1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anemia sel sabit merupakan kelainan genetik pada tubuh manusia. Kelainan genetika merupakan salah satu kelainan yang disebabkan kesalahan pencetakan protein DNA. Meskipun disebut kelaianan, namun kelaianan ini dapat bersifat menguntungkan, maupun merugikan. Penurunan sifat gen pertama kali di ungkapkan oleh Mendell. Yang menyebutkan bahwa sifat dari orang tua diturunkan kepada keturunannya dengan perbandingan yang tetap. Penyakit sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Gejala yang dialami antara lain semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba, nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang), demam, kadang sesak nafas. Penyakit sel sabit tidak dapat diobati, karena itu pengobatan ditujukan untuk mencegah terjadinya krisis, mengendalikan anemia, serta mengurangi gejala sickle cell. Untuk lebih jelasnya pengertian, penyebab, gejala sampai pengobatan atau penanggulangannya akan disampaikan pada bab selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa konsep dasar anemia sel sabit? 2. Apa konsep asuhan keparawatan anemia sel sabit ?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep dasar anemia sel sabit. 2. Untuk mengetahui konsep asuhan keparawatan anemia sel sabit.
1
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Anemia Sel Sabit 2.1.1 Pengertian Anemia Sel Sabit Anemia sel sabit (Sickle cell anemia) adalah jenis anemia akibat kelainan genetik di mana bentuk sel darah merah tidak normal sehingga mengakibatkan pembuluh darah kekurangan pasokan darah sehat dan oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Dalam kondisi normal, bentuk sel darah merah itu bundar dan lentur sehingga mudah bergerak dalam pembuluh darah, sedangkan pada anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk seperti sabit yang kaku dan mudah menempel pada pembuluh darah kecil. Akibatnya, aliran sel darah merah yang mengandung hemoglobin atau protein pembawa oksigen terhambat hingga menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan. Anemia sel sabit biasanya menunjukkan gejala pada saat bayi berusia 6 bulan. Penyakit ini banyak terjadi pada orang yang berasal dari Afrika, Karibia, Asia, dan Mediterania. Saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan anemia sel sabit. Penanganan yang diberikan bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah masalah lebih lanjut akibat anemia sel sabit. 2.1.2 Etiologi Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu. Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit. Anemia sel sabit terjadi pada homozigot (HbS-HbS). Hemoglobin yang abnormal membuat RBC rentan terhadap penurunan tekanan oksigen yang sangat kecil sekalipun. Ini menyebbakan fenomena seperti sabit dan sekuenstrasi 2
3
abnormal disertai trombosis pada arteriol yang kecil. Selanjutnya bisa terjadi infark pada bagian manapun. Anemia sel sabit ditandai dengan penyakit hemolitik kronis yang disebbabkan oleh destruksi eritrosit prematur yang sukar berubah bentuk dan rapuh. Manifestasi penyakit sel sabit lain yang dianggap berasal dari perubahan iskemik akibat oklusi vaskular oleh massa sel sabit. Perjalanan klinis anak yang terkan adalah khas disertai dengan kejadian-kejadian episodik intermitten, sering disebut sebagai “kritis”. 2.1.3 Patofisiologi
Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif , masing-masing satu dari orang tua. Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena hemoglobin Anormal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut hemoglobin S (Hb S), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. Tekanan oksidatif juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang masuk ke dalam sirkulasi , sehingga memperburuk proses patologi vaskular pada individu yang mengidap anemia sel sabit . Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah
4
