Anemia Dr. Hari-1.docx

  • Uploaded by: Reza Bela Syindi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anemia Dr. Hari-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,815
  • Pages: 24
1.1

Pengertian Anemia Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu dimana parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi , perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu, dalam diagnosa anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Kadar Hb normal laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl (Amin Huda Nuratif dan Hardhi Kusuma, 2015) Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah dan kadar hemoglobin (Hb) atau hematokrit (HT) di bawah normal, anemiamenunjukkan suatu status penyakit atau perubahan & fungsi tubuh.Beberapa menyebabkan ketidakadekuatan pembentukan sel-sel darah merah (eritropoiesis), sel darah merah prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan (hemolisis), kehilangan darah (penyebab paling umum ), faktor lain nya yaitu defisiensi zat besi dannutrien, faktor-faktor hereditas, dan penyakit kronis. (Taqiyah Bararah, & Mohammad Jauhar, 2009) Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehigga tidak mampu memenuhi fungsiya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. (Ns. Tarwoto dan Dra. Wartonah, 2009).

1.2

Anatomi Fisiologi

Menurut Rusbandi Sarpini (2014 : 85). Darah adalah cairan tubuh yang terdiri dari plasma dan sel atau struktur seperti sel. Dalam tubuh orang dewasa, volumenya sekitar 56 liter atau 7% dari berat badan.Plasma meliputi 53-57% dari seluruh volume darah, terdiri dari 90% air, 7-9% protein, 0,1% glukosa, 1% bahan anorganik. Bahan protein dibagi dalam 3 jenis yaitu albumin (mengatur tekanan osmotik dalam darah serta mengatur

volume

air

dalam

darah),

globulin

(berhubungan

dengan

fungsi

antibody/kekebalan tubuh), dan fibrinogen (protein yang penting dalam pembekuan darah). Fungsi darah adalah: a. Transport internal Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme. 1. Respirasi Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah merah dan plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru. 2. Nutrisi Nutrisi/zat gizi diabsorbsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma ke hati dan jaringan-jaringan lain yang digunakan untuk metabolisme. 3. Sekresi Hasil metabolisme dibawa plasma ke dunia luar melalui ginjal. 4. Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga berperan dalam hemoestasis. 5. Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai efek dalam aktivitas metabolisme sel, dibawa dalam plasma. b. Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi dari sel darah putih. c. Proteksi terhadap cedera dan perdarahan Proteksi terhadap respon peradangan lokal terhadap cedera jaringan. Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena adanya faktor pembekuaan, fibrinolitik yang ada dalam plasma. d. Mempertahankan temperatur tubuh

Darah membawa panas dan bersirkulasi ke seluruh tubuh. Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas. Seldarah meliputi 43-47% dari seluruh volume darah. Dikenal ada 3 jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet). 1. Eritrosit Sel darah merah merupakan sel terbanyak, yaitu sekitar 5 juta/mm3 darah. Bentuknya dalam sirkulasi darah berbentuk biconcave (cekung pada kedua sisinya), tidak mempunyai intisel. Inti sel darah merah ini menghilangkan saat lahir sebagai suatu proses pematangan sel yang terjadi di sumsum tulang merah. Oksigen dan CO2 dalam sel darah merah ini terikat pada hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah. Pada laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung 14-16 gr hemoglobin. Fungsi sel darah merah yaitu mengangkut O2 ke jaringan/organ tubuh dan membawa kembali CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan lewat pernafasan. Eritrosit di produksi oleh sumsum tulang merah. dalamsehari di produksi sekitar 3,5 juta sel/kg berat badan. Sel darah merah ini bertahan dan berfungsi sekitar 90-120 hari. Zat besi merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh orang dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100 ml darah. Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2-6 gr, tergantung berat badan dan kadar Hb nya. Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secaracepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Komponen eritrosit adalah sebagai berikut : a) Membran eritrosit b) Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-phosphate dehydrogenase) c) Hemoglobin, komponennya terdiri atas: heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, sedangkan globin bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap seldarah merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, Satu gram hemoglobin akan

bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Oksih emoglobin merupakan hemoglobin yang terkombinasi/berikatan dengan oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin. Produksi sel darah merah (eritropoesis) dalam keadaan normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi didalam sumsum tulang, dimana sistem eritrosit menempati 20%-30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah merah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah merah sistem eritrosit, mieloid, dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk multiponsial tidak mampu berdiferensial menjadi sel induk unipotensil. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas akan membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali vase mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam folat, piridoksin (vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokan kedalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut : a) Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel. b) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan eritroblas asidosis. c) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang di ikuti dengan hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel. Jumlah normal eritosit pada dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc dara. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-lakin 3,0 mg%. Sifat-sifat sel darah

merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel seperti berikut : a) Normositik : sel yang ukurannya normal b) Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal. c) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil. d) Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar. e) Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit. f) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak. Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah, sifat ini memugkinkan sel tersebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi. Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigenspesifik yang terdapat di membrann selnya dan tidak ditemukan disel lain. Antigen-antigen itu adalah A, B, O dan Rh. Antigen A, B, dan O seseorang memiliki dua alel (gen) yang masingmasing mengode antigen A dan B tidak memiliki keduanya yang di beri nama O. Antigen A dan B bersifat ko-dominan,orang yang memiliki antigen A dan B akan memiliki golongan darah AB, sedangkan orang yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan O (AO) akan memiliki darah A. Orang yang memiliki dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O (BO) akan memiliki kedua antigen (OO) akan memiliki darah O. Sedangkan antigen Rh merupakan kelompok antigen utama lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masingmasing orangtua. Antigen Rh (Rh+) sedangkan orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap Rh negatif (Rh-). Pengahancuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses patologis (hemolisi). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi dua kelompok sebagai berikut : a. Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat digunakan kembali.

b. Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunkan ulang, dan bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan empedu. 2. Leukosit Dalam keadaan normal jumlah sel darah putih ini sekitar 5000-9000/mm3. Ada beberapa tipe sel darah putih,masing-masing mempunyai karakteristik sendiri– sendiri mengenai ukuran, bentukan dan warnanya: a) Neutrophil, meningkat pada infeksi kuman. b) Eosinophil, meningkat pada infeksi cacing, flu atau alergi. Berfungsi sebagai detoktifiikasi protein asing masuk ketubuh. c) Basophil, susah dilihat karena banyak mengandung granule pada sitoplasma. d) Symphocyte, meningkat pada infeksi Virus. Berfungsi sebagai kekebalan tubuh (antibody). e) Monocyte, sel darah putih terbesar. Fungsi utama sel darah putih ini melindungi tubuh terhadap mikroorganisme (kuman) dengan makrofagosi (menyerang) kuman yang masuk, mengatasi inflamasi dan immunitas. Masa aktif sel darah putih ini kira-kira 12 jam. 3. Trombosit (platelet) Merupakan sel darah paling kecil, jumlah sel ini sekitar 250.000/mm3. Fungsinya berkaitan dengan pembekuan darah dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Sel darah ini berisi beberapa faktor pembeku darah, bila jumlahnya hanya sedikit dapat menyebabkan pendarahan. Masa hidup trombosit sekitar 10 hari. (Tarwoto, 2009:19) 1.3

Patofisiologi Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang (misalnya, berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpapar toksik, infasi tumor, atau kebanyakan akibat idiopati. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat terjadi akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan

sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloentelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek samping proses ini, bilirubin, yang berbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksisel darah merah (hemolisis) segera dirfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang, kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera. (Arif Mutaqin, 2008:398) Karena semua sistem organ dapat terkena, maka anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktifitasnya, (5) keadaan penyakit yang mendasarinya, dan (6) beratnya anemia. Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan menurun. Kehilangan darah mendadak (30% atau lebih), seperti pada pendarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipofolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat dingin), takikardi, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolap sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimtomatik, kecuali pada kerja berat fisik. Tubuh beradaptasi dengan, (1) meningkatkan curah jantung dan pernafasan, oleh karena itu meningkatkan pelepasan O2 jaringan-jaringan oleh SDM, (2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, (3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) restribusi aliran darah ke organ-organ vital. Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari kuranganya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan fasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator untuk yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah mudah, hemoglobin biasanya kurang dari /8gram.

