HUBUNGAN KESIAPAN PSIKOLOGIS DENGAN ENURESIS PADA ANAK oleh: Robiatul Adawiyah, L. Agung Adiguna Dosen pada STIKES Mataram Abstrak: Kesehatan anak mencakup pertumbuhan dan perkembangan anak, pengaruh bermain terhadap tumbuh kembang anak, komunikasi pada anak dan orang tua, anticipatory guidance dan toilet training, imunisasi pada anak, kebutuhan nutrisi pada anak, serta dampak hospitalisasi pada anak dan orang tua (Supartini, 2010). Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional diperkirakan jumlah balita yang mengontrol BAB dan BAK di usia toddler mencapai 75 juta anak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kesiapan psikologis dengan kejadian enuresis pada anak usia toddler (1-3 tahun di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. Desain penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan Total Sampling yaitu sebanyak 34 anak. Instrument yang digunakan adalah kuesioner untuk mendapatkan kesiapan psikologis dengan kejadian enuresis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan anak lebih banyak dengan kategori baik yaitu 12 orang (35,29%) sedangkan kesiapan orang tua lebih banyak dengan kategori tidak baik yaitu 22 orang (64,70%)) dengan uji statistic didapatkan p value 0,007 untuk kesiapan psikologi anak maka ada hubungan yang signifikan antara kesiapan psikologi anak dengan kejadian enuresis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia Kata kunci : kesiapan psikologis anak, enuresis, toddler PENDAHULUAN Kesehatan anak adalah hal yang sangat penting diperhatikan oleh pemerintah untuk tercapainya kualitas sumber daya manusia yang lebih utuh, tangguh dan maju dimasa mendatang, karena seperti diketahui bahwa anak adalah harapan masa depan bangsa.Kesehatan anak mencakup pertumbuhan dan perkembangan anak, pengaruh bermain terhadap tumbuh kembang anak, komunikasi pada anak dan orang tua, anticipatory guidance dan toilet training, imunisasi pada anak, kebutuhan nutrisi pada anak, serta dampak hospitalisasi pada anak dan orang tua (Supartini, 2010). Anak sebagai generasi unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Suatu perjalanan yang harus dilalui seorang anak adalah tumbuh kembang. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik sedangkan perkembangan merupakan segala perubahan yang terjadi pada anak baik secara kognitif, emosi maupun psikososial, untuk dapat berkembang dengan optimal anak memerlukan lingkungan yang kondusif dan orang tua juga mempunyai peranan penting (Mulyadi, 2004). Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebaiknya direncanakan sejak awal kehidupan seseorang dan berlanjut pada usia balita. Pada masa itu sangat penting untuk meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan anak. Menghasilkan suatu generasi yang dapat tumbuh dan berkembang secara baik perlu diupayakan melalui berbagai cara agar mendukung perkembangan sehat dan dapat tercapai secara sempurna. Pada masa toddler (1-3 tahun) biasanya akan muncul masalah utama yang akan dihadapi orang tua adalah; sibling rivalry (persaingan antar saudara kandung), temper tantrum (perasaan marah pada anak), negativistik, toilet training, enuresis (ngompol).Adapun dari kelima permasalahan di atas, permasalahan yang paling sering terjadi adalah ngompol (enuresis) karena sejalan dengan anak mampu berjalan maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi (Wong, 2008). Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional diperkirakan jumlah balita yang mengontrol BAB dan BAK di usia toddler mencapai 75 juta anak. Fenomena ini
48 |Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-9292 Volume 2, No. 1, Maret 2016 http://www.untb.ac.id dipicu karena banyak hal seperti, pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih BAB dan BAK, pemakaian popok sekali pakai(PEMPRES), hadirnya saudara baru dan masih banyak lainnya (Riblat, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia pada tanggal 10 Mei 2015, didapatkan data jumlah total anak usia 0-5 tahun adalah 139 anak, dalam jumlah tersebut ibu yang memiliki anak usia toddler 1-3 tahun sebanyak 34 anak. Dimana dari hasil wawancara kepada beberapa orang tua yang memiliki anak usia toddler di Dusun Sandongan ternyata masih banyak yang mengalami enuresis (ngompol). Dimana dari 34 orang anak yang mengalami enuresis sebanyak 18 orang yaitu 52,94%, dengan frekuensi enuresis yang berbeda-beda terkadang enuresis terjadi pada malam hari dan ada juga di siang hari dan masih banyak juga yang menggunakan benda penampung kotoran, dan 16 orang yaitu 47,05% anak yang mengalami enuresis sekunder atau anak yang pernah ngompol 6 bulan sebelumnya kemudian ngompol lagi. Orang tua tidak memahami kapan harus mulai mengajarkan anaknya buang air kecil atau buang air besar (toilet training) ataupun apa saja yang mendukung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kesiapan psikologis dengan kejadian enuresis pada anak usia toddler (1-3 tahun di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. Mengetahui kesiapan psikologis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. Mengetahui kejadian enuresis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. Menganalisa hubungan kesiapan psikologis dan kesiapan orang tua dengan kejadian enuresis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan Total Sampling yaitu sebanyak 34 anak. Instrument yang digunakan adalah kuesioner untuk mendapatkan kesiapan psikologis dengan kejadian enuresis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Jumlah sampel sebanyak 34 orang dengan karakteristik responden adalah sebagai berikut : Table 1. Karakteristik responden No Karakteristik Frekuensi (orang) Persentase (%) 1 Pendidikan Tidak sekolah 6 17,7 SD 13 38,2 SMP 8 23,5 SMA 6 17,7 Perguruan Tinggi 1 2,9 34 100 2 Pekerjaan Petani 16 47,1 IRT/Tidak Bekerja 15 44,1 Guru 3 8,8 34 100 Berdasarkan tabel di atas bahwa sebagian besar responden tamatan SD sebanyak 13 responden (38%) dan yang paling kecil adalah responden tamatan Perguruan Tinggi sebanyak 1 responden (2,9%). responden bekerja sebagai Petani sebanyak 16 responden (47,0%) dan yang paling kecil adalah bekerja sebagai Guru sebanyak 3 responden (8,8%). Table 2. Distribusi responden berdasarkan kesiapan psikologis Variable Frekuensi (orang) Persentase (%) Kesiapan psikologi anak 12 35,3 Baik 22 64,7 Tidak Baik 12 35,3 34 100 Tabel 3. Hubungan kesiapan psikologis dengan kejadian enuresis pada anak usia toddler di dusun sandongan desa dara kunci kecamatan sambelia. N o Factor-faktor yang mendukung toilet training Kejadian Enuresis Total P- Val ue Enuresis Tidak Enuresis F % F % F % 1 . Kesiapan psikologi anak Baik 3 25,0 9 75,0 12 100 0,007 Tidak Baik 16 72,7 6 27,3 22 100 Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. dengan analisis statistik chi square dengan tingkat kemaknaan statistik α = 0,05. Uji statistic mendapatkan p value 0,007 untuk kesiapan psikologi anak dan maka ada hubungan yang signifikan antara kesiapan psikologi anak dan kesiapan orang tua dengan kejadian
enuresis pada anak usia Toddler (1-3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia b. Pembahasan Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan faktor penting terbentuknya ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|49 http://www.untb.ac.id Volume 2, No. 1, Maret 2016 pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula untuk memahami dan menyerap pengetahuan. Pernyataan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gilbert (2011) bahwa Tingkat pendidikan orang tua turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Dari pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap adanya masalah perkembangan anak salah satunya penerapan toilet training di dalam keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tingkat pendidikan yang paling besar adalah orang tua yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 13 responden (38,2%), data tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Gilbert (2011) bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada pengetahuan orang tua tentang penerapan toilet training, apabila pendidikan ibu rendah akan berpengaruh pada pengetahuan tentang penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada cara melatih secara dini penerapan toilet training. pekerjaan orang tua yang paling besar adalah petani sebanyak 16 responden (47,1%) dan yang paling sedikit 3 responden (8,8%). Menurut Mackonochief (2009) kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut ; anak tampak kooperatif, anak memiliki waktu kering periode 3-4 jam, anak buang air dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan keinginan untuk buang air besar dan buang air kecil dan waktu untuk buang air sudah dapat diperkirakan dan teratur. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari total 34 didapatkan responden dengan kesiapan psikologis dengan kategori baik sebanyak 12 responden, dengan kejadian enuresis sebanyak 3 (25%) dan tidak enuresis sebanyak 9 responden (64,3%), sedangkan kesiapan orang tua dengan kategori tidak baik sebanyak 22 responden dengan kejadian enuresis sebanyak 16 responden (72,7%), dan tidak enuresis sebanyak 6 responden (27,3%). Dari hasil uji statistic dengan chi square didapatkan mendapatkan p value 0,007 untuk kesiapan psikologi anak maka ada hubungan yang signifikan antara kesiapan psikologi anak dengan kejadian enuresis pada anak usia Toddler (1- 3tahun) di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kecamatan Sambelia. Kejadian Enuresis pada anak tidak lepas dari peran orang tua, hal ini dapat dilihat dari faktor pemicu enuresis yaitu faktor genetik,dimana keterlambatan matangnya susunan syaraf pusat. faktor-yang mendukung toilet training dimana kesiapan orang tua dapat dilihat apabila orang tua sudah dapat mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih, orang tua mempunyai waktu untuk mengajarkan toilet training pada anak, tidak mengalami konflik tertentu atau stress keluarga yang berarti (perceraian. Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cendrung bersifat retentive dimana anak cendrung bersikap retentife dimana anak cendrung bersikap keras kepala bahkan kikir. Indikatorindikator yang mendukung toilet training pada faktor psikologi antara lain; dapat jongkok dan berdiri di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu, mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan orang dewasa dalam buang air kecil dan buang air besar, dan merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera ganti (Mackonochi, 2009). Pengkajian
psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air seperti anak tidak rewel dan tidak menangis sewaktu buang air, ekspresi wajah menunjukkan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel saat meninggalkannya, adanya keingintahuan kebiasaan toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada orang tuanya (Hidayat, 2012). Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cendrung ceroboh , suka membuat gara-gara, emosional, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari . PENUTUP a. Simpulan Ada hubungan yang signifikan antara kesiapan psikologi dengan kejadian enuresis pada anak usia toddler di Dusun Sandongan Desa Dara Kunci Kec. Sambelia dengan nilai p-value 0,034 < 0,05 B. Saran Diharapkan orang tua adapat memberikan dukungan kepada anak untuk mengajarkan cara buang air yang baik sehingga dapat mengurangi atau menghentikan kebiasaan mengompol pada anak toddler. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh ataupun dengan menmberikan pujian sehingga anak termotivasi untuk melakukan buang air yang baik dan pada tempatnya.
