BAB I PENDAHULUAN
Karies dan penyakit pada periodonsium merupakan penyakit gigi dengan prevalensi tinggi, bahkan di negara-negara maju sampai mencapai 50%. Penyebab utama penyakit yang berasal dari mikroba termasuk karies gigi dan penyakit periodontal adalah mikroba film.1,3 Plak gigi adalah biofilm yang terbentuk secara alami pada permukaan gigi yang terbuka dan area lain dari rongga mulut. Ini adalah faktor etiologi utama untuk penyakit mulut yang paling sering terjadi, seperti karies gigi.2 Ketidakseimbangan ekologi dalam mikroba biofilm pada gigi dapat menyebabkan karies gigi1. Oleh karena itu, dasar bagi kontrol karies adalah pengendalian biofilm gigi. Karies disebabkan oleh mikroflora yang menghuni mulut. Flora ini merupakan garis pertahanan yang penting dan melindungi inang terhadap kolonisasi oleh mikroorganisme asing. Oleh karena itu, tujuannya bukan untuk menghilangkan flora, tapi untuk mencegah pergeseran dari ekologis menguntungkan ke ekologis biofilm tidak stabil yang dapat menyebabkan penyakit.1 Biofilm gigi tidak mudah dikontrol dengan cara mekanis sehingga untuk mengontrol karies dapat dengan menggunakan agen yang dapat mencegah pembentukan atau mengganggu biofilm pada gigi, atau menghambat pembentukan asam atau merangsang pembentukan basa oleh biofilm gigi.1
1
Setiap bahan kimia yang mempengaruhi sel-sel mikroba diharapkan memiliki beberapa efek samping terhadap sel inang, kecuali struktur target atau jalur metabolisme mikroorganisme. Selain tidak adanya bukti bahwa penggunaan agen-agen kimia terhadap biofilm gigi telah menghasilkan efek samping yang dapat dibuktikan; penelitian terkontrol yang konklusif pun masih kurang untuk menunjukkan manfaat kesehatan dari penggunaan jangka panjang agen-agen antimikroba. Dengan demikian, masih harus dipertimbangkan kemungkinan dibandingkan potensi kerugian pada basis individual.1
2
BAB II AKTIVITAS BIOLOGIS DAN MODUS KERJA
Persyaratan umum untuk aktivitas biologis suatu agen adalah bioavailabilitas, yaitu pengiriman agen ke situs sasaran yang dituju dalam bentuk yang aktif secara biologis dan pada dosis efektif. Oleh karena itu, aplikasi topikal merupakan pilihan bagi agen-agen yang digunakan untuk mempengaruhi biofilm rongga mulut.1 Efektifitas klinis agen antimikroba yang disampaikan secara oral tergantung pada potensinya dan substantivitasnya. Substantivitas mengacu pada kemampuan agen untuk berikatan pada permukaan oral dan tingkat rilis selanjutnya dari situs awal perikatannya.1 Setelah sampai ke sasarannya, agen-agen yang efektif ditandai oleh pelepasan yang melambat seiring dengan waktu. Suatu agen dapat dipertahankan dalam rongga mulut dengan cara mengikat permukaan oral termasuk permukaan mukosa, permukaan gigi, pelikel dan biofilm gigi supragingiva sesuai dengan afinitas dan kekuatan ikatannya. Keseimbangan antara molekul agen terikat dan bebas menentukan tingkat rilis berikutnya dari situs yang perikatannya (Gambar. 2.1).1
3
Gambar 2.1 Pengaplikasian secara oral, pengikatan, rilis dan pembersihan agen antimikroba dalam rongga mulut. Agen mengikat mukosa mulut, permukaan gigi, pelikel dan bakteri biofilm gigi sesuai dengan afinitasnya [Kb] dan dilepaskan dari situs pengikatan, tergantung pada disosiasi yang konstan [Kd] dan tingkat pembersihan saliva. Mukosa oral merupakan reservoir utama untuk agen substantif.
Pengikatan dan pelepasan ini memungkinkan untuk kontak antara agen dan biofilm gigi dengan berbagai durasi, tergantung pada substantivitas agen. Agen dengan substantivitas yang tinggi akan dipertahankan dalam mulut dalam waktu lama (Gambar. 2.2a), sedangkan agen tanpa substantivitas akan dibersihkan dari rongga mulut dengan tingkat yang ditentukan oleh daya bersih saliva. Hal ini hanya memungkinkan efek jangka pendek dari agen, dan mikroorganisme dapat memiliki waktu untuk memetabolisme dan berkembang biak di antara aplikasi agen. Karena itu, agen non-substantif harus sering diaplikasikan agar memiliki efektifitas klinis mirip dengan agen substantif (Gambar. 2.2a, b).1
4
Gambar 2.2 Kurva Dosis (a) agen dengan substantivitas tinggi dan (b) agen dengan substantivitas rendah. Garis putus-putus horisontal mewakili tingkat dosis efektif. Area efektif dosis-waktu (dibatasi antara kurva dan garis putus-putus) mungkin mirip jika agen substantif rendah sering diaplikasikan.
Sebagian besar agen yang digunakan adalah antimikroba dengan spektrum aktivitas yang luas dan bertujuan untuk mengurangi akumulasi atau aktivitas biofilm dengan tindakan langsung pada sel mikroba. Pendekatan non-antimikroba umumnya dirancang untuk mengurangi akumulasi biofilm dengan interfensi berupa gangguan adhesi mikroba pada permukaan gigi.
5
Agen-agen kimia dapat mengurangi massa biofilm pada berbagai tahap pembentukan atau pematangan biofilm, melalui satu atau lebih mekanisme berikut:1 •
penghambatan adhesi dan kolonisasi mikroba
•
penghambatan pertumbuhan dan metabolisme mikroba
•
gangguan biofilm dewasa dan pelepasan mikroorganisme biofilm
•
modifikasi biokimia dan ekologi biofilm (Tabel 2.1).
Mekanisme dan tahapan Penghambatan
adhesi
kolonisasi mikroba
Target dan sifat fisikokimia permukaan komponen permukaan sel bakteri
Komunikasi sel Penghambatan
pertumbuhan Sistem transportasi
dan metabolisme mikroba
Dinding sel
Aktivitas metabolik Viabilitas sel
6
Komunikasi sel Gangguan pematangan
Polimer
ekstraseluler:
Polisakarida,
DNA,
biofilm, Pelepasan
protein permukaan sel, komunikasi sel, adhesi,
mikroorganisme biofilm
ko-agregasi, rilis protein permukaan sel
Modifikasi biokimia dan mikroba tertentu ekologi biofilm Tabel 2.1 Tahapan dan mekanisme pembentukan biofilm sebagai target untuk interferensi
2.1
Penghambatan adhesi dan kolonisasi mikroba Penghambatan adhesi mikroba pada permukaan gigi akan mengurangi
akumulasi biofilm gigi. Protein permukaan spesifik pada mikroorganisme terlibat dalam pengikatan bakteri rongga mulut ke komponen-komponen pelikel. Komunikasi intermikroba dapat meregulasi ekspresi protein permukaan. Penargetan protein yang terkait permukaan secara langsung atau melalui gangguan komunikasi mungkin merupakan strategi logis untuk mengontrol pembentukan dan aktivitas biofilm.1 Imunisasi terhadap karies gigi telah menjadi topik sentral penelitian selama bertahun-tahun. Tujuannya adalah untuk menghambat adhesi atau untuk mengurangi virulensi, paling sering dengan menggunakan vaksin terhadap epitop pada Streptococcus mutan. Antigen I / II dan glucosyl transferase yang terikat pada
7
permukaan dalam Streptococcus mutans adalah target permukaan sel yang paling banyak dipelajari untuk kemungkinan imunisasi terhadap karies gigi.1 Secara umum, pendekatan imunisasi diarahkan terhadap spesies mikroba tunggal. Dengan mengetahui kemampuan mikroorganisme untuk membentuk biofilm dan untuk beradaptasi serta berubah dalam lingkungan seperti itu, muncul pertanyaan apakah imunisasi akan memberikan perlindungan selamanya.
2.2
Penghambatan pertumbuhan mikroba dan / atau metabolisme Sebagian besar agen yang digunakan untuk membatasi atau menghambat
pembentukan biofilm adalah agen antimikroba yang berspektrum luas dengan efek bakterisida (membunuh) atau bakteriostatik (penghambat pertumbuhan).3 Antimikroba mengikat membran mikroba dan dengan demikian mengganggu fungsi membran yang normal misalnya dalam hal transportasi. Hal ini mengganggu metabolisme mikroba dan pada gilirannya dapat membunuh mikroorganisme. Adsorpsi membran mikroba juga dapat menyebabkan perubahan dalam permeabilitas, sehingga menghasilkan kebocoran komponen intraselular, bersamaan dengan denaturasi dan koagulasi kandungan protein sitoplasma.
