Analysis Astronomis Iedl Fitr 1430h

  • Uploaded by: Dranantya I. Wirawan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analysis Astronomis Iedl Fitr 1430h as PDF for free.

More details

  • Words: 1,228
  • Pages: 4
Analisis Astronomis Iedl Fitr 1430H Dr. Tono Saksono1 Secara astronomis, insya Allah, Ramadan 1430H akan berakhir saat Matahari tenggelam pada awal malam 19 September 2009. Beberapa cek dengan menggunakan program astronomi yang dikembangkan oleh tiga organisasi independen menunjukkan bahwa konjungsi yang menandai transisi siklus bulanan Bulan saat mengorbit Bumi akan terjadi pada sekitar jam 01:43 waktu Jakarta, atau 02:43 waktu Kuala Lumpur pada 19 September 2009. Konjungsi adalah saat berimpitnya bayangan sebuah benda langit (Matahari) atas benda langit lain (Bulan) saat tampak di langit dari benda langit ke tiga (Bumi). Pada posisi ini, bagian Bulan yang terkena cahaya Matahari akan secara sempurna membelakangi kita di Bumi, sehingga Bulan akan gelap total dan tidak tampak oleh kita di sebagian permukaan Bumi. Kondisi ini menandai ‘bulan baru’ dalam astronomi. Setelah periode tertentu, Bulan dan Matahari ini akan kembali berpisah secara perlahan, sementara bagian Bulan yang terkena sinar Matahari mulai tampak oleh kita di Bumi. Inilah hilal yang menjadi indikator penting lahirnya sebuah hari baru dalam kalender lunar, termasuk Kalender Islam. Dengan demikian, periode terpisahnya Bulan dan Matahri sejak konjungsi sangat terkait dengan umur Bulan yang biasanya dinyatakan dengan prosentase permukaan Bulan yang diterangi sinar Matahari yang tampak pada kita di Bumi. Namun, dalam bulan Islam, hilal ini hanya syah sebagai tanda awal sebuah bulan bila hilal masih berada di atas horizon lokal, saat Matahari tenggelam pada hari setelah konjungsi tersebut. Saat Matahari tenggelam (maghrib) pada 19 September 2009 nanti, secara astronomis hilal akan berada pada ketinggian 6.3 derajat (terhadap lokal horizon Jakarta) dan 5.2 derajat (terhadap lokal horizon Kuala Lumpur). Untuk besaran busur sekecil ini maka efek gerakan rotasi Bumi pada sumbunya dengan kecepatan sudut sekitar 15 derajat akan merupakan faktor utama yang akan menyebabkan hilal akan tenggelam di lokal horizon. Dengan demikian, hilal akan tenggelam sekitar 26 menit dan 21 menit kemudian setelah Matahari tenggelam (maghrib) di Jakarta dan Kuala Lumpur.

Gambar 1: Konjungsi pada jam 2:43 (ki), dan lahirnya hilal pada maghrib (ka)

1

Associate Professor, Faculty of Technology Management, University Tun Hussein Onn Malaysia

1/4

Idul Fitri pada 20 September 2009 Dengan kondisi ini, karena sebuah hari dalam bulan Islam dimulai saat Matahari tenggelam, maka akan syah secara astronomis untuk mengatakan bahwa untuk Jakarta, Kuala Lumpur dan wilayah sekitarnya, maka saat maghrib Sabtu 19 September 2009 secara saintifik merupakan hari pertama bulan Syawal 1430H. Dengan demikian, umat Islam di wilayah-wilayah tersebut dapat melakukan sholat Iedul Fitri pada hari Minggu pagi 20 September 2009. Namun demikian, karena Bumi berotasi dari barat ke timur, ada baiknya juga melakukan cek atas kelakuan hilal di wilayah-wilayah lebih ke timur-laut dari dua kota ini. Ini perlu dilakukan karena lebih ke timur, maka umur Bulan sebetulnya lebih muda (altitud yang lebih rendah dan bagian yang tampak terkena sinar Matahari lebih kecil). Selain itu, peta kenampakan hilal juga akan membentuk busur yang cembung ke arah timur. Tiga buah kota kemudian diambil yaitu: Sabah dan Sandakan (Kalimantan, Malaysia), dan Biak (Papua, Indonesia). Tabel berikut menunjukkan kelakuan hilal di kotakota yang dipilih tersebut. Harap dicatat bahwa data posisi masukan untuk perhitungan diambil dari Google Earth yang memperlihatkan data lintang dan bujur geografis sampai fraksi detik2. Untuk perhitungan semacam ini, sebetulnya data lintang dan bujur sampai dengan menit saja sudah memadai. Selain itu, dipercayai juga bahwa data posisi geografis Google Earth adalah berasal dari data satelit Global Positioning System (GPS); maka, data ketinggianpun mungkin adalah ketinggian yang diukur terhadap model matematik Bumi (World Geodetic System-84), bukan terhadap permukaan fisik Bumi (e.g. geoid) yang biasa digunakan oleh para insinyur dan kalangan umum untuk mengukur beda ketinggian sebuah titik di muka Bumi3. Sekali lagi, perbedaan ketinggian ini tidak akan mempengaruhi hasil hitungan secara signifikan.

