BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Antraks merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini pernah menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di Eropa dan dikenal sebagai black bane disease. Kemudian pada tahun 1979, epidemi di Zimbabwe melibatkan tidak kurang dari 6000 penderita. Pada tahun itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang menyebabkan 66 kematian manusia akibat antraks pulmonal (Sjahrurachman, 2007). Penyakit zoonosis ini, hampir semua negara Afrika dan Asia, beberapa negara di Eropa (Inggris, Jerman dan Italia), beberapa negara bagian Amerika Serikat (South Dakota, Nebraska, Louisiana, Arkansas, Texas, Misissipi dan California) dan beberapa daerah di Australia (Victoria dan New South Wales) (Adji dan Natalia, 2006). Anthraks adalah penyakit menular yang biasanya bersifat akut atau perakut pada berbagai jenis ternak (pemamah biak, kuda, babi dan sebagainya), yang disertai dengan demam tinggi dan disebabkan oleh Bacillus anthracis. Biasanya ditandai dengan perubahan-perubahan jaringan bersifat septisemia, timbulnya infiltrasi serohemoragi pada jaringan subkutan dan subserosa, disertai dengan pembengkakan akut limpa. Berbagai jenis hewan liar (rusa, kelinci, babi hutan dan sebagainya) dapat pula terserang.
B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari antrax? 2. Bagaimana etiologi dan cara penularannya? 3. Bagaimana patofisiologi dari antrax? 4. Apa manifestasi klinis dari penyakit antrax?
1
5. Apa komplikasi dan bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit antrax? 6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit antrax?
C. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini, yakni : 1) Tujuan umum : Untuk mengetahui dan memahami penyakit antrax meliputi : pengertian, etiologi dan cara penularan, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi
dan
pemeriksaan
penunjang,
serta
penatalaksanaannya agar kelak mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada penanganan penyakit daeras tropis yang sesuai dengan kondisi. 2) Tujuan khusus : A. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari antrax B. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dan cara penularan penyakit antrax C. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi penyakit antrax D. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari penyakit antrax E. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dan pemeriksaan penunjang dari penyakit antrax F. Untuk mengetahui dan memahami penatalksanaan penyakit antrax
2
BAB II ISI
A. Pengertian Penyakit Anthrax disebut juga Radang Limpa adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis dapat menyerang semua hewan berdarah panas termasuk unggas dan manusia (bersifat zoonosis). Satwa liar yang pernah terserang penyakit ini antara lain red deer Cervus elaphus, wapiti (Cervus elaphus spp), moose (Alces alces) dan fallow deer (Dama dama). Secara sporadik penyakit Anthrax pernah terjadi pada bison liar Bison bison maupun white-tailed deer (Odocsileus virginamus). Antraks
merupakan
penyakit
bakterial
menyerang
ternak
ruminansia besar (sapi, kerbau), disebabkan oleh Bacillus anthracis pembentuk spora, bersifat sangat fatal, dan menular ke manusia (zoonosis) melalui kontak kulit, inhalasi atau mengkonsumsi produk ternak yang terkontaminasi (OIE, 2000). Antraks sebagai salah satu penyakit hewan menular strategis pada ruminansia besar. Penyakit hewan menular strategis memiliki
beberapa
kriteria,
diantaranya
pertimbangan
ekonomis
(mengganggu produktivitas dan reproduktivitas ternak secara signifikan, mengakibatkan gangguan perdagangan); pertimbangan politis (meresahkan masyarakat, perlu prioritas pengendalian, umumnya penyakit dalam kelompok penyakit zoonosis); dan pertimbangan strategis (tingkat mortalitas tinggi, penyebaran/penularan relatif cepat, antar daerah dan antar lintas batas, serta memerlukan pengaturan lalulintas ternak, atau produk ternak yang ketat). Penyakit Anthrax bersifat universal karena secara geografis tersebar di seluruh dunia, baik negara yang beriklim tropis maupun sub tropis. Daerah Anthrax di benua Asia antara lain negara Saudi Arabia, Tiongkok, Iran, Irak, Indonesia, Jepang, Pakistan, Siberia dan Tibet; di benua Afrika hampir seluruh negara merupakan Daerah Anthrax; di benua Eropa antara
3
lain negara Inggris, Jerman dan Perancis; di benua Amerika meliputi negaranegara di Amerika Selatan dan Amerika Utara; dan di benua Australia beberapa daerahnya merupakan sumber penularan. Penyakit timbul secara enzootis pada saat-saat tertentu sepanjang tahun, namun lokasi terbatas hanya pada daerah tertentu yang disebut Daerah Anthrax. Kuman Anthrax apabila jatuh ke tanah atau mengalami kekeringan ataupun dalam lingkungan yang kurang baik lainnya akan berubah menjadi bentuk spora. Spora Anthrax ini tahan hidup sampai 40 tahun lebih, dapat menjadi sumber penularan penyakit baik kepada manusia maupun hewan ternak. Spora antraks dapat terbentuk apabila bakteri kontak dengan udara atau oksigen, sangat resisten dan dapat survive bertahuntahun di tanah, karena tahan terhadap perubahan lingkungan, sulit dimusnahkan pada suatu wilayah yang positif antraks, dengan penanganan kurang memadai sulit untuk penanggulanganya, sehingga perlu pemahaman interaksi sistem sosial dan sistem ekologi. Dengan mewujudkan eksistensi keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat, atau sistem sosial yang mempunyai fungsi sosialisasi dan pendidikan, untuk mengimplementasikan pencegahan dan pengendalian penyakit antraks. Oleh karena itu penyakit Anthrax dapat disebut “penyakit tanah” dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa/wabah, meskipun kejadian biasanya terlokalisir di sekitar wilayah tersebut saja. Kewaspadaan terhadap penyakit Anthrax hendaknya lebih ditingkatkan pada Daerah Bebas Anthrax yang memiliki perbatasan darat dengan daerah tertular, baik perbatasan kabupaten/kota maupun provinsi. Apabila telah diketahui sumber infeksi, segera musnahkan sumber infeksi tersebut dan putuskan seluruh rantai penularan diikuti dengan pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang berisiko tinggi. Jika tidak dilaksanakan pengawasan lalu lintas ternak, pemberantasan dan pengendalian penyakit serta pemberantasan vektor lalat penghisap darah secara ketat maka kerugian ekonomi yang ditimbulkan penyakit sangat besar.
