Antigen Antibodi

  • Uploaded by: Kinanti Arief
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Antigen Antibodi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,163
  • Pages: 11
Antibody- Mediated Immunity Kekebalan atau imunitas dalam pengertian medis merupakan keadaan pada organisme yang memiliki mekanisme perlindungan biologis terhadap mekanisme pertahanan biologis untuk menghindari infeksi, penyakit, maupun invasi biologis lain yang tak diharapkan. Kekebalan terbgi atas 2 macam, spesifik dan non-spesifik. Kekebalan non-spesifik merupakan sawar antigen atau eliminator atas patogen untuk menghentikan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit. Bagian sistem kekebalan lainnya beradaptasi sendiri bagi setiap penyakit baru yang disebabkan oleh organisme. Sistem kekebalan spesifik, yang juga disebut kekebalan adaptif, sering terbagi 2 menurut prosesnya tergantung pada pembentukan kekebalan tersebut. Kekebalan alami terjadi melalui kontak dengan patogen secara tak disengaja, sementara kekebalan buatan didapat dengan jalan vaksinasi. Kekebalan alami dan buatan tersebut dapat terbagi lagi dalam sejumlah kelompok, tergantung pada awitan perlindungannya. Kekebalan pasif hanya berumur pendek selama beberapa bulan, sedangkan kekebalan aktif dapat bertahan lama.

Fungsi antigen dan antibodi pada mekanisme pertahanan tubuh Yang diartikan dengan imunokompromais ialah fungsi sistim imun yang menurun. Sistim imun terdiri atas komponen nonspesifik dan spesifik. Fungsi masing-masing komponen atau keduanya dapat terganggu baik oleh sebab kongenital maupun sebab yang didapat. Pada hal yang akhir, sistim imun tersebut sebelumnya berfungsi baik. Hal inilah yang dalam praktek seharihari dimaksudkan dengan imunokompromais. Keadaan imunokompromais yang sering ditemukan di dalam klinik dapat terjadi oleh infeksi (AIDS, virus mononukleosis, rubela dan campak), tindakan pengobatan (steroid, penyinaran, kemoterapi, imunosupresi, serum anti-limfosit), neoplasma dan penyakit hematologik (limfoma/Hodgkin, leukemi, mieloma, neutropenia, anemi aplastik, anemi sel sabit), penyakit metabolik (enteropati dengan kehilangan protein, sindrom nefrotik, diabetes melitus, malnutrisi), trauma dan tindakan bedah (luka bakar, splenektomi, anestesi) dan lainnya (lupus eritematosus sistemik), hepatitis kronis) Berbagai 'tnikroorganisme (kuman, virus, parasit, jamur) yang ada di lingkungan maupun yang sudah ada dalam badan penderita, yang dalam keadaan normal tidak patogenik atau memiliki patogenesitas rendah, dalam keadaan imunokompromais dapat menjadi invasif dan menimbulkan berbagai

