Anatomi Fisiologi Hewan Ret.docx

  • Uploaded by: Theresia Purba
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anatomi Fisiologi Hewan Ret.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,598
  • Pages: 17
ANATOMI FISIOLOGI HEWAN

DISUSUN OLEH : NAMA

: MARGARETHA PURBA

NIM

: (4173520020)

KELAS

: BIOLOGI NK B 2017

BIOLOGI NK-B 2017 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas anatomi fisiologi hewan tentang system pencernaan ruminansia dan non rumuinansia. Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan, sebagai teman belajar, dan sebagai referensi tambahan dalam belajar Biologi khususnya tentang system pencernaan ruminansia dan non rumuinansia. Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memahami tentang system pencernaan ruminansia dan non rumuinansia secara lebih lanjut.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang system pencernaan ruminansia dan non rumuinansia. Jangan segan bertanya jika pembaca menemui kesulitan. Semoga keberhasilan selalu berpihak pada kita semua.

Medan,25 September 2018

Margaretha Agnes Purba

DAFTAR ISI Bab HALAMAN JUDUL........................................................................ KATA PENGANTAR..................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................... DAFTAR ILUSTRASI ................................................................... I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ........................................................................

1.2

Identifikasi Masalah ................................................................

1.3

Maksud dan Tujuan ................................................................

II

PEMBAHASAN

2.1

Sistem Pencernaan Pada Ruminansia .......................................

2.2

Alat-Alat Pencernaan dan Jenis Makanan................................

2.3

Perkembangan Alat Pencernaan ...............................................

2.4

Sistem Enzim pada Ternak Ruminansia Muda sampai Dewasa .....................................................................................

III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1

Kesimpulan ..............................................................................

3.2

Saran ........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................

DAFTAR ILUSTRASI Nomor 1

Lambung Ruminansia .....................................................................

2

Perbedaan Sistem Pencernaan Ruminansia dan Non Ruminansia...

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Semua zat yang berasal dari tumbuhan dan hewan terdiri dari komponen kompleks yang tidak dapat digunakan secara langsung, maka diperlukan pemecahan agar menjadi komponen yang lebih sederhana. Digesti merupakan proses penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan yang terjadi dalam saluran pencernaan, yaitu agar dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Pada sistem pencernaan terdapat proses pencernaan mekanis dan khemis yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Fungsi utama pencernaan adalah memecah molekul kompleks dan molekul besar dalam makanan sehingga molekul itu dapat diserap dan digunakan tubuh. Fungsi sistem pencernaan antara lain : menerima makanan yang dimakan. Makanan direduksi secara fisis, reduksi yang lebih lanjut berlangsung secara kimia, menyerap hasil pencernaan, bahan buangan yang tidak dapat dicerna ditahan dan dibuang keluar tubuh. Proses pencernaan makanan sangat penting sebelum makanan diabsorbsi atau diserap oleh dinding saluran pencernaan. Zat-zat makanan tidak dapat diserap dalam bentuk alami dan tidak berguna sebagai zat nutrisi sebelum proses pencernaan awal. Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian struktur alat pencernaan berbeda-beda pada berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. Ruminansia atau dikenal juga dengan hewan memamah biak adalah hewan yang dalam aktivitas memenuhi kebutuhan perut melakukan pengunyahan kembali terhadap pakan yang sudah ditelannya. Kelompok hewan ruminansia sebagian besar pakannya adalah berupa bahan hijauan yang terdiri atas rumput atau daun-daunan, meskipun kadang-kadang juga diberikan pakan yang berupa tepung. Hewan non ruminansia (unggas) memiliki pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair.

1.2

Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapai diidentifikasikan bahwa: (1)

Bagaimanana sistem pencernaan yang terdapat pada ruminansia.

(2)

Bagaimana alat-alat pencernaan pada ruminansia dan jenis makanannya.

(3)

Bagaimana perkembangan alat pencernaan yang terdapat pada ruminansia.

