Analytichierarchyprocess-131216134248-phpapp02.pdf

  • Uploaded by: syaiful rachman
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analytichierarchyprocess-131216134248-phpapp02.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,497
  • Pages: 13
“ANALISIS HIRARCHY PROCESS (AHP)” PENDAHULUAN Dalam menjalani kehidupan, manusia dihadapkan pada berbagai masalah dan pilihan. Masalah tentunya memerlukan solusi atau jawaban. Sementara pilihan akan memerlukan skala prioritas. Pada saat seseorang merumuskan solusi atas masalah yang dihadapi, maka ia memerlukan berbagai kriteria/indikator/pertimbangan. Dalam menentukan indikator tersebut seseorang mengacu pada berbagai informasi atau pemikiran yang logis. Diharapkan adanya solusi atas masalah dan prioritas atas pilihan pada informasi yang benar dan tepat serta pemikiran yang logis. Dasar-dasar tersebut akan mengarahkan seseorang untuk menentukan keputusan yang rasional dan konsisten. Hal penting yang tidak dapat dipisahkan dari keputusan tersebut adalah bahwa setiap orang adalah layak dan ahli pada bidangnya masingmasing (keputusan ahli). Namun, keputusan tersebut tidak terlepas dari adanya subyektivitas. Keputusan yang rasional dan konsisten tersebut apabila dibuat dalam suatu diagram atau sketsa akan membentuk suatu hierarki. Proses pengambilan keputusan yang rasional dan konsisten dalam bentuk hierarki tersebut akan mengarahkan pada sebuah metode pengambilan keputusan yang dikenal dengan AHP (Analytic Hierarchy Process). Penjelasan tentang Metode AHP tersebut akan dijabarkan pada bab ini.

Yuca Siahaan

PEMBAHASAN A. Konsistensi dan Priotitas Skala Persepsi Manusia Sebelum manusia menggunakan satuan ukur dalam menentukan besaran semua sumberdaya yang ada di alam ini, sebenarnya dengan kemampuan inderanya manusia sudah mampu membedakan mana sumberdaya yang mempunyai ukuran yang sangat kecil sampai yang sangat besar. Kemampuan manusia dalam membedakan ukuran sumberdaya tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah. Penentuan pembedaan ukuran atau sebut saja skala dengan pendekatan ilmiah akan membantu seseorang untuk menentukan preferensinya dalam membuat keputusan secara lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal inilah yang menjadi salah satu bagian penting dalam pendekatan/metode AHP. Dalam metode AHP skala yang digunakan untuk membantu

seseorang

dalam

menentukan

preferensinya

atas

suatu

sumberdaya/keputusan/prioritas adalah angka 1 sampai 9. Ada beberapa argumentasi perlunya dirumuskan skala (standar pengukuran) tersebut adalah (Permadi, 1992): a. Perbedaan hal-hal yang bersifat/berbentuk kualitatif akan mempunyai arti dan dapat dijamin keakuratannya apabila dibandingkan dengan besaran yang sama dan jelas. b. Secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam lima istilah seperti sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut. c. Penelitian yang dilakukan oleh Miller pada tahun 1956 yang menyebutkan bahwa manusia tidak dapat membandingkan lebih dari tujuh (tambah atau kurang dua) obyek secara simultan. Konsistensi Salah satu asumsi yang membedakan antara metode AHP dengan metode lainnya dalam pengambilan keputusan adalah adanya faktor konsistensi yang tidak harus mutlak (Permadi, 1992). Jika hal ini mengacu pada konsep transitivitas, maka apabila seseorang menganggap suatu barang (A) lebih disukai dibandingkan B, dan B lebih disukai dibandingkan C, maka A dan B pasti lebih disukai dibandingkan dengan C. Dalam kenyataanya (empiris) subyektivitas seseorang kadang tidak mampu menunjukkan keputusan yang konsisten secara mutlak (100%) atas berbagai pilihan yang