2.3
Aktivitas antimikroba itu sendiri tidak selalu sesuai dengan efek klinis. Ada kemungkinan untuk mengganggu aktivitas mikroba pada permukaan,
tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup sel. Untuk beberapa bakteri, sinyal komunikasi diperlukan guna membentuk biofilm terstruktur. Senyawa yang 8
mengganggu pembentukan sinyal atau deteksi sinyal sedang diteliti untuk beberapa mikroorganisme, termasuk bakteri rongga mulut. Sinyal tersebut dapat terlibat tidak hanya dalam pembentukan biofilm terstruktur, tetapi juga dalam kemampuan sel untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang merugikan. Sistem komunikasi yang berbeda pada Sterptococcus mutans tampaknya mempengaruhi antara lain pembentukan biofilm, resistensi antimikroba, dan toleransi asam. Penelitian dalam bidang ini masih dalam tahap awal. Pemahaman yang lebih dalam mengenai perilaku mikroba yang diregulasi oleh komunikasi sel akan diperlukan sebelum kemungkinan mengganggu mekanisme sinyal dapat sepenuhnya dipertimbangkan.1
2.4
Gangguan biofilm matur dan pelepasan mikroorganisme biofilm Ada kemungkinan bahwa komunitas biofilm gigi yang matur adalah hasil dari
serangkaian proses yang teratur, yang masing-masing mungkin merupakan target potensial untuk kontrol biofilm. Biopolimer adhesive, misalnya glukan, membentuk komponen biofilm rongga mulut yang penting. Karena itu, pendekatan untuk mengganggu biofilm yang telah matur melalui aksi hidrolitik enzim tampaknya masuk akal. Sejauh ini, hasil-hasil eksperimen mengecewakan. Untuk satu hal, matriks biofilm gigi mengandung beberapa jenis biopolimer termasuk berbagai polisakarida dan DNA, serta protein. Oleh karena itu, menargetkan hanya salah satu dari biopolimer ini mungkin tidak cukup. Penghalang lainnya adalah difusi agen ke biofilm. Gangguan sifat struktural pada biofilm gigi selama pembentukan juga bisa membatasi massa utamanya. Misalnya, efek penghambatan terhadap aktivitas 9
glukosiltransferase dapat mengakibatkan deposit yang melekat lebih longgar. Glukosiltransferase adalah enzim yang terlibat dalam pembentukan glukan. Penelitian telah
menunjukkan
bahwa
chlorhexidine
dapat
menghambat
aktivitas
glukosiltransferase. Selain itu, penelitian-penelitian in vitro menunjukkan penurunan viskositas glukan yang disintesis saat ada delmopinol. Secara in vivo, seringnya penerapan klorheksidin dan tingginya konsentrasi delmopinol telah terbukti memiliki aktivitas dispersif biofilm. Efek pada karies belum didokumentasikan. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa bakteri dapat memiliki program yang mengakibatkan pelepasan diri dari biofilm. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan, pelepasan akan memungkinkan bakteri untuk meninggalkan biofilm dan menemukan situs-situs baru untuk dikolonisasi. Untuk beberapa mikroorganisme, pelepasan protein permukaan yang digunakan untuk perlekatan adalah suatu proses yang diregulasi. Penjelasan tentang mekanisme tersebut dapat melahirkan strategi baru untuk mengganggu atau mencegah pembentukan biofilm gigi dewasa.
2.5
Modifikasi biokimia dan ekologi biofilm gigi Menurut hipotesis ekologi plak, keseimbangan ekologi mikroba sangat penting
untuk pemeliharaan kesehatan gigi. Salah satu cara untuk mempertahankan atau mengembalikan keseimbangan tersebut dapat dengan menggantikan sifat patogen potensial den gan mikroorganisme yang tidak berbahaya dan yang menguntungkan melalui terapi probiotik atau terapi penggantian. Menurut definisinya, probiotik adalah bahan makanan mikroba hidup yang jika tertelan dalam jumlah yang cukup 10
memberikan manfaat kesehatan pada konsumen. Ditambah dengan pemahaman tentang bagaimana mikroorganisme ini bertindak, rekayasa genetika membuka kemungkinan merancang strain probiotik baru. Strain tersebut dapat diaktifkan untuk bersaing dan untuk menggantikan patogen yang telah diketahui, seraya jadi non-virulen itu sendiri. Mengingat peningkatan masalah resistensi antimikroba, probiotik dapat menjadi alternatif masa depan yang menarik. Dengan probiotik, mikroorganisme yang secara alaminya tidak berbahaya dapat melakukan tindakan yang menguntungkan dengan menduduki situs kolonisasi dan bersaing secara pathogen untuk memperoleh nutrisi. Mereka juga dapat menghasilkan metabolit yang berbahaya, biosurfaktan, atau agen antimikroba yang menghambat pembentukan biofilm oleh patogen. Probiotik telah terbukti mencegah dan merawat berbagai gangguan gastrointestinal (1). Mereka juga telah disarankan dalam profilaksis karies (2). Dalam proyek-proyek terbaru, anak-anak diberi susu yang mengandung probiotik Lactobacillus rhamnosus LGG dengan makanan, lima hari seminggu selama 7 bulan (3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu probiotik memiliki efek perlindungan, karena kejadian karies yang cenderung rendah terlihat pada salah satu kelompok umur. Dua pendekatan utama telah diupayakan untuk menggantikan Streptococcus mutans dengan strain yang tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan laktat atau strain yang menghasilkan produk alkaline. Kedua pendekatan itu membatasi penurunan pH dalam biofilm gigi. Penelitian pada hewan telah menunjukkan hasil-hasil yang menjanjikan, tetapi seiring dengan imunisasi, pendekatan ini diarahkan terhadap 11
spesies mikroba tunggal, Streptokokus mutans, sehingga mengabaikan kemungkinan peran kariogenik mikroorganisme lainnya. Persyaratan untuk pencegahan melalui probiotik agar efektif adalah: 1. Mampu untuk melekat dan menjadi bagian dari biofilm. 2. Ada patogen pasti untuk menjadi sasaran interaksi atau yang akan digantikan. 3. Organisme probiotik atau organisme pengganti tidak harus menyebabkan penyakit itu sendiri. 4. Harus terus-menerus mengkoloni. 5. Harus mengganti atau berinteraksi dengan patogen secara efektif. 6. Harus memiliki derajat stabilitas genetik yang tinggi. Kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa strain probiotik mungkin memiliki sifat fenotipik baru melalui pertukaran DNA dengan flora residen atau dengan strain virulen dalam biofilm oral, yang kemudian menjadi patogen oportunistik. Sampai saat ini, pendekatan langsung untuk mengubah ekologi biofilm agar menjadi kurang patogen masih terbatas dan belum menghasilkan pengembangan agen yang tepat untuk penggunaan klinis umum.
12
BAB III BENTUK SEDIAAN ANTIMIKROBA
3.1 Bentuk sediaan untuk pemberian agen profilaksis karies Tiga agen mendapat perhatian khusus sebagai agen profilaktik karies. Ini adalah chlorhexidine yang merupakan agen antimikroba kation, triclosan yang merupakan agen antimikroba non-ionik, dan xylitol yang merupakan alkohol gula yang diklaim memiliki berbagai efek pada mikroflora oral. Agen-agen ini akan dijelaskan secara rinci di bawah ini. Agen yang kurang sering digunakan seperti cetylpyridinium chloride, delmopinol, hexetidine, ekstrak Sanguinaria, ion logam, sodium dodesil sulfat (SDS), enzim tertentu, dan bahan lainnya akan dibahas secara singkat.1 Agen-agen kationik mudah mengikat permukaan mikroba yang bermuatan negatif dan karena itu umumnya lebih kuat daripada agen anionik atau non-ionik. Kecenderungan pengikatan situs untuk kation pada mikroorganisme Gram-positif adalah gugus karboksil bebas dari peptidoglikan, dan gugus fosfat dari asam teikoik dan asam lipoteikoat dalam dinding sel mikroba. Dalam mikroorganisme Gramnegatif, lipopolisakarida memiliki afinitas yang tinggi terhadap kation. Agen-agen kationik dengan demikian dapat berinteraksi dengan mikroorganisme Gram-positif maupun Gram-negatif. Agen kationik yang telah digunakan sebagai agen antibiofilm meliputi1: 13
1.
chlorhexidine
2.
cetylpyridinium chloride
3.
delmopinol
4.
hexetidine
5.
Ekstrak sanguinaria
6.
ion logam.