(4) Bagaimana sistem wnzim yang terdapat pada ruminansia muda sampai dengan dewasa.

1.3

Maksud dan Tujuan (1)

Mengetahui bagaimanana sistem pencernaan yang terdapat pada ruminansia.

(2)

Mengetahui apa saja alat-alat pencernaan pada ruminansia dan jenis makanannya.

(3) Mengetahui bagaimana perkembangan alat pencernaan yang terdapat pada ruminansia. (4) Mengetahui bagaimana sistem enzim yang terdapat pada ruminansia muda sampai dengan dewasa.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Sistem Pencernaan Pada Ruminansia

Pencernaan adalah suatu proses menguraikan makanan yang mempunyai struktur yang komplek dan rumit menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk diserap tubuh hingga dapat digunakan tubuh sebagai energi dan segala fungsi metabolik lainnya. Dalam penguraian makanan ini ada beberapa tahapan, yakni penerimaan, pengunyahan, penelanan, penyimpanan, pencernaan, penyerapan, dan pembuangan. Penerimaan dilakukan didaerah mulut yang akan diikuti tahap berikutnya yaitu pengunyahan. Pengunyahan adalah merubah bentuk pakan menjadi partikel yang lebih kecil. Sedangkan penelanan adalah tahap pertama pengolahan makanan yang sebelumnya juga bahan makanan tersebut diolah menjadi bentuk lebih kecil agar memungkinkan dipindahkan ke organ lain dengan mudah. Penyimpanan makanan sementara dilakukan di lambung yang merupakan pelebaran saluran gastrointestinal. Sedangkan pencernaan adalah tahapan kedua, yakni proses perombakan atau penguraian makanan menjadi lebih kecil lagi hingga dapat diserap tubuh. Tahap penyerapan adalah proses tubuh menyerap molekulmolekul hasil pemecahan bahan makanan. Proses pembuangan terjadi ketika sisa dari pengolahan makanan tadi telah menyisakan bagian yang sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh tubuh (Isnaeni, 2006). Sistem pencernaan ruminansia pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati. Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulo-rumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ ini dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang. Termasuk organ pencernaan bagian belakang lambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakang tersebut juga terjadi aktivitas fermentasi. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secara hidrolis oleh enzim-enzim pencernaan.

2.2

Alat-Alat Pencernaan dan Jenis Makanan

2.2.1 Alat Pencernaan Utama pada Ternak Ruminansia (1) Mulut Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat saliva yang dihasilkan kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis yang mengandung enzim amilase atau ptyalin. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral (Frandson, 1992). Air liur mengandung enzim ptialin (amilase ludah), yakni enzim yang mengurai karbohidrat polisakarida (amilum) menjadi maltosa(disakarida). Air liur pHnya atau tingkat keasamannya adalah hampir mendekati netral kira-kira 6,7. Kandungan airnya tinggi sekitar 98%, air liur ini berfungsi untuk membasahi makanan, membunuh bakteri yang tidak baik bagi kesehatan, mencegah mulut dari kekeringan. (2) Eshopagus Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Oesofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar oesofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal oesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik. (3) Lambung Setelah melewati esophagus makanan masuk kedalam lambung. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian. Lambung juga berfungsi untuk mencerna protein dengan mensekresikan enzim protease dan asam lambung. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. a. Retikulum Retikulum adalah bagian lambung tempat pencernaan selulosa oleh bakteri dan struktur seperti jala. Retikulum sering disebut sebagai perut jala atau hardware stomach. Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen, tempat fermentasi, membantu proses ruminasi, tempat absorpsi hasil fermentasi dan tempat penyaringan benda-benda asing. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur

(Frandson, 1992). Retikulum merupakan bagian dari rumen dimana mengandung Mucous membrane dan terdapat banyak lekukan. Permukaan retikulum yang memiliki bentuk kotak-kotak menyebabkan retikulum dapat menahan pakan kasar. Pakan kasar dapat ditolak oleh retikulum ke kembali ke mulut untuk dikunyah lagi atau ditolak ke dalam rumen untuk dicerna oleh mikrobia. Retikulum membantu proses ruminasi, dimana bolus diregurgitasi ke dalam mulut (Didiek dkk, 2003). b. Rumen Rumen adalah bagian lambung tempat penghancuran makanan secara mekanis dan memiliki ukuran paling besar dengan kapasitas sebesar 80%. Rumen terletak di rongga abdominal bagian kiri. Rumen sering disebut juga dengan perut beludru atau handuk. Hal tersebut dikarenakan pada permukaan rumen terdapat papilla dan papillae. Sedangkan substrat pakan yang dimakan akan mengendap dibagian ventral. Fungsi dari rumen adalah sebagai tempat fermentasi oleh mikroba rumen, tempat absorbsi dan tempat menyimpan bahan makanan. Dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen (Kosnoto, 1999). Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri rumen, yaitu:     

Bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens). Bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp). Bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica). Bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus). Bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis) (Kosnoto, 1999).

Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Kosnoto, 1999). Jumlah bakteri rumen mencapai

1010-11, jumlah protozoa mencapai 105-6-, fungi berjumlah 10-2-3. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. c. Omasum Omasum merupakan lambung ruminansia yang ditaburi oleh lamina pada permukaannya sehingga menambah luas permukaannya. Permukaan omasum terdiri atas lipatan-lipatan (fold) sehingga nampak berlapis-lapis, tersusun seperti halaman-halaman buku atau manyplies. Omasum tidak mempunyai hubungan langsung dengan rumen, tetapi digesta yang sudah halus dapat masuk ke dalam omasum. Keberadaan sulcus oesophagii menyebabkan digesta cair dapat masuk secara langsung dari esophagus ke dalam omasum tanpa singgah ke dalam rumen. Pada saat dilahirkan dalam periode menyusu, sulcus esophagii dapat membentuk sebuah tabung sehingga susu yang diminum tidak tercecer ke dalam rumen dan retikulum menjadi pakan mikrobia. d. Abomasum Abomasum adalah bagian lambung tempat terjadinya pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim dan HCl yang dihasilkan oleh dinding abomasum. Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati, karena permukaannya halus. Fungsi abomasum sebagai tempat permulaan pencernaan enzimatis dan untuk mengatur arus pencernaan dari abomasum ke duodenum. PH pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik (Frandson, 1992). (4)

Usus Halus Usus atau disebut juga usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Proses pencernaan selanjutnya dilakukan di usus, sebelum mengalami penyerapan dilakukan dengan bantuan enzim yang dikeluarkan diusus. Proses penyerapan sari makanan dari organ gastrointestinal terjadi dengan cara transpor pasif atau dengan difusi dipermudah. Transpor pasif terjadi karena ada perbedaan konsentrasi, sedangkan difusi dipermudah terjadi karena difusi dengan bantuan molekul carrier pada sel penyerap. Penyerapan karbohidrat dan protein berlangsung secara difusi dipermudah (Nugroho, 2007). Pada bagian duodenum kim asam yang dihasilkan dari lambung bercampur dengan getah pencernaan dari pankreas, hati, kandung empedu, dan sel-sel kelenjar pada dinding sel usus halus itu sendiri.

Pada jejenum, makanan mengalami pencernaan secara kimiawi (dengan bantuan enzim) yang dihasilkan dari dinding usus, tekstur makanan pada fase ini lebih encer dan halus. Enzim-enzim yang dihasilkan pada usus halus meliputi : Enterokinase, berfungsi mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pankreas; Laktase, berfungsi mengubah laktosa (semacam protein susu) menjadi glukosa; Erepsin atau dipeptidase, berfungsi mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam amino; Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa; Disakarase, berfungsi mengubah disakarida (gula yang memiliki lebih dari 1 monosakarida) menjadi monosakarida (suatu gugus gula yag paling sederhana); Peptidase, berfungsi mengubah polipeptida menjadi asam amino; Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Lipase berfungsi mengubah trigliserid menjadi asam lemak dan gliserol. Dalam ileum (usus usus penyerapan) terdapat banyak vili (lipatan atau lekukan atau sering disebut jonjot usus). Vili berfungsi memperluas bidang penyerapan usus halus sehingga penyerapan zat makanan akan lebih maksimal (Kosnoto, 1999). (5)

