Analisis_gangguan_gagap_oleh_anita_anggr.docx

  • Uploaded by: Karlina Renata Mokoginta
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis_gangguan_gagap_oleh_anita_anggr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,779
  • Pages: 10
ANALISIS GANGGUAN GAGAP Oleh: Anita Anggraini (NIM 14016028)

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk menyampaikan isi pikiran agar dapat dimengerti oleh orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan bahasa untuk berinteraksi, mengekspresikan diri, dan menampung hasil kebudayan.Bahasa sebagai objek kajian linguistik dipandang sebagai produk yang dihasilkan manusia berupa enkode semantik dalam otak pembicara dan berujung pada dekode semantik dalam otak pendengar. Psikolinguistik sebagai bidang ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik memandang bahasa sebagai alat komunikasi yang berasal dari hasil kerja otak melalui hasil pemerolehan dan pembelajaran bahasa. Hasil kajian psikolinguistik banyak dimanfaatkan dalam memahami pemerolehan bahasa pertama maupun dalam pembelajaran bahsa kedua, termasuk di dalamnya permasalahan atau gangguan-gangguan yang terjadi pada hal-hal yang berkaitan dengan bahasa maupun berbahasa. Gangguan berbahasa dapat disebabkan oleh gangguan medis dan faktor lingkungan. Faktor penyebab gangguan berbcara yang berasalh dari gangguan medis dapat terjadi akibat kelainan fungsi otak maupun kelainan pada alat ucap. Sedangkan gangguan yang terjadi karena faktor lingkungan dapat terjadi karena lingkungan hidup yang tidak alamiah, misalnya tersisih atau terisolasi dari lingkungan masyarakat normal.

1

2

Secara medis gangguan berbahasa dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu gangguan berbicara, gangguan berbahasa, dan gangguan berpikir. Gangguan berbicara merupakan gangguan yang terjadi karena ganguan atau kerusaka pada organ bicara seseorang yang menyebabkan terganggunya komunikasi normal. Selain itu, gangguan berbicara juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain, baik itu faktor kejiwaan atau faktor sosial. Fenomen kebahasaan yang muncul di tengah masyarakat sangat kompleks. Salah satu fenomena tersebut adalah peristiwa gagap. Gagap merupakan peristiwa pemberhentian atau penjedaan saat berbicara karena keraguan dalam pelafalan atau karena takut salah. Gagap ini dapat terjadi pada anak-anak atau pun orang dewasa. Gangguan gagap dapat terjadi karena tekanan psikologis pada saat awal pemerolehan bahasa dalam masa perkembangan. Berdasarkan penjabaran di atas, penulis melakukan penelitian terhadap seorang remaja yang mengalami gagap saat berbicara. Penelitian ini akan membahas dan mendeskrisikan penyebab terjadinya gagap, karakteristik atau gejala, serta penanganan pada anak yang mengalaminya. Selain itu, penulis akan meneliti mengenai titik temu teori-teori gagap dengan kasus gagap yang penulis temui.

Tujuan Penelitian Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebaga berikut. Pertama, untuk menggambarkan perilaku subjek penelitian yang menderita gagap. Kedua, untuk mengetahui penyebab terjadinya gagap pada subjek penelitian.

3

Kajian Teori 1.

Pengertian Gagap Chaer (2009:153) menjelaskan bahwa gagap merupakan suatu kondisi

dimana pembicara mengalami kekacauan saat berbicara karena tersendat-sendat, mendadak berhenti, mengulang-ulang suku kata pertama hingga penderita berhasil berbicara hingga selesai. Penderita gagap ini sering kali tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, dengan susah payah hanya mampu mengucapkan konsonan atau vokal awalnya saja. Lalu, ia memilih kata lain dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah payah juga. Cahyono (dalam Nurjaya, 2013) menyatakan bahwa gagap atau stuttering merupakan salah satu bentuk kelainan berbicara yang ditandai dengan tersendatnya pengucapan kata-kata. Gagap terjadi ketika sebagian kata terasa lenyap, penutur mengetahui kata itu namun tidak dapat menghasilkannya. Selanjutnya, menurut Gunardi (dalam Nurjaya, 2013), gagap merupakan suatu gangguan berbicara dimana aliran bicara terganggu tanpa disadari dengan pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata atau frase, serta jeda atau hambatan tak disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara. Minarti (2010) menyatakan bahwa gagap adalah ganguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otor bicara seperti lidah, bibi, dan laring. Gagap adalah masalah gangguan bicara yang mempengaruhi kefasihan bicara. Penderita mengalami