MODEL BUKU PANDUAN TENTANG PENCEGAHAN KECELAKAAN DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENCEGAHAN KECELAKAAN PADA BALITA Sri Mulyanti Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan Abstract: pocket book guide to the prevention of accidents, Toddler. The purpose of this study was to determine the level of knowledge of mothers regarding accident prevention measures among children, maternal attitudes in accident prevention action programs in children under five. This study is a quasiexperimental study conducted in women who have children under the number of 50 respondents in each treatment group and control with simple random sampling. The results showed that the incidence of accidents is 86% or 43 cases in the treatment group and 72% or 36 cases in the control group, the type of accident that happens to fall 70 cases, 23 cases of burns, electric shock 23 cases, 43 cases of choking, exposed objects sharp 33 cases, 16 cases of drowning, drinking or eating hazardous materials 6 cases, choking or can not breathe 9 cases, and accidents lalulitas no case, the average level of knowledge of the mother before and after
treatment increased, the treatment group of 24, 26 increased to 28.80, while in the control group rose to 25.18 from 23.94, and the average value of the attitude of mothers in the intervention group increased from 95.10 into 99.94 while in the control group decreased from 96.92 to 96 , 86, as well as the use of guidelines on the prevention of accidents in toddlers is effective to improve knowledge (t = 0.000) and attitude (t = 0.033) mother on the prevention of accidents in Toddlers. Keywords: pocket book guide accident prevention, Toddler Abstrak: buku saku panduan pencegahan kecelakaan, Balita. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai tindakan pencegahan kecelakaan pada anak balita, sikap ibu dalam program tindakan pencegahan kecelakaan pada anak balita. Peneltian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang dilakukan pada ibu yang mempunyai anak balita dengan jumlah 50 responden pada masing masing kelompok perlakuan dan kontrol dengan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian kecelakaan adalah 86% atau 43 kasus pada kelompok perlakuan dan 72% atau 36 kasus pada kelompok kontrol, jenis kecelakaan yang terjadi jatuh 70 kasus, luka bakar 23 kasus, tersetrum listrik 23 kasus, tersedak 43 kasus, terkena benda tajam 33 kasus, tenggelam 16 kasus, minum atau makan bahan berbahaya 6 kasus, tercekik atau tidak bisa bernapas 9 kasus, dan kecelakaan lalulitas tidak ada kasus, rata-rata tingkat pengetahuan ibu sebelum dan sesudah perlakuan mengalami peningkatan, pada kelompok perlakuan dari 24,26 meningkat menjadi 28,80 sedangkan pada kelompok kontrol dari 23,94 naik menjadi 25,18, dan ratarata nilai sikap ibu pada kelompok perlakuan meningkat dari 95,10 menjadi 99,94 sedangkan pada kelompok kontrol menurun dari 96,92 menjadi 96,86, serta penggunaan buku panduan tentang pencegahan kecelakaan pada balita efektif untuk meningkatkan pengetahuan (t=0.000) dan sikap (t=0,033) ibu tentang pencegahan kecelakaan pada Balita Kata Kunci: buku saku panduan pencegahan kecelakaan, balita Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat penting. Hal ini terjadi karena kejadian dan pengalaman yang terjadi pada masa anak akan sangat mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan dan perkembangan yang baik, sesuai dengan tahap dan tugas perkembangan pada masa anak akan membuat perkembangan berikutnya menjadi lebih baik. Mulyanti, Model Buku Panduan tentang Pencegahan Kecelakaan 27 Namun demikian pada masa anak sering menyebabkan gangguan pada masa pertumbuhan perkembangan berikutnya. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah kecelakaan atau injuri pada masa anak-anak. Setiap tahun, hampir 1 juta anak meninggal karena kecelakaan dan lebih dari puluhan juta anak-anak lainnya memerlukan perawatan rumah sakit karena mengalami luka berat. Diantara yang luka berat banyak yang menjadi cacat permanen dan mendapat gangguan fungsi otak. Kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak. (Depkes RI, 2014). Tenaga kesehatan dalam hal ini perawat, mempunyai peran penting dalam upaya penurunan angka kejadian kecelakaan pada anak. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk tindakan promotif dan preventif terjadinya kecelakaan pada anak sesuai dengan tugas dan wewenang perawat. Hal ini sejalan dengan gerakan dunia untuk kesejahteraaan dan keselamatan anak. Pada United Nation General Assembly Special Session on Children yang diselenggarakan pada bulan Mei 2002 di New York, negara-negara peserta menegaskan kembali dan mendeklarasikan komitmen terhadap kesejahteraan anak. Komitmen tersebut dikenal sebagai ”A World Fit for Children” (WFC). Upaya untuk menurunkan terjadinya kecelakaan pada anak usia di bawah lima tahun (BALITA) diperlukan strategi yang cepat dan tepat melalui suatu program yang terencana. Namun demikian pedoman ini belum banyak dikenal dan diaplikasikan di masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa kejadian kecelakaan pada anak masih banyak terjadi yang umumnya disebabkan
oleh kurangnya pengawasan dari orang tua atau pengasuh dalam melakukan pencegahan. Di media massa maupun elektronik masih sering diberitakan adanya anak yang terjatuh dari lantai dua saat ikut orang tuanya belanja di pusat perbelanjaan, anak tersiram air panas, tersedak makanan, terserempet kendaraan bermotor dan sebagainya. Secara teknis upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraaan anak yang didilakukan di Puskesmas melalui kegiatan Posyandu. Program ini secara langsung dikelola oleh Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang bersentuhan dengan masyarakat secara langsung sampai pelosok daerah. Diantara sekian banyak program kegiatan Posyandu masalah pencegahan kecelakaan pada anak belum begitu diperhatikan. Kondisi ini sering peneliti temukan di masyarakat, bukan hanya karena kegiatan ini dianggap kurang penting, namun juga dikarenakan pengetahuan kader kesehatan tentang hal ini juga belum begitu memadai. Melihat permasalahan di atas, maka perlu adanya strategi tentang upaya pencegahan terjadinya kecelakaan pada anak yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang tindakan pencegahan terjadinya kecelakaan pada anak. Berdasar uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang strategi apa yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu dalam melakukan pencegahan kecelakaan pada anak balita. Salah satu metode baru yang akan peneliti lakukan adalah dengan pemberian buku panduan pencegahan kecelakaan anak balita kepada ibu dengan balita. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain eksperimen semu (quasi eksperimen pre test-post test design). Untuk mengetahui keefektifan buku panduan pencegahan kecelakaan pada anak balita, peneliti membandingkan dengan kelompok ibu yang diberi penyuluhan kesehatan secara konvensional yaitu ceramah sebagai kelompok kontrol dengan kelompok ibu yang diberi treatment baru yaitu diberi buku panduan pencegahan kecelakaan pada anak balita sebagai kelompok perlakuan. Adapun pola perlakuan penelitian ini adalah: K1 : 01 X 02 K2 : 03 0 04 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten. Pada penelitian ini diambil 3 (tiga) Posyandu sebagai kelompok uji coba, kontrol, dan perlakuan. Sebagai kelompok perlakuan dan kontrol diambil ibu-ibu yang mempunyai anak balita dengan masing-masing 50 (lima puluh) responden. HASIL PENELITIAN Pengetahuan Ibu Pra Perlakuan Pengetahuan tentang pencegahan kecelakaan sebelum diberi Perlakuan. Berdasarkan diagram 1. Dapat dijelaskan bahwa rata-rata nilai pengetahuan responden tentang pencegahan kecelakaan anak balita pada kelompok perlakuan adalah 24,26 di mana persentase paling banyak pada kelompok nilai 21–25 yaitu 30 responden atau 60% dan persentase yang paling sedikit 28 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, Nomor 1, Mei 2015, hlm. 26–31 adalah pada kelompok nilai 31–40 yaitu 1 responden atau 2%. Adapun pada kelompok kontrol nilai ratarata menunjukkan 23,94 dengan persentase terbanyak pada nilai 21–25 sebanyak 27 responden (54%) dan jumlah paling sedikit pada kelompok nilai 31- 40 yaitu 1 responden (2%). Pengetahuan Ibu Post Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai pengetahuan responden tentang pencegahan kecelakaan anak balita pada kelompok perlakuan setelah diberi perlakuan adalah 28,80 di mana persentase paling banyak pada kelompok nilai 26–30 yaitu 30 responden atau 60% dan persentase paling sedikit adalah pada kelompok nilai 15–20 yaitu 1 responden atau 2%. Adapun pada kelompok kontrol nilai ratarata menunjukkan 25,18 dengan persentase terbanyak pada nilai 21–25 sebanyak 23 responden (46%) dan jumlah paling sedikit pada kelompok nilai 31– 40 yaitu 3 responden (6%). Secara lebih rinci gambaran pengetahuan ibu tentang pencegahan kecelakaan balita setelah diberi Perlakuan (post test) dapat dilihat pada diagram 2. Sikap Ibu Sebelum Perlakuan Berdasarkan diagram 3. menunjukkan bahwa rata-rata nilai sikap