penyakit. Oleh karena itu penderita yang imunokompromais mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari badan sendiri maupun yang nosokomial dibanding dengan yang tidak imunokompromais. Untuk mengerti hal-hal yang dapat terjadi pada keadaan imunokompromais, komponen-komponen sistim imun dan fungsinya masing-masing, respons imun serta mekanisme eliminasi antigen perlu dimengerti dengan baik. Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme/toksin yang merusak jaringan dan organ. Kemampuan tersebut dinamakan kekebalan. Kekebalan dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu: 1. Kekebalan didapat/kekebalan khusus, yang membentuk antobodi serta limfosit peka yang menyerang dan menghancurkan organisme spesifik/toksin. 2. Kekebalan bawaan/alamiah, membuat tubuh manusia resisten terhadap penyakit-penyakit pada binatang, kolera, campak, penyakit virus yang membunuh. Kekebalan ini disebabkan oleh proses berikut: • Fagositosis bakteri dan penyerang lain oleh sel darah putih dan sel dari sistem makrofag jaringan. • Destruksi organisme yang tertelan dalam lambung oleh enzim-enzim pencernaan. • Daya tahan kulit terhadap invasi oleh organisme asing. • Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang menyerang organisme asing/toksin dan menghancurkannya. Tubuh manusia mempunyai kekebalan spesifik yang sangat kuat terhadap tiap-tiap agen penyerang seperti bakteri, virus, toksin. Sistem kekebalan didapat ini penting sebagai pertahanan terhadap organisme penyerang karena tubuh tidak mempunyai kekebalan bawaan/alamiah. Tubuh tidak menghambat invasi pada serangan pertama, tetapi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu terserang menyebabkan sistem imun khusus timbul dengan kuat untuk menahan penginvasi/toksin, sehingga timbul daya tahan sangat spesifik untuk penginvasi tertentu dan tidak untuk penginvasi jenis lainnya. Kekebalan didapat sering dapat memberikan proteksi ekstrim, misalnya toksin tertentu/tetanus dapat memproteksi dalam dosis 100 ribu kali jumlah yang akan menimbulkan kematian tanpa kekebalan tersebut. Karena alasan ini proses yang dikenal dengan vaksinasi sangat penting dalam melindungi manusia terhadap penyakit tertentu. Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis dasar kekebalan yang didapat/khusus dan berhubungan sangat erat, yaitu:

1. Kekebalan humoral, tubuh manusia membentuk antibodi yang beredar, yang merupakan molekul globulin yang mampu menyerang agen penginvasi. 2. Kekebalan seluler/limfositik, didapat melalui pembentukan limfosit yang sangat khusus dalam jumlah besar yang peka terhadap agen asing, yang mempunyai kemampuan menyerang agen asing dan menghancurkannya. Tiap-tiap toksin atau jenis organisme penginvasi mengandung satu senyawa kimia spesifik atau lebih yang membedakannya dari semua senyawa lainnya. Umumnya senyawa ini adalah suatu protein, polisakarida besar, atau kompleks lipoprotein besar, dan inilah yang menyebabkan kekebalan didapat, zat ini disebut antigen. Hal sama pada jaringan, seperti jantung yang ditransplantasikan dari manusia lain juga mengandung sejumlah antigen yang dapat menimbulkan proses imun dan selanjutnya menyebabkan destruksi cangkokan. Zat-zat yang bersifat antigenik biasanya harus mempunyai berat molekul yang besar, selanjutnya proses antigenisitas mungkin tergantung atas rantai prostetik yang secara teratur timbul pada permukaan molekul besar, yang mungkin menerangkan mengapa protein dan polisakarida hampir selalu bersifat antigenik, karena mereka mempunyai kedua jenis sifat streokimia ini. Kekebalan didapat adalah hasil dari jaringan limfoid tubuh. Pada orang yang secara genetik tidak mengandung jaringan limfoid atau rusak oleh radiasi atau zat kimia, kekebalan didapatnya tidak terbentuk. Jaringan limfoid hampir selalu terletak pada nodus limfatikus, tetapi juga ditemukan dalam jaringan limfoid khusus seperti limpa, daerah submukosa saluran pencernaaan, dan dalam jumlah kecil pada sumsum tulang. Walaupun sebagain besar limfoit dalam jaringan limfoid normal, sel-sel ini secara nyata dibagi atas 2 golongan, yaitu: 1. Limfosit T, bergantung jawab dalam pebentukan limfosit yang disensitisasi yang memberikan kekebalan seluler, dimana Limfosit T dibentuk dalam timus, 2. Limfosit B, untuk pembentukan antibodi yang memberikan kekebalan humoral, dimana limfosit B dibentuk dalam hati fetus. Limfosit bersikulasi dalam darah selama beberapa jam tetapi kemudian terjebak oleh jala retikulum di dalam jaringan limfoid, selanjutnya limfosit terus berproduksi dan tumbuh jaringan limfoid seluruh tubuh. Sebenarnya bila orang menjadi kebal terhadap jaringannya sendiri, proses kekebalan didapat akan menghancurkan tubuhnya sendiri. Untungnya, mekanisme kekebalan normal mengenali jaringannya sendiri sebagai