Chlorhexidine digluconate merupakan agen antibiofilm dan antigingivitis yang paling manjur, juga merupakan standar emas yang jadi pembanding bagi agen-agen antibiofilm lainnya. Agen antimikroba non-ionik triclosan telah digunakan sebagai pengawet dalam produk konsumsi seperti deodoran, sabun, dan bedak badan selama lebih dari 30 tahun. Baru-baru ini, triclosan telah ditambahkan ke pasta gigi dan obat kumur sebagai agen profilaksis dengan tujuan mengurangi pembentukan biofilm gigi dan perkembangan gingivitis.1
3.1
Chlorhexidine Chlorhexidine adalah suatu antiseptik yang termasuk golongan bisbiguanide
yang umumnya digunakan dalam bentuk glukonatnya. Chlorhexidine digunakan seba gai surgical scrub, mouth wash, neonatal bath & general skin antiseptic. Chlorhexidine menyerang bakteri Gram postif dan negatif, bakteri ragi, jamur, protozoa, alga dan virus. Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan yang mempunyai efek 14
bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-). Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram (+) dibandingkan dengan bakteri Gram (-). Chlorhexidine sangat efektif mengurangi radang gingiva, akumulasi plak, dan plak kontrol pada perawatan radang gingiva.10 Chlorhexidine mulai dikenal sejak tahun 1950 sebagai antimikroba dengan rumus kimia:
Gambar 3.1. Formula molekuler chlorhxidine9
Khlorheksidin adalah suatu senyawa derivat disquanid, biasanya digunakan dalam bentuk glukonat. Khlorheksidin merupakan antiseptik dengan jenis katin, disebut juga antiseptik kationik. Memberi efek anti bakteri berspekrum luas.7 Selain itu Khlorheksidin telah terbukti efektif terhadap kuman rongga mulut karena dapat mengurangi jumlah mikroorganisme saliva sebanyak 85- 95%.8 Aplikasi obat kumur Khlorheksidin adalah dalam pencegahan timbulnya plak dan karies, juga pencegahan penyakit yang menyerang gusi. Karena Khlorheksidin memiliki kemampuan bakterisid dan bakteriostatik terhadap bakteri rongga mulut mulut, termasuk Streptococcus mutans. Chlorhexidine memiliki daya antibakteri chlorhexidine lebih besar dibandingkan dengan fluoride dengan suplementasi zinc maupun povidone iodine. Mekanisme kerja dari chlorhexidine efektif untuk menghambat pertumbuhan maupun
15
membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Molekul chlorhexidine memiliki muatan positif (kation) dan sebagian besar muatan molekul bakteri adalah negatif (anion). Hal ini menyebabkan perlekatan yang kuat dari chlorhexidine pada membran sel bakteri. Chlorhexidine akan menyebabkan perubahan pada permeabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan keluarnya sitoplasma sel dan komponen sel dengan berat molekul rendah dari dalam sel menembus membran sel sehingga menyebabkan kematian bakteri. Mekanisme ini berbeda dengan fluoride dengan suplementasi zinc yang berfokus pada berkurangnya enzim ATP-ase maupun pada povidone iodine yang molekul iodine bebasnya masuk menembus membran sel kemudian membunuh sel bakteri.4 Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif (S. mutans) merupakan bakteri Gram positif) dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif (P. gingivalis). Hal ini terlihat dari rerata diameter zona hambat bakteri pada kelompok penelitian S. mutans sebesar 16,0833 mm dibandingkan pada kelompok penelitian P. gingivalis sebesar 4,0833 mm. Terdapat perbedaan jenis dinding sel pada bakteri gram positif dimana bakteri gram positif tidak memiliki lipopolisakarida sedangkan bakteri gram negatif memiliki lipopolisakarida. Lipopolisakarida mampu untuk menahan molekul kationik dari chlorhexidine sehingga membatasi mengurangi efektifitas kerjanya.5 Selain itu, membran luar dari bakteri gram negatif, bertindak sebagai penghalang terhadap zat anti bakterial yang bersifat kationik seperti chlorhexidine.6 Molekul yang bermuatan positif dapat mengikat kelompok-kelompok yang bermuatan negatif, misalnya, fosfat, karboksil atau kelompok sulfat pada mukosa oral, 16
pada mikroorganisme dan dalam pelikel. Integritas membran mikroba dapat diganggu oleh interaksi dengan bagian hidrofobik molekul, sehingga menyebabkan gangguan fungsi membran. Pada konsentrasi yang tinggi, chlorhexidine adalah bakterisida yang menyebabkan kebocoran konstituen sel dengan berat molekul yang rendah dan presipitasi isi sel. Kerusakan ini tidak dapat balik (irreversible). Pada konsentrasi yang lebih rendah, efeknya adalah bakteriostatik yang menyebabkan gangguan fungsi membran normal atau kebocoran konstituen sel Efek antimikroba klorheksidin in vitro tidak luar biasa, tetapi spektrumnya luas. Mikroorganisme Gram-positif pada umumnya lebih sensitif terhadap chlorhexidine ketimbang mikroorganisme Gramnegatif. Streptococcus mutans sangat sensitif, sedangkan, misalnya, Streptococcus sanguinis menunjukkan variasi yang besar dalam kerentanan antar strain.1 Meskipun ada penggunaan klinis chlorhexidine yang luas, laporan mengenai efek yang tak diinginkan dari zat ini masih sedikit. Efek sistemik yang umum jarang terjadi, dan degradasi molekul chlorhexidine untuk membentuk metabolit yang berpotensi berbahaya tampaknya tidak mungkin. Sering dilaporkan efek samping lokal, seperti perubahan warna gigi, lidah, restorasi dan gigi tiruan, deskuamasi dan rasa sakit pada mukosa mulut, gangguan rasa dan rasa pahit. Mengurangi konsentrasi chlorhexidine mengurangi efek samping lokal. Dosis yang biasanya diresepkan untuk obat kumur klorheksidin adalah 10 ml 0,2%, larutan dengan berkumur dua kali sehari. Tersedia 0,12% obat kumur chlorhexidine. Dengan menggunakan bilasan 15 ml ini, dosis yang sama diperoleh, dan efikasinya dapat dibandingkan. Dosis yang sama juga dapat
17
diperoleh dengan permen karet yang mengandung chlorhexidine (20 mg per potong). Untuk jangka panjang, dosis klorheksidin harus diberikan secara individual.1 Efek antimikroba dan antibiofilm klnis dari klorheksidin adalah lebih baik daripada agen-agen lain dengan efikasi antimikroba in vitro yang sama atau bahkan lebih baik.1 Efek unggul ini dianggap terutama berasal dari substantivitas klorheksidin dan dari fakta bahwa chlorhexidine mempertahankan efek antimikroba bahkan ketika teradsorpsi ke permukaan. Obat kumur tunggal dengan 0,2% chlorhexidine menghasilkan efek antimikroba langsung, mengurangi flora mikroba oral sebesar 8095%.1 Obat kumur dua kali sehari hampir sepenuhnya menghambat akumulasi biofilm gigi. Sebagai akibat dari efek antimikroba langsung, chlorhexidine mengurangi aktivitas metabolik biofilm gigi, sehingga mengurangi tantangan asam setelah penyerapan sukrosa atau glukosa. Chlorhexidine juga dapat menghambat enzim glukosiltransferase yang penting untuk akumulasi mikroba pada permukaan gigi, dan enzim metabolisme phosphotransferase fosfoenolpiruvat yang terlibat dalam transportasi dan fosforilasi glukosa di seluruh.1 Penggunaan jangka panjang dari chlorhexidine sebaiknya dilarang pada pasien dengan keadaan periodontal yang normal. Chlorhexidine digunakan dalam jangka waktu yang pendek hingga dua minggu ketika prosedur higien oral sukar atau tidak mungkin dilakukan. Seperti pada infeksi rongga mulut akut, dan setelah prosedur bedah rongga mulut.11
Farmakokinetik 18
Chlorhexidine sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh karena itu chlorhexidine memiliki toksisitas yang rendah. Chlorhexidine di absorbsi ke permukaan gigi atau mukosa oral, dental plak untuk kemudian dilepas dalam level terapeutik sehingga lebih efektif dalam mengontrol pertumbuhan plak bakteri. Chlorhexidinemasih terasa efektif, bila 30% dipertahankan dalam rongga mulut dan kemudian dirilis secara perlahan.12
Farmakodinamik Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi rendah) dan koagulasi kandungan intraselular sel bakteri pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi tinggi. 12 Chlorhexidine akan diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan penyerapan ini tergantung pada konsentrasi chlorhexidine dan pH. Chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak cukup untuk menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel. 12 Chlorhexidine akan melintasi dinding sel atau membran luar, diduga melalui proses difusi pasif, dan menyerang sitoplasmik bakteri atau membran dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran semi permiabel ini akan diikuti dengan keluarnya kandungan intraselular sel bakteri. Kebocoran sel tidak secara langsung menyebabkan inaktivasi selular, namun hal ini merupakan konsekuensi dari kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi akan 10 menyebabkan koagulasi (penggumpalan) kandungan intraselular sel bakteri sehingga sitoplasma sel menjadi beku, dan 19
mengakibatkan penurunan kebocoran kandungan intraselular. Jadi terdapat efek bifasik (memiliki 2 fase) chlorhexidine pada permeabilitas membran sel bakteri, dimana peningkatan kebocoran kandungan intraselular akan bertambah seiring bertambahnya konsentrasi chlorhexidine, namun kebocoran ini akan menurun pada chlorhexidine konsentrasi tinggi akibat koagulasi dari sitosol (cairan yang terletak di dalam sel) sel bakteri.12