4
B. Etiologi dan Cara Penularan Penyakit Antrax
Klasifikasi Ilmiah Kerajaan
: Bacteria
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Famili
: Bacillaceae
Genus
: Bacillus
Spesies
: B. anthracis
Penyebab anthraks adalah Bacillus anthracis. Bacillus anthracis berbentuk batang lurus, dengan ujung-ujung siku-siku. Dalam biakan membentuk rantai panjang. Dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat rantai panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2-6 organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berselubung (berkapsul),
kadang-kadang
satu
selubung
melingkupi
beberapa
organisme. Selubung tersebut tampak jelas batas-batasnya dan dengan pewarnaan biasa tidak berwarna atau berwarna lebih pucat dari tubuhnya. Basil anthraks bersifat aerob, membentuk spora yang letaknya sentral bila cukup oksigen. Oleh karena tidak cukup terdapat oksigen, spora
5
tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita atau didalam bangkai yang tidak dibuka (diseksi), baik dalam darah maupun dalam jeroan. Kuman bersifat Gram-positif, dan mudah diwarnai dengan zat-zat warna biasa. Pada media agar, kuman anthraks membentuk koloni yang suram, tepinya tidak teratur, yang pada pembesaran lemah menyerupai jalinan rambut bergelombang, yang sering kali disebut caput medusae. Pada media cair mula-mula terjadi pertumbuhan di permukaan, yang kemudian turun ke dasar tabung sebagai jonjot kapas, cairannya tetap jernih. Spora tahan terhadap kekeringan untuk jangka waktu yang lama, bahkan dalam tanah dengan kondisi tertentu dapat tahan sampai berpuluh-puluh tahun. Lain halnya dengan bentuk vegatif B.anthracis mudah mati oleh suhu pasteurisasi, desinfektan atau oleh proses pembusukan. Pemusnahan spora B.anthracis dapat dicapai antara lain dengan : uap basah bersuhu 90° selama 45 menit, air mendidih atau uap basah bersuhu 100°C selama 10 menit, dan panas kering pada suhu 120°C selama satu jam. Meskipun anthrak tersebar di seluruh dunia namun pada umumnya penyakit terdapat terbatas pada beberapa wilayah saja. Biasanya penyakit timbul secara enzootik pada saat tertentu saja sepanjang tahun. Epidemiologi Antraks 1. Spesies Rentan atau Populasi Rentan Menurut penelitian, kerentanan hewan terhadap antraks dapat dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut: a. Hewan-hewan pemamah biak, terutama sapi dan domba, kemudian kuda, rusa, kerbau dan pemamah biak liar lain, juga marmut dan mencit (mouse) sangat rentan. b. Babi tidak begitu rentan. c. Anjing, kucing, tikus (rat) dan sebagian besar bangsa burung, relatif tidak rentan tetapi dapat diinfeksi secara buatan.
6
d. Hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak rentan (not affected). Anthrax terutama menyerang hewan ternak sapi,kambing, domba / biri-biri, kuda. Endospora dari Bacillus anthracis yang mencemari tanah kemungkinan akan menempel pada rerumputan atau tanaman lainnya dan termakan oleh ternak. Manusia umumnya terinfeksi oleh endospora bakteri ini melalui lesi di kulit, inhalasi atau per oral. Menghirup spora dari hewan yang sakit, spora antraks yang ada di tanah/rumput dan lingkungan yang tercemar spora antraks maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit, seperti kulit, daging, tulang, dan darah. Mengkonsumsi daging hewan yang sakit/mati dan produknya karena antraks dan Pernah dilaporkan melalui gigitan serangga Afrika yang telah memakan bangkai hewan yang tertular kuman Antraks, serta Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi. 2. Cara penularannya :
7
Pada hakekatnya anthraks adalah "penyakit tanah", yang berarti bahwa penyebabnya terdapat didalam tanah, kemudian bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh hewan. Pada manusia infeksi dapat terjadi lewat kulit, mulut atau pernafasan. Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang lain secara langsung. Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang lain secara langsung. Wabah anthraks pada umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis yang menjadi daerah inkubator kuman tersebut. Di daerah-daerah tersebut spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi pertumbuhannya, yaitu tersedianya makanan, suhu dan kelembaban tanah, serta dapat mengatasi persaingan biologik. Bila keadaan lingkungan tetap menguntungkan, kuman akan berkembang biak dan membentuk spora lebih banyak. Basil anthraks berkerumunan di dalam jaringan-jaringan hewan penderita, yang dikeluarkan melalui sekresi dan ekskresi menjelang kematiannya. Bila penderita anthraks mati kemudian diseksi atau termakan burung-burung atau hewan pemakan bangkai, maka spora dengan cepat akan terbentuk dan mencemari tanah sekitarnya. Bila terjadi demikian maka menjadi sulit untuk memusnahkannya. Hal tersebut menjadi lebih sulit lagi, bila spora yang terbentuk itu tersebar oleh angin, air, pengolahan tanah, rumput makanan ternak dan sebagainya. Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis Tabanus dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Masa tunas anthraks berkisar antar 1-3 hari, kadang-kadang ada yang sampai 14 hari. Infeksi alami terjadi melalui : a. Saluran pencernaan
8
b. Saluran pernafasan dan c. Permukaan kulit yang terluka. Infeksi melalui saluran pencernaan lazim ditemui pada hewanhewan dengan tertelannya spora, meskipun demikian cara infeksi yang lainpun dapat saja terjadi. Pada manusia, biasanya infeksi berasal dari hewan melalui permukaan kulit yang terluka, terutama pada manusia-manusia yang banyak berhubungan dengan hewan. Infeksi melalui pernafasan mungkin terjadi pada pekerja-pekerja penyortir bulu domba (wool-sorter's disease), sedangkan infeksi melalui saluran pencernaan terjadi pada manusia-manusia yang makan daging asal hewan penderita anthraks. Pintu masuknya penyakit antraks pada hewan, umumnya bisa melalui saluran pencernaan hewan, kontak kulit dan terhirup masuk melalui saluran pernapasan. Sedangkan pada manusia, selain bisa menular melalul kontak atau mengonsumsi daging hewan ternak yang terkena antraks, penularan antarmanusia bisa terjadi melalui udara yang tercemar spora antraks dan masuk ke paru-paru manusia. Dengan kata lain, bakteri Bacillus anthracis akan bersifat menghancurkan sel-sel darah, baik pada hewan maupun manusia. Apabila gejala klinis sudah timbul, biasanya dilkuti dengan kematian, baik pada hewan maupun manusia. Untuk itu, orang yang mengonsumsi
daging
hewan
terkena
antraks
akan
sangat
membahayakan. Apalagi kondisi daging hewan tersebut tidak kita masak teriebih dahulu secara sempurna. Selain itu, Bacillus anthracis juga membentuk spora sebagai bentuk resting cells. Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial yang diperlukan tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, prosesnya disebut sporulasi.Spora berbentuk elips atau oval, letaknya sentral dengan diameter tidak lebih dari diameter
9
bakteri itu sendiri. Spora Bacillus anthracis ini tidak terbentuk pada jaringan atau darah binatang yang hidup, spora tersebut tumbuh dengan baik di tanah maupun pada jaringan hewan yang mati karena antraks. Di sinilah keistimewaan bakteri ini, apabila keadaan lingkungan sekitar menjadi baik kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi, spora akan berubah kembali menjadi bentuk bakteri. Sporaispora ini dapat terus bertahan hidup selama puluhan tahun dikarenakan sulit dirusak atau mati oleh pemanasan atau bahan kimia tertentu, sehingga bakteri tersebut bersifat dormant, hidup tapi tak berkembang biak.