jaringan yang berbeda dengan jaringan penginvasi/toksin, dan sistem kekebalan membentuk sedikit antibodi maupun limfosit yang disensitisasi terhadap antigennya sendiri. Fenomena ini dikenal sebagai toleransi terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Oleh karena itu, dianggap bahwa selama pembentukan limfosit T dan B, semua koloni limfosit spesifik bagi jaringan tubuh sendiri dihancurkan sendiri karena mereka terus menerus terpapar antigen tubuh. Orang sering kehilangan sebagian toleransi imunnya terhadap jaringannya sendiri. Hal ini terjadi lebih disebabkan oleh usia yang makin tua, yang disebabkan dari destruksi beberapa jaringan tubuh yang mengeluarkan antigen dalam jumlah banyak yang beredar dalam tubuh dan menyebabkan kekebalan didapat dalam bentuk limfosit yang disinsitiasasi/antibodi. Beberapa penyakit lain yang merupakan akibat dari autoimunitas adalah demam rematik, tempat tubuh terimunisasi terhadap jaringan jantung dan sendi-sendi setelah terpapar toksin stretokokus jenis tertentu (suatu jenis glomerulonefritis), dimana orang terimunisasi terhadap membran basalis glomerulinya, miastenia gravis tempat kekebalan timbul terhadap otot bagian membran dan sambungan neuromuskular, sehingga menyebabkan parlisis, dan lupus eritematosus, tempat orang terimunisasi terhadap berbagai jaringan tubuh pada saat yang sama. Penyakit ini menyebabkan kerusakan luas dan sering menyebabkan kematian yang cepat. Karena sifat antibodi yang bervalensi dua, dan tempat antigen multipel pada sebagian besar agen penginvasi/toksin, antibodi dapat tidak mengaktifkan toksin dengan salah satu jalan berikut ini, yaitu: 1. Aglutinasi, tempat agen antigenik multipel terikat bersama-sama dalm suatu gumpalan. 2. Presipitasi, tempat kompleks antigen yang larut dan antibodi menjadi tidak larut dan mengalami presipitasi. 3. Netralisasi, tempat antobodi yang meliputi tempat toksik agen antigenik. 4. Lisis, Tempat sebagian antibodi yang sangat berat yang mampu langsung menyerang membran agen seluler, dan menyebabkan pecahnya sel. Efek pengaktifan enzim sebagai awal reaksi lokal jaringan untuk melindungi terhadap kerusakan oleh penginvasi/toksin sebagai berikut: 1. Lisis, enzim proteolitik sistem komplemen mencernakan bagian membran sel sehingga pecahnya agen seluler (bakteri). 2. Opsonisasi dan Fagositosis, enzim komplemen menyerang permukaan bakteri/antigen yang mengakibatkan mereka sagnat peka terhadap fagositosis oleh neutrofil dan makrofag jaringan (opsonisasi) 3. Kemotaksis, satu atau ;lebih dari hasil komplemen menyebabkan kemotaksis neutrofil dan makrofag sehingga sangat meningkatkan jumlah fagosit dalam daerah sekitar agen antigenik.