melewati pembuluh yang sempit akibatnya terperangkap di dalam mikrosirkulasi. Hal ini menyebakan penyumbatan aliran darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan. Meskipun bentuk sel sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi hemoglobin kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel–sel yang telah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa; kondisi ini menyebkan limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark (sel yang sudah mati) dari berbagai organ, terutama limpa dan tulang , dapat terjadi. Disfungsi multiorgan sering terjadi setelah beberapa tahun. Kondisi-kondisi yang dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia, ansietas , demam, dan terperajan dingin. Karena limpa merupakan organ imun yang penting, infeksi , terutama yang disebabkan bakteri-bakteri , umumnya dan sering menstimulasi krisi sel sabit. Pada saat lahir, tanda anemia sel sabit mungkin tidak terlihat karena semua bayi memiliki kadar tinggi jenis hemoglobin yang berbeda, yaitu hemomglobin fetal (F). Hemoglobin fetal tidak bebrbentuk sabit, tetapi hanya bertahan dalam waktu kira-kira 4 bulan setelah lahir. Pada saat inilah tanda penyakit mulai terlihat.Karena tanda ini termasuk gejala klasik anemia dan tanda yang berhubungan dengan karakteristik gangguan sumbatan yang sangat nyeri. Individu pengidap sel anemia sel sabit membawa dua gen defektif dan akbiatnya hanya memiliki hemoglobin S. Individu yang heterozigot untuk gen sel sabit (membawa satu gen defektif ) dikatakan mebawa sifat sel sabit. Heterozigot biasanya menggambarkan hemoglobin S pada sekitar 30-40% sel darah merahnya dengan hemoglobin normal dibawa oleh sel darah yang tersisa. Individu ini biasannya
asimtomatik
kecuali
terpajan
dengan
kadar
oksigen
yang
rendah,terutama ketika berolahraga.(Corwin, Elizabeth ,2009 ; 417) 2.1.4 Gejala Gejala anemia sel sabit dapat muncul sejak usia 4 bulan, namun umumnya baru terlihat pada usia 6 bulan. Gejala ini berbeda-beda pada setiap penderita dan dapat berubah seiring waktu. Gejala umum yang dialami adalah anemia, di mana darah mengalami kekurangan hemoglobin sehingga timbul gejala berupa pusing,
5
pucat, jantung berdebar, terasa mau pingsan, lemas, serta cepat lelah. Pada anakanak, juga dapat ditandai dengan organ limpa yang membesar. Di samping anemia, gejala lain yang dapat terlihat pada penderita anemia sel sabit adalah rasa nyeri akibat krisis sel sabit. Rasa nyeri muncul saat sel darah merah yang berbentuk sabit menempel pada pembuluh darah dan menghambat aliran darah, saat melalui pembuluh darah kecil di dada, perut, sendi, atau tulang. Rasa nyeri tersebut bervariasi dan dapat berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Sebagian penderita dapat mengalami hingga belasan kali krisis dalam satu tahun. Krisis sel sabit pada penderita remaja dan dewasa dapat menimbulkan nyeri kronis karena kerusakan tulang dan sendi atau luka. Penyumbatan aliran darah juga dapat menyebabkan lengan dan tungkai menjadi bengkak dan nyeri. Berbagai kondisi diduga dapat memicu timbulnya rasa nyeri pada krisis sel sabit. Selain faktor cuaca seperti angin, hujan, atau dingin, krisis ini juga bisa terjadi saat penderita mengalami dehidrasi, berolahraga terlalu berat, atau merasa tertekan. Kendati demikian, kondisi utama yang memicu krisis sel sabit belum dapat dipastikan. Penderita anemia sel sabit juga dapat mengalami kerusakan organ limpa yang bertugas melawan infeksi, sehingga penderita akan rentan terkena infeksi, mulai dari yang ringan seperti flu, hingga infeksi yang lebih serius dan membahayakan seperti pneumonia. Pertumbuhan anak-anak yang menderita anemia sel sabit dapat terhambat karena tubuh kekurangan sel darah merah sehat yang memasok nutrisi dan oksigen. Gangguan pertumbuhan tersebut berisiko memperlambat masa pubertas mereka di usia remaja. Di samping beberapa gejala yang telah dijabarkan, penderita anemia sel sabit dapat mengalami gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina, sebagai efek dari terhambatnya aliran darah di dalam mata. Penderita anemia sel sabit perlu segera diperiksakan ke dokter, jika mengalami gejala serius yang meliputi: 1. Kulit dan bagian putih mata berubah warna menjadi kuning. 2. Demam tinggi. 3. Perut bengkak dan terasa sangat sakit.
6
4. Nyeri hebat pada perut, dada, tulang, atau sendi yang tidak hilang. 5. Menunjukkan
gejala
stroke,
yaitu
kelumpuhan
setengah
badan
yang mengakibatkan sulit berjalan, berbicara, atau gangguan penglihatan secara tiba-tiba. 2.1.5 Manifestasi Klinis Asimptomatik sampai dengan satu tahun menderita penyakit ini : 1.
Bengkak luar biasa pada jari-jari tangan dan jempol kaki (hand-foot syndrome/dactylitis)
2.
Dapat terjadi kerusakan pada kemampuan ginjal untuk mengkonsentrat urin sehingga meningkatkan berkemih pada anak-anak dan mengompol
3.