Keuntungan dan kerugian penggunaan Chlorhexidine Kelebihan utama chlorhexidine dibandingkan dengan obat kumur lainnya adalah perlekatannya dengan substansi (jaringan rongga mulut). Ikatan yang baik dengan jaringan lunak maupun keras pada mulut menyebabkan efek chlorhexidine bertahan dalam jangka waktu yang lama setelah digunakan. Jumlah bakteri dalam saliva secara perlahan berkurang mencapai antara 10- 20% dibandingkan jumlah awal sebelum pemakaian dan tetap bertahan selama 7 hingga 12 jam.9 Produk yang mengandung chlorhexidine konsentrasi tinggi harus dijauhkan dari mata dan telinga, karena berbahaya bagi organ tersebut. Pada konsentrasi rendah chlorhexidine aman digunakan untuk cairan kontak lensa. Chlorhexidine tersedia dalam preparat obat kumur, pembersih kulit, dan tidak jarang sebagai bahan pengawet. Chlorhexidine cukup efektif walaupun keberadaannya bersamaan dengan darah, sabun, dan nanah. Namun aktivitasnya akan berkurang.9 Chlorhexidine dinetralisasi oleh pasta gigi, terutama yang mengandung sodium lauryl sulfate dan sodium monofluorophosphat. Meskipun data masih terbatas, untuk 20
memaksimalkan efektivitas chlorhexidine disarankan memberi jarak 30 menit sampai dua jam antara waktu menyikat gigi dan berkumur.13 Produk berbahan dasar chlorhexidine biasanya digunakan untuk melawan dan mencegah penyakit pada gingiva, misalnya gingivitis. Chlorhexidine ternyata tidak terbukti mengurangi kalkulus subginggival dan pada beberapa penelitian justru meningkatkan deposit. Jika dikombinasikan dengan xylitol, akan terjadi efek sinergis antara keduanya, sehingga efektivitas anti plak chlorhexidine meningkat14. Pada pH fisiologis chlorhexidine mengikat bakteri di permukaan rongga mulut, dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung konsentrasinya. Chlorhexidine memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi antara 432 ug/ ml. Konsentrasi yang lebih tinggi akan menyebabkan efek bakterisid, karena terjadinya presipitasi protein sitoplasma. Efek bakterisid kurang penting dibandingkan dengan efek bakteriostatik. Hambatan pertumbuhan plak oleh chlorhexidine dihubungkan dengan sifat chlorhexidine untuk membentuk ikatan dengan komponen pada permukaan gigi. Ikatan tersebut terjadi 1530 detik setelah kumur dan lebih dari 1/3 bagian chlorhexidine diserap dan melekat, namun jumlah perlekatan sebanding dengan konsentrasinya. Penelitian menunjukkan bahwa perlekatan akan terjadi sampai 24 jam, yang berarti sebanding dengan efek bakteriostatik terhadap bakteri. Penelitian menunjukkan bahwa larutan 0,2% chlorhexidine 12 sebagai obat kumur selama 1 minggu menurunkan indeks plak sebanyak 72% pada hari ke 3 dan 85% pada hari ke 7, dan terjadi penurunan indeks radang gingiva sebanyak 32% pada hari ke 3 dan 77% pada hari ke 7.14
21
Cara pemakaian Menurut Greenstein, dkk (1986) bentuk bahan antiplak yang dikembangkan saat ini adalah bervariasi. Untuk tujuan kontrol plak supragingival, bahan antiplak yang digunakan bisa berbentuk cairan atau pasta. Sedangkan untuk tujuan kontrol plak subgingival, bentuk bahan antiplak yang digunakan pada umumnya adalah berupa cairan atau jel. Cara pemakaian chlorhexidine bervariasi tergantung bentuk sediaannya terdapat beberapa cara penggunaan chlorexidine, diantaranya : 1. Chlorexhidine yang dikemas dalam bentuk obat kumur. Obat kumur dapat dibedakan atas : a. Obat kumur biasa Merupakan obat kumur yang biasa digunakan setelah menyikat gigi pada kesempatan lain yang tidak bersamaan dengan watu penyikatan gigi. b. Obat kumur pra-penyikatan Merupakan obat kumur yang penggunaannya sesaat sebelum 15 menyikat gigi (prebrushing rinse). Dasar pemikiran bagi penggunaan obat kumur pra-penyikatan adalah untuk melonggarkan perlekatan plak sehingga lebih mudah tersingkirkan pada waktu penyikatan gigi. Mengenai manfaat obat kumur pra-penyikatan, tampak masih kontroversial namun demikian ada kesan bahwa hasil penelitian mengenai efektivitas
22
obat kumur pra-penyikatan adalah lebih disebabkan perbedaan aktivitas bahan deterjen yang digunakan dalam melonggarkan perlekatan plak.
Gambar 3.2 Chlorhexidine obat kumur (Nobre, 2009)
2. Disemprotkan Bahan yang digunakan dikemas dalam bentuk bahan semprot (spray). Bahan antiplak berupa semprotan ini dikembangkan dengan pertimbangan agar bahan anti plak lebih mudah mencapai semua daerah di rongga mulut, terutama bagi mereka yang karena keadaan fisiknya tidak dapat berkumur dengan baik.
23
Gambar 2.4 Chlorhexidine Spray ( Nobre, 2009) 3. Diirigasikan ke daerah subgingival. Untuk mengirigasikan bahan anti plak berupa cairan ke darerah subgingival dipergunakan alat irigasi mulai alat yang sederhana, berupa alat suntik biasa yang jarumnya dibengkokkan dan ujungnya ditumpulkan, baik atau layak untuk irigasi khususnya yang diproduksi oleh pabrik. Irigasi subgingival tidak saja dilakukan oleh dokter gigi di klinik tetapi juga bisa dilakukan pasien sehari-hari di rumah. Dasar pemikiran bagi irigasi subgingival adalah bahwa cara berkumur atau semprotan tidak efektif mencapai subgingival. Pada kasus periodontitis justru mikroorganisme subgingival yang harus disingkirkan dalam rangka mengontrol inflamasi yang terjadi masih terus dilakukan penelitian, namun ada kesan sementara bahwa irigasi subgingival ini akan sangat bermanfaat bagi perawatan periodontal.
24
Gambar 25 Chlorhexidine Gel
Chlorhexidine Memiliki Efek profilaksis karies Kita dapat menduga bahwa efek terhadap pembentukan biofilm gigi dan aktivitas metabolik ini akan mempengaruhi perkembangan karies. Profilaksis intensif dengan kombinasi chlorhexidine dan fluoride dapat diindikasikan pada individu dengan aktivitas dan insidensi karies yang tinggi karena, misalnya, untuk pasien hiposalivasi setelah perawatan iradiasi daerah mahkota dan cervikal. Namun, penggunaan klorheksidin universal sebagai agen anti-karies masih kontroversial. Sangat sedikit atau tidak ada efek cariostatik telah ditemukan dalam penelitian pada manusia di mana perawatan klorheksidin dilakukan sebagai bagian dari perawatan di rumah individu dengan obat kumur atau dengan menyikat gigi. Sebaliknya, aplikasi profesional chlorhexidine yang dikombinasikan dengan rejimen profilaksis yang ketat termasuk instruksi kebersihan mulut, saran diet, profilaksis gigi profesional dan
25
aplikasi topikal varnish fluoride mengurangi pengembangan lesi karies pada anak-anak selama masa penelitian 3 tahun. Idenya adalah menghambat perkembangan lesi karies dengan mengurangi potensi asidogenik mikroflora. Jumlah lesi karies baru pada kelompok kontrol yang tidak dirawat adalah 9,6, bandingkan dengan 4,2 untuk kelompok yang dirawat dengan chlorhexidine. Bagaimanapun perlu dicatat bahwa rejimen profilaksis yang sama, tetapi tanpa perawatan chlorhexidine, dapat mengakibatkan pengurangan karies yang serupa.1 Efek klorheksidin terhadap bakteri tergantung pada konsentrasi dan waktu paparannya. Klorheksidin dapat mempengaruhi dinding sel bakteri pada mekanisme pembentukan biofilm. Pada konsentrasi sub-letal kemungkinan mengakibatkan efek anti kariogenik. Tujuan penggunaan kloeheksidin bukan kematian sel, melainkan kontrol atau penghapusan mekanisme virulen biofilm. Oleh karena itu konsentrasi rendah cukup mengendalikan virulen mekanisme S. Mutans tanpa deplesi besar dari populasi nya di lingkuran oral. 8
3.2
Triclosan Triclosan adalah agen antimikroba non-ionik dengan sifat hidrofilik dan
hidrofobik. Triclosan memiliki spektrum antimikroba yang luas, dengan aktivitas melawan mikroorganisme dan jamur Gram-positif dan Gram-negatif. Mikroorganisme oral seperti misal Streptococcus mutans, S. sanguinis dan Streptococcus salivarius rentan terhadap triclosan in vitro dengan konsentrasi yang rendah. Pada konsentrasi yang rendah, efeknya adalah bakteriostatik. Sampai belum lama ini, triclosan diduga 26
berfungsi sebagai biosida tidak spesifik, namun data terbaru menunjukkan bahwa zat ini secara khusus menghambat sintesis lipid. Hal ini menyebabkan rusaknya sintesis membran sel.1 Karena kelarutan air yang buruk, triclosan dilarutkan dalam fase formulasi surfaktan/ rasa. Dalam produk komersial, triclosan dilarutkan dalam satu atau lebih deterjen, seperti SDS, natrium lauroil sarkosinat, atau dalam propilen glikol atau polietilen glikol. Dengan demikian, ketika menguji efek antimikroba dari triclosan, kita harus mempertimbangkan kemungkinan efek aditif atau sinergis dengan konstituen tersebut.1 Substantivitas triclosan dalam rongga mulut relatif rendah. Agar triclosan jadi lebih manjur, maka kopolimer polyvinylmethyl– ether maleic acid (PVM / MA, secara komersial dikenal sebagai Gantrez) atau seng sitrat ditambahkan ke formulasi. Tanpa mediator retensi ini, pasta gigi triclosan tidak berpengaruh nyata pada biomassa biofilm gigi1. Penelitian-penelitian yang ekstensif telah dilakukan untuk membuktikan khasiat produk yang mengandung triclosan. Meskipun demonstrasi dalam beberapa penelitian jangka pendek dan jangka panjang menunjukkan triclosan mencegah pembentukan biofilm gigi dan radang gusi, efeknya tidak signifikan. Triclosan adalah bisphenol serta germisida nonionik dengan sifat antibakteri dan antiinflamasi. Mekanisme kerjanya yang diusulkan adalah mengganggu membran sitoplasma sel bakteri dan penghambatan jalur oksigenase / lipoksigenase. Penelitian 39-42% melaporkan pengurangan 23 hingga 28% plak bila dibandingkan dengan 27
plasebo. 41-44% berbagai formulasi triclosan telah menunjukkan antigingivitis dan antiplaque bila dibandingkan dengan plasebo; namun, ada pandangan kontras dalam literatur mengenai triclosan + copolymer lebih unggul dari pada triclosan + zinc citrate.