Yuca Siahaan

dibuatnya. Dengan demikian, metode AHP yang menjadikan manusia sebagai pelaku utama akan memunculkan keputusan yang subyektif sehingga bisa jadi akan menghasilkan tingkat konsistensi kurang dari 100% (tidak mutlak). Konsistensi yang ada dalam metode AHP melibatkan dua tahap konsistensi, yaitu: konsistensi setiap matriks dan konsistensi keseluruhan hierarkhi (logical consistency). Toleransi yang digunakan dalam memutuskan untuk menerima atau tidak tingkat konsistensi yang terjadi secara umum adalah diatas atau sama dengan 90%. Artinya tingkat inkonsistensi yang dapat diterima adalah kurang dari atau sama dengan 10%. Apabila tingkat inkonsistensi lebih dari 10% dikhawatirkan keputusan yang diambil kurang valid (terjadi kesalahan). Prioritas Bagian yang akan menunjukkan penggunaan metode ini dalam pengambilan keputusan secara berurutan adalah prioritas. Prioritas ini mengarahkan pada semua pihak untuk memahami bahwa setiap keputusan yang dirumuskan secara konsisten akan dibuat prioritasnya. Konteks ini mengacu pada konsep hierarki yang ada dalam metode AHP. Dengan kemampuan untuk membuat prioritas atau hierarki keputusan/kebijakan tersebut, maka metode ini akan memberikan informasi penting bagi manusia untuk melakukan sesuatu secara bertahap. Pentahapan dalam melakukan suatu keputusan yang didukung dengan tingkat konsistensi yang cukup tinggi diharapkan dapat memberikan arah yang jelas bagi manusia untuk menyelesaikan setiap permasalahan/memenuhi kebutuhan hidup secara tepat dan logis. Ini dimaksudkan untuk membentuk keputusan berdasarkan kerangka logika dan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid dalam pengukurannya.

B. Multifactor Evaluation Process (MEFP) Dalam menentukan suatu keputusan, banyak masalah pengambilan keputusan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang harus diperhitungkan. Dalam hal ini, individu-individu secara subjektif dan intuitif memperhitungkan faktor-faktor di dalam pengambilan keputusan. Faktor-faktor tersebut dapat dikuantifikasi dengan menggunakan suatu bobot, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Proses kuantifikasi tersebut akan melibatkan berbagai alternatif. Masing-masing alternatif dapat dievaluasi keterkaitannya dengan faktor-faktor yang telah ditentukan/dirumuskan. Pendekatan ini disebut proses evaluasi multifaktor (Multifactor Evaluation Process, MFEP). Pada MFEP, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat daftar faktor-faktor dan tingkat kepentingannya dalam skala 0 sampai 1. Untuk memahami metode ini dapat Yuca Siahaan

mencermati ilustrasi yang telah dibuat oleh Donna (2008). Seorang Perencana Pembangunan akan menentukan suatu kebijakan bagi masyarakatnya. Perencana Pembangunan tersebut telah menentukan tiga faktor yang penting bagi masyarakat, yaitu: pertumbuhan, kesempatan kerja, dan pemerataan pembangunan. Perencana Pembangunan melihat bahwa kesempatan kerja merupakan hal yang paling penting dan diberikan bobot sebesar 0,6. Kemudian, diikuti pertumbuhan dengan bobot 0,3 dan pemerataan pembangunan dengan bobot 0,1. Tabel 5.1 menunjukkan bobot masing-masing faktor tersebut. Tabel 1. Bobot Faktor

FAKTOR Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pemerataan Pembangunan

KEPENTINGAN (Bobot) 0,3 0,6 0,1

Pada saat itu, Perencana Pembangunan tersebut memiliki 3 kemungkinan kebijakan, yaitu: Kebijakan A, B dan C. Untuk masing-masing kebijakan, Perencana Pembangunan mengevaluasi (menilai) faktor-faktor tersebut dalam skala 0 dan 1, seperti pada Tabel 5.2. Kebijakan A memiliki evaluasi pertumbuhan sebesar 0,7; kesempatan kerja 0,9; dan pemerataan pendapatan 0,6. Kebijakan B memiliki evaluasi pertumbuhan yaitu sebesar 0,8; kesempatan kerja 0,7; dan pemerataan pendapatan 0,8. Sementara Kebijakan C memiliki evaluasi pertumbuhan sebesar 0,9; kesempatan kerja 0,6; dan pemerataan pedapatan 0,9. Tabel 2. Evaluasi Faktor FAKTOR Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pemerataan Pembangunan

A 0,7 0,9 0,6

B 0,8 0,7 0,8

C 0,9 0,6 0,9

Perencana Pembangunan dapat menentukan evaluasi bobot total dari masing-masing alternatif kebijakan dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara bobot faktor dan evaluasi faktor. Tabel 3. Evaluasi Kebijakan Kebijakan A: FAKTOR Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pemerataan Pembangunan Yuca Siahaan

KEPENTINGAN (bobot) 0,3 0,6 0,1

EVALUASI FAKTOR x x x

0,7 0,9 0,6

= = =

Evaluasi Tertimban g 0,21 0,54 0,06

0,81

Kebijakan B: FAKTOR Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pemerataan Pembangunan