responden tentang pencegahan kecelakaan anak balita pada kelompok perlakuan adalah 96,86 di mana persentase paling banyak pada kelompok nilai 91–100 sejumlah 23 responden atau 46% dan persentase paling sedikit adalah pada kelompok nilai 70–80 yaitu 1 responden (2%) dan pada nilai 111–120 dan 121–130 masing-masing 0 responden atau 0%. Adapun pada kelompok kontrol nilai rata-rata menunjukkan 96,92 dengan persentase terbanyak pada nilai 91–100 sebanyak 22 responden (44%) dan jumlah paling sedikit pada kelompok nilai 111–120 sebanyak 4 responden atau 8% sedangkan pada nilai 70–80 dan 121–130 tidak ada (0%). Diagram 1. Pengetahuan Responden tentang Pencegahan Kecelakaan Anak Balita Diagram 2. Pengetahuan Ibu Setelah Perlakuan Diagram 3. Sikap Ibu Sebelum Perlakuan Sikap Ibu Setelah Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai sikap responden tentang pencegahan kecelakaan anak balita pada kelompok perlakuan setelah tindakan adalah 99,94 di mana persentase paling banyak pada kelompok nilai 101–110 yaitu 27 responden atau 54% dan persentase paling sedikit adalah pada kelompok nilai 111–120 dan 121–130 denag masingmasing 1 responden atau 2%. Sedangkan pada nilai 70–80 tidak ditemukan atau 0%. Adapun pada kelompok kontrol nilai rata-rata menunjukkan 95,10 dengan persentase terbanyak pada nilai 81–90 sebanyak 17 responden (34%) dan jumlah paling sedikit pada kelompok nilai 70–80 sebanyak 2 responden (4%) dan pada nilai 121–130 tidak ada (0%). Secara lebih rinci gambaran sikap ibu tentang pencegahan kecelakaan balita setelah diberi Perlakuan dapat dilihat pada diagram 4. Mulyanti, Model Buku Panduan tentang Pencegahan Kecelakaan 29 Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Setelah Perlakuan Hasil analisa statistik dengan Paired t-test dari kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan nilai t:0,000, sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan dengan nilai t:0,215. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Hasil uji statistik dengan Independent t-test diantara kedua kelompok diperoleh hasil terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan dengan nilai t - test sebesar 0,000 sedangkan untuk sikap juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan nilai t - test 0,033. Secara rinci hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 3. PEMBAHASAN Kejadian Kecelakaan Angka kejadian kecelakaan pada anak balita di kelompok perlakuan pernah terjadi sebanyak 43 responden atau 86% dan yang tidak pernah terjadi adalah 7 responden (14%). Adapun pada kelompok kontrol yang tidak pernah 13 (26%) sedangkan yang pernah adalah sebanyak 36 responden (72%). Hasil penelitian ini cukup mencengangkan karena ternyata angka kejadian kecelakaan yang terjadi sangat tinggi, terbukti kalau kedua kelompok ini dijumlahkan maka angka kejadian kecelakaan dari 100 responden ada 79 atau 79,00% balita yang mengalami kecelakaan dengan berbagai macam jenis kecelakaan. Bahkan ada beberapa dari responden yang pernah mengalami lebih dari 1 jenis kecelakaan. Kondisi tersebut terjadi dimungkinkan karena adanya ketidaktahuan dari ibu dengan balita, atau karena kurang kepedulian ibu saat sedang bersama dengan anak mereka. Sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh (Santi, 2011) bahwa faktor utama terjadinya kecelakaan pada anak adalah kurangnya pengawasan dan perlindungan kecelakaan oleh orang tua atau pengasuh. Kebanyakan orang tua tidak menyadari, bayi bisa bergerak secara cepat. Mereka menjangkau apa saja yang ada di dekat mereka. Ditambah rasa ingin tahu mereka, ditinggal ibunya sebentar saja, bisa fatal akibatnya. Tidak jarang hanya ditinggal mengangkat telepon berdering seorang anak sudah menjerit karena tersiram kopi panas milik ibunya, hanya ditinggal nenek sebagai pengasuh untuk mengambil sapu seorang anak sudah terjatuh dari kereta mainan. Begitu pula yang terjadi pada balita di posyandu Suko Widodo (sebagai kelompok Perlakuan) dan balita di posyandu Suko Mulyo (sebagai kelompok Kontrol) masing-masing pernah atau ada Diagram 4. Sikap Ibu Seteleah
Perlakuan Tabel 1. Hasil Uji Paired t-test Kelompok Nilai Rata-Rata Sig Pra Post Perlakuan 25,18 28,80 0,000 Kontrol 23,94 24,26 0,215 Perbedaan Sikap Sebelum dan Setelah Perlakuan Hasil analisa statistik dengan Paired t-test dari kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan nilai t: 0,01 sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan dengan nilai t: 0,952. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Paired t-test Nilai Sikap Ibu Kelompok Nilai Rata-Rata Sig Pra Post Perlakuan 95,10 99,94 0,001 Kontrol 96,92 96,86 0,952 30 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, Nomor 1, Mei 2015, hlm. 26–31 angka kejadian kecelakaan pada balita nya. Pengetahuan merupakan komponen yang penting dalam upaya meningkatkan kemampuan ibu atau pengasuh balita dalam mencegah terjadinya kecelakaan pada balita. Efektifitas Buku Panduan terhadap Pengetahuan Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada anak balita adalah dengan tindakan anticipatory guidance. Anticipatory guidance adalah petunjuk antisipasi yang bisa diartikan sebagai petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Nursalam, Susilaningrum Rekawati, dan Utami Sri, 2005). Adapun pengertian lain dalam Supartini Yupi (2004), bimbingan antisipasi atau anticipatory guidance adalah bantuan perawat terhadap orang tua dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanan nutrisi yang adekuat, pencegahan kecelakaan, dan supervisi kesehatan. Berdasar pengertian tersebut di atas pada dasarnya yang dimaksud dengan anticipatory guidance adalah upaya memberikan pengetahuan yang cukup untuk membantu orang tua mencegah kecelakaan pada anak. Pengetahuan adalah hasil ’tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). (Notoadmodjo, 2011). Pada penelitian ini untuk meningkatkan pengetahuan orang tua atau pengasuh, peneliti mencoba dengan 2 (dua) metode yaitu kelompok perlakuan diberikan penyuluhan kesehatan dan diberi buku saku tentang panduan pencegahan kecelakaan anak balita untuk di bawa pulang, sedangkan pada kelompok kontrol hanya diberikan penyuluhan kesehatan saja. Hasil penelitian menujukkan bahwa penyuluhan kesehatan yang disertai dengan memberikan buku saku tentang panduan pencegahan kecelakaan anak untuk dibawa pulang, lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu atau pengasuh. Kesimpulan tersebut didasari dengan peningkatan nilai rata-rata yang lebih baik pada kelompok perlakuan dari sebelum pelakuan 24,26 meningkat menjadi 28,80 sedangkan pada kelompok yang diberi penyuluhan kesehatan dari 23,94 naik menjadi 25,18. Walaupun secara umum kedua kelompok menunjukkan peningkatan nilai rata-rata, namun hasil uji statistik dengan pairet t-test menunjukan bahwa kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai t = 0,000 sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai t = 0,215. Dengan demikian buku panduan tentang pencegahan kecelakaan anak balita efektif untuk meningkatkan pengetahuan orang tua atau pengasuh tentang cara pencegahan kecelakaan pada anak balita juga didasarkan dari hasil uji statistik Independent t - test untuk mengetahui perbedaan nilai ratarata kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dimana diperoleh nilai rata-rata kelompok perlakuan sebesar 28,80 lebih tinggi dari kelompok kontrol yaitu 24,26 dengan hasil t - test= 0,000. Selain itu hasil tersebut cukup kuat untuk memberikan bukti bahwa buku panduan pencegahan kecelakaan anak balita, karena hasil uji statistik pada saat sebelum perlakuan kondisi kedua kelompok
menunjukkan keadaan yang tidak berbeda atau sama, dimana nilai rata-rata kelompok perlakuan 25,18 dan nilai kelompok kontrol adalah 23,94 dengan hasil Independent t - test 0,082 (> 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan nilai pengetahuan diantara kelompok perlakuan dan kontrol pada saat awal. Hasil tersebut membuktikan bahwa buku panduan pencegahan kecelakaan anak balita efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu atau pengasuh karena pada saat awal (pre test) nilai kedua kelompok sama atau tidak ada perbedaan namun setelah dilakukan post test terdapat perbedaan yang signifikan. Efektifitas Buku Panduan terhadap Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus suatu objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulasi sosial. Sikap merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan suatu disposisi untuk mengambil keputusan tentang tindakan atau perilaku yang akan dilakukan. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Hasil penelitian menunjukkan Buku Panduan Mulyanti, Model Buku Panduan tentang Pencegahan Kecelakaan 31 Pencegahan Kecelakaan pada Anak Balita juga cukup efektif untuk meningkatkan atau merubah sikap orang tua/ibu atau pengasuh tentang upaya pencegahan kecelakaan pada balita. Hal ini didasari dari hasil uji statistik di mana nilai sikap pada kelompok perlakuan meningkat dari 95,10 menjadi 99,94 dengan nilai pairet t - test 0,001. Sedangkan pada kelompok kontrol walaupun juga mengalami peningkatan dari 96,92 meningkat menjadi 96,86, namun hasil pairet t - test 0,952 yang berarti lebih besar dari 0,05 atau tidak ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah. Kesimpulan tersebut juga didukung dengan hasil komparasi nilai post test diantara dua kelompok dimana nilai rata-rata kelompok perlakuan adalah 99,94 lebih tinggi daripada kelompok kontrol dengan nilai 96,86 dan dengan Independent t - test didapatkan hasil 0,033 yang berarti ada perbedaan nilai diantara ke dua kelompok. Bukti statistik yang juga mendukung bahwa buku panduan pencegahan kecelakaan anak balita secara efektif dapat merubah sikap ibu atau pengasuh ke arah yang lebih positif yaitu pada saat awal sebelum perlakuan kondisi atau nilai kedua kelompok sama atau tidak ada perbedaan, di mana nilai rata-rata pre test kelompok perlakuan 95,10 sedangkan kelompok kontrol 96,92 dengan hasil uji statistik Independent t - test 0,320 yang berarti tidak ada perbedaan sikap pada saat pre test. Menurut Azwar,1995, sikap dapat diubah dengan strategi persuasi, yaitu masukan ide, pikiran, pendapat, dan bahkan fakta baru lewat pesan-pesan komunikatif. Buku panduan yang diberikan kepada kelompok perlakuan memungkinkan dapat memberikan ide-ide baru sehingga dapat menjadikan pertimbangan untuk merencanakan tindakan yang dapat mempengaruhi pendapat seseorang selama ini. Teori Kelman menyatakan bahwa sikap dapat berubah melalui 3 proses, yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi (Azwar, 1995). Buku Panduan Pencegahan Kecelakaan pada Anak Balita berisi selain tulisan juga gambar-gambar disertai hasil survey kejadian kecelakaan dan cara pencegahan yang ditulis secara rinci. Isi buku tersebut dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap ide, pikiran, dan pendapat seseorang sebagai komponen yang mempengaruhi sikap. Faktorfaktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap adalah faktor eksternal yaitu yang berada di luar individu, karena sadar atau tidak sadar yang bersangkutan mengadopsi sikap tertentu. Selain itu sikap dapat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan, dan lembaga agama.