Takikardi dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban dan curah jantung yang meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orangtua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung jangan kongesif dapa tterjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan, dan tinitus (telingah berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigen pada sistem saraf pusat.

Pathway Anemia

Kegagalan produksi SDM oleh sum-sum tulang

Defisiensi B 12, asam folat, besi

Dekstruksi SDM berlebih

Perdarahan/hemofili a

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan nurtisi ke jaringan berkurang

Gastro intestinal inal Penurunan kerja GI

Hipoksia

SSP

Mekanisme anaerob

Reaksi antar saraf berkurang Asam laktat

Peristaltik menurun

Makanan sulit dicerna

Konstipasi

Kerja lambung menurun

As.Lambung meningkat

Anoreksia mual

ATP berkurang

Kelelahan

Energi untuk membentuk antibodi berkurang

Intoleransi aktivitas Resiko infeksi

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Pusing

Gg. Perfusi Jaringan

1.4

Etiologi a) Gangguan pembentukan darah eritrosit oleh sumsum tulang. b) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan). c) Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis). (Amin Huda Nurarfi & Hardhi Kusuma, 2015:35)

1.5

Klasifikasi Penyakit Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis: a. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit a) Anemia defisiensi besi b) Anemia defisiensi asam folat c) Anemia defesiensi vitamin B12. 2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi a) Anemia akibat penyakit kronik b) Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang a) Anemia aplastic b) Anemia mieloptisik c) Anemia pada keganasan hematologi d) Anemia diseritropoietik e) Anemia pada sindrom mielodisolastik 4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronis. b. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik c. Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a) Gangguan membram eritrosit (membranopati) b) Gangguan ensim eritrosit (enzimipati)

c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) seperti : thalasemia, hemoglobinopati struktural (Hbs, HbE, dll) 2. Anemia hemolitik eskstrkorpuskular a) Anemia hemolitik autoimun b) Anemia hemolitik mikroangiopatik d. Anemia dengan penyebab tidak di ketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks Klasifikasi berdasakan mofologi dan etiologi: a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV< 80 fl dan MCV < 27 pg 1. Anemia defisiensi besi 2. Thalasemia mayor 3. Anemia akibat penyakit kronik 4. Anemia sideroblastik b. Anemia normokromik normositer bila MCV 80 - 95 fl dan MCH 27 - 34 pg. 1. Anemia paska perdarahan akut 2. Anemia aplastic 3. Anemia hemolitik didapat 4. Anemia akibat penyakit kronik. 5. Anemia pada gagal ginjal kronik 6. Anemia pada sindrom mielodisplastik 7. Anemia pada keganasan hematologic c. Anemia makrositer, bila MCV < 95fl 1. Bentuk megaloblastik a) Anemia defesiensi asam folat b) Anemia defesiensi b12, termasuk anemia pernisiosa 2. Bentuk non megaloblastik a) Anemia pada penyakit hati kronik b) Anemia pada hipotiroidisme c) Anemia pada sindrom mielodisplastik (Nanda, Nic, Noc :2015) 1.6

Tanda dan gejala Menurut Nanda, Nic, Noc 2015 tanda dan gejala anemia yaitu : a. Manifestasi klinis yang sering muncul

1.

Pusing

2.

udah berkunang-kunang

3.

Lesu

4.

Aktivitas kurang

5.

Rasa mengantuk

6.

Susah konsentrasi

7.

Cepat lelah

8.

Prestasi kerja fisik/pikiran menurun.

9.

Nyeri kepala

10. Anoreksia 11. Demam b. Gejala khas masing-masing anemia : 1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi besi. 2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut makin buncit pada anemia hemolitik. 3. Mudah terinfeksi anemia aplastik dan anemia karenakeganasan. c. Pemeriksaan fisik 1. Tanda-tanda anemia umum : pucat, takikardi, pulsus celer, suara pembuluh darah, spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik, perbesaran jantung. 2. Manifestasi khusus pada anemia : a) Defisiensi besi : Spoon nail, glositis b) Defisiensi B12 : Paresis, ulkus di tungkai c) Hemolitik : ikterus, spelenomegali d) Aplastik : Anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi. Komplikasi a. Gagal jantung akibat anemia berat b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena. (Wiwik Handayani, 2009 : 47) Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium

1. Tes penyaringan, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : Kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, dan MCHV), apusan darah tepi. 2. Pemeriksaan darah seri anemia, hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED), dan hitung retikulosit. 3. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis. 4. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosa awal yang memiliki komponen berikut ini : a) Anemia defesiensi besi : serum ion, TIBC, saturasi transferin, dan peritin serum. b) Anemia megaloblastik : Asam folat darah/eritrosit, vitamin B12 c) Anemia hemolitik : Hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb. d) Anemia pada leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia. b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman. c. Radiologi : Torax, bonne survey, USG, atau linfangiografi. d. Pemeriksaan sitologenetik. Penatalaksanaan Penatalaksanaan anemia diajukan untuk mencari penyebab danmengganti darah yang hilang. Penetalaksaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu : a. Anemia aplastic Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATD) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan tranfusi RBC rendah leukosit dan platelet. b. Anemia pada penyakit ginjal Pada pasien dialisis harus di tangani dengan pemberian zat besi dan asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan.

c. Anemia pada penyakit kronis Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya. d. Anemia defisiensi besi dan asam folat Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %. e. Anemia megaloblastik 1. Defisiensi vitamin B12 di tangani dengan pemberian vitamin B12, bila defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM. 2. Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi Vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreks. 3. Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari. 4. Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbsi, penanganan nya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara IM. f. Anemia pasca perdarahan Dengan memberikan transusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan intra vena dengan cairan infus apasaja yang tersedia g. Anemia hemolitik Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis. (Nanda, Nic, Noc, 2015 : 38)

LEUKEMIA A. Pengertian Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliperasi abnormal dari selsel hemotopeitik (Wijaya, 2013). Leukemia adalah proliperasi sel leukosit yang abnormal, ganas sering disertai bentuk leukosit yang lain dari normal, jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Wijaya, 2013). Leukemia adalah produksi sel darah putih yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang menjurus pada kanker sel mielogenosa atau sel limfogenosa (Wijaya 2013). Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai adanya akumulasi leukosit ganas dalam sum-sum tulang dan darah (Wijaya 2013). Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari selsel hematopoetik (Wijaya 2013). Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga menimbulkan gejala klinis keganasan hematologik ini akibat dari pproses neoplastic yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. (Anonim, 2012)

B.

Epidemiologi Kejadian leukemia berbeda dari satu negara ke negara lainnya, hal ini berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. Kejadian leukemia setiap tahun sekitar 3,5 kasus dari 100.000 anak dibawah 15 tahun. Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu : Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) 82% dan Leukemia Mieloblastik (LMA) 18%. Hal ini berbeda dengan leukemia pada orang dewasa, yaitu LLA 15% dan LMA 85%. Leukemia kronik mencapai 3% dari seluruh leukemia pada anak. Puncak kejadian LLA pada usia 2-5 tahun dan meningkat lagi setelah usia 65 tahun, sedang LMA mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannyameningkat dengan bertambahnya usia. Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 1,3 : 15 (Wijaya, 2013).

Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang pertahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada perempuan (Sudoyo, 2009).

C. Anatomi Fisiologi 1. Darah Komponen-komponen dalam darah adalah: a. Cairan: Plasma darah merupakan substansi kompleks yang mengandung protein (albumin, glubulin, dan fibrinogen), karbohidrat (glukosa), lemak, mineral, protein dan hormone. b.

Komponen-komponen seluler:

1. Eritrosit (Sel darah merah) 2. Leukosit (Sel darah putih) Berdasarkan ada tidaknya granula, leukosit dibagi menjadi: a) Leukosit Granuler : Eosinofil, Basofil, Neutrofil b) Leukosit Agranuler : Monosit dan Limfosit 3. Trombosit (platelet) Darah juga dibagi dalam beberapa golongan: a. Golongan A punya aglutinogen A dalam eritrosit dan agglutinin Beta dalam serum b. Golongan B punya aglutinogen B dalam eritrosit dan agglutinin Alfa dalam serum c. Golongan AB d. Golongan O

2.