4. Aglutinasi, enzim komplemen juga mengubah permukaan agen antigenik sehingga mereka saling melekat satu sma lain. 5. Netralisasi virus, enzim komplemen sering menyerang struktur molekuler virus. 6. Efek peradangan, produk komplemen yang menimbulkan reaksi peradangan lokal yang mengakibatkan hiperemia, kogulasi protein dalam jaringan, dan aspek lain dari poroses peradangan sehingga mencegah pergerakan agen penginvasi melalui jaringan. Dalam proses vaksinasi yang telah digunakan selama bertahun-tahun untuk memberikan kekebalan didapat/khusus terhadap penyakit spesifik. Orang yang divaksinasi dengan memasukkan organisme mati ke dalam tubuh melalui suntikan yang tidak lagi mampu menyebabkan penyakit tetapi tetap mempunyai antigen kimia. Jenis vaksinasi ini digunakan untuk melindungi terhadap 1. penyakit demam tifoid, 2. pertusis, 3. difteria, 4. dan yang serupa. Kekebalan juga dapat dicapai terhadap toksin yang telah diolah dengan zat kimia sehingga sifat toksiknya telah dimusnahkan walaupun antigen penyebab kekebalan tetap utuh. Tindakan ini digunakan untuk 1. vaksinasi tetanus, 2. botulism, 3. dan yang serupa. Orang divaksinasi dengan menginfeksi mereka dengan organisme hidup yang telah dilemahkan, yaitu organisme yang dibiakkan pada medium khsuus sampai mengalami mutasi yang cukup sehingga mereka tidak akan menyebabkan penyakit tetapi tetap membawa antigen spesifik. Tindakan ini digunakan untuk melindungi terhadap penyakit 1. pliomielitis, 2. demam kuning, 3. campak, 4. cacar, 5. dan penyakit virus lainnya. Adapun untuk kasus transplantasi jaringan atau organ tertentu, seperti 1. kulit, 2. ginjal, 3. jantung,

4. dan lain-lain. Percobaan secara seksama perlu dilakukan untuk mencegah reaksi antigenantibodi. Tindakan khusus perlu dilakukan untuk memberikan keberhasilan klinis dengan cara mencegah penolakan cangkokan. Antigen terpenting yang menyebabkan penolakan cangkokan adalah sekelompok antigen yang disebut HLA yang terdiri dari 50 antigen atau lebih dalam membran sel jaringan. Keberhasilan terbaik bila mempunyai kecocokan golongan jaringan antara anggota keluarga yang sama, atau dengan menggunakan hormon glukokortioid dari kelenjar adrenalin yang mempunyai kemampuan menekan pembentukan antibodi dan limfosit. Pemberian hormon dalam jumlah besar (ACTH) menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan glukosa kortikoid yang sangat membantu dalam mencegah penolakan transplantasi organ, dan telah menjadi bagian utama banyak program terapi. Jaringan yang dicangkokkan/transplantasi biasanya dirusak oleh limfosit yang telah tersensitisasi terhadap cangkokkan. Limfosit ini menginvasi cangkokkan sehingga sel cangkokkan membengkak, membran menjadi lebih permeabel/elastis dan akhirnya membran selnya pecah. Secara serentak makrofag bergerak untuk membersihkan sel yang telah rusak/debris. Dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah proses ini, sering jaringan telah rusak total walaupun cangkokkan masih hidup dan berfungsi normal hanya untuk waktu yang singkat. Untuk itu, sebagai tindakan pencegahan penolakan jaringan yang dicangkokkan dengan menginokulasi penerima dengan serum limfosit, dimana serum ini dibuat pada hewan yang disuntikkan limfosit manusia, antibodi yang timbul pada hewan akan menyerang limfosit manusia. Bila serum ini disuntikkan ke dalam penerima transplantasi, maka jumlah limfosit akan kecil yang bersirkulasi sampai hanya 10 persen dari normal sehingga terdapat penurunan reaksi penolakan cangkokkan. Sayangnya tindakan ini tidak terus bekerja baik setelah beberapa suntikan pertama antiserum karena penerima segera membentuk antibodi terhadap antiserum hewan yang dimasukkan ke tubuh penerima.

SISTIM IMUN

Sistim imun yang mempertahankan keutuhan tubuh terdiri atas sistim imun nonspesifik (natural/innate) dan spesifik (adaptive/acquired) Sistim imun nonspesifik sudah ada dan berfungsi sejak lahir, sedang yang spesifik baru berkembang sesudah itu Fagosit yang terdiri alas sel mononuklear (monosit dan makrofag) dan sel polimorfonuklear (granulosit yang terdiri atas neutrofil, eosinofil dan basofil) dibentuk dalam sumsum tulang Setelah berada dalam sirkulasi untuk 24 jam,

sel monosit bermigrasi ke tempat tujuan di berbagai jaringan dan di sana berdiferensiasi menjadi makrofag. Menurut fungsinya, makrofag dapat berupa fagosit profesional atau Antigen Presenting