Kadar hemoglobin 6-9 g/dl atau kurang dari itu
4.
Wajah pucat
5.
Mudah lelah
6.
Kehilangan nafsu makan Pasien dengan penyakit sel sabit krisis, dapat terjadi:
1.
Nyeri hebat pada abdomen
2.
Spasme otot
3.
Nyeri kaki
4.
Nyeri dan bengkak pada persendian
5.
Demam, muntah, hematuria, convulsion, kaku kuduk, koma, atau kelumpuhan juga dapat terjadi tergantung pada organ yang terkait
6.
Jaundice pada klien dapat terjadi
7.
Pembesaran jantung dan murmur Manifestasi Klinis Penyakit Sel Sabit per-sistem :
1.
Okular :
Pembuluh
darah
konjungtiva
berkelok-kelok,
retinopati
proliferatif 2.
Jantung : Kegagalan curah tinggi, kor pulmonal
3.
Paru
:
Infark
dengan
emboli
multiple,
infeksi
(pneumokokus,
Mycoplasma), atelektasis (infeksi, obstruksi) 4.
GI track& hati : Kandung empedu (batu bilirubin), sekuestrasi limpa, infark, dan asplenia fungsional, hyperbilirubinemia ekstrim
7
5.
Muskuloskeletal : Infark (nekrosis aseptik, nyeri, sindrom tangan kaki), infeksi (osteomielitis, Salmonella), artritis (kolagen-vaskular, gout)
6.
Genitourinaria : Defek konsentrasi ginjal, hematuria, nefrosis, gagal ginjal kronis, priapismus
7.
Endokrin : Pubertas terlambat
8.
Sistem imun : Kerentanan terhadap infeksi, defek pada jalur komplemen alternatif, asplenia fungsional, defek fagosit, hyperplasia limfoid (pembesaran tonsil dan adenoid)
9.
Kulit : Ulserasi
10. Hemaopoietik : Anemia (hemolitik, krisis aplastik), defek fagosit, hiperurisemia 11. Neurologik : Stroke, kejang, gangguan penglihatan 12. Psikiatrik : Ketergantungan, kecanduan, separasi, maturase 13. Vaskular : Proliferasi endotel, oklusi vena perifer 2.1.6 Penatalaksanaan Medis Anemia Sel Sabit 1. Obat percobaan telah menunjukkan beberapa hasil yang menjanjikan, misal: hidroksiurea (meningkatkan produksi hemoglobin janin), setiedilsitrat (pengubah membrane SDM), pentoksifilin (menurunkan viskositas darah dan tahananva skulerperifer), dan vanillin (aditif makanan, sifat antisickling). 2. Nasihatkan populasi berisiko. 3. Dengan segera atasi infeksi, yang mempredisposisikan pada kritis. 4. Intruksikan pasien untuk menghindari ketinggian tinggi, anesthesia, dan kehilangan cairan karena dehidrasi meningkatkan sickling. 5. Berikan terapi asam folat setiap hari untuk meningkatkan kebutuhan sumsum. Adapun terapi yang dapat dilakukan terhadap penderita anemia sel sabit adalah: 1. Transfusi Darah Terapi transfuse ini bertujuan untuk menambahkan jumlah hemoglobin normal dalam darah sehingga dapat mencegah proses polimerisasi. Bila penderita kerap kali mengalami krisis, terutama
8
vasooklusi, maka terapi ini perlu dilakukan dalam jangka panjang. Akan tetapi, perlu diperhatikan pula efek samping dari terapi transfuse ini,
yaitu
terjadinya
hyperviscosity,
yang
disebabkan
karena
penambahan hematokrit berbanding lurus dengan dengan viskositas darah, hypersplenism, keracunan besi, dan kemungkinan infeksi, yang disebabkan karena screening darah yang kurang akurat. 2. Terapi gen 3. Terapi gen ini menggunakan stem cell dan virus sebagai vektornya, Human Immunodefiency Virus(HIV), dan Human Foamy Virus(HFV). 4. Transplantasi sumsum tulang 5. Mengaktifkan sintesa HbF 6. Pemberian agen anti sickling 7. Penurunan MCHC Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infuse salin fisiologik 3 L/hari, atasi infeksi, berikan analgesic secukupnya. 2.1.7 Komplikasi Anemia Sel Sabit Adanya penyumbatan pada pembuluh darah bisa menurunkan fungsi atau bahkan merusak organ-organ tubuh, seperti ginjal, limpa, hati, dan otak. Kondisi ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi, di antaranya: 1. Kebutaan, akibat penyumbatan pembuluh darah pada mata yang seiring waktu akan merusak retina. 2. Acute chest syndrome dan hipertensi pulmonal, akibat sumbatan sel sabit di dalam pembuluh darah paru-paru. Kedua kondisi yang ditandai dengan gejala sesak napas ini tergolong mematikan. 3. Stroke, akibat terhambatnya aliran darah di dalam otak. 4. Batu empedu, akibat penumpukan zat bilirubin yang dihasilkan dari sel darah merah yang rusak secara cepat. Hal ini dapat menimbulkan nyeri perut dan tubuh tampak berwarna kuning (jaundice). 5. Luka pada kulit, akibat sumbatan di pembuluh darah kulit. 6. Priapismus atau ereksi berkepanjangan, yang menimbulkan rasa sakit dan berisiko menyebabkan kerusakan pada penis serta kemandulan. Priapismus terjadi akibat penyumbatan aliran darah di dalam penis