C. Patofisiologi Penyakit Antraks Manusia relatif tahan terhadap invasi kutaneus oleh B.anthracis, tetapi organisme dapat masuk kotoran mikroskopik di kulit. Pada cutaneous anthrax, sebuah malignan berkembang pada tempat terjadinya infeksi. Pustule ini adalah daerah pusat nekrosis koagulasi (ulkus) yang dikelilingi oleh vesikula yang berisi cairan atau darah. Edema luas mengelilingi lesi. Organisme berkembang biak secara lokal dan dapat menyebar ke aliran darah atau organ tubuh lainnya (misalnya, limpa) melalui limfatik eferen. Penyebaran dari hati, limpa, dan ginjal kembali ke aliran darah dapat mengakibatkan bakteremia. Dalam Anthrax bacteremic, lesi hemoragik mungkin dapat berkembang di manapun pada tubuh. Anthrax Bacteremic dengan menyebar hematogenous paling umum berikut anthrax inhalasi. B. anthracis tetap dalam kapiler yang menyerang organ, efek lokal dan infeksi fatal adalah karena sebagian besar racun diuraikan oleh B anthracis. Anthrax dalam tahap spora bisa bertahan selamanya dalam
10
lingkungan. Kondisi pertumbuhan yang optimal mengakibatkan fase vegetatif dan multiplikasi bakteri berjalan dengan baik. Anthrax usus primer terutama menginfeksi sekum dan menghasilkan lesi lokal mirip dengan lesi pada kulit. Anthrax orofaringeal adalah varian dari anthrax usus dan terjadi di oropharynx setelah menelan produkproduk daging yang terkontaminasi anthrax. Anthrax orofaringeal ditandai dengan nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Lesi pada tempat masuk ke oropharynx menyerupai ulkus kulit. Anthrax inhalasi penyebab terjadi setelah menghirup spora dan masuk ke dalam paru-paru. Spora yang dicerna oleh makrofag alveolar dan dibawa ke kelenjar getah bening mediastinum. Anthrax di paru-paru tidak menyebabkan pneumonia, tetapi menyebabkan hemoragik mediastinitis dan edema paru. Efusi pleura sering menyertai anthrax inhalasi. Antraks meningitis dapat terjadi penyemaian bacteremic setelah dari segala bentuk anthrax. Anthrax Septicemic mengacu pada infeksi yang luar biasa yang dihasilkan dari invasi aliran darah sekunder untuk inhalasi atau Anthrax usus. Kematian dari Anthrax terjadi sebagai akibat dari pengaruh racun yang mematikan. Hampir mati atau hanya setelah kematian, hewan berdarah dari semua lubang tubuh.
D. Manifestasi Klinis Penyakit Antraks Gejala Klinis pada Manusia a. Antraks Inhalasi Secara klasik gejala klinis antraks inhalasi bersifat bifasik. Pada fase awal, 1-6 hari setelah masa inkubasi timbul gejala yang tidak khas berupa demam ringan, malaise, batuk nonproduktif, nyeri dada atau perut, dan biasanya tanpa disertai kelainan fisik, penyakit akan masuk ke dalam fase kedua. Pada fase tersebut secara mendadak timbul demam, sesak napas akut, diaforesis, dan sianosis. Akibat pembesaran kelenjar getah bening, pelebaran mediastinum, dan edema
11
subkutan di dada dan leher yang dapat menimbulkan obstruksi trakea maka stridor dapat terjadi. b. Antraks Kulit Gejalanya berupa benjolan yang awalnya kecil dan kemudian membesar. Benjolan ini bisa sangat gatal. Masa inkubasinya (masa yang dibutuhkan dari sejak masuk hingga menjadi penyakit) adalah sekitar 5 -7 hari. Lalu, benjolan menjadi terisi cairan dengan diameter 1-3 cm. Lama-kelamaan, benjolan berair ini akan membentuk luka seperti lecet dengan bagian pinggiran yang kemerah-merahan. Di hari ke-7 hingga ke-10 terjadi pembengkakan kelenjar getah bening; sakit kepala; dan demam. c. Antraks Gastrointestinal Gejala klinis berupa demam, nyeri abdomen difus, konstipasi, atau diare. Oleh karena ulserasi yang terjadi maka buang air besar atau muntah menjadi kehitaman atau kemerahan. Dapat terjadi asites yang jernih sampai purulen (bila dilakukan kultur sering ditemukan koloni B. Anthracis). Kematian terjadi akibat perdarahan, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, perforasi, syok, atau toksemia. Bila penderita dapat bertahan hidup maka sebagian besar gejala akan hilang dalam 10-14 hari.
E. Komplikasi dan Pemeriksaan Penunjang Pada Penyakit Antraks a.
Komplikasi pada penyakit antraks, yakni : Komplikasi antraks yang paling serius adalah peradangan fatal pada selaput dan cairan yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang,
yang
menyebabkan
perdarahan
hebat
(meningitis
hemoragik). b. Pemeriksaan penunjang pada penyakit antraks, yakni : Untuk penegakan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratoris dengan pengecatan langsung atau kultur terhadap specimen yang diambil dari malignant pustule, sputum , darah atau discharge
12
penderita. Hal ini tergantung dari manifestasi klinis yang terjadi pada penderita tersebut. Kesulitan dalam isolasi Bacillus anthracis dari kultur ini umumnya adalah banyaknya bakteri pencemar berupa genus Bacillus yang non pathogen misalnya Bacillus cereus. Beberapa sifat dari Bacillus anthracis yang berbeda dengan Bacillus cereus dapat digunakan untuk membedakan keduanya misalnya kemampuan membentuk capsule, sensitive terhadap penicillin, non motil dan kemampuan melisis bakteriophaga merupakan sifat Bacillus anthracis yang tidak dimiliki oleh Bacillus cereus. Tes Serologi, pada pemeriksaan ELISA pada penderita yang dicurigai terinfeksi antraksmenunjukkan antibodi titer positif dimana kenaikan titer 4 kali lebih bermakna. Tesini membantu konfirmasi jika kultur negatif. Radiologi, jika dicurigai terjadi antraks inhalasi dapat dilakukan foto thoraks atau CT Scan. Hasilfoto thoraks menunjukkan mediastinum yang melebar, adanya infiltrat, efusi pleura. CT Scan menunjukkan hiperdensi hilus, nodul pada mediastinum, edema mediastinumdan efusi pleura. Pemeriksaan lainnya adalah PCR (Polymerase chain reaction assay), biopsy jaringan dengan pewarnaan imunohistokimia. Yang perlu diketahui adalah bahwa diagnosa laboratoris terhadap tersangka anthrax hanya boleh dilakukan oleh laboratorium tertentu yang mempunyai standar BSL2/Biological Safety Level 2.