Dampak jika sistim imun lemah Jika sistem imun turun. Sayangnya, barisan penangkal atau sistem imun ini bisa menurun fungsinya. Ini terjadi bila ada gangguan pada sistem kerjanya, sehingga antigen atau kuman pun berhasil menerobos masuk, dan akhirnya si kecil jatuh sakit. Anak yang kondisi gizinya tidak bagus, entah karena kekurangan gizi akibat anak sulit makan, atau gizi tak seimbang akibat kebiasaan makan yang salah, umumnya tidak memiliki barisan pertahanan tubuh yang kuat. Tidak heran, karena dalam keadaan gizi seperti ini, mana bisa jaringan tubuh membentuk zat anti dalam jumlah yang cukup. Selain itu, sel fagosit dan makrofag pada anak yang gizinya tidak baik akan kehilangan daya gerak dan kegesitannya dalam menerkam dan membunuh kuman yang masuk. Anak dengan pola hidup yang tidak tepat, misalnya kurang istirahat atau malah kurang bergerak sehingga peredaran darahnya tidak lancar, juga tidak bisa membentuk sistem imun yang kuat. Tubuh mereka rentan dan cenderung mudah terserang infeksi. Begitu juga dengan anak yang selalu memendam stres, kurang perhatian, dan tidak bahagia, sistem imunnya juga jadi ‘loyo’. Seperti Nisa, Anda pun tentu tak suka kalau si kecil bolak-balik sakit. Tetapi, daripada terus-menerus memendam cemas lalu menyalahkan lingkungan sebagai biang keladinya, mengapa tidak kita bentuk saja pertahanan yang kuat dalam tubuh anak? Ini jauh lebih penting, dan lebih mudah dilakukan. Caranya? Apalagi kalau bukan menjalankan pola hidup sehat (lihat boks: Bangun Benteng Pertahanan Tubuh). Meningkatkan daya tahan tubuh si kecil artinya mendorong agar sistem pertahanan tubuhnya bekerja optimal. Sebab, kalau fungsi alami tubuh bekerja dengan baik, ia pun akan tanggap dalam menghalau kuman penyakit yang masuk dalam tubuh. Sebaliknya, bila fungsi alami tubuh tidak bekerja sempurna atau lemah, maka kuman pun merajalela. Bantu dengan imunomodulator. Membentuk sistem imun dalam tubuh anak juga bisa dibantu dengan imunomodulator. Apa itu? Imunomodulator adalah zat yang dapat membantu mengatur sistem pertahanan tubuh, termasuk menguatkannya. Ternyata, zat yang bersifat pendongkrak sistem pertahanan tubuh ini, banyak ditemukan dalam tanaman-tanaman di Indonesia. Mengingat Indonesia memang amat kaya akan tanaman berkhasiat obat, tak heran jika kini dikembangkan produk imunomodulator yang berasal dari tanamantanaman tertentu, yang sudah terbukti mempunyai efek meningkatkan pertahanan tubuh. Dalam dunia kesehatan, produk ini disebut fitofarmaka,