Vol 6, No 1 (2011)> Hasinuddin MODUL ANTICIPATORY GUIDANCE MERUBAH POLA ASUH ORANG TUA YANG OTORITER SERI STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK M. Hasinuddin, Fitriah Fitriah ABSTRAK
Pendahuluan: Panduan antisipatif adalah metode yang digunakan oleh perawat untuk membantu orang tua menyediakan pengembangan perubahan perilaku menuju pemahaman yang lebih baik tentang anak-anak mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis modul penyediaan bimbingan antisipatif bagi orang tua dan pengaruhnya terhadap pola pola asuh otoriter dalam menstimulasi perkembangan di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan.
Metode: Rancangan dalam penelitian ini adalah eksperimental pre post test dengan kelompok kontrol. Populasi adalah orang tua siswa di TK Dharmawanita Bangkalan pada tahun 2010. Responden adalah 15 orang dalam kelompok perlakuan dan 15 orang dalam kelompok kontrol yang memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Whitney.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan dalam pengasuhan orang tua sebelum dan sesudah bimbingan antisipatif diberikan nilai p 0,001, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan dengan nilai p 0,083. Untuk mengetahui perbedaan konseling antara perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan dengan uji mann whitney dengan p-value (0,004) <α (0,05). Kesimpulan: Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa modul bimbingan antisipatif berdampak pada pola asuh orang tua dalam menstimulasi pertumbuhan anak di TK Dharmawanita Bangkalan. Penelitian tentang pengaruh bimbingan antisipatif oleh perawat untuk perkembangan anak diperlukan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri.
KATA KUNCI
modul panduan antisipatif; anak-anak perkembangan
270 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 270–275 270
MODUL ANTICIPATORY GUIDANCE MERUBAH POLA ASUH ORANG TUA YANG OTORITER DALAM STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK (Anticipatory Guidance Module Changes the Authoritaritative Parenting of Parents in Stimulating Children Development) M. Hasinuddin*, Fitriah ** * STIKES Ngudia Husada Madura, Jl RE Martadinata Bangkalan Telp/Fax: (031) 3091871, E-mail:
[email protected] ** Poltekkes Surabaya Prodi Kebidanan Bangkalan ABSTRACT Introduction: Anticipatory guidance is a method used by nurses to help parents provide the development of behavior change towards a better understanding of their children. The purpose of this study was to analyze the provision modul of anticipatory guidance to parents and their effects on patterns of authoritarian parenting in stimulating development in kindergarten Dharmawanita Bangkalan Regency. Method: The design in this study was experimental pre post test with control group. The population was the parents of students in Dharmawanita Bangkalan kindergarten in 2010. Respondents were 15 people in the treatment group and 15 people in control group who meet the inclusion criteria. Data collected by using a questionnaire. Data then analyzed using Wilcoxon and Mann Whitney test. Result: The result showed that the differences in upbringing the parents before and after the anticipatory guidance given p value of 0.001, whereas in the control group there was no difference with a p value of 0.083. To fi nd out the difference of counselling terms between treatment and control groups were performed by mann whitney test with p-value (0,004) < α (0. < α (0.05). Discussion: Based on these results we can conclude that modul of anticipatory guidance has an impact on the upbringing of parents in stimulating growth in children in kindergarten Dharmawanita Bangkalan. Research on the effect of anticipatory guidance by the nurse to child development is necessary as a follow up of this research by considering the factors that infl uence the development of the child itself
ABSTRAK Pendahuluan: Panduan antisipatif adalah metode yang digunakan oleh perawat untuk membantu orang tua menyediakan pengembangan perubahan perilaku menuju pemahaman yang lebih baik tentang anak-anak mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis modul penyediaan bimbingan antisipatif bagi orang tua dan pengaruhnya terhadap pola pola asuh otoriter dalam menstimulasi perkembangan di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Metode: Rancangan dalam penelitian ini adalah eksperimental pre post test dengan kelompok kontrol. Populasi adalah orang tua siswa di TK Dharmawanita Bangkalan pada tahun 2010. Responden adalah 15 orang dalam kelompok perlakuan dan 15 orang dalam kelompok kontrol yang memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan Mann
Whitney. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan dalam pengasuhan orang tua sebelum dan sesudah bimbingan antisipatif diberikan nilai p 0,001, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan dengan nilai p 0,083. Untuk mengetahui perbedaan dari konseling antara perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan dengan tes mann whitney dengan p-value (0,004) <α (0,05). Diskusi: Berdasarkan hasil ini kita dapat menyimpulkan bahwa modul bimbingan antisipatif berdampak pada pengasuhan orang tua di Indonesia merangsang pertumbuhan pada anak-anak di TK Dharmawanita Bangkalan. Penelitian tentang efek bimbingan antisipatif oleh perawat untuk perkembangan anak diperlukan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri
PENDAHULUAN Orang tua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan anak. Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan, sedangkan guru di sekolah merupakan pendidik yang kedua setelah orang tua di rumah. Pada umumnya murid atau siswa adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama ini tidak berhasil meletakkan dasar kemandirian maka akan sangat berat untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak menjadi mandiri. Pengasuhan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak dalam rangka 'membesarkan' mereka, sangat besar perannya terhadap tumbuh kembang anak. Upaya ini meliputi upaya pemenuhan kebutuhan biomedis, kasih sayang, dan stimulasi, di lain pihak, lingkungan merupakan faktor penentu proses tumbuh-kembang anak dan corak asuhnya. Secara garis besar lingkungan terdiri dari, faktor ibu sebagai tokoh utama ekosistem mikro, faktor sosial ekonomi, dan faktor pemukiman. Laporan dari UNICEF, setiap anak harus mendapatkan haknya untuk hidup layak untuk masa depan mereka, karena masa depan dunia tergantung pada mereka. Setiap tahun, 10 juta bayi dilahirkan ke dunia ini dan mereka akan menjadi anak yang dewasa nantinya. Setiap tahun, banyak dari mereka yang tidak mendapatkan haknya dalam hal kasih sayang, gizi, perlindungan dan keamanan, kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang. Hampir 10 juta anak meninggal sebelum usia 10 tahun dan lebih dari 200 juta anak tidak berkembang sesuai potensi mereka karena adanya kesalahan dalam pengasuhan yang merupakan kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (UNICEF, 2010). Di negara sedang berkembang, 45% dari populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun dan di antaranya 20% adalah balita. Hasil riset tentang perkembangan anak di Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 17–20% anak menderita masalah perkembangan, emosi dan perilaku (Basoeki, 2009). Berdasarkan observasi yang dilakukan dengan menggunakan check list pola asuh pada bulan Februari tahun 2010 di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan, dari 10 orang tua, peneliti menemukan adanya bentuk pola pengasuhan orang tua yang cenderung otoriter dalam mendidik
anaknya. Sebanyak 37% orang tua menganggap bahwa anak harus selalu menuruti kemauan orang tua, 30% orang tua yang masih memberikan hukuman fi sik kepada anak, dan anak ditakuti dengan hukuman, padahal pola asuh orang tua yang paling baik untuk perkembangan anak adalah pola asuh demokratis (Augustine, 2010). Hasil observasi tentang karakteritik anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada 10 orang anak ditemukan sebanyak 27% anak cenderung penakut, 17% anak pendiam, dan 23% anak kurang berinisiatif terutama dalam mencoba hal-hal yang baru. Orang tua seringkali keliru dalam memperlakukan anak karena ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar. Apabila hal ini terus berlanjut, maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terhambat. Pakar emotional intelligence dari Radani Edutainment, Hanny Muchtar Darta, mengatakan bahwa pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima atau enam tahun dan di bawah 11 tahun. Semua orang tua mempunyai tujuan yang sangat baik untuk anaknya, namun, kebanyakan orang tua tidak memahami dampak jangka panjang akibat dari pola asuh yang tidak tepat. Pola asuh terdiri dari pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Pola asuh yang tepat dan efektif sangat penting peranannya dalam pengembangan psikologi anak karena bisa membentuk kepribadian anak di masa depan. Kehidupan awal anak dimulai dari orang tua dan rumahnya, sehingga orang tua bertanggung jawab terhadap masa depan anak karena semua tergantung orang tua saat pertama kali menetapkan tujuan dan harapan terhadap anaknya di masa depan. Jika sampai terjadi kesalahan dalam pola asuh, efeknya tidak hanya akan dirasakan oleh anak, tetapi orang tua juga pasti akan ikut merasakannya. Orang tua pasti akan kecewa jika anaknya tidak bisa memenuhi harapannya hanya karena kepribadian anaknya tidak berkembang dengan baik karena salah pola asuh. Untuk jangka panjang, efek yang akan dirasakan anak akibat salah pola asuh antara lain adalah anak akan kehilangan arah dan pegangan dalam menapaki kehidupannya. Anak akan bingung kepada siapa dia akan berpegang, pada ayahnya atau ibunya, karena mereka berdua adalah orang tuanya. Anak juga bisa kehilangan kesempatan untuk menerima, menerapkan dan mengadaptasi nilai-nilai yang diturunkan orang tuanya secara maksimal dan mantap. Pada akhirnya, anak bisa menjadi orang yang tidak jujur pada dirinya sendiri, lebih suka mencari aman daripada menyelesaikan masalah, tidak kreatif, dan lain sebagainya. Kesenjangan generasi juga bisa terjadi jika orang tua salah menerapkan pola asuh pada anaknya. Perasaan dendam, tidak menghormati atau menghargai orang tua, juga bisa terjadi karena hal ini. Dampak lain dari pola asuh orang tua dalam mendidik anak yang tidak tepat adalah gangguan perkembangan pada anak yang dapat meliputi perkembangan motorik kasar, motorik halus, perkembangan bahasa dan sosialisasi anak. Meski begitu semua itu tidak bisa digeneralisasi pasti akan terjadi pada setiap orang tua yang salah menerapkan pola asuh pada anaknya, karena banyak juga yang terjadi justru sebaliknya. Semua kembali pada karakter dan lingkungan di mana anak tersebut tumbuh dan berkembang. Bisa saja anak itu Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 50–57 52 malah tumbuh menjadi anak yang lebih arif dan bijaksana dalam menghadapi orang tuanya. Namun menurut Augustine, hasil penelitian ilmu psiko dinamika keluarga mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang membuat orang menjadi terganggu kesehatan mentalnya adalah salah pola asuh. Karena itu, sedini mungkin, orang tua harus bisa lebih bijaksana dalam menerapkan pola asuh. Oleh karena itu dalam penelitian ini. Peneliti menekankan pada pola asuh orang tua yang otoriter karena dampaknya