3.3
Xylitol Xylitol adalah alkohol gula dengan lima atom karbon, pentitol. Xylitol bersifat
non-acidogenik dan dengan demikian tidak mengakibatkan karies gigi. Berkurangnya pembentukan biofilm dental telah dilaporkan, serta ada penurunan jumlah Streptococcus mutans dalam saliva dan dalam gingivitis. Masing-masing faktor atau kombinasi faktor secara teoritis dapat berkontribusi untuk efek kariostatik.1 Perubahan spesifik yang diinduksi xylitol dalam faktor saliva belum dikonfirmasi dalam penelitian jangka pendek maupun jangka panjang. Xylitol juga tidak terbukti secara khusus mengganggu demineralisasi enamel atau meningkatkan remineralisasi. Penelitian in vivo telah menunjukkan bahwa remineralisasi juga terjadi dengan alkohol gula lainnya, misalnya sorbitol. Bahkan permen yang dimaniskan dengan sukrosa yang dikunyah secara teratur setelah makan dapat meningkatkan remineralisasi, sehingga mengakibatkan efek peningkatan air liur. Namun, dalam banyak penelitian klinis, kejadian karies dalam subyek yang mengunyah permen karet xylitol telah dibandingkan dengan subyek kontrol yang tidak mengunyah permen karet (14). Oleh karena itu, sulit untuk membedakan antara efek xylitol yang benar dan dampak peningkatan air liur melalui pengunyahan permen karet. Dengan demikian, klaim remineralisasi merupakan efek spesifik xylitol yang belum dikonfirmasi. 28
Sebaliknya, dapat disimpulkan bahwa efek pencegahan karies dengan mengunyah permen karet bebas gula yang dipermanis dengan xylitol atau pemanis lain berkaitan dengan proses mengunyah, dan bukan dengan pemanis itu sendiri.15 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa level Streptococcus mutans dalam saliva dan dalam biofilm gigi dapat dikurangi setelah konsumsi xylitol, dan pandangan bahwa efek tertentu xylitol pada S. mutans adalah batu penjuru bagi mekanisme antikaries xylitol telah didukung secara luas.15 Xylitol tampaknya unik di antara alkohol gula dalam efek penghambatan in vitro saat glikolisis, khususnya pada Streptococcus mutan. Efek penghambatan berkaitan dengan penyerapan xylitol melalui sistem transportasi konstitutif, khususnya untuk fruktosa dan akumulasi intraseluler xylitol-5-fosfat yang berikutnya, sebagai bagian dari energi, fosfoenol piruvat dan siklus xylitol futil yang memakan adenosin trifosfat. Akumulasi intraseluler glukosa-6-fosfat yang cocok untuk mengkonfirmasi efek antimetabolik xylitol in vivo tidak dibuktikan.15 Berkurangnya perlengketan melalui gangguan pembentukan polisakarida juga telah diusulkan sebagai salah satu mekanisme penghambatan xylitol pada Streptococcus mutans dan penjelasan untuk efek cariostatic xylitol. Perlu dicatat bahwa konsumsi xylitol jangka panjang mengakibatkan Streptococcus mutans resisten terhadap atau tidak terpengaruh oleh xylitol. Ada spekulasi bahwa strain yang resisten dengan xylitol mungkin kurang virulen dibandingkan dengan strain yang peka xylitol.15
3.4
Povidone Iodine (PVP-I) 29
Povidone iodine memiliki afinitas untuk membran sel, sehingga memberikan bebas iodine langsung ke permukaan sel bakteri. Ia memiliki spektrum aktivitas yang luas terhadap bakteri, jamur, protozoa, dan virus. Obat kumur telah terbukti efektif dalam mengurangi plak dan gingivitis dan mungkin menjadi tambahan yang berguna untuk kebersihan mulut rutin. Absorpsi kadar iodine yang signifikan melalui mukosa mulut dapat membuat senyawa ini tidak memuaskan untuk penggunaan jangka panjang dalam rongga mulut.2 3.5 Sodium Fluoride Sodium fluride merupakan salah satu jenis antimikroba yang digunakan pada obat kumur.(22) Sodium fluoride mencegah terjadinya karies dengan menghambat demineralisasi, merangsang remineralisasi dan menghambat bakteri kariogenik (23). Fluor menghambat metaboisme bakteri plak yang memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit, dengan reaksi kimia : Ca10(PO4)6(OH)2 + F → Ca10(PO4)6(OHF) Reaksi tersebut menjadikan enamel lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineraisasi dan meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan dan penghentian lesi karies.(24) Sodium Fluoride menghambat metabolism karbohidrat dalam memproduksi asam serta menghambat bakteri dalam menghambat bakteri dalam memproduksi polisakarida.(25)
30
Sodium Fluoride pada konsentrasi 0,2% dan digunakan seama satu minggu sekali akan efektif mengurangi pembentukan akumulasi plak. Penggunaan Sodium Fluoride 0,2% akan mengurangi reduksi karies sebesar 20-40%.(26) Sodium Fluoride menghambat aktivitas metabolism bakteri kariogenik, yaitu glikolisis. Secara intraseluler, fluoride menghambat kinerja dua system enzim dalam proses glikolisis, yaitu enzim enolase dan enzim active proton transport ATP-ase. Ini meyebabkan bakteri tidak dapat memproduksi piruvid acid dan ATP. Fluoride juga dapat
menghambat
transport
gukosa
pada
sistem
phosphoenolpyruvate
phosphotransferase. Glukosa adalah bahan utama dalam aktivitas metabolism mikroorganisme sakarolitik.(27)
3.6
Cetylpyridinium chloride Cetylpyridinium klorida (CPC), benzalconium klorida dan benzethonium
klorida adalah senyawa amonium kuaterner. CPC telah banyak digunakan dalam obat kumur, terutama karena sifat antimikroba tersebut.1 Molekul CPC memiliki kelompok-kelompok hidrofilik dan hidrofobik, sehingga memungkinkan interaksi ionik dan hidrofobik. Diasumsikan bahwa interaksi dengan mikroorganisme terjadi melalui ikatan kationik dengan cara yang sangat mirip dengan klorheksidin.1 Aktivitas antimikroba CPC sama dengan, atau lebih baik daripada klorheksidin, sedangkan sifat penghambatan biofilm lebih rendah daripada klorheksidin. Perbedaan efikasi antibiofilm dapat berhubungan dengan fakta bahwa CPC kehilangan sebagian 31
dari aktivitas antimikroba saat adsorpsi pada permukaan. Khususnya, sifat substantif juga berbeda. Retensi awal CPC lebih tinggi dibandingkan dengan klorheksidin, namun CPC dibersihkan dari rongga mulut secara lebih cepat.1 Baru-baru ini disarankan bahwa CPC dapat dimasukkan ke dalam bahan gigi, misalnya dalam perekat ortodontik,
dengan
tujuan
mengendalikan
pembentukan
lesi
karies
di
sekitar bracket ortodontik. Meskipun CPC mempertahankan sifat antimikroba, efek klinisnya masih harus dinilai.