Mekanisme pembekuan darah Sistem pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang mempertahankan

darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pembuluh darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut secara permanen. Proses ini meliputi: a. Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnya b. Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan. c. Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi. d. Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor pembekuan dan sistem fibrinnolisis. e. Pembentukan kembali (remodelling) tempat yang luka setelah perdarahan berhenti. Trombosit akan membentuk sumbat hemostatis melalui proses: a. Adhesi. Melekat pada pembuluh darah b. Agregasi. Yaitu saling melekat di antara trombosit tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi. Proses pembekuan darah: Sel darah pembeku disebut juga trombosit. Trombosit bentuknya tidak beraturan, berukuran kecil ± 3 μ dan tidak memiliki inti. Jumlahnya ± 200.000 – 450.000/mm3 darah. Trombosit dibuat dalam sumsum merah dari megakariosit. Megakariosit merupakan trombosit yang sangat besar dalam sumsum tulang. Trombosit berfungsi dalam proses pembekuan darah jika terjadi luka. Sifatnya rapuh, jika terkena benturan pada bidang yang besar atau berhubungan dengan udara akan pecah dan akan mengeluarkan zat yang disebut trombokinase atau tromboplastin.

Apabila terjadi luka dan darah keluar, trombosit akan bersentuhan dengan permukaan luka yang kasar, akan pecah dan mengeluarkan tromboplastin/trombokinase. Trombokinase bersama-sama ion Ca++ akan mengubah protrombin menjadi trombin. Protombin adalah senyawa globulin yang larut dalam plasma darah. Protrombin dibuat di dalam hati dengan bantuan vitamin K. Begitu thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau pengaktifan trombosit. Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu: a. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara aktivasi dan inhibisi.

b. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah. Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang akan menghalangi keluarnya selsel darah hingga terjadi pembekuan darah dalam waktu ± 5 menit. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah bagan pembekuan darah berikut ini. Fibrinolisis

(pemecahan

fibrin)

merupakan

mekanisme

pertahanan

tubuh

untuk

mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enzim yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi plasmin dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation produk (FDP). (Syaifuddin, 2011) D. Etiologi dan Klasifikasi (Wijaya, 2013) 1. Etiologi Etiologi sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan besar disebabkan oleh virus (Virus onkogenik). Namun faktor lain yang turut berperan adalah : a. Faktor Eksogen Efek dari penyinaran seperti : sinar X, sinar radioaktif Hormon, bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat) Infeksi (virus dan bakteri).

b. Faktor Endogen Faktor ras (orang yahudi) Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (Aberasi kromosom) pada sindrom down. Herediter : kasus leukimia pada kakak beradik/ kembar satu telur, angka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal. Genetik : virus tertentu mygx perubahan struktur gen (T.cell leukimia-lymphoma virus/ HTLV).

2. Klasifikasi a. Leukemia Mieloblastik 1.) Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) Angka kejadian 80% leukimia akut pada orang dewasa. Permulaannya mendadak atau progresif dalam masa 1-6 bulan, jika tidak diobati, kematian kira-kira 3-6 bulan. Insiden pada pria dan wanita 3:2. 2.) Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK) Paling sering terjadi pada usia pertengahan (orang dewasa) umur 20-60 tahun, puncak kejadian pada umur 40 tahun, dapat juga terjadi pada anak-anak. Leukimia mieloblastik dimulai dengan produksi sel mielogenosa muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sel darah putih diproduksi diberbagai organ ekstramedular terutama di nodus limfe, limpa dan hati. b. Leukemia Limfoblastik 1.) Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Merupakan kanker darah yang paling sering menyerang anak-anak berumur dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara 3-4 tahun, insiden pada pria dan wanita 5 : 4. 2.) Leukemia Limfoblastik Kronik (LMK) Merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada kelompok umur tua (± 60 tahun), pada pria dan wanita angka kejadian 2 : 1. Walaupun penyebab dasarnya tidak diketahui, predisposisi genetik maupun faktorfaktor lingkungan keliatannya memainkan peranan. Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi keliatannya terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20 % pada kembar monozigot (identik).

Individu dengan kelainan kromosom, seperti sindrom Down, keliatannya mempunyai insiden leukemia akut dua pulauh kali lipat. E.