yang dapat menghambat perkembangan optimal pada anak. Sebagai bagian dari tenaga kesehatan profesional, perawat mempunyai peran yang penting dalam membantu memberikan bimbingan dan pengarahan pada orang tua (anticipatory guidance), sehingga setiap fase dari kehidupan anak yang kemungkinan mengalami trauma dan ketakutan yang abstrak pada usia prasekolah dapat dibimbing secara bijaksana. Pemberian anticipatory guidance akan efektif apabila diberikan dalam bentuk pelatihan menggunakan modul. Modul merupakan uraian terkecil bahan belajar yang akan memandu fasilitator atau pelatih menyampaikan bahan belajar dalam proses pembelajaran yang sesuai secara terperinci. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pemberian modul pelatihan anticipatory guidance terhadap pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan pendekatan menggunakan pre post test with control group design. Jumlah anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada tahun 2010 adalah 98 orang. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah responden yang mempunyai pola asuh otoriter dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Karena jumlah sampel ≤ 15, maka diambil sampel minimal sebesar 15 orang pada masing-masing kelompok (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan). Pada penelitian ini peneliti menggunakan pengumpulan data dengan simple random sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan modul pelatihan, kuesioner dan format wawancara untuk mengumpulkan data tentang pola asuh orang tua. Untuk menjaga validitas dan reliabilitas dari kuesioner pola asuh orang tua yang dibuat oleh peneliti, diadakan uji validitas terlebih dahulu menggunakan korelasi pearson product moment dan uji reliabilitas menggunakan alfa cronbach yang dilaksanakan di TK Dharmawanita Kecamatan Burneh sebanyak 15 orang responden. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa r hitung terkecil 0,8286 > r tabel (0,514) sehingga semua item pertanyaan dinyatakan valid, sedangkan nilai alpha (0,8476) > r tabel (0,514) sehingga semua item pertanyaan dinyatakan reliabel. Penelitian ini dilakukan di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada bulan Juni – Juli tahun 2010. Intervensi berupa pendampingan keluarga dengan menggunakan modul dilakukan di rumah masing-masing keluarga sesuai dengan konrak yang sudah disepakati. Uji statistik: Perubahan pola asuh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dan perubahan pola asuh pada kelompok kontrol digunakan uji wilcoxon, sedangkan untuk menganalisis perbedaan menggunakan uji mann withney dengan tingkat kepercayaan yang diinginkan 0,01, dan kriteria pengujiannya apabila p-value lebih kecil atau sama dengan α maka Ho di tolak dan Ha diterima artinya ada perbedaan antara pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan anak antara yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance dengan yang tidak diberi. HASIL Mayoritas responden yang diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) mengalami perubahan pola asuh dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak usia pra sekolah di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yaitu sebanyak 11 orang (73,3%). Dari kelompok perlakuan tersebut, Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 53 masih terdapat 4 orang (11%) responden yang tidak mengalami perubahan pola asuh. Hasil uji statistik menunjukkan nilai rata-rata kelompok perlakuan sebelum intervensi (33,20) setelah diintervensi menjadi 2,274. Hasil uji wilcoxon menunjukkan α (0,01) > p-value (0,001) yang berarti terdapat perbedaan pola asuh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa bimbingan antisipasi oleh perawat. Responden yang tidak diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) yaitu sebanyak 15 responden, 12 orang (80%) tidak mengalami perubahan pola asuh dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak usia pra sekolah di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Pada
kelompok kontrol, terdapat 3 (20%) orang tua yang mengalami perubahan pola asuh yang awalnya otoriter menjadi non otoriter. Berdasarkan uji statistik, nilai rata-rata kelompok perlakuan pada observasi I (33,27) setelah observasi II menjadi 32,00. Hasil uji wilcoxon menunjukkan α (0,01) > p-value (0,098) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pola asuh pada kelompok yang tidak diberikan bimbingan antisipasi oleh perawat. Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan, responden mayoritas mengalami perubahan pola asuh yaitu sebanyak 11 orang (73,3%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas tidak ada perubahan pola asuh yaitu sebanyak 12 orang (80%). Hasil uji statistik menggunakan uji mann whitney didapatkan α (0,05) > p-value = 0,004. Hal ini berarti terdapat perbedaan pola asuh antara kelompok yang diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) dengan kelompok yang tidak diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance). Tabel 1. Perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada kelompok yang diberikan bimbingan antisipasi. No Pola Asuh Orang Tua Selisih nilai Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi X = 33,20 SD = 2,274 X = 28,60 SD = 2,667 Hasil uji wilcoxon: p-value = 0,001 Tabel 2. Perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yang tidak diberikan bimbingan antisipasi No Pola Asuh Orang Tua Selisih nilai Observasi I Observasi II X = 33,27 SD = 1,831 X = 32,00 SD = 2,591 Hasil uji wilcoxon: p-Value = 0,098 Tabel 3. Tabulasi Silang Perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan Ada perubahan pola asuh Tidak ada perubahan pola asuh Total (%) f%F% Kelompok Perlakuan 11 73,3 4 26,7 100 Kelompok Kontrol 3 20 12 80 100 Total 14 46,7 16 53,3 100 α = 0,01 uji mann whitney: p-value = 0,004 Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 50–57 54 PEMBAHASAN Hasil penelitian didapatkan data bahwa dari 15 responden yang diberikan modul pelatihan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) sebanyak 11 orang (73,3%) mengalami perubahan pola asuh yang sebelumnya otoriter menjadi nonotoriter. Tetapi masih ada 4 orang responden (26,7%) yang tidak mengalami perubahan pola asuh. Hal ini dapat disebabkan karena faktor persepsi orang tua yang beranggapan bahwa pola asuh otoriter adalah bentuk yang paling baik dalam mendidik anak untuk menjadi disiplin. Pola pengasuhan ini juga mereka terapkan seperti yang pernah diterima waktu mereka dididik oleh orang tuanya dulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa latar belakang keluarga orang tua akan memengaruhi pola asuh yang diberikan, orang tua akan menyamakan diri mereka dengan pola asuh yang dipergunakan oleh orang tua atau keluarga besar mereka dulu. Orang tua menganggap bahwa pola asuh orang tua mereka yang terbaik, maka ketika mempunyai anak mereka kembali memakai pola asuh yang mereka terima. Responden yang tetap memberikan pola asuh otoriter meskipun telah diberikan modul pelatihan anticipatory guidance, jenis kelamin anaknya adalah perempuan semua. Dalam menerapkan pola pengasuhan kepada anak perempuan mereka berpandangan bahwa anak perempuan harus dijaga lebih ketat sehingga cenderung menggunakan pola asuh yang otoriter. Responden yang mengalami perubahan pola asuh setelah diberikan modul pelatihan anticipatory guidance, perubahan pola asuh yang diberikan pada umumnya adalah pola asuh demokratis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendidikan orang tua. Hasil penelitian tentang tingkat pendidikan ibu yang memiliki anak di TK