F. Penatalaksanaan Penyakit Antraks 1. Penanganan Pada manusia, penanganan yang baik senantiasa harus berpedoman pada pengamatan komprehensif, sehubungan dengan penanganan penyakit antraks ini perlu kiranya dilakukan anamnesa terarah karena diagnosa dini penyakit anthrax umumnya sulit ditegakkan. Seperti diketahui bahwa pada awalnya anthrax menunjukkan gejala dan tanda
13
yang bersifat umum seperti demam subfebris, sakit kepala. Oleh karena sebagian besar manifestasi klinis penyakit antraks adalah antraks kulit maka umumnya penderita datang dengan keluhan demam, sakit kepala disertai tumbuhnya papula yang gatal atau vesikel yang berisi cairan. Pada keadaan seperti inilah perlu dilakukan anamnesa terarah seperti adanya riwayat sering kontak dengan ternak atau produknya, status pekerjaan misalnya petani ladang, peternak, pegawai Rumah Potong Hewan, penyamak kulit dan tidak kalah pentingnya bagi kalangan medis adalah mengetahui dimana dia berada, di wilayah endemis atau perbatasan. Mendeteksi secara dini penyakit anthrax dapat mudah dilakukan bila kalangan medis sudah pernah melihat secara langsung kelainan pathognomonis yang ada seperti eschar pada kulit, yaitu kerak hitam yang berada ditengah ulkus yang mengering.
2. Pengobatan Pada
manusia
pemberian
antibiotik
intravena
direkomendasikan pada kasus antraks inhalasi, gastrointestinal dan meningitis. Bacillus anthracis resisten terhadap antibiotika yang sering dipergunakan pada penanganan sepsis seperti sefalosporin tetapi hampir sebagian besar bakteri ini sensitif terhadap penisilin, doksisiklin, siprofloksasin, kloramfenikol, vankomisin, sefazolin, klindamisin,
rifampisin,
imipenem,aminoglikosida,
sefazolin,
tetrasiklin, linezolid, dan makrolid. Bagi penderita yang alergi terhadap penisilin maka kloramfenikol, eritromisin, tetrasikilin, atau siprofloksasin dapat diberikan. Pemberian antibiotika topikal tidak dianjurkan pada cutaneous anthrax dengan gejala sistemik, edema yang luas, atau lesi di kepala dan leher, dan sebaiknya diberikan antibiotika intravena. Walaupun sudah ditangani secara dini dan adekuat, prognosis anthrax inhalasi,
14
anthrax gastrointestinal, dan anthrax meningeal biasanya tetap buruk. Pada cutaneous anthrax dan gastrointestinal anthrax yang bukan karena bioterorisme, pemberian antibiotika harus tetap dilanjutkan hingga paling tidak 14 hari setelah gejala reda. Oleh karena anthrax inhalasi secara cepat dapat memburuk, maka pemberian antibiotika sedini
mungkin
sangat
diperlukan.
Keterlambatan
pemberian
antibiotika sangat mengurangi angka kemungkinan hidup. Oleh karena pemeriksaan mikrobiologis yang cepat masih sulit dilakukan maka setiap orang yang memiliki risiko tinggi terkena anthrax harus segera diberikan
antibiotika
sambil
menunggu
hasil
pemeriksaan
laboratorium. Untuk kasus anthrax inhalasi, Food and Drug Administration
/
FDA
menganjurkan
penggunaan
antibiotika
penisilin, doksisiklin, dan siprofloksasin sebagai antibiotika pilihan. Karena kemungkinan telah dilakukan rekayasa kuman sehingga resisten terhadap beberapa antibiotik maka siprofloksasin merupakan obat pilihan utama pada antraks bioterorisme. Antibiotik profilaksis diberikan pada penduduk yang terpapar endospora bakteri ini. Vaksinasi diberikan pada kelompok risiko tinggi terpapar endospora. Sementara itu pengendalian infeksi dan dekontaminasi juga perlu dilakukan. Untuk kasus anthrax yang diduga karena bioterorisme, seperti setelah adanya serangan anthrax yang terjadi pada tahun 2001 di Amerika Serikat dan berdasarkan uji kepekaan yang dilakukan, CDC menganjurkan pemakaian kombinasi 2-3 antibiotika untuk pengobatan antraks inhalasi. Pemberian dua atau lebih antibiotika secara intravena dikatakan sangat bermanfaat meningkatkan angka harapan hidup, mengingat kemungkinan adanya rekayasa terhadap bakteri Bacillus anthracis dipakai sebagai serangan bioterorisme , sehingga bakteri menjadi resisten terhadap satu atau lebih antibiotika. Di Indonesia, karena setiap petugas kesehatan sudah dilatih untuk menangani, sebaiknya bila ada penderita yang diduga menderita
15
anthrax maka sebaiknya segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit. Menurut staf ahli Bidang Kesehatan Lingkungan dan Epidemiologi Depkes dr. I Nyoman Kandun MPH, pemerintah menyediakan obat untuk anthrax di seluruh kabupaten endemis anthrax, pemerintah juga memberikan pelatihan surveillance dan diagnosis klinis serta laboratorium di empat provinsi endemis. Pemerintah juga telah mendistribusikan poster, leaflet, dan buku petunjuk penanganan anthrax serta melakukan kerja sama lintas sektoral dalam pemberantasan anthrax dan langkah penanggulangan lain. Pada anthrax kulit dapat diberikan Procain penisilin 2 x 1,2 juta IU diberikan secara IM selama 5 - 7 hari. Atau dapat juga dengan menggunakan benzil penicillin 2500 IU secara IM setiap 6 jam. Perlu diperhatikan mengingat drug of choise untuk antraks adalah penicillin sehingga sebelum diberikan suntikan harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Bila penderita/ tersangka hipersensitif terhadap penisilin dapat diganti
dengan
memberikan
tetrasiklin,
klorampenikol
atau
eritromisin. Pada anthrax intestinal dan pulmonal dapat diberikan Penisilin G 18 - 24 juta IU / hari, IVFD ditambah dengan streptomisin 1 - 2 gram untuk tipe pulmonal, dan untuk tipe gastro intestinal tetrasiklin 1 gram/ hari. Terapi supportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma ekspander dan regiment vasopresor bila diperlukan. Pada anthrax intestinal dapat pula menggunakan chloramphenicol 6 gram/ hari selama 5 hari, kemudian diteruskan 4 gram/ hari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram/ hari untuk menghindari supresi pada sumsum tulang. Penanganan di Rumah Sakit : penderita anthrax yang dirujuk ke Rumah Sakit umumnya penderita yang penyakitnya makin memburuk seperti adanya septikemi, syok, dan dehidrasi, untuk itu penanganannya adalah harus dirawat di ruang isolasidan dilakukan
16
tindakan medik dan pemberian obat- obatan simptomatis/ supportif, antibiotika, desinfeksi terhadap ekreta dan sekreta yang dikeluarkan penderita
serta
pengambilan
dan
pengiriman
spesimen
ke
Laboratorium.