Usus Besar Usus besar terdiri atas caecum yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Caecum berfungsi sebagai tempat terjadinya fermentasi mikroba. Bagian yang turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal terletak di antara caecum dan kolon spiral. Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral ke arah pusat lilitan sedangkan bagian berikutnya membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan. Bagian terakhir dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan. Kolon berbentuk tabung berstruktur sederhana. Fungsinya sebagai tempat absorpsi VFA dan air dan sebgai tempat sisa hasil akhir pencernaan.Dalam usus besar, air direabsorbsi serta sisa makanan dibusukkan menjadi feses selanjutnya dibuang melalui anus atau proses defekasi (Frandson, 1992). (6)

Rectum Rectum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik (Frandson. 2002)

2.2.2 Alat Pencernaan Aksesoris pada Ternak Ruminansia 1. Hati Hati merupakan suatu kelenjar pencernaan yang terbesar dalam tubuh. Hati terletak diantara gizzard dan empedu dan berwarna kemerahan. Hati mengeluarkan cairan berwarna hijau kekuningan yang berperan dalam mengemulsikan lemak. Cairan tersebut tersimpan di dalam sebuah kantung yang disebut kantung empedu yang terletak di lobus sebelah kanan. Makanan yang berada pada duodenum akan merangsang kantung empedu untuk mengkerut dan menumpahkan cairan empedu (Akoso, 1993 2. Pankreas Pankreas terletak pada lipatan duodenum. Pankreas sangat penting dalam proses pencernaan, karena organ ini menghasilkan enzim dan hormon yang sangat berguna dalam proses pencernaan. Kelenjar pankreas mempunyai fungsi ganda yakni sebagai kelenjar endokrin dan sebagai kelenjar eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas menghasilkan hormon insulin dan hormon glukagon yang vital dalam proses metabolisme karbohidrat. Sedangkan sebagai kelenjar eksokrin, pankreas menghasilkan proenzim protease, enzim lipase, dan amilase, serta elektroloit yang penting dalam proses netralisasi asam. Produk pankreas masuk kedalam duodenum melalu ductus pancreaticus (Soeharsono, 2010). 3. Empedu Empedu adalah cairan hasil seksresi hati. Empedu dibentuk terus menerus dala hati dan disekresikan ke dalam kapiler-kepiler empedu yang terletak diantara sel-sel hati. Kantong empedu menempel di hati, sebagai tempat menampung cairan empedu. Empedu dihasilkan dari perombakan sel darah merah yang tua atau rusak oleh hati. Cairan empedu dialirkan ke dalam duodenum. Pengeluaran cairan empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin. Hormon ini dihasilkan oleh duodenum. Cairan empedu bewarna kehijau-hijauan, kental, dan rasanya pahit. Cairan ini terdiri atas garam dari asam empedu dan zat warna empedu. Disamping itu terdapat kolesterol, lecithin, elektrolit-elktroloit, danprotein, namun jumlahnya sangat sedikit. Garam-garam empedu mempunyai daya menurunkan tegangan permukaan air, disamping itu empedu adalah resevoir alkali. Oleh karena itu fungsi empedu adalah mengemulsi lemak, menetralisisr asam, mengeksresikan zat-zat seperti obat-obatan, toksin, zat-zat warna empedu, dan berbagai zat organik seperti Cu, Zn, dan Hg (Soeharsono, 2010).