Dharmawanita Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah pendidikan SMA. Pendidikan ini nampaknya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan adanya perubahan pola asuh pada orang tua yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat. Hal ini sesuai dengan pendapat Joko, (2009) yang menyatakan bahwa keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama anak. Cara mendidik dalam keluarga, memengaruhi reaksi anak terhadap lingkungan. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh pada pola pikir dan orientasi pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua akan melengkapi pola pikir dalam mendidik anaknya. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung rendah lebih memilih pola asuh tipe Laissez Faire atau pola asuh otoriter. Sedangkan orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung tinggi lebih memilih pola asuh tipe demokratis. Usia dari orang tua dan anak juga bisa mempengaruhi orang tua dalam memilih suatu bentuk pola asuh bagi anaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ibu yang memiliki anak usia 4–6 tahun di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah usia dewasa muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) yang menyatakan bahwa orang tua yang usianya masih muda cenderung untuk memilih pola sosialisasi yang demokratis atau permisif dibanding dengan mereka yang sudah lanjut usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance dapat memberikan pola asuh yang positif dalam memberikan stimulasi perkembangan bahasa pada anak. Pola asuh yang kreatif, inovatif, seimbang, dan sesuai dengan tahap perkembangan anak akan menciptakan interaksi dan situasi komunikasi yang memberi kontribusi positif terhadap keterampilan berbahasa anak. Dengan kata lain, kealamian pemerolehan bahasa tidak dibiarkan mengalir begitu saja, tetapi direkayasa sedemikian rupa agar anak mendapat stimulus positif sebanyak dan sevariatif mungkin. Dengan demikian, diharapkan anak tidak akan mengalami kesulitan ketika memasuki tahap pembelajaran bahasa untuk kemudian menjadi sosok yang terampil berbahasa (Fithriani, 2008). Hasil penelitian berdasarkan kuesioner dan wawancara menunjukkan terdapat perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan personal sosial dan kemandirian anak. Kemandirian pada anak berawal dari keluarga yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 55 dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Orang tua yang tetap menerapkan pola asuh otoriter meskipun sudah diberikan bimbingan antisipasi menyatakan bahwa mereka cenderung takut untuk membiarkan anak mereka melakukan aktivitas yang berisiko misalnya mencoba permainan baru yang sifatnya menantang. Orang tua masih beranggapan bahwa aktivitas tersebut lebih cocok untuk anak laki-laki saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, cenderung tidak terdapat perubahan pola asuh. Tetapi dari 15 responden masih terdapat 3 orang (20%) yang mengalami perubahan pola asuh meskipun mereka tidak modul pelatihan anticipatory guidance. Masih adanya responden yang mengalami perubahan pola asuh meskipun tidak diberikan bimbingan antisipasi dapat disebabkan karena mereka mendapatkan informasi dari orang lain dalam hal ini adalah orang tua yang mendapatkan bimbingan antisipasi dari perawat (kelompok perlakuan). Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 orang responden yang mengalami perubahan pola asuh tanpa diberi modul pelatihan anticipatory guidance menyatakan bahwa mereka mulai menyadari pola asuh yang mereka terapkan selama ini kurang sesuai untuk
perkembangan anak mereka, sedangkan 1 orang responden lainnya yang juga mengalami perubahan pola asuh tanpa diberi bimbingan antisipasi menyatakan banyak mendapat informasi tentang pola asuh dari teman kerjanya dan dari buku/majalah. Hal ini juga berhubungan dengan pekerjaan orang tua sebagai Pegawai Negeri Sipil di mana cenderung mudah untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan pola asuh dan perkembangan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak diberi perlakuan tidak mengalami perubahan pola asuh. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor tingkat pendidikan orang tua di mana sebagian besar adalah pendidikan menengah. Tinggi rendahnya jenjang pendidikan yang dikecap orang tua juga menentukan pola asuh dalam sebuah keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa semakin tinggi dan maju pendidikan orang tua, biasanya semakin baik pula keputusan mereka dalam menerapkan suatu pola asuh pada anak-anaknya. Orang dewasa yang telah mengikuti kursus persiapan perkawinan, kursus kesejahteraan keluarga, atau kursus pemeliharaan anak, cenderung untuk menggunakan pola yang demokratis. Ini terjadi karena mereka menjadi lebih mengerti tentang anak dan kebutuhankebutuhannya. Orang tua yang tradisional cenderung lebih menggunakan pola yang otoriter dibandingkan orang tua yang lebih modern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, jenis kelamin anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa orang tua juga biasanya memperlakukan anak-anak mereka sesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya terhadap anak perempuan mereka harus menjaga lebih ketat sehingga menggunakan pola yang otoriter. Sedang terhadap anak laki-laki cenderung lebih permisif atau demokratis. Pada orang tua yang memiliki anak laki-laki, mereka cenderung tetap menerapkan pola asuh otoriter karena beranggapan bahwa anak laki-laki harus mendapatkan pengasuhan yang lebih ketat supaya nanti kalau sudah besar tidak menjadi orang yang nakal. Status sosial ekonomi juga mempengaruhi orang tua dalam menggunakan pola sosialisasi mereka bagi anak-anaknya, misalnya jika orang tuanya adalah orang yang terpandang di suatu lingkungan, maka biasanya orang tua akan menerapkan pola otoriter karena ingin anak-anaknya menurut padanya, sehingga pandangan orang lain pada orang tuanya tetap baik (Rosa dan Augustine, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 50–57 56 saat penelitian, orang tua yang cenderung mempertahankan pola pengasuhan yang otoriter adalah mereka yang dianggap terpandang di daerah tersebut. Selain hal tersebut, pekerjaan orang tua sebagai perangkat desa dan tokoh masyarakat juga menyebabkan orang tua cenderung memiliki pola asuh yang otoriter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak usia 4–6 tahun di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan pola asuh pada kelompok yang mendapatkan modul pelatihan, sedangkan kelompok yang tidak mendapatkan modul pelatihan cenderung tidak mengalami perubahan pola asuh. Konsep anticipatory guidance menjelaskan bahwa usia anak-anak dapat mengalami trauma di setiap tahap perkembangan mereka, misalnya ketakutan yang tidak jelas pada anak-anak pra sekolah yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak. Syahreni (2009) mendefinisikan anticipatory guidance sebagai metode yang digunakan perawat untuk
membantu orang tua menyediakan pengembangan perubahan perilaku ke arah lebih baik untuk memahami anak-anak mereka. Orang tua mempunyai tantangan untuk memberikan pembinaan, kedisiplinan, kemandirian, meningkatkan mobilitas, dan keamanan. Dalam hal ini peran perawat dibutuhkan untuk memberikan bimbingan antisipasi kepada orang tua. Petunjuk antisipasi bisa diartikan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Nursalam, 2005). Dalam upaya untuk memberikan bimbingan dan arahan pada masalahmasalah yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada petunjukpetunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat membantu untuk mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara yang benar dan wajar. Pemberian modul pelatihan anticipatory guidance ini, peneliti melibatkan peran serta aktif dari ibu karena sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa ibu lebih berperan sebagai orang yang bisa memenuhi kebutuhan anak, merawat keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten, mendidik, mengatur dan mengendalikan anak, sehingga diharapkan ibu bisa menjadi contoh dan teladan bagi anak. Tapi, semua itu tidak bisa digeneralisasi atau bersifat konstekstual, semua itu harus disesuaikan kembali kepada karakter, komitmen dan tujuan ayah dan ibu dalam membentuk keluarga dan anakanaknya di masa depan. Pendampingan oleh perawat (anticipatory guidance),peran orang tua sangat penting karena pengasuhan mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan perkembangan anak nanti ke depannya. Orang tua perlu memahami prinsip-pinsip pengasuhan yang baik agar anak menjadi pribadi yang memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan harapan orang tua. Disini peran perawat sangat penting untuk mendampingi orang tua dalam menentukan pola pengasuhan yang baik. Perawat perlu memperhatikan karakteristik keluarga dan tipe keluarga karena hal itu akan banyak memengaruhi keberhasilan dalam pemberian anticipatory guidance oleh perawat. Anak sebagai objek asuhan orang tua dan indikator yang utama dalam menilai keberhasilan perawat memberikan anticipatory guidance dalam keluarga merupakan fokus utama karena keberhasilan dalam pendampingan ini akan ditunjukkan melalui perubahan perkembangan menjadi ke arah yang lebih baik. Perawat perlu memperhatikan karakteristik anak dan kemampuan anak saat ini karena hal ini juga ikut menentukan perkembangan anak kedepannya nanti. Selain keluarga dan anak yang menjadi dasar dalam pemberian anticipatory guidance, lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar dalam keberhasilan perawat memberikan anticipatory guidance dalam suatu keluarga. Lingkungan Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 57 yang kondusif dan mendukung anak menuju perkembangan yang optimal akan sangat baik bagi perkembangan anak untuk kedepannya nanti. Sebaliknya lingkungan yang cenderung kurang memberikan pengasuhan atau role model yang baik akan sangat berbahaya dalam perkembangan anak nanti terutama bagi anakanak usia prasekolah. Lingkungan sosial dari luar keluarga dapat memengaruhi perkembangan anak seperti televisi, day care centre, perwakilan pemerintah, perubahan sekolah, dan institusi agama. Orang tua kebingungan menentukan kapan memberi semangat atau mengendalikan partisipasi mereka. Perawat mengatur rencana bertemu orang tua untuk mempercepat mempelajari dan memperbesar harga diri orang tua melalui bimbingan antisipasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat mayoritas mengalami perubahan dari pola asuh otoriter menjadi pola asuh non otoriter. Pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita
Kabupaten Bangkalan yang tidak diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat mayoritas tidak mengalami perubahan pola asuh otoriter. Modul Pelatihan anticipatory guidance mempunyai pengaruh terhadap perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Saran Institusi pendidikan di tingkat pendidikan tinggi keperawatan hendaknya dapat memperluas kajian tentang pentingnya upaya-upaya peningkatan tumbuh kembang anak terutama sebagai upaya preventif dalam peningkatan derajat kesehatan di masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas perlunya peningkatan bimbingan antisipasi bagi keluarga yang mempunyai masalah dalam hal pengasuhan anak sebagai bagian dari progam kesehatan Ibu Anak (KIA) melalui pelatihan dengan menggunakan modul yang telah di standarisasi. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh bimbingan antisipasi oleh perawat bagi perkembangan anak sebagai tindak lanjut dari penelitian ini dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri dan dalam jumlah sampel yang lebih besar.