4

kesulitan yang ditandai dengan pengulangan bagian pertama dari kata yang hendak diucapkannya, atau mehanan bunyi tunggal di tengah kata. Jadi, gagap merupakan suatu kondisi dimana si penderita mengalami gangguan berbicara dengan indikasi tersendatnya pengucapan kata-kata atau rangkaian kalimat. Kelainan ini dapat berupa kehilangan ide untuk mengeluarkan kata-kata, pengulangan beberapa suku kata, kesulitan mengeluarkan bunyi pada huruf-huruf tertentu, hingga kegagalan dalam mengeluarkan kata-kata. Berdasarkan tipenya, gagap dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, gagap perkembangan. Gagap perkembangan biasa terjadi pada anak-anak usia 2-4 tahun dan remaja yang sedang memasuki masa pubertas. Kondisi gagap pada periode usia 2 sampai 4 tahun merupakan keadaan yang masih wajar terjadi karena hanya sebagian dari proses perkembangan bicara anak. Gagap ini muncul karena kontrol emosi penderita yang masih relatif rendah serta antusiasme anak untuk mengemukakan ide-idenya belum disertai dengan kematangan alat bicaranya. Kedua, gagap sementara atau gagap ringan. Gagap sementara ini biasanya dialami oleh anak-anak usia 6 sampai 8 tahun. Umumnya gagap jenis ini disebabkan oleh faktor psikologis. Ketiga, gagap menetap. Gagap menetap ini terjadi pada anak usia 3 sampai 8 tahun. Biasanya gagap ini disebabkan oleh faktor kelainan fisiologis alat bicara dan akan terus berlangsung. Gagap atau tidaknya seseorang anak sudah bisa dideteksi sejak fase true speech (bicara benar) di usia 18 bulan. Kegagapan ini akan tampak jelas saat kanak-kanak berusia 4 sampai 5 tahun. Pada usia 4 sampai 5 tahun ini seharusnya perkembangan

bahasa

anak

sudah

baik,

pemahamannya

sudah

bagus,

5

pembentukan kalimat, bahasa ekspresif, kelancaran bicaranya juga sudah bagus, dan sosialisasi anak juga sudah luas.

2.

Faktor Penyebab Terjadinya Gagap Menurut Chaer (2009:153-154), kegagapan dapat terjadi karena beberapa

faktor berikut. a.

Faktor-faktor stres dalam kehidupan berkeluarga.

b.

Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan kuat dengan membentak-bentak serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.

c.

Adanya kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan.

d.

Faktor neurotik famial. Nujaya (2013) menyatakan bahwa gagap bisa disebabkan oleh faktor fisik

maupun psikologis. Faktor fisik kemungkinan berasal dari keturunan yang menyebabkan ketidaksempurnaan secara fisik seperti gangguan pada syaraf bicara, gangguan alat bicara, dan keterbatasan lidah. Sedangkan faktor psikologis yaitu ketagangan yang berasal dari reaksi seseorang terhadap linngkungan, diantaranya adalah stres mental karena sesuatu yang dirasakan namun tidak mampu untuk dilakukan. Menurut penelitian, gagap lebih banyak disebabkan oleh faktor psikologis dibandingkan fisiologis. Trauma, ketakutan, kecemasan, dan kesedihan pada masa kecil menyebabkan seseorang menjadi gagap sampai dewasa. Misalnya, anak yang kedua orangtuanya sering bertengkar sehingga membuat anak takut, cemas, sedih, dan sering menangis.

6

3.

Cara Penanganan Gangguan Bebicara Gagap Gagap tidak akan berlanjut sampai dewasa apabila anak segera diterapi

dengan baik. Selain itu, dukungan dari lingkungan keluarga dan sekitarnya juga menjadi faktor penting dalam usaha penyembuhan gangguan gagap ini. Jika kanak-kanak dalam kurun waktu yang cukup lama masih menunjukkan kegagapannya dalam berbicara, maka diperlukan adanya konsultasi dengan ahli, baik itu dokter syaraf untuk mengetahui kerusakan pada bagian syaraf tertentu, atau dengan psikolog untuk mengatasi masalah kecemasan yang dimiliki anak (dalam Nurjaya, 2013).

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang berbentuk studi kasus. Studi kasus didefinisikan sebagai suatu fenomena yang terjadi dalam suatu waktu tertentu dan tingkah laku yang relevan untuk diteliti tidak dapat dimanipulasi. Melalui pendekatan penelitian kualitatif yang berbentuk studi kasus ini maka penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan tingkah laku Anto yang berusia 18 tahun. Subjek dalam penelitian ini adalah Anto yang berusia 18 tahun. Anto tumbuh sebagai laki-laki dengan kondisi fisik normal seperti masyarakat pada umumnya. Pada awalnya Ia tidak mengalami gangguan berbicara, gangguan gagap mulai dialami Anto saat Ia berusia enam tahun. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan ibu kandung Anto. Wawancara ini dilakukan untuk

7

mengetahui penyebab awal munculnya gangguan gagap pada diri Anto. Wawancara dilakukan melalui media telepon, media ini digunakan karena informan berada di kota yang berbeda dengan peneliti.

PEMBAHASAN Identitas Subjek Nama Subjek yang Diteliti

: Muhammad Anto Zikra

Umur

: 18 tahun

Anak ke-

: Anak kedua dari tiga bersaudara

Nama Ibu

: Ratna

Nama Ayah

: Agus

Pekerjaan Ibu

: Ibu Rumah Tangga

Pekerjaan Ayah

: Buruh

Alamat

: Jalan Nusantara II Gg Hidayah, Duri-Riau.