3. Pencegahan Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah penularan anthrax pada manusia diantaranya dengan menghindari kontak langsung dengan bahan atau makanan yang berasal dari hewan yang dicurigai terkena anthrax. Selain itu perlu dilakukan pemusnahan bangkai hewan yang mati karena anthrax secara benar sehingga tidak memungkinkan endospora dari bakteri ini untuk menjadi sumber infeksi. Vaksinasi pada hewan ternak perlu dilakukan untuk mencegah infeksi pada ternak sapi, kerbau, kambing, domba maupun kuda G. Asuhan keperawatan 1. Pengkajian keperawatan a. Keadaan umum klien mengeluh nyeri kepala dan demam, rasa sakit perut yang hebat b. Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan :
Tekanan darah : Rendah (<120/80 mm Hg)
Nadi lemah dan cepat (>100 kali / menit)
Pernafasan meningkat (>20 kali/ menit)
Suhu meningkat (>37,50 C)
c. Riwayat penyakit sebelumnya Ditanyakan apakah sebelumnya klien mengalami luka, kontak dengan hewan dengan antrak d. Pola aktivitas istirahat; kelemahan e. Sirkulasi ; Takikardi, berkeringat, sianosis f. Eleminasi ; ketidakmampuan defekasi, Diare g. Distensi abdomen. Penurunan bising usus, peningkatan bising usus
17
h. Disfagia,mual,muntah i. Nyeri atau ketidaknyamanan ; nyeri abdomen, nyeri otot j. Pernapasan ; terdengar stridor, dispnea, batuk batuk dengan sputum purulen, pemeriksaan radiologi tampak pelebaran mediastinum, efusi fleura k. Integumen; terdapat lesi kulit primer yang tidak nyeri dan papula yang gatal, vesikel yang berisi cairan jernih, vesikel mengalami nekrosis sentral menimbul eskar (ulkus nekrotik) kehitaman yang khas dikelilingi edema dan vesikel keunguan.
2. Diagnosa keperawatan a. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis c. Gangguan menelan b.d abnormal orofaring d. Risiko defisit nutrisi
3. Intervensi keperawatan No
Diagnosa kep
Noc
Nic
1.
Pola napas tidak
Setelah dilakukan
efektif b.d
tindakan keperawatan
hambatan upaya
selama 3 x 24 jam,
nafas
diharapakan nafas efektif dengan kriteria hasil: ð
Respiratory status : ventilation a. Frekuensi
1. Kaji kemampuan nafas pasien 2. Auskultasi suara nafas 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 4. Ajarkan teknik batuk
pernafasan sesuai
efektif
yang diharapkan
5. Kolaborasi
b. Irama nafas
pemberian
18
sesuai yang
bronkodilator
diharapkan c. Kedalaman inspirasi
d. Ekspansi dada e. 2.
simetris Bernafas mudah
Nyeri akut b.d
Setelah dilakukan
agen pencedera
tindakan keperawatan
nyeri
fisiologis
selam 3 x 24 jam nyeri
komprehensif
akut dapat teratasi
termasuk
dengan kriteria hasil :
karakteristik, durasi,
a. Mampu mengontrol nyeri
1. Lakukan pengkajian secara
lokasi,
frekuensi,
kualitas
dan faktor presipitasi
b. Mampu mampu
2. Observasi
reaksi
mengenali nyeri
nonverbal
dari
ketidaknyamanan 3. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan intervensi 4. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi: dala, distraksi,
napas
relaksasi, kompres
hangat/ dingin 5. Berikan untuk
analgetik mengurangi
nyeri
19
3.
Gangguan
Setelah dilakukan
1. Memantau
tingkat
menelan b.d
tindakan keperawatan
kesadaran,
refleks
abnormal
selama 3 x 24 jam
batuk, refleks muntah,
orofaring
gangguan menelan
dan
dapat teratasi dengan
menelan
kriteria hasil :
kemampuan
2. Posisi tegak 90 derajat
a. Tidak terjadi
atau sejauh mungkin
muntah b. Mampu mengntrol muntah 4.
Risiko defisit
Setelah dilakukan
1. Kaji
nutrisi
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam risiko defisit nutrisi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
adanya
alergi
makanan 2. Monitor
adanya
penurunan berat badan 3. Monitor
mual
dan
muntah
a. Adanya
4. Ajarkan
pasien
peningkatan berat
bagaimana
badan
catatan makanan harian
sesuai
5. Kolaborasi dengan ahli
dengan tujuan b. Berat badan ideal sesuai
membuat
dengan
tinggi badan
gizi untuk menentukan jumlah
kalori
nutrisi
c. Mampu
dan yang
dibutuhkan pasien
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi e. Tidak penurunan
terjadi berat
badan yang berarti
20
BAB III JURNAL MENGENAI ANTRAKS A. JURNAL 1 Antraks di Yogyakarta Sudah Teratasi Dipublikasikan oleh Kementrian Kesehatan Repiblik Indonesia. Pada : Rabu, 25 Januari 2017 00:00:00,
Jakarta, 25 Januari 2017 Pada akhir tahun 2016 sampai dengan awal Januari 2017, dilaporkan 16 kasus Antraks kulit di Kulonprogo dan 1 suspect Antraks di Sleman, provinsi DI Yogyakarta. Saat ini, seluruh kasus sudah teratasi dan tidak ditemukan kasus baru Antraks yang ditemukan (dilaporkan). Seluruh Puskesmas dan RS di wilayah DI Yogyakarta telah mampu menangani pasien dengan gejala Antraks. Meskipun demikian, masyarakat harus meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan hewan ternak, serta tetap waspada dengan meningkatkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) agar terhindar dari risiko penyakit Anthraks. Sementara itu, specimen satu kasus suspect Anthraks Meningitis di RSUP Sardjito, masih dalam konfirmasi di Laboratorium Badan Litbangkes Kemenkes untuk penegakkan diagnosis. Mengenai Penyakit Anthrax Antraks merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis), yang disebabkan oleh Bacillus anthracis bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. Terutama menyerang hewan pemamah biak, dan dapat menyerang hewan mamalia lainnya, termasuk manusia. Bakteri Bacillus Anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, yang hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan/manusia yang terinfeksi. Bakteri ini dapat
21
membentuk spora apabila terkena oksigen dan dapat hidup di tanah sampai puluhan tahun. Berdasarkan gambaran klinisnya, antraks pada manusia ada 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru-paru dan antraks meningitis. Antraks kulit yang paling sering terjadi, berobat jalan saja, kecuali ada infeksi lain. Sedangkan Antraks pencernaan umumnya terjadi karena memakan daging hewan yang terinfeksi antraks, tanpa dimasak sempurna. Sedangkan Antraks paruparu dan Antraks Meningitis sangat jarang terjadi. Cara Penularan Antrak Penularan pada hean diawali dari tanah yang berspora Bacillus anthracis, kemudian melalui luka kulit, terhirup pernapasan, atau termakan bersama pakan/minum sehingga masuk ke dalam tubuh hewan. Sedangkan pada manusia, ditularkan melalui kontak antara kulit dengan hewan atau produk hewan yang mengandung spora Antraks; Mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi tanpa dimasak dengan sempurna; atau spora Antraks dari kulit dan bulu hewan yang terinfeksi bakteri terhirup ke dalam saluran pernapasan.