Manifestasi Klinik (Wijaya, 2013) 1. Gejala yang khas adalah pucat, panas dan perdarahan (perdarahan dan anemia adalah manifestasi utama). 2. Limfadenopati dan hepatosplenomegali Hal ini disebabkan karena ekstramedular juga terlibat (sel kanker menyebar ke seluruh hingga limfe, hati, dan limpa menaikkan produksi sel darah putih). 3. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-tasfirkan sebagai penyakit reumatik. 4. Gangguan pada sistem saraf pusat Dapat terjadi sakit kepala, muntah, kejang dan gangguan penglihatan. 5.

Gejala lain Leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukimia serebral. Perdarahan pada leukemia dapat berupa ekimosis, petekie, perdarahan gastrointestinal. Manifestasi klinis yang dapat dilihat atau dilaporkan klien atau keluarga secara langsung : 1.) Pilek tidak sembuh-sembuh 2.) Pusat, lesu, mudah terstimulasi 3.) Demam, anorexia 4.) Berat badan menurun 5.) Ptecie, memar tanpa sebab 6.) Nyeri pada tulang / persendian 7.) Nyeri abdomen

F.

Patofisiologi / Penyimpangan KDM (Wijaya, 2013) Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu (hospes). Bila struktur antigen virus tidak sesuai dengan struktur antigen individu, maka virus tersebut akan ditolak, seperti pada penolakan terhadap benda asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan) atau HL-A (Human Leucocyte Locus A).

Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu akan menimbulkan anemia dan trombositopenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh sehingga mudah mengalami infeksi. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, SSP. Gangguan nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang dan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan menyebabkan terjadinya pembesaran hati, limfe dan nodur limfe dan nyeri persedian. G. Pemeriksaan Penunjang (Wijaya, 2013) 1. Pemeriksaan laboratorium a. Darah tepi Gejala yang terlihat berdasarkan kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang dapat menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blast. Terdapatnya leukosit yang imatur. b. Kimia darah Kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobinemia. c. Sumsum tulang Hanya terdiri dari sek limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Aspirasi sumsum tulang = hiperseluler terutama banyak terdapat sel mudah. 2. Pemeriksaan lain a. Biopsi limpa Memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell. b. Lumbal puksi Untuk mengetahui apakah SSP terinfiltrasi yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah sel patologis dan protein. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remis atau pada keadaan kambuh. c. Sitogenik Pemeriksaan pada kromosom baik jumlah maupun morfologisnya. H. Penatalaksanaan Medis (Wijaya, 2013) 1. Transfusi darah

Biasanya diberikan jika kadar hb < 6 gr%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit, jika ada tanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) dapat diberi heparin. 2. Kortikosteroid (Prednison, kortison) deksametason dsb. Setelah dicapai remisi dons dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. 3. Sitostatika Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan predison. Efek ; alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder (kandidiasit). 4. Imunoterapi Merupakan cara pengobatan yang baru, imunoterapi diberikan jika telah tercapai remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105 - 106 ). I.

Prognosis / Komplikasi (Wijaya, 2013) 1. Sepsis 2. Perdarahan 3. Gagal organ 4. Iron Deficiency Anemia (IDA) 5. Kematian

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing. Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan panduan lengkap menjadi perawat profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta. Tarwoto, NS, S.Kep, Dra. Wartonah, Ns. S.Kep. (2008). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi (cet.1). Jakarta: CV. Trans Info media. Sarpini, Rusbandi. 2014. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bogor: Penerbit IN MEDIA. Tarwoto dan Wartonah. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sintem Hematologi. Jakarta: Trans Info Media. Muttaqin, Arif. 2009. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Nanda nic-noc aplikasi jilid 1. Jakarta: Mediaction. Handayani, W & Haribowo S., 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Andra, Ns. Saferi Wijaya, S. Kep dan Ns. Yessie Mariza Putri, S.Kep. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing. Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan , Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Anonim. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Biologi UMS: Surakarta.

Related Documents

Anemia Dr Ineu 1.docx
December 2019 44
Anemia Dr. Hari-1.docx
December 2019 13
Anemia
July 2020 33
Anemia
September 2019 46
Anemia
October 2019 41
Anemia
June 2020 20

More Documents from ""