Tabel 1: Kelakuan hilal di lima kota di Malaysia dan Indonesia pada 19/9/2009

Tabel di atas dengan jelas menunjukkan bahwa untuk wilayah-wilayah paling jauh ke arah timur-laut dari Jakarta dan Kuala Lumpurpun, kelakuan hilal ternyata masih tetap mendukung perhitungan astronomis yang menetapkan awal Syawal pada maghrib 19 September 2009. Di Sabah dan Sandakan, misalnya, saat Matahari tenggelam pada maghrib 19 September, ketinggian hilal akan berada pada kisaran 4.2 dan 4.4 derajat. Altitud sebesar ini akan menyebabkan hilal tenggelam sekitar 18 menit setelah Matahari tenggelam. Sementara itu, lebar hilal akan ada pada kisaran 0.21 menit sudut (angular minutes).

Visibilitas hilal 2

Satu detik akan sama dengan sekitar 30 meter pada permukaan Bumi. Perbedaan ketinggian yang digunakan oleh para insinyur untuk mengalirkan air dari sebuah tempat ke tempat yang lebih rendah. 3

2/4

Meskipun bukti saintifik telah membuktikan bahwa hari pertama Syawal 1430H akan dimulai pada awal malam 19 September 2009 seperti diberikan pada tabel di atas, kaum tradisional Islam hanya akan mengesyahkannya bila hilal betul-betul tampak secara visual pada maghrib 19 September tersebut. Para ulama tradisional ini umumnya akan menolak meskipun ketidaknampakan hilal adalah akibat kondisi cuaca (terhalang oleh kabut, asap, awan, dsb). Mereka dapat juga menolak ini akibat masih kuatnya sinar Matahari senja (twilight) yang menyebabkan mereka tidak dapat melihat hilal secara visual. Kelompok ini akan secara persisten berpegang pada cara bagaimana Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat mengamati hilal secara visual dengan mata telanjang. Dengan demikian, kelompok ini mungkin menolak lahirnya bulan Syawal pada 19 September, dan akan secara tradisional menggenapkan puasa Ramadan sampai dengan penuh tiga puluh hari. Artinya, kaum Islam tradisional ini mungkin akan tetap berpuasa untuk hari ke-30 pada 20 September. Yang lebih membuat ketidakpastian juga adalah, keputusan ini hanya akan diambil pada saat maghrib tanggal 19 September nanti. Untuk melakukan double check atas berlakunya awal malam 19 September 2009 sebagai hari pertama bulan Syawal 1430H dari kacamata shariah, marilah kita cermati hadis-hadis yang terkait dengan ayyami al-biydh (hari-hari putih), salah satunya diberikan di bawah.

Three days fasting every month is equal to fasting the whole year, and those are the white days of 13, 14, and 15 (hadith by An-Nasai (2377), At-Thabrani in Mu’jam Kabir (2347), Baihaqi (3695), Al-Albani considers this hadith is hasan in Sahih wa Dha'if al-Jami' al-Shaghir (7296))

Tabel 2: Ayyami al-biydh pada 2, 3, dan 4 Oktober, mengkonfirmasi Idul Fitri pada 20/09/2009

3/4

Dengan hadis ini, Rasulullah SAW mensunnahkan umatnya berpuasa pada tanggal-tanggal 13, 14 dan 15 pada setiap bulan Islam (kecuali bila ada larangan haram). Yang sangat menarik, ternyata hari-hari tersebut dinamakan ayyami al-biydh karena pada hari-hari tersebut, bagian Bumi yang kita tempati tidak akan mengalami waktu gelap. Mengapa? Karena pada hari-hari tersebut, Bulan Purnama terbit di horizon timur bahkan sebelum Matahari tenggelam di ufuk barat. Marilah kita lihat kelakuan Matahari dan Bulan pada hari-hari tersebut seperti terlihat pada Tabel 2 di atas. Jelaslah bahwa hadis Rasulullah tentang ayyami al-biydh ini sebetulnya merupakan sebuah pesan astronomis yang sangat canggih. Beliau tidak dapat menjelaskannya secara saintifik karena tingkat pemahaman sintifik saat itu yang masih belum secanggih sekarang. Jika Idul Fitri 1430H jatuh pada 21 September 2009, maka hari ke 15 Syawal seharusnya bertepatan dengan 5 Oktober 2009. Namun pada hari itu seperti terlihat pada Tabel 2, Bulan ternyata akan terbit sekitar 47 menit setelah Matahari tenggelam, dan karenanya bukan merupakan ayyami al-biydh. Kesimpulannya, secara saintifik maupun syariah, insya Allah Iedul Fitri akan bertepatan dengan tanggal 20 September 2009. Dengan demikian, haruskah kita menolak astronomi untuk perhitungan Kalender Islam, sementara umat manusia sekarang telah mampu memantau setiap sentimeter pergerakan benda langit dari waktu ke waktu? Pada saat yang sangat berbahagia ini, izinkan saya menyampaikan ucapan pada semua kolega dan teman: SELAMAT HARI RAYA AIDILFITRI 1430H pada 20 September 2009. Dengan Ingatan Tulus Ikhlas, Maaf Zahir Batin.

4/4

Related Documents


More Documents from ""