Tidak
ada
penularan
Antraks
dari
manusia
ke
manusia.
Antraks Bisa Dicegah Pada prinsipnya, mata rantai penyakit Antraks dapat diputuskan melalui peningkatan kesehatan hewan ternak agar tidak membawa risiko penularan bagi manusia.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat agar terhindar dari risiko tertular penyakit Antraks, antara lain: 1. Membeli dan mengonsumsi daging yang disembelih di rumah potong hewan (RPH) resmi. 2. Konsumsilah daging hewan yang sehat dan dimasak hingga matang sempurna. 22
3. Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah mengolah (memasak) produk hewan. 4. Segera melapor ke petugas peternakan atau kesehatan hewan/Pusat Kesehatan Hewan apabila menemukan hewan ternak sakit atau mati mendadak. 5. Tidak membawa hewan sakit keluar dari wilayahnya, agar tidak menyebarkan penyakit ke wilayah lain. 6. Segera cuci tangan pakai sabun dan desinfektan bila secara tidak sengaja telah melakukan kontak dengan hewan sakit/mati. 7. Tidak diperkenankan menyembelih apalagi mengonsumsi daging yang berasal dari hewan sakit (terutama bila hewan telah menunjukkan tanda terserang penyakit Antraks). 8. Apabila menemukan gejala Anthraks pada kulit yang khas berupa bengkak kemerahan yang terasa gatal, panas, dan di bagian tengah berwarna kehitaman, merasa mual, atau mengalami diare, diharapkan segera melapor ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat. Diutamakan bagi yang memiliki riwayat kontak dengan hewan sakit/mati Hingga saat ini, Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, baik sektor kesehatan maupun peternakan dan kesehatan hewan terus melaksanakan dan pengendalian Antraks secara intensif, terintegrasi dan berkelanjutan. Hal yang paling utama agar jangan sampai ada lagi kasus Antraks di Indonesia adalah dukungan dari seluruh masyarakat untuk memahami dan menyadari pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk bersama-sama mencegah dan mengendalikan Antraks. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email
[email protected] 2017
Antraks merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis), yang disebabkan
23
oleh Bacillus anthracis bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. Terutama menyerang hewan pemamah biak, dan dapat menyerang hewan mamalia lainnya, termasuk manusia. Bakteri Bacillus Anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, yang hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan/manusia yang terinfeksi. Bakteri ini dapat membentuk spora apabila terkena oksigen dan dapat hidup di tanah sampai puluhan tahun. Berdasarkan gambaran klinisnya, antraks pada manusia ada 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru-paru dan antraks meningitis. Antraks kulit yang paling sering terjadi, berobat jalan saja, kecuali ada infeksi lain. Sedangkan Antraks pencernaan umumnya terjadi karena memakan daging hewan yang terinfeksi antraks, tanpa dimasak sempurna. Sedangkan Antraks paru-paru dan Antraks Meningitis sangat jarang terjadi. Cara Penularan Antraks Penularan pada hean diawali dari tanah yang berspora Bacillus anthracis, kemudian melalui luka kulit, terhirup pernapasan, atau termakan bersama pakan/minum sehingga masuk ke dalam tubuh hewan. Sedangkan pada manusia, ditularkan melalui kontak antara kulit dengan hewan atau produk hewan yang mengandung spora Antraks; Mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi tanpa dimasak dengan sempurna; atau spora Antraks dari kulit dan bulu hewan yang terinfeksi bakteri terhirup ke dalam saluran pernapasan. Tidak ada penularan Antraks dari manusia ke manusia. Antraks Bisa Dicegah Pada prinsipnya, mata rantai penyakit Antraks dapat diputuskan melalui peningkatan kesehatan hewan ternak agar tidak membawa risiko penularan bagi manusia. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat agar terhindar dari risiko tertular penyakit Antraks, antara lain:
24
1. Membeli dan mengonsumsi daging yang disembelih di rumah potong hewan (RPH) resmi. 2. Konsumsilah daging hewan yang sehat dan dimasak hingga matang sempurna. 3. Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah mengolah (memasak) produk hewan. 4. Segera melapor ke petugas peternakan atau kesehatan hewan/Pusat Kesehatan Hewan apabila menemukan hewan ternak sakit atau mati mendadak. 5. Tidak membawa hewan sakit keluar dari wilayahnya, agar tidak menyebarkan penyakit ke wilayah lain. 6. Segera cuci tangan pakai sabun dan desinfektan bila secara tidak sengaja telah melakukan kontak dengan hewan sakit/mati. 7. Tidak diperkenankan menyembelih apalagi mengonsumsi daging yang berasal dari hewan sakit (terutama bila hewan telah menunjukkan tanda terserang penyakit Antraks). 8. Apabila menemukan gejala Anthraks pada kulit yang khas berupa bengkak kemerahan yang terasa gatal, panas, dan di bagian tengah berwarna kehitaman, merasa mual, atau mengalami diare, diharapkan segera melapor ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat. Diutamakan bagi yang memiliki riwayat kontak dengan hewan sakit/mati
Hingga saat ini, Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, baik sektor kesehatan maupun peternakan dan kesehatan hewan terus melaksanakan dan pengendalian Antraks secara intensif, terintegrasi dan berkelanjutan. Hal yang paling utama agar jangan sampai ada lagi kasus Antraks di Indonesia adalah dukungan dari seluruh masyarakat untuk memahami dan menyadari pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk bersama-sama mencegah dan mengendalikan Antraks.
25
B. JURNAL 2
Oral Presentation (AEVI-17) Investigasi Outbreak Anthrax di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017 Indarto Sudarsono, Bagoes Poermadjaja, Ully Indah Apriliana, Anton Handoko, Yuriati Medik Vet BBVet Wates, Yogyakarta; Kepala Balai Besar Veteriner Wates; Paramedik Vet BBVet Wates, Yogyakarta; Medik Vet Puskeswan Girimulyo, Kulon Progo Corresponding author’s email:
[email protected] Keywords: antraks, Kabupaten Kulon Progo, outbreak.