PEMBERDAYAAN KADER DALAM APLIKASI, SOSIALISASI DDTK (DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG) DAN ANTICIPATORY GUIDANCE DI KECAMATAN WONODADI (Cadres Empowerment in the Application, Socialization Early Detection of Development Children and Anticipatory Guidance in Wonodadi District) Erni Setiyorini, Yeni Kartika Sari Program Studi Pendidikan, Ners STIKes Patria Husada Blitar email:
[email protected] Abstract: In Indonesia, the number of infants reach 10% of the population, in which the prevalence of development disorder 12,8%–16% and we need to screening development of children. The mortality of childrens high due to accident, poisoning and trauma recorded 7,3% and one of top five lead child deaths in 1992. Based on interviews with some kader posyandu, we know that the kader had never received training related to early detection growth and development and anticipatory guidance in children. The purpose of this science and technology activity for society was to empower kader in the application, the socialization of children’s early detection growing and development Method for this activity was to team up with 2 partners i.e. Midwife of Kebonagung Village with number of kader of 25 people and the midwife of Wonodadi village with number of cadres of as many as 30 people. The method of this activity was to provide a pre test training before, children’s early detection growth and development with method of lecture, discussion, simulation and applications of valuation DDTK in kindergarten, mentoring and evaluation of training activities and the activities of the posyandu. The results of the evaluation of the training process showed improved knowledge on average level of good on both of kader and partner, most cadres is skilled, whereas the evaluation of the activities of mentoring at posyandu activities, most of posyandu already documenting the measurement of height, weight, nutritional status, while for childrens’s early detection growing and development with developmental screening assessment card but not complete. In order for the assessment, documentation, socialization of childrens’s early
detection growing and development activities and anticipatory guidance fluently, then the expected partner, the Councilor and head of the Clinic Wonodadi made a commitment in the monitoring activities. Keywords: early detection growth and development, anticipatory guidance, cadres, Children Abstrak: Di Indonesia, jumlah balita 10% dari jumlah penduduk, di mana prevalensi gangguan perkembangan 12,8% s/d 16% , sehingga dianjurkan melakukan skrining tumbuh kembang pada setiap anak, sedangkan angka kematian anak akibat kecelakaan, keracunan dan trauma tercatat 7,3 % dan merupakan salah satu dari lima penyebab kematian anak tertinggi pada tahun 1992. Dari hasil wawancara dengan beberapa kader posyandu diketahui bahwa kader belum pernah mendapatkan pelatihan terkait dengan DDTK dan anticipatory guidance. Tujuan kegiatan ipteks bagi masyarakat ini adalah untuk memberdayakan kader dalam aplikasi, sosialisasi deteksi dini tumbuh kembang anak Metode ipteks bagi masyarakat ini adalah dengan bekerjasama dengan 2 orang mitra yaitu Bidan Desa Kebonagung dengan jumlah kader 25 orang dan bidan Desa Wonodadi dengan jumlah kader sebanyak 30 orang . Metode kegiatan ini adalah dengan memberikan pre test terlebih dahulu, pelatihan DDTK dengan metode ceramah, diskusi, simulasi dan aplikasi penilaian DDTK di TK, pendampingan dan evaluasi kegiatan pelatihan dan kegiatan posyandu. Hasil evaluasi proses pelatihan menunjukkan peningkatan pengetahuan sebagian besar baik pada kader kedua mitra, keterampilan sebagian besar kader terampil sedangkan evaluasi kegiatan pendampingan pada kegiatan Setiyorini dan Sari, Pemberdayaan Kader dalam ... 271 posyandu, sebagian besar posyandu sudah mendokumentasikan pengukuran tinggi badan, berat badan, status nutrisi, sedangkan untuk DDTK dengan KPSP terdokuemntasi tapi tidak lengkap. Agar kegiatan penilaian dan dokumentasi penilaian DDTK dan sosialisasi anticipatory guidance dapat berjalan lancar, maka diharapkan mitra, perangkat desa dan kepala Puskesmas Wonodadi membuat komitmen dalam pemantauan kegiatan. Kata Kunci: DDTK, anticipatory guidance, kader, Anak Posyandu adalah wadah pemeliharaan kesehatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibimbing petugas kesehatan (perawat), (Departemen Kesehatan RI, 2006). Salah satu kegiatan pokok posyandu adalah kesehatan ibu dan anak. Pelayanan minimal diberikan kepada anak meluputi penimbangan, pertumbuhan, pemberian makanan pendamping ASI dan Vitamin A, pemberian PMT, memantau atau melakukan pelayanan imunisasi dan tanda-tanda lumpuh layu, memantau kejadian ISPA dan diare, serta melakukan rujukan bila perlu. Dalam kegiatan posyandu peran serta dan keikutsertaan kader posyandu sangat penting dalam mewujudkan dan meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa. World Health Organization (1995) menyebutkan bahwa kader posyandu merupakan bagian dari sebuah sistem kesehatan sehingga mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman. Hal ini didukung oleh Azwar (1996) bahwa keterampilan petugas Posyandu merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam sistem pelayanan di posyandu, karena dengan pelayanan kader yang terampil akan mendapat respon positif dari Ibuibu balita sehingga terkesan ramah, baik, pelayanannya teratur hal ini yang mendorong Ibu-ibu rajin ke posyandu. Di Indonesia, jumlah balita 10% dari jumlah penduduk, di mana prevalensi (rata-rata) gangguan perkembangan bervariasi 12.8% s/d 16% sehingga dianjurkan melakukan observasi/skrining tumbuh kembang pada setiap anak (Afif, 2012). Periode perkembangan bayi dan anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan ini menentukan perkembangan selanjutnya. Roesli (2009) dalam penelitiannya didapatkan bahwa balita mengalami gangguan motorik kasar sebanyak 31,2%, motorik halus 14,3%, sedangkan yang mengalami gangguan bahasa 19,1% dan yang mengalami gangguan personal sosial 11,5%.pada periode perkembangan ini
sangat diperlukan pemantauan untuk mendeteksi dini penyimpangan perkembangan anak sejak dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas. Di Indonesia tahun 1992 angka kematian anak akibat kecelakaan, keracunan dan trauma tercatat 7,3 % dan merupakan salah satu dari lima penyebab kematian anak tertinggi. Data dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes POLRI) tahun 2009 adalah sebesar 8.601 anak (8,8%) mengalami kecelakaan lalu lintas jalan raya. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan (2007) sebesar 19,2% sedangkan. Kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak (Promkes). Oleh karena itu, orang tua juga perlu dibekali dengan panduan memberikan keamanan pada anak berupa anticipatory guidance. Sehingga mereka dapat mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada anak. Anticipatory guidance adalah komponen kunci dari perawatan primer pediatrik yang merupakan bimbingan
272 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 270–275 diukur berat badan tetapi tidak dilakukan interpretasi antropometri termasuk kategori kurus, normal atau gemuk. Di posyandu juga tidak dilakukan penilaian tumbuh kembang anak untuk mengetahui apakah perkembangannya sesuai, meragukan atau menyimpang. Selain itu, pada kegiatan posyandu belum pernah dilakukan penyuluhan oleh kader posyandu. Masalah yang dihadapi adalah bahwa kader posyandu di bawah binaan mitra: (1) Belum mengetahui pedoman penilaian DDTK dan anticipatory guidance. (2) Belum mengetahui teknik promosi kesehatan yang tepat. (3) Belum tersedianya kartu pemantauan perkembangan anak. (4) Belum mengetahui teknik dokumentasi dan interpretasi hasil pemeriksaan DDTK. (5) Belum mengetahui format dokumentasi penilaian DDTK untuk pelaporan. Hal ini dikarenakan sebagian besar kader posyandu belum pernah mendapatkan pelatihan terkait dengan kompetensi tersebut. Menyadari permasalahan tersebut, maka sangat penting dilakukan upaya dalam peningkatan kemampuan kader posyandu dalam penilaian tumbuh kembang anak dan anticipatory guidance dalam kehidupan sehari- hari agar dalam kegiatan posyandu, kader dapat mengajarkan kepada ibu keterampilan tersebut. Sehingga melalui kegiatan ini tercapainya tujuan, yaitu anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan terhindar dari kejadian buruk yang dapat diantisipasi melalui anticipatory guidance pada anak sesuai tahap tumbuh kembangnya. Tujuan dari kegiatan IbM ini adalah: (1) Kader posyandu mengetahui tentang teori DDTK dan anticipatory guidance. (2) Kader posyandu dapat mengaplikasikan DDTK (3) Kader posyandu dapat melakukan sosialisasi tentang DDTK dan anticipatory guidance kepada ibu-ibu. (4) Kader posyandu dapat memotivasi ibu untuk memeriksa DDTK pada anaknya. (5) Kader posyandu dapat mendokumentasikan dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan DDTK. (6) Kader posyandu dapat melaksanakan pemeriksaan DDTK pada kegiatan posyandu. BAHAN DAN METODE Dalam pelatihan ini akan dilakukan pendekatan belajar dengan pembelajaran teori dan praktik langsung ke lahan. Rancangan bentuk kegiatan, operasional dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah (1) Sosialisasi rencana kegiatan IbM kepada kepala puskesmas, bidan dan perawat di puskesmas. (2) Koordinasi tim IbM dan mitra dalam persiapan kegiatan pelatihan. (3) Pengumpulan bahan media pembelajaran. (4) Pembuatan modul dan kartu pemantauan perkembangan anak (5) Belanja bahan (6) Penyusunan jadwal kegiatan pelatihan (7) Penyusunan jadwal kegiatan pelatihan secara langsung di lapangan. (8) Pelaksanaan