2.3

Perkembangan Alat Pencernaan Sapi adalah hewan ruminansia yang mempunyai 4 kompartemen perut, yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Keempat lambung tersebut terletak di depan

usus halus. Retikulum dan rumen secara bersama-sama sering disebut sebagai retikulorumendan bersama-sama dengan omasum ketiganya disebut perut depan (fore stomach) abomasum dikenal dengan lambung sejati karena baik anatomis maupun fisiologinya sama dengan lambung non ruminansia. Pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), fermentatif (oleh mikroba di dalam rumen) dan hidrolisis (oleh enzim pencernaan di abomasums dan usus). Pada saat pedet lahir, volume retikulorumen hanya sekitar 30% dari kapasitas total perut dan rumennya masih belum berfungsi. Pada saat anak sapi minum susu dari induknya, susu mengalir dari mulut langsung ke omasum, tanpa melewati rumen. Susu tersebut akan masuk melalui sebuah saluran yang disebut esophageal groove. Saluran ini menghubungkan esophagus dan reticular omasal orifice. Seiring dengan pertumbuhan sapi, volume retikulo-rumen meningkat pula. Volume retikulo rumen mulai berkembang setelah sapi mulai makan hijauan. Pada sapi dewasa volume rumen mencapai 81%, retikulum 3%, omasum 7% dan abomasums 9% dari volume total perut. Perut sapi mengalami 3 fase perkembangan, yaitu fase non-ruminansia, fase transisi dan fase ruminansia. Sampai umur 2 minggu setelah lahir, anak sapi mendapatkan nutrisi hanya dari susu induknya.pada fase ini, lamina rumen belum berfungsi dan susu mengalir langsung ke omasum melewati esophageal groove. Setelah berumur 2 minggu, anak sapi mulai belajar memakan pakan kasar (hijauan), rumen juga mulai berkembang lebih cepat daripada kompartemen perut yang lain dan mikroba mulai tumbuh di dalamnya. Fase ini merupakan fase transisi, yaitu rumen mulai berfungsi sebagai tempat fermentasi karbohidrat. Setelah sapi berumur 6 minggu, proporsi kompartemen perut sudah mulai stabil; papilla, lamina dan spike di dinding rumen sudah berfungsi sepenuhnya. Kapasitas alat pencernaan mulai dari ternak ruminansia ke arah ternak omnivora adalah semakin kecil (Tabel I) Namun demikian, kapasitas perut sejati dibandingkan dengan kapasitas seluruh alat pencernaan sernakin besar. Misalnya, kapasitas perut sejati ruminansia hanya 5 - 7%, kuda 8 - 9%, orang atau manusia 16 - 17% dan babi 29 - 30%. Bahkan pada ternak karnivora, kapasitas perut sejati Iebih besar lagi, yaitu berkisar antara 60 - 70%. Keadaan perut seperti itu, erat bubunganna dengan jenis pakan yang dimakannya Ternak ruminansia dan kuda adalah pemakan tanarnan. Bahan pakan yang dimakannya mengandung serat kasar yang relatif tinggi, sehingga ternak tersebut tidak akan mernperoleh keuntungan apabila mernpunyai perut sejati yang besar. Yang dibutuhkan oleh ternak yang bahan pakannya mengandung serat kasar tinggi adalah alat pencernaan fermentatif. Keberadaan mikrobia dalarn alat pencernaan. fermentatif rnenýebabkan selulosa bahan pakan dapat dicerna oleh enzìm selulase yang dibasilkan oleh mikrobia. Pada ternak ruminansia, kebutuhan akan alat pencernaan fermentatif tersebut dipenuhi oleh rumen dan retikulum. Sedangkan pada kuda dipenuhi oleh sekum dan kolon. Babi sebagai hewan pernakan segala (omnivora), alat pencernaannya boleh dikatakan terletak