PENDAHULUAN Pada tanggal 10 Januari 2017 Balai Besar Veteriner Wates mendapatkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo tentang adanyakasus beberapa orang sakit kulit dengan gejala luka dengan bagian tengah berwarna kehitaman, dan ada bagian yang melepuh, dugaan sementara gigitan serangga tomcat. Dengan informasi tersebut BBVet Wates langsung membentuk timuntuk kunjungan ke lapangan. Tujuan untuk mengetahui penyebab dari penyakit tersebut. Metode melakukan kunjungan langsung ke lokasi kasus, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium. Hasil dan pembahasan bahwa orang yang pernah terkena kasus penyakit kulit tersebut sejumlah 14 orang di 3 dusun yakni, Dusun Ngaglik, Penggung dan Ngroto, dusun yang sempat dikunjungi adalah dusun Ngaglik, semua penderita di desa Ngaglik telah sembuh walaupun meninggalkan bekas luka. Hasil wawancara dengan Kepala Dukuh Ngaglik dan beberapa orangpenderita diperoleh data kematian ternak sejak bulan Nopember 2016 hingga tanggal 10 Januari 2017 sejumlah 1 ekor sapi dan 13 ekor kambing. Gejala kambing sebelum mati beberapa tidak diketahui, beberapa menunjukkan gejala kejang. Hasil kultur anthrax dari sampel tanah di 2 tempat pemotongan paksa dan sampel sisa daging kambing dari refrigerator dengan nomor epid 0032/01/2017, hasil uji tanah dengan kultur dan PCR menunjukkan hasil positif
26
Bacillus anthracis, sedangkan hasil uji drift daging menunjukkan kultur negatif Bacillus anthracis, akan tetapi dengan uji PCR positif anthrax patogen.
MATERI DAN METODE Materi yang digunakan adalah seperangkat alat pengambilan sampel dan peralatan pengujian laboratorium, Metode dengan kunjungan ke lapangan untuk penyidikan di lokasi kasus. Pengumpulan data dan informasi. Pengumpulan data penderita anthrax kulit diperoleh dari Dinas Kesehatan Kulon Progo dan dari wawancara dengan masayarakat di lokasi kasus, Pengumpulan data ternak yang mati atau dipotong paksa diperoleh dari wawancara dengan peternak dan mengunjungi peternakpeternak yang ternaknya mati atau dipotong paksa. Pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada tanah bekas penyembelihan, tanah yang diduga tercemar oleh darah dari ternak yang dipotong paksa, dan daging kambing yang sudah dimasukkan dalam freezer, dari ternak yang dipotong paksa akibat sakit. Pengujian
laboratorium.
Pengujian
laboratorium
dilakukan
di
Laboratorium Balai Besar Veteriner Wates, uji tanah dan daging dilakukan dengan kultur dan identifikasi terhadap Bacillus anthracis, setelah itu dilanjutkan dengan Uji PCR. Analisa data. Analisa data dilakukan dengan metode diskriftif dari data lapangan, dan hasil uji laboratorium dari sampel yang telah diperiksa di Balai Besar Veterner Wates. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil investigasi ke lapangan Kronologi kasus. Pada akhir bulan September 2016, ada satu orang mederita penyakit kulit dengan gejala luka, kulit melepuh, di bagian tengah ada warna hitam dan badan demam, dengan penderita pertama ini diobatkan ke dokter umum lokal, kemudian sembuh total setelah lebih kurang 2,5 bulan. Kasus tersebut berlanjut di beberapa orang hingga pertengahan Desember 2016, jumlah orang yang menderita dengan gejala yang mirip sejumlah 14 orang. Pada pertengahan bulan Desember 2016 kasus tersebut oleh masyarakat
27
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo kemudian Dinas Kesehatan Kulon Progo melakukan investigasi ke lapangan, serta melakukan pengambian sampel mengambil sampel untuk uji isolasi anthrax. Saat dilakukan investigasi oleh Dinas Kesehatan ditemukan penderita, kemudian diambil sampel dg swab dan dikultur, dan dinyatakan positif Bacillus anthracis. Data jumlah penderita kasus tersebut hingga tanggal 10 Januari 2017 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penderita luka yang mirip dengan gejala anthrax kulit NO TANGGAL AWAL KASUS
LOKASI LUKA
ALAMAT/ DUSUN
1
15 Des 2016
Tangan kanan
Ngaglik
2
8 Des 2016
Tangan Kiri
ngaglik
3
7 Des 2016
Tangan Kiri
ngroto
4
6 Des 2016
Tangan kanan
ngalik
5
16 Nop 2016
Tangan Kiri
Ngaglik
6
15 Nop 2016
Tanggan kiri
Penggung
7
14 Nop 2016
Tangan kanan
Ngalik
8
6 Nop 2016
Kaki kanan
Ngaglik
9
2 Nop 2016
Tangan kanan
Pengung
10
Nop 2016
Tangan Kiri
Ngaglik
11
Nop 2016
Tangan Kanan
Ngaglik
12
Akhir Okt 2016
Tangan Kanan
Ngaglik
13
Okt 2016
Tagan Kiri
Ngroto
14
Sept 2016
Tangan kanan
Ngaglik
28
Tanggal 10 Januari 2017, Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan Kabupaten Kulon Progo melaporkan kasus tersebut ke BBVet Wates, dari laporan yang disampaikan secara lesan kasus tersebut ada kecurigaan anthrax, maka pada hari itu juga BBVet Wates langsung membentuk tim dan bersama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo, Dinas Kesehatan Kulon Progo dan BBVet Wates langsung turun ke lapangan di dusun Ngaglik, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Hasil investigasi di lapangan berhasil mengunjungi beberapa orang yang pernah menderita dugaan anthrax sejumlah 7 orang dan berhasil menemui penderita pertama. Hasil investigasi diperoleh data sebagai berikut satu orang penderita yang meninggal, akan tetapi selain dugaan anthrax orang tersebut juga menderita Diabetes Militus, sedangan penderita lainnya telah sembuh, sehingga tidak didapati kasus klinis saat kunjungan; dari cerita masyarakat pada Bulan Nopember dan Desember banyak ternak kambing yang mati; Gejala ternak kambing yang mati adalah kematian tiba-tiba dengan gejala sebelum mati rata-rata kejang, sebagian besar ternak sebelum mati dipotong paksa; Ternak yang mati dan dipotong paksa pada bulan Nopember -Desember sejumlah 14 ekor terdiri dari sapi 1 ekor sapi dan 13 ekor kambing dengan rincian sebagai berikut.
29
Tabel 2.
