapatkan data profil sekolah, seperti sejarah berdirinya sekolah, jumlah guru, siswa, dan data kelulusan siswa serta data struktur organisasi sekolah juga gambar-gambar pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini. 3.6 Teknik Analisis Data Menurut Iskandar (dalam Widyastuti, 2010) Analisis data adalah cara mengolah data yang sudah diperoleh dari dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif Miles dan Huberman. Model analisis interaktif ini mempunyai tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis data-data yang berhasil dikumpulkan. a. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informan yang bermakna. b. Sajian data adalah proses penampilan data secara sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi tabular termasuk format matriks, representasi grafis, dan sebagainya. Data hasil tes siswa diolah dengan persamaan matematis : Nilai siswa = Jumlah skor yang diperoleh x 100 Jumlah skor total
Persentase ketuntasan belajar siswa dihitung melalui persamaan matematis : persen ketuntasan siswa = Jumlah siswa tuntas x 100% Jumlah total siswa c. Penarikan kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentuk pernyatan kalimat dan/atau formula yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, Alfianati. 1999. Instrumen Ilmu Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Bima Cipta. Arikunto Suharsimi, dkk.2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta PT Bumi Aksara Bundu Patta, 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Jakarta Depdiknas. Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat Ketenagaan Chotimah, Husnul. 2009. Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang : Surya Pena Gemilang. Dimyati, Dkk. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Haryanto, 2006. Sains untuk Sekolah Dasar kelas IV. Jakarta: Erlangga Kemendikbud. 2014. Materi pelatihan guru Implementasi kurikulum 2013 Tahun 2014. Jakarta : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 2006. Mata pelajaran IPA untuk Tingkat SD/MI. Jakarta : Depdiknas. Made, Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi Aksara. Mangunwijaya. 1998. Berbagai pendekatan Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Mulyasa. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Purba dan Wartono, 1998. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Sains. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sumatowa Usman, 2006. Bagaimana
Membelajarkan IPA Di Sekolah Dasar.
Jakarta: Depdiknas. Direktorat Jenderal. Sumardi Yosaphat, dkk. 2007. Konsep Dasar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka.
Susilo, Herawati. 2011. Penelitian tindakan kelas sebagai sarana pengembangan keprofesionalan guru dan calon guru. Malang : Bayumedia Publishing Taggart. 1998. Theaction Research Plamer. Deaking : Deaking Universitas Press. Widyastuti,
Rika.
2010.
Peningkatan
kemampuan
mendeskripsikan
proses
Pembentukan tanah melalui metode Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.