KEPENTINGAN (bobot) 0,3 0,6 0,1

Evaluasi Tertimban g 0,24 0,42 0,08 0,74

EVALUASI FAKTOR x x x

0,8 0,7 0,8

= = =

Kebijakan C: FAKTOR Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pemerataan Pembangunan

KEPENTINGAN (bobot) 0,3 0,6 0,1

EVALUASI FAKTOR x x x

0,9 0,6 0,9

= = =

Evaluasi Tertimb ang 0,27 0,36 0,09 0,72

Perencana Pembangunan memilih nilai evaluasi tertimbang total yang terbesar, yaitu Kebijakan A.

C. Penyusunan Model AHP Aksioma AHP dikembangkan oleh Thomas L Saaty dan dipublikasikan dalam bukunya yang berjudul The Analytic Hierarchy Process pada tahun 1980. AHP merupakan salah satu alat analitis atau metodologi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Metodologi ini memasukkan faktor-faktor rasional dan intuitif untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif. Pilihan atau alternatif ini ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dan dikelompokkan menurut suatu hirarki. Metode ini didasarkan pada beberapa aksioma, yaitu (Permadi, 1992): a. Reciprocal comparison Pengambil keputusan harus mampu membuat perbandingan dan menentukan preferensinya. b. Homogeneity Preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau elemenelemennya dapat diperbandingkan satu sama lain. c. Independence Yuca Siahaan

Preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan. d. Expectations Untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap.

Pembuatan Hirarki Dalam penyusunan model dan penggunaan metode AHP penting untuk dilakukan/dibuat struktur pola pikir dalam bentuk hirarki. Hirarki ini akan mengarahkan para pengambil keputusan untuk memahami kerangka logis penyelesaian masalah atau proses pengambilan keputusan secara keseluruhan. Adapun penyusunan hirarki dalam metode AHP sebagaimana tercermin dalam Gambar 1. Gambar 1. Penyusunan Hirarki dalam AHP Identifikasi level dan elemen Definisi konsep Formulasi pertanyaan

Pengisian persepsi dan prioritas Sintesa prioritas Konsistensi Sumber: Permadi (1992)

Tahapan-tahapan dalam AHP Untuk memahami tahapan dalam penggunaan metode AHP dapat mencermati hasil simulasi yang telah dibuat oleh Donna (2008). Seorang Perencana Pembangunan akan menentukan kebijakan pembangunan akan dilakukan dengan tujuan menyejahterakan masyarakat. Setelah melalui penjaringan aspirasi masyarakat (dengan responden seperti tokoh masyarakat, akademisi LSM dan lainnya), Perencana Pembangunan tersebut telah menentukan bahwa hanya terdapat tiga faktor yang penting bagi masyarakat yaitu Pertumbuhan, Kesempatan Kerja dan Pemerataan Pendapatan. Jumlah alternatif kegiatan tersebut ada 3 yaitu A, B dan C. Yuca Siahaan

Hirarki dari faktor dan alternatif ditunjukkan oleh Gambar 2. berikut ini: Kebijakan Terbaik

Kebijakan A

Kebijakan B

Pemerataan Pendapatan

Kesempatan Kerja

Pertumbuhan

Kebijakan C

Kebijkan A

Kebijakan B

Kebijakan C

Kebijakan A

Kebijakan B

Kebijakan C

Gambar 2. Hirarki Keputusan Hirarki keputusan untuk pemilihan kegiatan di atas memiliki 3 tingkatan. Tingkatan tertinggi menunjukkan keputusan keseluruhan: pemilihan kegiatan terbaik. Tingkatan tengah (kedua) menunjukkan faktor-faktor yang diperhitungkan: ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Tingkatan paling rendah (ketiga) menunjukkan alternatif. Unsur terpenting dalam AHP adalah perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Perencana Pembangunan (pengambil keputusan) perlu membandingkan 2 alternatif yang berbeda dengan menggunakan skala ‘sama-sama disukai’ sampai ‘istimewa lebih disukai’, sebagai contoh: 1. Sama-sama disukai 2. Sama sampai lumayan lebih disukai 3. Lumayan lebih disukai 4. Lumayan sampai Sangat lebih disukai 5. Sangat lebih disukai 6. Sangat sampai Terlalu Sangat lebih disukai 7. Terlalu Sangat disukai sampai intimewa lebih disukai 8. Istimewa lebih disukai Tahap pertama adalah menentukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Misalkan Tabel 4 menunjukkan perbandingan berpasangan ketiga proyek tersebut. Angka 3 dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa kebijakan A ‘lumayan lebih disukai’ dibanding kebijakan B. Angka 9 menunjukkan bahwa kebijakan A ‘istimewa lebih disukai’ dibanding Z. Dan angka 6 menunjukkan bahwa kebijakan B ‘sangat sampai terlalu sangat lebih disukai’ dibanding kebijakan B. Tentu saja diagonal utama isinya angka 1, sebab membandingkan satu kegiatan dengan kegiatan itu sendiri. Angka-angka tersebut bisa didapatkan dari hasil