pelatihan (9) Pelaksanaan praktik lapangan (10) Pendampingan kader pada kegiatan posyandu dalam pemantauan tumbuh kembang anak. (11) Pendampingan penyuluhan pada kader posyandu (12) Observasi keterampilan kader (13) Observasi motivasi ibu dalam memeriksa tumbuh kembang anak (14) Observasi kader dalam sosialisasi DDTK dan anticipatory guidance (15) Observasi pelaksanaan DDTK pada kegiatan posyandu (16) Observasi laporan hasil pemantauan perkembangan anak. HASIL KEGIATAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik kader Posyandu Desa Kebonagung dan Desa Wonodadi Karakteristik Responden Desa Keboagung Desa Wonodadi f % f % Usia 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun 5 10 6 4 20 40 24 16 8 12 5 5 26,6 40 16,6 16,6 Jenis Kelamin Perempuan 25 100 30 100 Pendidikan SD SMP SMA DIII SARJANA 2 6 10 2 5 8 24 40 8 20 5 13 5 2 5 16,6 43,3 16,6 6,6 16,6 Berdasarkan informasi yang pernah didengar tentang DDTK dan anticipatory guidance Belum Pernah 25 100 30 100 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa karakteristik kader posyandu di Desa Kebonagung terbanyak berusia 31–40 tahun yaitu 40%, jenis kelamin 100% perempuan, pendidikan terbanyak SMA 40% dan semua belum pernah mendapatkan Setiyorini dan Sari, Pemberdayaan Kader dalam ... 273 informasi tentang DDTK dan anticipatory guidance. Sedangkan di desa Wonodadi kader posyandu terbanyak berusia 31–40 tahun yaitu 40%, 100% perempuan dan pendidikan terbanyak SMP yaitu 43,3%. Pelaksanaan Penyampaian Materi, Pelaksanaan Praktik Penilaian Tumbuh Kembang Anak (DDTK) dan evaluasi Teknis kegiatan yang sudah dilaksanakan meliputi persiapan yaitu belanja bahan dan menyiapkan media, penyampaian materi pada kader di desa Kebonagung dilaksanakan tanggal 7–26 Mei 2015, praktik di TK Tunas bangsa dalam aplikasi DDTK pada tanggal 28 Mei–11 Juni 2015. Sedangkan di Desa Wonodadi, penyampaian materi dilaksanakan pada tanggal 2 Juli–4 Agustus 2015 dan aplikasi ke TK Abunajja pada tanggal 5–7 Agustus 2015. Pada setiap penyampaian materi didahului dengan pre test dan setelah kegiatan praktik dilakukan post test. Kegiatan pendampingan penilaian DDTK di Desa Kebonagung dan Wonodadi dilaksanakan 10 Agustus– 17 Agustus 2015, sedangkan pendampingan penyuluhan dilaksanakan tanggal 7 September– 14 September 2015. Evaluasi dilaksanakan tanggal 12–19 Oktober 2015. Evaluasi kehadiran pada saat kegiatan pelatihan pada kedua mitra adalah 100%. Kepuasan dan Tingkat Kemandirian Mitra Hasil evaluasi kepuasan menunjukkan bahwa mitra dan kader posyandu sangat puas dengan kegiatan ini. Kegiatan ini memberikan pengetahuan dan pengalaman nyata pada kader. Bekal ilmu yang telah mereka kuasai dapat diterapkan, baik dalam penilaian ataupun sebagai bahan penyuluhan kepada ibu balita. Terjadi peningkatan pengetahuan pada kader posyandu. Untuk kemandirian dalam pelaksanaan dokumentasi di setiap posyandu perlu adanya pemantauan yang intensif. Sebagaimana kita ketahui bahwa kader merupakan tenaga sukarela dengan beban kerja yang berat, sehingga setiap ada perubahan baru yang akan menambah beban kinerja kader, maka sangat sulit diharapkan keajegannya dan perlu pemantauan yang melibatkan pengambil kebijakan. Kendala Penilaian DDTK dengan KPSP masih menemui kendala yaitu: ibu yang membawa balita terburu-buru, jumlah kader yang aktif masih kurang sehingga tidak mampu melayani semua pengunjung. Solusi Solusi yang diberikan oleh tim IbM yaitu dengan membuatkan leaflet agar dapat dibaca ibu dan meTabel 2. Distribusi tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan DDTK dan anticipatory guidance Pengetahu an Desa Kebonagung Desa Wonodadi Pre Post Pre Post f % f % f % f % Baik Cukup Kurang 0 5 20 0 20 80 15 10 0 60 40 0 0 12 18 0 40 60 22 6 2 73 20 6 Uji Wilcoxon Signed Rank Test p value=0,000 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa ada pengaruh pemberian pelatihan terhadap kemampuan kognitif kader. Tabel 3. Distribusi frekuensi keterampilan dalam menentukan status nutrisi dan penilaian DDTK dengan
menggunakan KPSP Keterampilan Desa Kebonagung Desa Wonodadi f % f % Terampil Cukup terampil Kurang terampil 15 8 2 60 32 8 24 2 4 80 6,6 13,3 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa keterampilan kader dalam penilaian status nutrisi dan DDTK dengan KPSP yang terbanyak adalah terampil, kader Desa Kebonagung 60% dan kader Desa Wonodadi 80%. Tabel 4. Distribusi frekuensi evaluasi pelaksanaan dan dokumentasi hasil penilaian status nutrisi dan DDTK dengan KPSP di posyandu Dokumentasi Posyandu Desa Kebonagung Posyandu Desa Wonodadi f % f 274 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 270–275 motivasi untuk memeriksakan anak dan berkonsultasi tentang tumbuh kembang anak dan anticipatory guidance yang sesuai usia anak dengan kader. Luaran Kegiatan Luaran dari kegiatan IbM ini adalah media interaktif tentang DDTK dan anticipatory guidance, modul tentang DDTK dan anticipatory guidance, TTG berupa SOP (Standart Operating Procedure) DDTK, kartu pemantauan perkembangan anak usia 3 – 72 bulan, publikasi ilmiah pada jurnal lokal yang memiliki ISSN dan seminar hasil kegiatan di Puskesmas Wonodadi. PEMBAHASAN Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan terhadap suatu objek. Hersey & Blanchard, 1997 dalam Endah, 2003 menyatakan bahwa dalam teori berubah perubahan yang paling mudah adalah pengetahuan. Strategi yang menekankan pada pengetahuan dan pendalaman pengetahuan adalah strategi perubahan akademis yang memberikan pengaruh primer. Anggapan dasarnya adalah logis dan rasional, objektif bahwa keputusan yang didasarkan pada yang dianjurkan adalah jalan terbaik untuk diikuti. Pengetahuan yang meningkat setelah dilakukan intervensi secara teori dapat dikaitkan dengan pendidikan. Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima atau menyesuaikan dengan hal baru. Pendidikan mempengaruhi proses belajar seseorang, maka seseorang dengan pendidikan tinggi akan cenderung lebih mudah memperoleh banyak informasi. Sebagian kader yang terbanyak adalah SMP dan SMA, semakin banyak informasi yang didapatkan semakin banyak pengetahuan yang diperoleh. Pendidikan rendah bukan berarti mutlak berpengatahuan rendah, karena pengetahuan tidak multak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh dari pendidikan non formal, salah satunya dengan melalui pendidikan kesehatan, paparan informasi dari berbagai media. Pengalaman, usia, kepercayaan, persepsi individu juga mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tua umur seseorang, pengalamannya akan semakin banyak dan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikirnya. Erfandi (2009) berpendapat bahwa pengetahuan adalah suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena ada pemahaman-pemahaman baru. Peningkatan pengetahuan pada keluarga dapat dipengaruhi karena setiap anggota keluarga selalu berinteraksi dengan orang lain, sehingga dimungkinkan melalui interaksi tersebut keluarga mendapatkan pemahaman-pemahaman baru. Gagne (1988) dalam information processing learning theory berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pemrosesan informasi melalui interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal individu. Untuk mengingat sesuatu manusia harus melakukan 3 hal yaitu mendapatkan informasi, menyimpannya dan mengeluarkan kembali. Nasrun (2007) menyatakan bahwa ingatan seseorang dipengaruhi oleh tingkat perhatian, minat, daya konsentrasi, emosi dan kelelahan. Hal ini sejalan dengan Jensen & Markowitz (2002) bahwa kinerja ingatan secara keseluruhan bisa berada dalam retang kondisi baik ataupun buruk, tergantung pada
keadaan fisik dan emosi. Beberapa faktor turut berkontribusi terhadap kinerja kader posyandu, terutama terhadap program kerja yang baru. Dari hasil pemantauan dokumentasi hasil penilaian DDTK dengan KPSP sebagian besar posyandu sudah mendokumentasikan tetapi kurang lengkap. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kendala yang ditemukan saat kegiatan posyandu. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelaksanaan pelatihan deteksi tumbuh kembang anak dan anticipatory guidance di Desa Kebonagung dan Desa Wonodadi berjalan dengan baik dan lancar. Hasil evaluasi pengetahuan, kader desa Kebonagung sebagian besar baik 60%, dan Desa Wonodadi sebagian besar baik 73%. Kepuasan kedua mitra puas 100%, keterampilan dalam penilaian status gizi dan DDTK dengan KPSP kader di Desa Kebonagung sebagian besar terampil 60% dan di Desa Wonodadi terampil 80%, sedangkan untuk dokumentasi sebagian besar sudah didokumentasikan tetapi masih kurang lengkap. Saran Perlu memberikan motivasi dan memfasilitasi kader posyandu sehingga kader memiliki komitmen yang kuat untuk terus melanjutkan kegiatan penilaian Setiyorini dan Sari, Pemberdayaan Kader dalam ... 275 tumbuh kembang anak dan mengajarkannya kepada orang tua balita. Perlunya kerjasama dengan kepala Puskesmas Wonodadi untuk memantau hasil kegiatan penilaian tumbuh kembang anak dan memberikan tanggungjawab kepada mitra untuk melaporkan hasil penilaian tumbuh kembang anak di wilayah kerjanya.
Pengaruh Anticipatory Guidance terhadap Praktik Toilet Training pada Orang Tua dengan Anak Usia 24-30 Bulan di Desa Pandowoharjo Sleman Yogyakarta Wati, Armia Fajar and Warsiti, Warsiti (2013) Pengaruh Anticipatory Guidance terhadap Praktik Toilet Training pada Orang Tua dengan Anak Usia 24-30 Bulan di Desa Pandowoharjo Sleman Yogyakarta. Skripsi thesis, STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.
Abstract Latar belakang: Toilet training adalah usaha melatih anak mengontrol dan melakukan buang air besar dan buang air kecil. Toilet training ini perlu bimbingan orang tua. Toilet training yang tidak tepat dapat mengakibatkan kepribadian ekspresif yaitu anak lebih tega, cenderung ceroboh, emosional, dan sering membuat masalah, termasuk mengompol pada usia lebih tua. Anak yang mengompol merasa sedih, bingung, gelisah, dan rendah diri sehingga orang tua juga bisa mengalami frustasi. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh anticipatory guidance terhadap praktik toilet training pada orang tua dengan anak usia 24-30 bulan di Desa Pandowoharjo Sleman Yogyakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimen dengan desain one group prettest-posttest. Sampel dengan teknik total sampling sebanyak 38 responden. Analisa data menggunakan uji paired t- test. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan praktik toilet training setelah diberikan anticipatory guidance tentang toilet training, dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).
Simpulan: Ada pengaruh signifikan anticipatory guidance terhadap praktik toilet training pada orang tua dengan anak usia 24-30 bulan di Desa Pandowoharjo Sleman Yogyakarta. Saran: Orang tua diharapkan dapat melakukan praktik toilet training secara tepat dan benar kepada anak, sehingga anak dapat mandiri, mampu melakukan toileting dengan tepat dan dapat membiasakan diri untuk hidup bersih. Kata Kunci : Toilet training , Anticipatory Guidance, Praktik Orang Tua
Vol 1, No 1 (2018) > Rachmah
PERAN ORANG TUA DENGAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER Aulia Rachmah, Eka Santi, Kurnia Rachmawati
ABSTRACT Toilet training adalah langkah penting menuju otonomi dan pengendalian diri pada anak usia toddler. Salah satu peran orang tua membentuk kemandirian pada anak dengan melakukan toilet training. Kegagalan saat toilet training dapat menimbulkan kebiasaan seperti
mengompol, eneuresis dan ISK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran orang tua dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di TPA Kelurahan Guntung Paikat Banjarbaru. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan uji Spearman. Sampel sebanyak 30 responden dengan purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner peran orang tua dan keberhasilan toilet training. Hasil analisis menunjukkan nilai signifikan p= 0,000 < 0,05 r=0,492 sehingga H0 ditolak, artinya ada hubungan antara peran orang tua dan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler. Hal ini menunjukan bahwa semakin mendukungnya peran orang tua maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan yang di capai anak. Kata kunci: peran orang tua, toddler, toilet training.