yaitu obat yang berasal dari bahan alam, terutama ekstrak tumbuhan, yang sudah dibuktikan khasiat dan keamanannya, serta sudah dibakukan atau standardisasi terhadap bahan yang digunakan. Salah satu contohnya adalah ekstrak tanaman Phyllanthus niruri L (meniran) yang terbukti berkhasiat menjaga dan menguatkan sistem imun anak sehingga sistem kekebalan tubuhnya dapat bekerja optimal. Selain membuat tubuh si kecil tidak mudah sakit, meniran juga membantu mempercepat masa penyembuhan. Anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, apalagi yang kebetulan tubuhnya tidak memiliki sistem pertahanan yang prima, atau sedang dalam masa penyembuhan dan harus mengkonsumsi antibiotika, bisa menggunakan bantuan imunomodulator semacam ini. Dengan demikian, proses tumbuh kembang si kecil pun akan berjalan lancar. Saat ini produk imunomodulator sudah dibuat dalam bentuk siap minum. Karena berasal dari bahan alami, selain harganya relatif murah, penggunaannya pun hampir tidak ada efek samping. Tentu saja tetap harus diingat, takaran atau dosis sesuai anjuran. Akan lebih baik jika konsultasi pada ahlinya sebelum mengonsumsi imunomodulator siap minum. Setiap hari kita akrab dengan bibit penyakit. Tidak percaya? Ketika menginjakkan kaki keluar pintu rumah, angin bertiup membawa bermacam kuman penyakit. Bisa jadi tuberkulosis (TBC) dari dahak kering orang yang terinfeksi TBC dan diterbangkan angin. Atau, kuman pembawa penyakit lainnya seperti batuk, flu, mata, dan sebagainya. Setelah itu naik kendaraan umum, duduk di kursi yang sebelumnya diduduki oleh orang yang mengidap gatal-gatal. Atau, kita memegang besi dalam bus kota yang tadinya dipegang oleh orang yang baru saja memencet hidungnya karena flu. Nah, flu pun mengancam kita ketika kita menekan hidung kita karena gatal atau karena tak mau menghirup asap kendaraan. ''Apakah kita tahu seberapa bersih tangan tetangga kita? Pada waktu bicara apa kita bisa mengukur derajad pertukaran mikroorganisma? Apakah kita tahu berapa banyak mikroorganisma yang kita hidup?'' tanya DR Drs Suprapto Ma'at, Apt pada diskusi Peran Sistem Imun pada Kehidupan Kita Sehari-hari dan Tugas Stimuno, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Dengan kata lain, kita hidup berdampingan dengan beraneka penyakit. Bahkan, kalau pun kita langsung masuk ke dalam mobil begitu keluar rumah tidak menjamin kita terbebas dari serangan penyakit. Karena, kondisi jalanan yang macet dan polusi, padahal harus segera ke tempat kerja, atau tempat kuliah, bisa menyebabkan stres, dan daya tahan tubuh bisa menurun. Kalau sudah demikian, mikroorganisme akan mudah menyerang.

Life style mikroorganisme Suprapto mengungkapkan, sama seperti makhluk hidup lainnya mikroorganisme butuh melihat, mendengar, dan fungsi-fungsi indera lainnya.

Mereka juga memerlukan pangan, udara dengan atau tanpa oksigen, tempat hidup, komunikasi, dan juga reproduksi. Mikroorganisme pun memerlukan habitat layak, yang sesuai dengan life style-nya. Untuk sampai pada habitat yang sesuai mereka berpindah yang prosesnya disebut transmisi. Transmisi, lanjut pria yang setiap kali berbicara di forum dengan gaya khasnya ini, terjadi lewat sentuhan tangan, atau berciuman. Lewat udara dengan bernafas, atau mulut yang terbuka. Lewat cairan tubuh saat membuang ingus, atau berhubungan kelamin. Dan lewat transfusi darah. Ngeri, bukan? Memang demikian kenyataannya. Namun, tak perlu khawatir. Sebab, setiap orang memiliki sistem imun. Yang dimaksud sistem imun, menurut Soeprapto, adalah semua mekanisme pertahanan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan berbagai benda asing/antigen seperti bakteri, virus, jamur, kuman, daan racun yang ada di sekeliling tubuh. Sistem imun, lanjut dosen pada Program Pascasarjana Unair, Surabaya itu,dalam tubuh berfungsi sebagai pertahanan tubuh untuk menangkal benda-benda asing, keseimbangan fungsi tubuh untuk menjaga keseimbangan komponen tubuh yang tua, dan pengawasan/perondaan untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi (ganas) Director of Scientific Affairs and Corporate Development PT Dexa Medica, Raymond Rubiyanto Tjandrawinata, PhD, MBA, mengungkapkan, dalam tubuh manusia sudah ada sistem imun, namun terkadang kurang karena biasanya stres, atau kurang olahraga. ''Itu bisa membuat sistem imun weak,'' ujar Raymond. Sistem imun yang lemah ini disebabkan oleh faktor dari luar maupun dalam tubuh sendiri. Faktor eksternal, misalnya, masuknya bakteri ke dalam tubuh. Sementara kelemahan sistem imun yang disebabkan dari dalam tubuh sendiri disebabkan oleh tiga hal. Kurang aktivitas, sel-sel kurang, dan kekuatan yang dikeluarkan kurang. ''Seperti satpam yang teler karena sedang tidak fit padahal tugasnya menjaga agar tidak terjadi serangan kejahatan,'' kata Raymond. ''Jadi, ada sistem imun tapi sel-selnya tidak lengkap dan senjata yang dikeluarkan tidak lengkap.''