Yuca Siahaan

survei lapangan dengan kuisioner atau wawancara terhadap responden. Kemudian, dari datadata tersebut dihitung rata-rata respon responden tersebut. Tabel 4. Perbandingan Berpasangan A 1 1/3 1/9

B 3 1 1/6

C 9 6 1

KK A B C

A 1 2 8

B 1/2 1 5

C 1/8 1/5 1

PP A B C

A 1 1 1/6

B 1 1 1/3

C 6 3 1

P A B C

Tahap kedua adalah melakukan evaluasi untuk masing-masing faktor, yaitu pertumbuhan, kesempatan kerja, dan pemerataan pembangunan. Di sini akan dibahas untuk pertumbuhan saja. Analisis untuk kesehatan dan pendidikan dilakukan dengan langkah yang sama. Evaluasi terhadap pertumbuhan diawali dengan mengitung total kolom. Kemudian mengitung masing-masing elemen dengan total kolom. Untuk menentukan prioritas dari ekonomi dari 3 kegitan-kegiatan tersebut, secara sederhana kita bisa melihat dari rata-rata masing-masing baris. Tabel 5. Evaluasi Pertumbuhan P A B C Jumlah

A 0,692 0,231 0,077

P A B C

P A B Yuca Siahaan

A 1,000 0,333 0,111 1,444

0,658 0,282

B 3,000 1,000 0,167 4,167

B 0,720 0,240 0,040

C 9,000 6,000 1,000 16,000

C 0,563 0,375 0,063

Rata-rata Baris = (0,692 + 0,720 + 0,563)/3 = (0,231 + 0,240 + 0,375)/3

C

0,060

= (0,077 + 0,040 + 0,063)/3

Tahap ketiga, menghitung rasio konsistensi. Yang juga perlu diuji adalah apakah respon kita konsisten. Kekonsistenan ini dilihat dengan rasio konsistensi (consistency ratio). Untuk menghitung rasio ini, kita harus mengitung terlebih dahulu vektor perjumlahan terbobot yaitu merupakan perkalian evaluasi faktor di atas dengan baris pertama matrix perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix). Begitu juga dengan kolom kedua dan ketiga. Vektor penjumlahan terbobot: (0,658) (1) (0,658) (0,333) (0,658) (0,111)

+ (0,282)(3) + (0,282)(1)

+ (0,060)(9) + (0,060)(6)

= 2,042 = 0,860

+ (0,282)(0,167) + (0,060)(1)

= 1,799

Selanjutnya dapat dihitung vektor kekonsistensi yang didefinsikan sebagai pembagian vektor penjumlahan terbobot dengan evaluasi faktor. Vektor kekonsitenan: Vektor konsistensi

2,042 / 0,658 = 0,860 / 0,282

= 3,103 = 3,051

1,799 / 0,060

= 3,009

Berikutnya dihitung Lambda dan indeks konsistensi. Lambda (λ) merupakan rata-rata vektor konsistensi: λ = (3,103 + 3,051 + 3,009)/3 = 3,054 Indeks konsistensi (CI): CI = (λ-n)/(n-1)

dimana n adalah jumlah alternatif

CI = (3,054 – 3)/(3 – 1) CI = 0,027 Terakhir dihitung rasio konsistensi (consistency ratio) yang merupakan pembagian indeks konsistensi dengan indeks acak (random index, RI).

Tabel 6. Indeks Acak N 2 3 4 5 Yuca Siahaan

RI 0,00 0,58 0,90 1,12

6 7 8

1,24 1,32 1,41

Secara umum, CR dirumuskan: CR = CI / RI CR = 0,0270 / 0,58 = 0,0466

Rasio konsistensi menunjukkan bagaimana konsistensi terhadap jawaban dapat terwujud. Semakin tinggi CR berarti kita semakin tidak konsisten, sebaliknya semakin rendah CR berarti kita semakin konsisten. Secara umum, jika CR kurang dari

0,10; pengambil

kebupusan dikatakan relatif konsisten. Jika CR di atas 0,10, pengambil keputusan seharusnya memperhitungkan kembali pairwise comparison. Langkah 1,2 dan 3 di atas dilakukan untuk alternatif yang lain: kesehatan dan pendidikan.