pada perbatasan antara kuda dengan manusia Selain dibekali dengan perut yang lebih besar daripada perut sejati ruminansia, babi juga dibekali dengan atat pencernaan fermentatif berupa sekum dan kolon seperti halnya kuda. Walaupun tidak sebanyak konsumsi hijauan pada sapi dan kuda, babi juga memakan hijauan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada omnivora lain. Suatu perbedaan lain yang nampak adalah perbedaan panjang usus. Besar perut berbanding terbalik dengan panjang usus. Semakin besar perut, semakin pendek usus. Semakin mudah bahan pakan dicerna, sernakin besar perut dan semakin pendek usus. Sejak dilahirkan sampai dewasa, perut ruminansia mengalarni perubahan. Pada saat dilahirkan, ruminansia merupakan omnivora, dimana sebagian besar perutnya berupa perut sejati (abomasum). Pada saat lahir, ukuran rumen sangat kecil, kemudian berkembang dengan pesat. Proses pencernaan pada saat lahir seperti pada hewan monogastrik, kemudian rumen berkembang sehingga akhirnya mencapai kapasitas sebesar 4 - 6 kali lebih besar dari pada kapasitas abomasum. Pada saat ternak ruminansia lahir, rumen merupakan suatu bagian yang kecil dan hampir kosong. Penghisapan dan penelanan cairan (susu) menyebabkan tertutupnya oesophageal groove, sehingga susu tidak melewati rumen tetapi langsung masuk ke abomasum. Rumen berkembang dengan cepat pada ternak ruminansia yang masa awal pertumbuhannya dipelihara pada suatu pastura. Pakan ternak ruminansia yang masa awal pertumbuhannya hanya terbatas pada susu saja, maka perkembangan rumennya akan berjalan lambat. Tenak ruminansia muda mulai memamahbiak pada umur 2 minggu apabila disediakan hijauan. Rumen berkembang paling cepat, diikuti oleh retikulum, omasum dan abomasum. Kompartemen perut ini mencapai proporsi ukuran dewasa setelah ternak berumur 56 hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan rumen dan perubahan yang terjadi sejak lahir sampai dewasa adalah sebagai berikut : (1) Pakan Kasar Pakan kasar merupakan stimulus fisik bagi perkembangan rumen. Pakan kasar tersebut merupakan perangsang bagi pertumbuhan papillae rumen. (2) Produk Fermentasi Asam lemat atsiri atau merupakan perangsang sering dikenal dengan volatile fatty acid (VFA) kimia bagi pertumbuhan papillae rumen. Asam lemak atsiri tersebut dimetabolisasikan oleh papillae rumen. Dengan demikian, segala sesuatu yang mempercepat terjadinya pencernaan fermentatif dalam rumen cenderung mempercepat perkembangan rumen. (3) Cud Innoculation Cepat tidaknya mendapat inokulum mikrobia dan induk semang lewat air liur (cud innoculation), tetapi tidak mempercepat perkembangan rumen atau menambah kapasitas rumen, hanya mempercepat fungsi rumen. Perubahan lain yang terjadi pada ruminansia sejak lahir sampai dewasa adalah:

a.

Sumber Energi Pada saat lahir, sumber energi sebagian besar berupa glukosa dan lemak. Sumber energi hewan dewasa berupa asam lemak atsiri (VEA). b.

Enzim . Kegiatan enzimglikogenolisis ruminansia muda lebih tinggi daripada hewan dewasa, sedangkan pada hewan dewasa, kegiatan enzim glukoneogenesisnya Iebih tingi daripada hewan muda, sehingga ruminansia muda Iebih mampu memanfaatkan glukosa daripada hewan dewasa. Pada saat lahir, kadar glukosa darah ruminansia sama tingginya dengan hewan monogastrik, yaitu berkisar antara l00 - 120 mg%. Selain itu, enzim-enzim peptidase pada saat lahir rendah kegiatannya, akan tetapi rennin dan pregastrie esterase lebih tinggi kegíatannya daripada hewan dewasa, Hal ini memberikan keuntungan, yaitu gamma globulin yang terdapat dalam kolostrum (air susu yang dihasilkan oleh induk hewan pada beberapa hari pertama setelah melahirkan) dapat dimanfaatkan atau diserap oleh hewan. Misalnya, pada 24 jam pertama setelah anak sapi dilahirkan, ususnya dapat menyerap gamma globuline Protein ini sangat penting karena merupakan bahan bagi pembentukañ zat-zat kekebalan (antibodi) terhadap penyakit. Setelah lewat 24 jam, usus tertutup terhadap penyerapan protein Semua protein, setelah lewat 24 jam akan diserap sebagai asam amino. Rendahnya peptidase dalam rumen juga memberikan keuntungan bagi ruminansia muda karena protein air susu tidak banyak dirombak menjadi NH3. Sementara itu, enzim-enzim peptidase, selulase dan urease dalam rumen hewan dewasa lebih banyak dan lebih giat kerjanya (Didiek dkk, 2003).