Waktu kasus antara ternak dan manusia jika digrafikkan adalah sebagai berikut. Grafik 2. Jumlah kasus vs waktu pada ternak dan pada manusia Sampel yang berhasil dikoleksi dari lapangan berupa sampel tanah di lokasi bekas pemotongan ternak pemilik 5 dan pemilik 1 dan daging kambing dari ternak yang dipotong paksa pemilik 1. Hasil pemeriksaan sampel Data sampel yang diambil dan hasil pemeriksaan sampel oleh BBVet Wates dengan nomor epi: 0032/01/2017 yang dijawab tanggal 13 Januari 2017 dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Data hasil pemeriksaan sampel lapangan No Jenis sample
Alamat
Jumlah
Hasil
sample
Kultrur
Hasil Pcr
antrak 1
Tanah
Ngaglik
5
(+)
(+)
2
Tanah
Ngaglik
5
(+)
(+)
3
Daging
Ngaglik
1
(-)
(+)
30
Adapun hasil PCR dari isolat anthrax dari tanah dan dari dagig adalah sebagai berikut.
Gambar 3. Hasil PCR Nomor Epidemiologi 0032/06/2017
Dari hasil PCR isolat tanah maupun daging menunjukkan positif Bacillus anthracis virulen yang ditandai adanya DNA pada 264 base pairs, yang menunjukkan DNA capsula. Time line kasus jika digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4. Time line kasus 31
Dari penderita yang terserang penyakit kulit gejala luka, kulit melepuh, di bagian tengah ada warna hitam dan badan demam, sejumlah sejumlah 17 orang dimulai sejak kira – kira bulan September 2016, dan terakhir pada 14 Januari 2017 dan pasien telah diobati, akan tetapi belum sembuh, kejadian ini bersamaan dengan kasus kematian ternak sejumlah 14 ekor dengan rincian sapi 1 ekor kambing 13 ekor, kematian tersebut akumulasi bulan Nopember sampai dengan bulan Desember 2016, dan ditemukan kasus baru pada kambing segera dilakukan pengobatan oleh dokter hewan setempat dan ternak tersebut sembuh, kasus ini terjadi pada lokasi yang sama yakni sebagian besar di Dusun Ngaglik, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, akan tetapi kasus pada orang pertama terjadi lebih awal yakni bulan September sedangkan pada ternak baru terjadi pada bulan Nopember. Gejala klinis kasus pada manusia diketahui sangat mirip dengan gejala klinis anthrax type kulit, dan dari hasil identifikasi dinyatakan positif Bacillus anthracis, sedangkan gejala Klinis pada sapi yakni kematian tiba-tiba, merupakan salah satu dari gejala klinis sapi penderita anthrax akut, hal ini mengarah pada dugaan penyakit anthrax, setelah dilakukan pengujian laboratorium dari sampel tanah dan daging oleh di Laboratorium Balai Besar Veteriner Wates dengan nomor epi 0032/01/2017 dengan hasil sebagai berikut : Hasil kultur dari sampel tanah menunjukkan pertumbuhan yang menciri khas pada koloni Bacillus anthracis, yakni ditandai dengan Koloni bersifat nonhemolytic, datar atau sedikit cembung dengan tepi tidak beraturan dan tampilan ground-glass. Sering ada proyeksi berbentuk koma dari tepi koloni yang menghasilkan koloni “Medusa-head”.dan dari hasil pengecatan menunjukkan positif Bacillus anthracis membentuk bakteri berbentuk batang dengan ukuran 4 μm dengan 1 μm, dengan sel yang membentuk rantai (Anon. 2008). Sedangkan sampel daging hasil kultur menunjukkan hasil negatif, akan tetapi hasil PCR menunjukkan positif Bacillus anthracis (Gambar 2), hal ini disebabkan karena daging sudah dimasukkan dalam freezer selama lebih dari 1 minggu, yang menyebabkan Bacillus anthracis mati. Meskipun di laboratorium, bentuknya vegetatif Bacillus anthracis tumbuh dan berkembang biak dengan
32
mudah pada di dalam netrien agar broth dan pada blood agar, tetapi terbukti bahwa dalam keadaan alami, lebih rapuh dari spesies Bacillus lainnya, bisa sekarat spontan di lingkungan sederhana seperti air atau bahkan susu (Turnbull et al., 1991; Bowen & Turnbull, 1992; Lindeque & Turnbull, 1994). Meskipun daging yang dikultur negatif, akan tetapi dari hasil PCR positif, karena DNA Bacillus anthracis masih bisa terdeteksi dengan uji PCR. Kasus yang bersamaan antara kejadian penyakit kulit pada manusia dan anthrax pada ternak terjadi di desa yang sama dengan hasil uji yang sama yakni Bacillus anthracis menunjukkan bahwa penyakit tersebut zoonosis, kejadian terjadi sejak Oktober 2016 dan baru diketahui pada 10 Januari 2017, sehingga infeksi semakin meluas, diperparah dengan adanya pemotongan paksa terhadap ternak yang sakit, sehingga membuka kesempatan untuk membentuk spora dan berpotensi semakin meluasnya penularan penyakit ini.
SIMPULAN DAN SARAN Kasus outbreak pada manusia dan pada ternak adalah penyakit anthrax, jumlah kasus pada orang 14 dan jumlah ternak yang mati/ dipotong paksa 1 ekor sapi dan 1 ekor kambing. Kasus paling banyak terjadi pada pada bulan Nopember dan Desember 2016. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis. Kerja sama yang baik antar instansi untuk penanganan penyakit zoonosis akan mempercepat diagnosa dan penaanggulangan penyakit tersebut. Perlu penanganan yang cepat untuk pengendalian outbreak anthrax untuk mencegah terbentuknya spora dan semakin meluasnya penyakit tersebut.
33
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Anthrax merupakan penyakit zoonosis yang dapat menimbulkan kematian Anthrax disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, suatu bakteri berbentuk batang Gram positif yang dapat membentuk endospora Endospora Bacillus anthracis tahan hingga puluhan tahun di dalam tanah sehingga merupakan sumber penularan yang sulit untuk dieradikasi Infeksi anthrax pada manusia dapat melalui 3 jalur yaitu per oral, per inhalasi dan per cutan Urutan manifestasi klinis anthrax pada manusia dari yang tersering adalah tipe cutaneous anthrax ( malignant pustule ), pulmonary anthrax dan gastrointestinal anthrax Diagnosa laboratoris hanya diperbolehkan pada laboratorium tertentu yang berstandar BSL2 Bacillus anthracis peka terhadap penicillin dan tetracycline sehingga merupakan antibiotika pilihan Pencegahan infeksi anthrax dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak dengan hewan tersangka beserta produknya serta melakukan vaksinasi pada ternak yang rentan serta memusnahkan bangkai hewan penderita B. Saran Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian har
34
35