Tabel 7. Evaluasi Faktor Faktor A B C Pertumbuhan 0,658 0,282 0,060 Kesempatan Kerja 0,087 0,162 0,750 Pemerataan Pendapatan 0,497 0,397 0,107 Tahap keempat menentukan ranking secara keseluruhan. Setelah bobot faktor ditentukan (sama langkahnya dengan MFEP) dengan membandingkan antara ekonomi-kesehatanpendidikan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa angka –angka pada Tabel 5.8 dapat juga diperoleh dengan proses AHP (seperti yang dijelaskan pada sesi ini). Misalkan bobot pertumbuhan, bobot kesempatan kerja, dan bobot pemerataan pendapatan ditunjukkan oleh tabel berikut ini: Tabel 8. Bobot Faktor

Faktor Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pemerataan Pendapatan

Bobot Faktor 0,0820 0,6816 0,2364

Ranking total keseluruhan ditentukan dengan mengalikan evaluasi faktor dengan bobot faktor:

Kebijakan Evaluasi Tertimbang Total A (0,658)x(0,0820)+(0,087)x(0,6816)+(0,0497)x(0,2364) = B (0,282)x(0,0820)+(0,162)x(0,6816)+(0,397)x(0,2364) = Yuca Siahaan

0,231 0,227

C

(0,060)x(0,0820)+(0,750)x(0,6816)+(0,107)x(0,2364) =

0,542

D. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan ini didasarkan pada beberapa tahap yang telah dilakukan berdasarkan metode AHP (lihat ilustrasi pada contoh diatas). Dengan telah diperolehnya hasil pengisian preferensi oleh responden (dalam hal ini adalah responden ahli/kompeten dalam bidangnya), maka akan diperoleh berbagai faktor/elemen/indikator/variable yang tersusun dalam suatu hirarki/prioritas beserta dengan nilai bobotnya masing-masing.

Hasil hirarki/prioritas tersebut akan menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan untuk membuat keputusan yang tepat dan valid. Pengambilan keputusan yang tepat dan valid tersebut akan memberikan manfaat yang cukup besar baik bagi pengambil kebijakan maupun para pemangku kepentingan yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Dalam hal ini AHP akan dapat memberikan informasi yang cukup karena proses pengambilan keputusan akhir yang ada dalam tahapan AHP mengakomodir preferensi para responden dan akan dilakukan evaluasi terhadap preferensi tersebut apabila ada kecenderungan tingkat inkonsistensi yang cukup tinggi (diatas 10%). Selain itu, proses pengambilan keputusan dengan metode AHP dilakukan tidak hanya satu kali. Ini mengingat bahwa kemampuan otak manusia untuk membandingkan dan merumuskan prioritas atas berbagai elemen yang ada cukup terbatas.

Yuca Siahaan

KESIMPULAN 1. Analisis Hierarchy Process adalah metode pengambilan keputusan yang rasional dan konsisten dalam bentuk hierarki 2. Yang menjadi ciri khas aksioma metode AHP dibanding metode lainnya dalam pengambilan keputusan adalah adanya faktor konsistensi yang tidak harus mutlak 3. Metode AHP ini didasarkan pada beberapa aksioma, yaitu: Reciprocal comparison, Homogeneity, Independence, dan Expectations. 4. Dalam pembuatan dan penggunaan metode AHP perlu disusun struktur pola pikir dalam bentuk hirearkhi. Adapun urutan penyusunannya yaitu: identifikasi elemen dan level, definisi konsep, formulasi pertanyaan, pengisian persepsi dan prioritas, sintesa prioritas, konsistensi. 5. Adapun langkah metode AHP adalah menentukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), melakukan evaluasi untuk masing-masing faktor, menghitung rasio konsistensi, dan terakhir menentukan ranking secara keseluruhan.

Yuca Siahaan

Referensi

Donna, Duddy Roesmara. 2008. Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai Metode Pengambilan Kebijakan dan Pengembangan Ekonomi Daerah. INSPECT. Jogjakarta. Permadi, Bambang. 1992. AHP. PAU-EK-UI. Jakarta.

Yuca Siahaan

More Documents from "syaiful rachman"