2.4

Sistem Enzim pada Ternak Ruminansia Muda sampai Dewasa Saat dilahirkan abomasum ternak ruminansia muda berukuran 70% dari keseluruhan lambung majemuknya, sangat kontras dengan kondisi saat dewasa dimana abomasum hanya 8% dari total volume lambung majemuknya. Pada ruminansia muda, sistem digestinya mirip dengan sistem digesti monogastrik. Pada fase prerumiansia ini, pakan cair akan masuk melalui esophageal groove, satu lekukan sehingga makanan langsung masuk ke dalam abomasum tanpa melalui lambung depan (rumen, retikulum, omasum). Abomasum ini secara fisik dan biokimiawi mampu mencerna bahan pakan utama pedet yaitu susu. Pada masa preruminansia ini,abomasum mensekresi renin. Renin mempunyai kemampuan menjendalkan susu dan memisahkkannya menjadi kasein dan whey. Whey masuk ke dalam duodenum dalam 5 menit setelah minum susu, sementara kasein akan tetap berada di dalam abomasum. Renin adalah enzim proteolitik dan bertanggung jawab terhadap pemecahan jendalan susu tersebut pada pedet yang berumur sangat muda sebelum enzim tersebut digantikan oleh pepsin. Jendalan kasein mengalami degradasi secara bertahap oleh renin dan atau pepsin serta asam klorida dan secara partial perncernaan protein ini akan berlangsung selama 24 jam. Setelah masuk ke dalam

intestinum maka enzim yang lain akan berperan untuk mencerna bahan pakan tersebut. Enzim-enzim seperti tripsin, kimotripsin dan karbopeptidase yang disekresikan oleh pankreas serta peptidase lain yang disekresi intestinum kemudian bahan pakan telah menjadi asam amino akan dilanjutkan dengan absorpsi di dalam usus halus. Pergantian renin oleh pepsin secara gradual di dalam abomasum terjadi dengan semakin dewasanya pedet. Aktifitas renin mencapai puncaknya pada pH 4, sedangkan optimum pH pepsin adalah 2. Walaupun sudah ada, aktifitas pepsin sangat rendah hingga pedet berumur 3 minggu. Setelah itu terjadi peningkatan pepsin karena pedet juga mulai mengkonsumsi pakan selain susu. Sebelum pedet dapat mencerna nonmilk protein (tanaman, hewani atau ikan), cairan abomasum harus mencapai pH 2 agar pepsin dapat berfungsi secara optimal. Aktivitas enzim pada ternak ruminansia terdiri dari : (1) Laktase Laktosa adalah sumber nutrisi utama pada bayi ruminansia. Laktosa harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diabsorpsi dan dimanfaatkan tubuh. Laktase adalah enzim yang disekresi sel-sel mukosa intestinal dan berperan dalam menghidrolisa atau memecah laktosa. Laktase tersedia cukup di dalam intestinal ruminansia yang baru lahir. Neonatal ruminansia umur 1 hari mempunyai laktase dengan derajat aktifitas maksimal pada mukosa intestinal. Aktifitas laktase ini akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak ruminansia, hingga pada akhirnya tidak berperan sama sekali. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan atau hormonal. (2) Maltase Maltase adalah enzim yang dapat mencerna amilosa menjadi maltosa. Neonatal ruminansia hampir tidak mempunyai enzim maltase. Baru pada umur 7 hari, mulai ditemukan aktifitas enzim ini, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Berdasarkan kadar gula darah pasca mengkonsumsi pakan, digesti sumber gula pada saluran pencernaan bagian belakang rumen pedet sangat rendah dibandingkan digesti laktosa. Oleh karena rendahnya kadar atau aktifitas amilase dan maltase pada pedet maka ini berarti hampir tidak ada aktifitas pencernan sumber gula (starch). (3) Sukrase Pedet hampir tidak mempunyai aktifitas enzim sukrase saat lahir dan berkembang sedikit sekali dengan bertambahnya umur. Hal ini sangat berbeda dengan babi, dimana terjadi perkembangan aktifitas sukrase 2-3 minggu setelah lahir dan sangat efisien untuk mencerna sukrosa. Pada pedet preruminansia, sudah mulai terdapat aktifitas sukrosa oleh mikroba intestinal, tapi penggunaan lebih lanjut dari hasil digesti tersebut masih belum banyak diketahui (Tri Akoso, 2008).