3.7
Delmopinol Delmopinol adalah surfaktan yang kuat dengan berat molekul rendah dan
kationik dominan pada pH <7. Ini memiliki aktivitas antimikroba yang rendah dan diyakini bertindak terutama dengan mengganggu sifat fisikokimia permukaan oral. Resistensi mikroba atau pergeseran besar dalam komposisi mikroba biofilm gigi belum diamati dalam percobaan klinis dengan delmopinol. Delmopinol mengurangi pembentukan biofilm gigi, mungkin dengan mengurangi adhesi mikroba pada permukaan gigi. Efek penghambatannya pada biofilm gigi kurang dari atau sebanding dengan chlorhexidine. Efek terhadap karies gigi pada manusia belum dinilai.1
3.8
Hexetidine Hexetidine adalah hexahydropyridine sintetis yang memiliki aktivitas
antimikroba dan antijamur secara in vitro dan in vivo. Hal ini aktif terhadap mikroorganisme Gram-positif dan Gram-negatif, termasuk mikroorganisme oral 32
seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sobrinus dan S. sanguinis. Aktivitas antimikroba hexetidine in vitro dilaporkan inferior dengan atau pada dasarnya serupa dengan klorheksidin atau CPC.1 Obat kumur yang mengandung hexetidine tersedia di pasaran, namun pada konsentrasi klinis yang dapat diterima. Hexetidine hanya memberikan sangat sedikit efek penghambatan pada biofilm gigi. Peningkatan konsentrasi hexetidine dari 0,10 ke 0,14% meningkatkan efikasi antibiofilm hingga mendekati konsentrasi 0,2% chlorhexidine. Namun, frekuensi lesi deskuamatif meningkat sejalan. Mekanisme yang tepat untuk aktivitas antibiofilm masih belum jelas. Hexetidine telah diklaim menghambat glikolisis, tetapi data klinis tidak mendukung asumsi ini. Efek antimikroba dari hexetidine berkurang dengan adanya air liur. Peningkatan efek antibiofilm dari hexetidine diamati dalam kombinasinya dengan ion logam divalen, misalnya Zn2 + atau Cu2. Hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan penyerapan ion logam secara intraselular. Kemampuan agen untuk mencegah karies gigi pada manusia belum dievaluasi.1
3.9
Ion logam Ion logam memiliki efek antimikroba yang tergantung pada konsentrasi ion,
serta kimia ion. Efek bakteriostatik mereka telah diakui dalam waktu yang lama. Efikasi antimikroba sebanding dengan konsentrasi ion logam bebas yang merupakan bentuk bioaktif yang dominan. Hidrolisis ion-ion logam dan ikatan ion-ion logam ke
33
komponen-komponen lain mengurangi aktivitas ion logam. Karena itu, perumusan bentuk sediaan adalah hal yang penting.1 Ion-ion logam tersebut adalah Cu2+, Sn2+ dan Zn2+. Cu2+ dan Sn2+ lebih kuat daripada Zn2+, tetapi kapasitasnya hanya sedang, bila dibandingkan dengan chlorhexidine. Karena kemampuan Zn2+ untuk bergabung dengan senyawa yang mengandung senyawa yang mengandung sulfur, maka garam seng memiliki sejarah panjang dalam produk kebersihan mulut. Zn2+ juga merupakan agen antikalkulus. Kekhawatiran muncul sehubungan dengan kemungkinan gangguan dari Zn2+ dengan efek kariostatik fluoride, tapi ini tampaknya tidak jadi masalah.1 Ion-ion logam berinteraksi dengan mikroorganisme Gram-positif maupun Gram-negatif. Efek antimikrobanya tidak spesifik. Ion logam membentuk jembatan logam-garam dengan kelompok-kelompok anionik enzim. Pada gilirannya, hal ini dapat mempengaruhi interaksi substrat karena muatan enzim berubah atau muatan enzim konformasional. Ion-ion logam memiliki efek antiglikolitik, seperti yang ditunjukkan baik secara in vitro dalam kultur murni mikroorganisme dan berkurangnya pembentukan asam in vivo. Ion-ion logam divalen mungkin menghambat glikolisis dalam biofilm gigi dengan inaktivasi oksidatif kelompok SH enzim glikolitik.1 Ada banyak penelitian telah menegaskan efek antibiofilm klinis ion logam, baik sendiri maupun dalam kombinasinya dengan agen lainnya. Efek antibiofilm banyak berkaitan dengan aktivitas antimikroba dan setengah berkaitan dengan perpindahan Ca 2+ dari pelikel dan dari permukaan mikroba. Pengikatan ion logam ke mikroorganisme mengubah muatan permukaan dan kemampuan kepatuhannya.1 34
Cu2+, Sn2+, dan Zn2+ memiliki semua efek kariostatik yang ditunjukkan pada tikus. SnF2 telah digunakan sebagai agen profilaksis pada manusia selama bertahuntahun karena potensi efek kariostatik dan sifat-sifat antibiofilmnya.1 Ion logam adalah agen substantif. Kadar Cu 2+, Sn2+, dan Zn2+ pada saliva dan tingkat biofilm gigi meningkat selama beberapa jam setelah menggunakan obat kumur. Ion-ion mengikat reseptor oral sama seperti chlorhexidine.1 Efek samping yang berhubungan dengan ion logam adalah rasa logam yang tidak menyenangkan, kecenderungan untuk menimbulkan perasaan kering dalam rongga mulut, dan noda gigi kekuningan hingga kecoklatan. Sulfida logam yang terbentuk antara ion-ion logam dan kelompok-kelompok sulfhidril protein pelikel dapat menyebabkan efek-efek tersebut. Ion-ion Zn 2+ memiliki kecenderungan terkecil untuk mewarnai, karena seng sulfida berwarna kekuningan sampai putih keabuan-abuan. Kecenderungan pewarnaan ion-ion logam pada umumnya lebih rendah daripada klorheksidin.1
3.10
Sodium dodecyl sulfat SDS adalah agen anionik. Molekul tersebut memiliki kelompok sulfat hidrofilik
dan rantai karbon hidrofobik. Ini adalah deterjen yang paling sering digunakan dalam pasta gigi komersial.1 SDS memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme in vitro, termasuk Streptococcus mutans, S. sobrinus dan Actinomyces viscosus. Adsorpsi SDS ke permukaan mikroba dapat mengganggu integritas dinding sel, yang diikuti 35
dengan kebocoran komponen seluler. Pada konsentrasi rendah SDS dilaporkan menghambat enzim mikroba tertentu, seperti glukosiltransferase dari S. sobrinus dan S. mutan, enzim transport fosfoenolpiruvat phosphotransferase pada S. sobrinus, dan laktat dehidrogenase dan dehidrogenase fosfat glukosa-6 dalam Escherichia coli. Efek ini mungkin berhubungan dengan afinitas yang kuat dari SDS untuk protein dan sifat denaturasinya.1 Sifat hambat biofilm dental SDS telah terbukti pada manusia. Hal ini terutama dapat
berhubungan
dengan
efek
antimikroba,
tetapi
persaingan
dengan
mikroorganisme yang bermuatan negatif dan protein pelikel untuk situs pengikat, dengan penghambatan adsorpsi mikroba yang selanjutnya pada permukaan gigi, juga dapat berkontribusi pada efek penghambatan. SDS tampaknya memiliki beberapa tingkat substantivitas yang dapat dijelaskan oleh tingginya afinitas untuk kalsium. SDS dalam kombinasi dengan Zn2+ menunjukkan peningkatan antibiofilm dan sifat antimikroba.1
3.11
Enzim Seluruh air liur mengandung dua enzim peroksidase yang mengoksidasi
tiosianat (SCN - ) jadi hipotiosianit (OSCN- ) dengan adanya hidrogen peroksida. Hypothiocyanite adalah antimikroba dan menghambat beberapa streptokokus dan laktobasilus n vitro>. Aktivitas sistem peroksidase saliva tergantung pada ketersediaan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida diproduksi oleh berbagai mikroorganisme sebagai produk akhir metabolik, tetapi dalam jumlah yang terbatas untuk aktivitas 36
maksimum peroksidase saliva. Enzim amiloglukosidase menyediakan glukosa yang darinya oksidase glukosa menghasilkan hidrogen peroksida. Penambahan enzim ini ke produk oral disarankan untuk memastikan hidrogen peroksida yang cukup untuk mengontrol proliferasi mikroorganisme melalui peningkatan aktivitas peroksidase.1 Obat kumur yang mengandung enzim telah diuji untuk kemampuan mereka mengurangi biofilm gigi, gingivitis dan karies gigi, tapi efeknya tidak mengesankan. Pasta gigi yang mengandung enzim ini menunjukkan sedikit perbaikan efek antibiofilm dan efek antigingivitis bila dibandingkan dengan pasta gigi non-enzim.1
3.12
Bahan Alam 1.) Daun pare (Momordica charantia) Ekstrak daun pare memiliki daya antibakteri yang tinggi konsentrasi terhadap
Enterococcus faecalis. Daun pare telah diketahui mengandung senyawa kimia seperti tannin, flavonoid, saponin, triptenoid, dan alkaloid. Kandungan senyawa kimia yang paling banyak terdapat pada ekstrak daun pare secara berturut-turut adalah alkaloid, saponin dan tannin. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan mengalami kematian sel tersebut. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba, yaitu dengan mengganggu permeabilitas membran sehingga dapat menyebabkan terjadinya hemolisis sel dan apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri dapat menyebabkan bakteri tersebut menjadi pecah atau lisis. Mekanisme antibakteri Tanin dengan 37