Penyebab Terjadinya Gangguan Gagap Anto 18 Tahun Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan orangtua Anto ditemukan beberapa fakta sebagai berikut. Pertama, Pada masa kanak-kanak Anto tidak menunjukkan adanya gejala gagap saat berusaha berkomunikasi. Kemampuan berbahasa Anto hingga berumur lima tahun sangat normal seperti kanak-kanak pada umumnya. Kedua, Anto pada masa kanak-kanak termasuk ke anak yang aktif dan banyak bertanya. Ketiga, Anto mulai mengalami kegagapan setelah ia mengalami kecelakaan (terjatuh dari gendongan kakanya dan terhempas ke dinding). Keempat, pada mulanya anto hanya tampak seperti anak yang banyak

8

berpikir atau kebingungan saat ingin menyampaikan sesuatu. Kebingungan ini sering kali menyebabkan Anto mengulang-ulang kata yang diucapkannya. Kelima, Seringnya Anto mendapatkan bentakan dari orangtua dan kakaknya saat kebingungan berbicara menyebabkan Anto takut untuk aktif berbicara. Keenam, Anto tidak pernah diperiksa oleh dokter khusus mengenai gangguan berbicara yang dialaminya sehingga kegagapan itu terus berlanjut hingga ia dewasa. Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat dianalisis bahwa penyebab awal munculnya gangguan berbicara gagap pada Anto ini karena adanya benturan. Selain itu, seringnya anto mendapatkan bentakan saat berusaha berkomunikasi juga menjadika ia takut berbicara sehingga kegagapannya tidak dapat diperbaiki. Jadi, kegagapan yang dialami Anto ini terjadi secara terus menerus hingga sekarang. Berdasarkan pendapat yang dikemukan Chaer (2009:154) salah satu penyebab kegagapan adalah kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan. Pendapat Chaer ini memiliki keserasian dengan kasus yang peneliti temukan. Anto mulai mengalami kegagapan setelah ia mengalami kecelakaan berupa benturan. Kenyataan ini menunjukkan kemungkinan adanya gangguan atau kerusakan di belahan otak dominan Anto akibat benturan yang dialaminya. Gangguan pada belahan otak ini pada akhirnya menyebabkan Anto kesulitan atau kebingungan dalam berbicara. Selain itu, bentakan yang diterima Anto dari orang-orang di sekitarnya menyebabkan Anto mengalami tekanan mental hingga Ia merasa takut untuk berbicara. Hal ini menyebabkan adanya tekanan pada dirinya hingga ia mengalami

9

kebingungan dan mengulang ucapan-ucapan yang dikeluarkannya. Faktor ini sejalan dengan teori yang dikemukanan oleh Chaer. Chaer (2009:154) mengemukakan bahwa pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat dengan membentak-bentak dapat menjadi faktor munculnya kegagapan pada anak. Bentakan-bentakan ini menyebabkan Anak merasa tertekan. Kegagapan yang dialami Anto ini seharusnya mendapatkan perhatian khusus berupa terapi atau pun konsultasi dengan para ahli. Namun, kurangnya pemahaman orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitar menyebabkan Anto tidak memperoleh pngobatan yang berhubungan dengan gangguan berbicara gagap yang dialaminya. Jika saja Anto memperoleh penanganan yang tepat, tentu Ia tidak akan mengalami kegagapan ini hingga dewasa.

SIMPULAN Gangguan kegagapan dapat terjadi pada siapa saja. Kegagapan ini terjadi karena hilangnya konsentrasi si penderita saat berbicara sehingga ia kesulitan untuk mengingat atau mengucapkan kata yang seharusnya ia ucapkan. Gangguan ini dapat terjadi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah karena seringnya menerima bentakan saat masa pembelajaran yang menyebabkan munculnya tekanan mental atau kehilangan rasa percaya diri pada anak saat berbicara. Berdasarkan kasus yang peneliti temui, gangguan kegagapan ini muncul dan berkembang karena kurangnya perhatian kepada masalah si penderita yang menyebabkan Ia tidak menerima pengobatan yang sewajarnya. Untuk mengatasi

10

masalah ini, perlu dilakukan berbagai terapi yang berhubungan dengan masalah gangguan berbicara gagap tersebut.

REFERENSI Chaer, Abdul. 2009. Psikoliguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Minati, Anjar. 2010. “Psikologi”. (online). http://minatianjar.blogspot.co.id/2010/05/pengertian-gagap.html. (diakses pada tanggal 10 Mei 2017). Nurjaya, Hamdani Kamal. 2013. “Analisis Gangguang Berbcara (Gagap) Pada M.H.R: Suatu Kajian Psikolinguistik”. Onlien. https://www.academia.edu/27606714/ANALISIS_GANGGUAN_BERBIC ARA. (diakses pada tanggal 10 Mei 2017).

More Documents from "Karlina Renata Mokoginta"