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan (1) Sistem pencernaan ruminansia pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati). Pada ternak ruminansia, bakteri dan protozoa lebih berperan dalam memecah bahan pakan. Terutama jenis bahan pakan berserat kasar tinggi yang tidak mampu dipecah dengan baik oleh saluran pencernaan ternak nonruminansia. (2) Saluran pencernaan terbentang dari bibir sampai dengan anus. Bagian-bagian utamanya terdiri dari mulut, pangkal kerongkongan, kerongkongan, lambung, usus kecil dan usus besar. Panjang dan rumitnya saluran tersebut sangat bervariasi diantara spesies. Sapi, kambing, domba lambungnya (sistem berlambung majemuk) adalah besar dan rumit, sedangkan usus besarnya panjang akan tetapi kurang berfungsi. (3) Pada saat pedet lahir, volume retikulorumen hanya sekitar 30% dari kapasitas total perut dan rumennya masih belum berfungsi. Pada saat anak sapi minum susu dari induknya, susu mengalir dari mulut langsung ke omasum, tanpa melewati rumen. Susu tersebut akan masuk melalui sebuah saluran yang disebut esophageal groove. Saluran ini menghubungkan esophagus dan reticular omasal orifice. Seiring dengan pertumbuhan sapi, volume retikulo-rumen meningkat pula. Volume retikulo rumen mulai berkembang setelah sapi mulai makan hijauan. Pada sapi dewasa volume rumen mencapai 81%, retikulum 3%, omasum 7% dan abomasums 9% dari volume total perut. (4) Perkembangan sistem enzim pada ruminansia semakin berkembang sesuai dengan pertambahan umur ternak. Pada pedet terdapat enzim renin yang disekresikan dan setelah dewasa akan digantikan oleh enzim tripsin. Pada ternak muda relatif tidak terdapat aktivitas enzim sukrase.

4.2 Saran Pemberian pakan pada ternak ruminansia seharusnya disesuaikan dengan fase dan umur ternak. Karena sistem pencernaan pada ternak ruminansia selalu mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh jenis jenis pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Arora, S. P. 2005. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Didiek, Rahmadi., Sunarso, Achmadi ,J., Pangestu, .E, Muktiani ,.A, Christiyanto, .M Dan Surono. 2003. Diktat Kuliah Ruminologi Dasar. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta. Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Kosnoto, M. 1999. Sistem Pencernaan Pada Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga : Surabaya. Nugroho, CP. 2007. Anatomi Hewan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sumarwan,dkk. 2000. IPA Biologi untuk SMP kelas 2. Erlangga : Jakarta. Sutardi,T.1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tri Akoso. 2008. Sistem Digesti Ruminansia. Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Related Documents


More Documents from "Jihan Oktaviani"