mengganggu permeablitias sel itu sendiri. Akibat dari terganggungnya permabilitas, sel tersebut mengalami peghambatan dalam aktivitas hidupnya dan mengalami kematian sel. Flavonoid sebagai anti oksidan dan antibakteri bekerja dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran bakteri dan merusak dinding sel bakteri. Mekanisme triptenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Menurut Pelczar dan Chan (1986) dalam Sabir (2005) aktivitas suatu antibakteri akan semakin besar dalam menghambat bakteri apabila konsentrasinya tinggi pula, hal ini disebabkan masih banyaknya senyawa-senyawa antibakteri yang aktif. Senyawa antibakteri yang aktif didalam ekstrak daun pare adalah tannin, flavonoid dan alkoloid21. 2.) Propolis Propolis adalah bahan resin alami yang dihasilkan oleh lebah madu dan digunakan untuk menutup bukaan di sarang mereka. Ini adalah massa lengket, coklat keabu-abuan dalam warna dengan sedikit bau aromatik, dan mengandung 50% resin dan balsam vegetatif, lilin 30%, minyak esensial dan aromatik 10%, serbuk sari 5%, dan 5% zat lainnya. Komposisi kimiawi dari zat alami beracun ini sangat kompleks. Lebih dari 300 komponen telah ditemukan dalam propolis, terutama terdiri dari senyawa fenolik (misalnya, flavonoid, senyawa aromatik), terpen, dan minyak esensial. Flavonoid dan turunan asam sinamat telah dianggap sebagai komponen utama biologis
38
aktif utama. Meskipun memiliki sifat antimikroba, penggunaannya sebagai obat kumur dipertanyakan.2 3.) Ekstrak Aloe Vera Tanaman obat sedang dicoba sebagai agen antiplaque karena beberapa dari mereka mengandung fitokimia alami yang memiliki potensi antimikroba. Aloe vera gel terdiri dari 98 hingga 99% air dan sisanya 1 hingga 2% senyawa aktif. Bahan aktif utama dalam gel lidah buaya adalah aloin, aloeemodin, aloemannan, acemannan, aloeride, naftoquinones, methylchromones, flavonoid, saponin, sterol, asam amino, dan vitamin. Sebuah penelitian terkontrol secara acak menggunakan 100% ekstrak lidah buaya menunjukkan pengurangan signifikan dalam pembentukan plak tanpa efek samping yang dilaporkan. Pengamatan serupa ditemukan dalam penelitian lain. Efek antimikroba lidah buaya telah dibuktikan sebelumnya dalam penelitian in vitro. Dilaporkan bahwa ekstrak lidah buaya menghambat pertumbuhan beragam mikroorganisme oral seperti S. mutans, Streptococcus sanguis, Actinomyces viscosus, dan Candida albicans2. 4.) Green tea (Teh Hijau) Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis) memiliki senyawa yang dapat menghambat produksi asam dari bakteri yang menunjukkan efek antikariogenik. Selain itu, ekstrak teh hijau memiliki peranan dalam mendukung terjadinya redesposisi mineral enamel, serta kandungan mineral fluorida, kalsium, dan fosfat yang ada dalam teh hijau dapat memperkuat struktur gigi. Pembuatan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) menggunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dan 39
menjadikan konsentrasi 0,1 % kemudian diteliti perbandingan efektivitas ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis) dengan Sodium fluoride. Hasil menunjukkan bahwa ratarata jumlah fluoride tertinggi adalah pada kelompok P2 yaitu kelompok perlakuan yang diberi ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) konsentrasi 0,1 %. Studi tertentu telah menunjukkan efek penghambatan dari ekstrak teh dalam menghambat produksi asam oleh bakteri kariogenik sehingga memberi proteksi terhadap karies. Meskipun fluoride adalah suatu senyawa yang dikenal ampuh dalam pencegahan karies, sebagian besar beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efek anti-karies dari teh hijau yang utama disebabkan oleh sifat antibakteri dari komponen organik yaitu polifenol, tannin, dan katekin.16 Senyawa katekin termasuk senyawa polifenol, yang mana senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma bakteri yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berupa fosfolipid. Senyawa katekin merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.25 Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekstrak air teh hijau dapat mencegah pembentukan plak gigi dan mengurangi peradangan gingiva setelah operasi pemanjangan mahkota periodontal. Karena plak gigi memainkan peran penting dalam patogenesis karies gigi dan pembentukan peradangan gingiva, obat kumur teh hijau 40
dapat direkomendasikan untuk mencegah karies gigi dan mengobati gingivitis. Bisa juga diresepkan untuk pasien setelah operasi periodontal karena sifat antibakteri dan anti-inflamasi. Itu juga jelas bahwa obat kumur teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki efek samping, sehingga akan berguna dan bermanfaat di semua kelompok umur untuk mencegah dan mengobati beberapa penyakit mulut dan periodontal dan menjaga kesehatan mulut17. 5.) Getah Jarak Pagar, Lender siput (Achatina fulica), Mengkudu (Morinda citrifolia), Seledri (Apium graveolens) Memiliki daya hambat terhadap Streptococcus Mutans yang menyebabkan dental caries, sehingga dapat menjadi sumber daya alternative anti mikroba agar mengurangi dalam penggunaan zat kimia18. Pada getah jarak pagar memiliki daya hambat bakteri yang lebih besar dan tidak menyebabkan erosi mukosa bila dibandingkan dengan penggunaan eritromysine. Pada lender siput bahwa glycoprotein yang terdapat pada lender bekicot memiliki jumlah karbohidrat yang kurang sehingga tidak mendukung pertumbuhan bakteri. Pada ekstrak mengkudu 100% memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan providine iodine 1%. Begitu pula dengan seledri, memiliki daya hambat bakteri S.mutans yang besar18. Senyawa fenol dan antraquinon dari buah mengkudu menekan pertumbuhan bakteri Gram positif karena kemampuan penetrasi senyawa ini dalam dinding sel bakteri. Senyawa fenol dan antraquinon termasuk senyawa yang larut lemak. Golongan fenol mampu merusak membran sel, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi protein sehingga dinding sel mengalami kerusakan karena penurunan permeabilitas. Perubahan 41
permeabilitas membran sitoplasma memungkinkan terganggunya transportasi ion-ion organik yang penting ke dalam sel sehingga berakibat terhambatnya pertumbuhan bahkan hingga kematian sel.24 6.) Kayu Manis (Cinnamons) Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni) merupakan salah satu hasil bumi yang murah dan mudah didapat. Kayu manis dan daunnya memiliki kandungan berupa minyak atsiri, saponin dan flavonoida, yang sudah banyak digunakan sebagai tanaman herbal yang berkhasiat sebagai obat pelega perut kembung, sariawan dan dapat digunakan sebagai bumbu masakan (Pitojo dan zumiati., 2006). Kandungan terbesar dari kulit batang kayu manis adalah minyak atsiri yang mempunyai kandungan utama senyawa sinamaldehid (60,72%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%). Kandungan tersebut memiliki potensi sebagai antibakteri dan antibiofilm19. 7.) Ekstrak Sereh (Cymbopogon nardus L.) Hasil penelitian antibakteri menunjukkan adanya dose dependant activity ekstrak sereh yang ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas sesuai kenaikan konsentrasi. Hal ini sama juga terjadi pada hasil uji penghambatan biofilm. Semakin tinggi konsentrasi akan meningkatkan daya antibakteri20. Batang sereh mengandung bermacam-macam senyawa yaitu saponin, fenol, flavanoida, dan polifenol. Zat polifenol bekerja melalui penghambatan enzim oleh senyawa yang teroksidasi, kemungkinan melalui reaksi dengan gugus sulfhidril atau melalui interaksi yang non spesifik dengan protein mikroorganisme. Polifenol juga dapat menyebabkan denaturasi protein bakteri. Golongan senyawa lain yang berperan 42
sebagai antibakteri yaitu flavonoid. Flavonoid diketahui memiliki kemampuan aktivitas transpeptidase peptidoglikan sehingga mengganggu pembentukan dinding sel terganggu, kemudian sel tidak dapat menahan tekanan osmotik internal yang dapat mencapai 5-20 atmosfer. Tekanan ini cukup untuk memecah sel apabila dinding sel dirusak20. Kerusakan pada membran ataupun dinding sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain yang berasal dari sitoplasma dan sel bakteri akan mengalami lisis.Tanaman sereh juga mengandung senyawa aktif saponin yang merupakan senyawa aktif yang bersifat antibakteri. Saponin bekerja dengan meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga membran menjadi tidak stabil dan mengakibatkan hemolisis sel.20 8.) Lippia Sidoides Lippia sidoides ekstrak obat kumur diperoleh dari semak yang biasa ditemukan di timur laut Brasil. Dedaunan kamperanya diindikasikan sebagai agen antiseptik topikal untuk permukaan kulit dan mukosa dan juga untuk infeksi tenggorokan. Minyak esensial yang diperoleh dari senyawa phytotherapic ini didasari terutama oleh timol dan carvacrol dan zat lainnya, seperti felandreno, cariofileno, p-cimeno, dan mirceno. Studi menunjukkan bahwa komponen utama ini telah menunjukkan aktivitas antimikroba yang kuat terhadap jamur dan bakteri dan mengurangi tingkat keparahan gingivitis dan plak bakteri2.