Mempertahankan dan meningkatkan imun

Lebih lanjut Raymond mengungkapkan, sistem imun bisa rusak karena kemasukan patogen dari luar secara berlebihan dan menguasai sistem imun. Misalnya serangan HIV. Karena HIV melumpuhkan kekebalan tubuh, tubuh penderita mudah terinfeksi, tumbuh jamur, dan luka tidak sembuh-sembuh. Penyebab lain adalah karena radiasi (rontgen) terlalu sering. ''Faktor rusak pasti dari luar,'' tegas biochemist/molecular pharmacologist ini. Namun, sebenarnya sistem imun bisa dipertahankan. ''Caranya dengan hidup sehat. Ini yang paling mudah disampaikan,'' tutur pria berkacamata itu. Antara lain, dengan memperhatikan lingkungan, kebersihan (mandi),

menghindari rokok, tidak menghirup udara yang terpolusi, dan mengonsumsi makanan bergizi. ''Banyak orang yang beranggapan makanan bergizi adalah makanan mahal. Tapi, makanan yang mengandung protein, karbohidrat, dan asam amino,'' lanjut Raymond. Sistem kekebalan yang lemah karena faktor-faktor dari dalam dan luar tadi bisa ditingkatkan kembali. Harus dicegah agar jangan sampai lemah dengan cara dijaga terus, dikuatkan, sel-sel imun ditingkatkan jumlahnya, dan 'mempersenjatai' sel-sel tubuh dengan sitokin dan kemokin (ini dikeluarkan oleh sel-sel imun). Sayangnya, pada zaman sekarang cara hidup sehat kadang tidak optimal karena tuntutan banyak hal. Itulah mengapa daya tahan tubuh menurun. Mengatasinya, orang perlu mengonsumsi food supplement, antara lain vitamin. Vitamin C, misalnya, belum tentu mencegah flu tapi mempercepat untuk menguatkan imun, dan mengurangi oksidasi sehingga sel-sel imun lebih kuat. Dengan demikian vitamin C tidak bekerja secara langsung, sementara itu dalam benak konsumen vitamin ini akan menyembuhkan sakit. Vitamin C bukan imunomodulator (memperkuat sistem imun). Menurut Raymond, yang bisa menjadi imunomodulator dari dalam tubuh adalah co-enzim. Yang dari luar tubuh berasal dari golongan betaglukan (kompleks karbohidrat), lektin, dan golongan herbal dari tanaman meniran (Phyllanthus niruri L). Berdasarkan berbagai literatur, tanaman yang mudah ditemui di sekitar kita ini berkhasiat untuk mengobati sakit ginjal, menstimulasi daya tahun tubuh (immuno stimulant), antivirus (antiviral), antibakteri, antiinflamatory (menekan peradangan), antihepatotoxic (tidak beracun terhadap sel hati), antispasmodic, antiviral choleretic. Imunomodulator berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam menjalankan fungsinya, menguatkan sistem imun tubuh (imunostimulator) atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imunosuppressan). Sehingga, kata Suprapto, kekebalan tubuh kita selalu optimal untuk menjaga tubuh tetap sehat ketika diserang virus, bakteri, dan mikroba lainnya.

BIOLOGI

Puti Laras Kinanti Hadita XI IPA 5

Related Documents


More Documents from "Muhammad Ikhsan"