9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Anemia Sel Sabit 2.2.1 Pengkajian Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan, diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Informasi akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan. Sebagai sumber informasi dapat digunakan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan atau sumber data sekunder. 1. Pengumpulan Data a. Identitas Klien Nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat b. Identitas Penanggung c. Keluhan Utama Pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat atau penyakit masa lalu yang pernah diderita. d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatatn atau penyakit masa lalu yang pernah diderita. e. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/ kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit. f. Riwayat Kesehatan Sekarang a) Klien terlihat keletihan dan lemah b) Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi a) Mata
: ikterus, konjungtiva pucat
b) Mulut
: mukosa bibir kering
c) Perut
: pembesaran perut, asites.
d) Kulit
: warna kulit pucat, kering.
10
b. Palpasi a) Nyeri tekan pada daerah empedu b) Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas c) Pembesaran/distensi hepar (hepatomegali) c. Auskultasi a) Gemericik, ronkhi, mengi, penurunan bunyi napas. b) Bunyi bronchial/ bronkovesikuler pada perifer paru. 3.
Aktivitas / Istirahat a. Gejala
: keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari. Kebutuhan
tidur lebih besar dan istirahat. b. Tanda : Gangguan gaya berjalan. 4.
Sirkulasi a. Gejala
: palpitasi atau nyeri.
b. Tanda
: tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna
kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat. 5.
Eliminasi Gejala
6.
: sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari)
Integritas Ego a. Gejala
: kuatir, takut
b. Tanda : ansietas, gelisah 7.
Makanan / Cairan a. Gejala b. Tanda
: nafsu makan menurun. : penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan,
tampak kulit dan membran mukosa kering. 8.
9.
Hygiene a. Gejala
: keletihan atau kelemahan
b. Tanda
: penampilan tidak rapi
Neurosensori a. Gejala
: sakit kepala atau pusing, gangguan penglihatan
b. Tanda
: kelemahan otot, penurunan kekuatan otot
10. Pernapasan a. Gejala
: dipsnea saat bekerja
11
b. Tanda
: mengi
11. Keamanan a. Gejala
: riwayat transfusi
b. Tanda
: demam ringan, gangguan penglihatan.
12. Seksualitas Gejala
: kehilangan libido.
13. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM. b. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit. c. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait) d. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait. e. LED : meningkat f. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2 g. Bilirubin serum : meningkat h. LDH : meningkat i. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal j. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang k. Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang ((Doenges E.M, 2002, hal : 585)
12
2.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
13
14
15
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan Anemia sel sabit (Sickle cell anemia) adalah jenis anemia akibat kelainan genetik di mana bentuk sel darah merah tidak normal sehingga mengakibatkan pembuluh darah kekurangan pasokan darah sehat dan oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Lama hidup sel sabit menurun hingga 10-30 hari (normalnya 120 hari). Gejala klinis yang biasa terjadi pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat berupa : nyeri, pucat, kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare dan penurunan haluaran urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kulit kering, nafas pendek, gangguan penglihatan dan demam.
3.2 Saran Para penderita anemia sel sabit hendaknya melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal. Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Jakarta: EGC Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka. Suwiryawan, G.A, dkk. 2013. Anemia Sel Sabit. E-Jurnal Medika Udayana. http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/6229 diakses pada tanggal 10 desember 2018, 09.05 WIB.