43
BAB IV PEMBAHASAN
Penyebab utama penyakit yang berasal dari mikroba termasuk karies gigi dan penyakit periodontal adalah mikroba film.1,3 Plak gigi adalah biofilm yang terbentuk secara alami pada permukaan gigi yang terbuka dan area lain dari rongga mulut. Ini adalah faktor etiologi utama untuk penyakit mulut yang paling sering terjadi, seperti karies gigi.2 Ketidakseimbangan ekologi dalam mikroba biofilm pada gigi dapat menyebabkan karies gigi1. Oleh karena itu, dasar bagi kontrol karies adalah pengendalian biofilm gigi. Biofilm gigi tidak mudah dikontrol dengan cara mekanis sehingga untuk mengontrol karies dapat dengan menggunakan agen yang dapat mencegah pembentukan atau mengganggu biofilm pada gigi, atau menghambat 44
pembentukan asam atau merangsang pembentukan basa oleh biofilm gigi. 1Cara lain yang digunakan bisa dengan menggunakan bahan kimia dan bahan alam. Bahan kimia yang bisa digunakan antara lain chlorhexidine, xylitol, hexetidine, cetylpyridinium chloride, delmopinol, triclosan, povidone iodine, sodium floride, sodium dodecylsulfat, ion logam, enzim. Pada chlorhexidine, dan triclosan memiliki efek antibakteri berspektrum luas. Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif (S. mutans) merupakan bakteri Gram positif dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif (P. gingivalis). Chlorhexidine memiliki daya antibakteri yang lebih besar dari pada sodium floride dan povidone iodine. Mekanisme kerja dari chlorhexidine efektif untuk menghambat pertumbuhan maupun membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Molekul chlorhexidine memiliki muatan positif (kation) dan sebagian besar muatan molekul bakteri adalah negatif (anion). Hal ini menyebabkan perlekatan yang kuat dari chlorhexidine pada membran sel bakteri. Chlorhexidine akan menyebabkan perubahan pada permeabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan keluarnya sitoplasma sel dan komponen sel dengan berat molekul rendah dari dalam sel menembus membran sel sehingga menyebabkan kematian bakteri. Mekanisme ini berbeda dengan sodium floride yang berfokus pada berkurangnya enzim ATP-ase maupun pada povidone iodine yang molekul iodine bebasnya masuk menembus membran sel kemudian membunuh sel bakteri.4 Pada
45
sodium fluoride menghambat metabolisme karbohidrat dalam memproduksi asam serta menghambat bakteri dalam memproduksi polisakarida.(25) Sedang pada xylitol, efek penghambatan berkaitan dengan penyerapan xylitol melalui sistem transportasi konstitutif, khususnya untuk fruktosa dan akumulasi intraseluler xylitol-5-fosfat yang berikutnya, sebagai bagian dari energi, fosfoenol piruvat dan siklus xylitol futil yang memakan adenosin trifosfat. Berkurangnya perlengketan melalui gangguan pembentukan polisakarida juga telah diusulkan sebagai salah satu mekanisme penghambatan xylitol pada Streptococcus mutans dan penjelasan untuk efek cariostatic xylitol. Sedang pada triclosan, triclosan adalah bisphenol serta germisida nonionik dengan sifat antibakteri dan antiinflamasi. Mekanisme kerjanya adalah mengganggu membran sitoplasma sel bakteri dan penghambatan jalur oksigenase / lipoksigenase. Formulasi triclosan + copolymer lebih unggul untuk antigingivitis dan antiplaque bila dibandingkan dengan triclosan + zinc citrate. Aktivitas antimikroba CPC sama dengan, atau lebih baik daripada klorheksidin, sedangkan sifat penghambatan biofilm lebih rendah daripada klorheksidin. SDS memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme in vitro, termasuk Streptococcus mutans, S. sobrinus dan Actinomyces viscosus. Adsorpsi SDS ke permukaan mikroba dapat mengganggu integritas dinding sel, yang diikuti dengan kebocoran komponen seluler. Sifat hambat biofilm dental SDS telah terbukti pada manusia. Hal ini terutama dapat berhubungan dengan efek antimikroba. Sedang pada bahan alam, ada berbagai macam senyawa yang dapat digunakan sebagai antimikroba untuk kontrol karies. Senyawa itu antara lain alkaloid, saponin, 46
tanin, flavonoid, triptenoid. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan mengalami kematian sel tersebut. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba, yaitu dengan mengganggu permeabilitas membran sehingga dapat menyebabkan terjadinya hemolisis sel dan apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri dapat menyebabkan bakteri tersebut menjadi pecah atau lisis. Mekanisme antibakteri Tanin dengan mengganggu permeablitias sel itu sendiri. Akibat dari terganggungnya permabilitas, sel tersebut mengalami peghambatan dalam aktivitas hidupnya dan mengalami kematian sel. Flavonoid sebagai anti oksidan dan antibakteri bekerja dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran bakteri dan merusak dinding sel bakteri. Mekanisme triptenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Senyawa fenol dan antraquinon dari buah mengkudu menekan pertumbuhan bakteri Gram positif karena kemampuan penetrasi senyawa ini dalam dinding sel bakteri. Senyawa fenol dan antraquinon termasuk senyawa yang larut lemak. Golongan fenol mampu merusak membran sel, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi protein sehingga dinding sel mengalami kerusakan karena penurunan permeabilitas. Perubahan permeabilitas membran sitoplasma memungkinkan terganggunya transportasi ion-ion organik yang penting ke dalam sel sehingga berakibat terhambatnya pertumbuhan bahkan hingga kematian sel. 24Senyawa katekin 47
termasuk senyawa polifenol, yang mana senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma bakteri yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berupa fosfolipid. Senyawa katekin merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.25
BAB V KESIMPULAN
Kontrol plak mekanis adalah andalan untuk pencegahan penyakit mulut, tetapi memerlukan kerja sama dan motivasi pasien yang sangat besar. Oleh karena itu, agen kontrol plak kimia dan bahan yang kandungannya alami bertindak sebagai adjuvan berguna untuk mencapai hasil yang diinginkan. Antimikroba sebagai kontrol karies tidak hanya menggunakan bahan kimia tetapi bisa juga didapat dari bahan alam. Jika menggunakan bahan kimia seperti pada Chlorhexidine, triclosan, xylitol, Sodium Floride, SDS, mekanisme kerja bahan tersebut dengan cara mengganggu pematangan biofilm dengan target pada polimer
48
ekstraseluler: polisakarida, DNA protein. Proses ini juga bisa di peroleh dengan menggunakan bahan alam seperti alkaloid, flavonoid, triptenoid, fenol, dan katekin. Jika menggunakan bahan kimia seperti Povidone Iodine dan CPC, mekanisme kerja bahan tersebut dengan cara menghambat pertumbuhan dan metabolisme bakteri dengan target pada dinding sel dan metabolik aktivitas dan viabilitas sel. Proses ini juga bisa di peroleh dengan menggunakan bahan alam seperti saponin dan tanin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fejerskov and Kidd, 2003. Dental Caries: The Disease and its clinical management. Chapter 12. 179-187
2. Jafer M, Patii S, Hosmani J. Chemical Plaque Control Strategies in the Prevention of Biofilm-associated Oral Diseases. Journal. TJDP. 2016
3. Annisa R. Efektivitas Antimikroba Berbagai Jenis Minyak Nabati Sebagai Bahan Tambahan Pasta Gigi Terhadap Bakteri Streptococcus mutans. Journal. 2016
4. Rizki Sinaerdi. Antibacterial effect of mouth washes containing chlorhexidine, povidone iodine, fluoride plus zinc on Streptococcus mutans and Porphyromonas gingivalis. Journal. 2004
49
5. Cheung HY, Wong MM, Cheung SH, Liang LY, Lam YW, Chiu SK. Differential actions of chlorhexidine on the cell wall of Bacillus subtilis and Escherichia coli. PLoS One 2012; 7(5): e36659.
6. Nikaido H, Vaara M. Molecular basis of bacterial outer membrane permeability. Microbiological Review 1985; 49: 1–32.
7. Prijantojo. Perbandingan Pengaruh Chlorhexidine dan Hexatidine Terhadap Radang Gingiva secara Klinis. Jakarta: FKG VI, 1992
8. J.Lindhe. Text Book of Clinical Periodontology. North and South America: W.n. Saunders Company,1985.
9. Hennessey TD. Some antibacterial properties of chlorhexidine. J of Periodont Res (Serial on Internet) (created 2014 Jan 13), vol. 12, p. 61.
10. Haveles, Elena. Delmar’s Dental Drug Reference. Delmar, Virginia. 2000. hlm.156-157
11. Elley, B. M. Antibacterial Agents in the Control of Supra Gingiva Plaque Review, JofBritish Dent. 1999. vol. 186(6), no. 286, hlm.9.
12. Singh, Surender. Pharmacology for Dentistry. New Delhi. 2007. New Age International (P) Limited, Publishers.
13. Kolahi, J., Soolari, A.’Rinsing with chlorhexidinegluconate solution after brushing and flossing teeth: a systematic review of effetiveness’. QuintensensenceInt. 2006. Vol.37(8), hlm. 605-12
50
14. Decker., Gabriele Maier., DetlefAxmann, PhD., Michel Brecx, Prof., Christiane von Ohle, DMD.’Effect of xylitol versus chlorhexidine as single rinses on intial biofilm formation of cariogenic streptococci’. Quintessence Int. 2008. Vol.39, No.1 hlm 17-26
15. Nobre M, Rosa Carvalho, R., Paulo Malo.‘Non Surgical Treatment of Periimplant Pockets: An Exploratory Study Comparing 0.2% Chlorhexidine and 0.8% Hyaluronic Acid’, J of Dent hygiene. 2009. vol. 43, no.1, hlm. 25–30
16. Ekky Berliana. Effectiveness Of Topical Application Of Fluoride Using Green Tea Extract Compared To Sodium Fluoride On Tooth Cow. Hang Tuah. Journal. 2015
17. Forounzanfar,Reza H. The effect of green tea mouthwash (Camellia sinensis) on wound healing following periodontal crown lengthening surgery; a double blind randomized controlled trial. Journal. 2012
18. Nurul Afriani. Sumber Daya Alternatif Antimikroba Terhadap Bakteri Streptococcus mutans Sebagai Dental Caries (Sebuah Review). 2017
19. Wijayanti, et.al. Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni) sebagai anti mikroba. 2009
20. Zwista Yulia. Efek antibakteri dan penghambatan biofilm ekstrak sereh (Cymbopogon nardus L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans. UGM. Journal. 2015
21. Jalu Perdana. Efektifitas Daya Antibakteri Ekstrak Daun Pare (Momordica Charantia) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus Faecalis. UMY. 2017
51
22. Mahdi M, Abdollah B, Farboodniay J, Zahra H, Khosrow Z, Ehsan Y. An in Vitro Study on the Antibacterial Effect of Ferula Assa-Foetida L. and Quercus Infectoria Olivier Extracts on Streptococcus Mutans and Streptococcus Sanguis. Avicenna J Dent Res; 2015 23. Geoge Philip. Emerging Concepts in Oral Chemical Plaque Control. Journal. 2012
24. Theresia, Yustina, Widodo. Activity Of Phenol Of Morinda Citrifolia As Natural Antibacteria To Inhibit The Growth Of Mastitis-Associated Bacteria. UGM. Journal. 2014
25. Elly Rustanti. Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Katekin Dari Daun Teh (Cameliasinensis L.Var Assamica) Terhadap Bakteri Micrococcusluteus. Alchemy. Journal. 2013
52