Analisis Senyawa Kuersetin Bawang Bombay Allium Cepa

  • Uploaded by: KADARUSMAN
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Senyawa Kuersetin Bawang Bombay Allium Cepa as PDF for free.

More details

  • Words: 2,292
  • Pages: 6
ANALISIS SENYAWA KUERSETIN BAWANG BOMBAY Allium cepa MELALUI UJI MULTIFRAGMEN SEPARATIF DAN SPEKTROFOTOMETRIS Murtihapsari Staf Pengajar Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Papua, Manokwari. Papua Barat. Correspondence : Telp. 0986215057, Email: [email protected]

Abstrak Penelitian ini menggunakan bahan baku bawang bombay (Allium sepa) yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa flavonoid melalui metode isolasi dan analisis melalui uji teknik kromatografi dan spektroskopi. Hasil analisis KLT etape pertama menunjukkan keseimbangan teknik dengan menggunakan eluen etil asetat : petroleum benzena dengan rasion (1:1), 5 spot independensif. Analisis spektrofotometer UV menunjukkan standar relatif serapan maksimum pada 368 nm. Ekstraksi kasar dengan etil asetat sebanyak 4,2519 g dalam 200 g bahan utama bawang bombay menghasilkan kadar air 14,64% b/b,rendemen 2,49 %b/b. Eluen terbaik dengan KLT episode terakhir adalah etil asetat:petroleum benzena (5:5) dengan 5 noda independemental. Analisis spektrofotometer FTIR dan UVVIS menghasilkan spektrum yang menunjukkan adanya senyawa kuersetin pada fraksi bahan uji.

PENDAHULUAN Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang bernama polifenol, golongan lain adalah antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon, dan flavonol (Cuebas 2007). Flavonoid dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas yang timbul dari proses kimia normal dalam tubuh dan pengaruh lingkungan seperti asap rokok dan polusi.

Salah satu jenis flavonoid yang memiliki aktivitas farmakologi yang cukup tinggi adalah kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa dari golongan flavonol dan banyak terdapat pada buah apel, umbi bawang, anggur merah, dan beberapa jenis buah lainnya. Senyawa ini mempunyai efek farmakologi yang relatif kuat apabila dibandingkan dengan asam askorbat, apabila asam askorbat mempunyai kemampuan antioksidan relatif 1, maka kuersetin mempunyai kemampuan antioksidan relatif 4,7 (Cuebas 2007). Beberapa turunan flavonoid senyawa kuersetin dari beberapa jenis tumbuhan dapat ditemukan pada sumber tanaman : (i) Bawang merah, ceri, apel, brokoli, tomat, beri, teh; yang mengandung Kaemferol, myricetin, kuersetin, rutin yang tergolong dalam kelompok Flavonol. (ii) Parsley yang mengandung senyawa Apigenin, chrysin, luteolin dari kelompok Flavon (iii) Apel dan teh dengan kandungan senyawa Catechin, gallocatechin, digolongkan ke dalam senyawa Flavanol (iv) Jeruk

dengan kandungan Eriodictyol, hesperitin, naringenin yang dikelopokkan ke dalam Flavanon (v) serta jeruk lemon yang mengandung Taxifolin dikategorikan ke dalam kelompok Flavanonol. Aspek farmakologi flavonoid yang begitu besar menarik minat banyak peneliti untuk mengembangkan berbagai metode untuk mendapatkan dan mengidentifikasi senyawa ini dari berbagai jenis tumbuhan. Metode ekstraksi banyak dilakukan untuk isolasi senyawa ini dengan berbagai teknik analisis instrumental untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid dari jenis tumbuhan tersebut. Senyawa ini merupakan bagian dari kelompok besar senyawa polifenol. Flavonoid dicirikan oleh struktur C6-C3-C6. Struktur flavonoid dalam tumbuhan akan berikatan dengan senyawa lain seperti gula membentuk suatu glikosida atau dalam bentuk aglikon (Kaufman 1999). Kuersetin termasuk dalam golongan flavonol, senyawaan flavonol berbeda dengan struktur umum flavonoid dengan keberadaan substituen karbonil dan hidroksil pada cincin C Bawang Bombay merupakan salah satu jenis bahan yang sering digunakan untuk bumbu masak dan diduga mengandung senyawa kuersetin. Bagian bawang yang dimanfaatkan untuk proses ini adalah bagian umbi. Bawang bombay (Allium cepa) termasuk ke dalam Kindom Plantae, Divisi Magnoliphyta, Kelas Liliopsida, Ordo Asparagales, Famili Alliaceae, genus Allium, dan dengan Spesies A. cepa . Khasiat yang terdapat di dalam bawang bombay ini tidak lepas dari kandungan senyawa aktif didalamnya. Kandungan kimia yang terdapat dalam setiap 100 g umbi bawang bombay menurut Food and Nutrition Research Center (1964) bahwa kandungan kimia bawang bombay per 100 gram sebgai berikut : kalori (zat besi) 0,70 mg, protein (Natrium) 11 mg, lemak (Kalium) 102 mg, karbohidrat (Niasin) 0,40 mg, serat (Vitamin B1)

2 0,03 mg, kadar abu (Vitamin B2) 0,02 mg, Kalsium (Vitamin C) 5,0 mg dan Fosfor 63 mg. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoid dari bawang bombay (A. cepa) dan menganalisis senyawa kuersetin dengan menggunakan teknik kromatografi dan spektroskopi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bawang bombay segar sebanyak 3 kg dipotong tipis dengan ukuran seragam. Potonganpotongan bawang ini kemudian dikeringkan dalam oven bahan pada suhu ± 40°C selama 5×24 jam sehingga didapatkan bahan kering sekitar 580 g. Bahan hasil pengeringan tersaji pada Gambar 4.

BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bawang bombay, etil asetat, petroleum benzena, metanol, standar kuersetin, dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan adalah oven, radas ekstraksi, seperangkat alat gelas, rotary evaporator, flash kromatografi tipe Flash Buchi Pump Manager 632 dengan menggunakan kolom silika, plat KLT, Spektrofotometer FTIR Bruker jenis Tensor 37, dan Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu Pharmaspec 1700 Double Beam. B. Metode (Modifikasi dari Amico et al. 2004 dan Yuldashev et al. 1999)

Gambar 4. Bawang bombay kering.

Bahan kering ini kemudian dihancurkan untuk memperkecil ukuran. Bahan ini kemudian digunakan untuk penentuan kadar air dan ekstraksi dengan metode maserasi. Metode maserasi dilakukan dengan menggunakan sampel seberat 200 g dan direndam dengan etil asetat 500 ml. Proses maserasi dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Hasil maserasi ini kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan akan didapatkan ekstrak kasar. Ekstrak kasar dari hasil maserasi diperoleh sebanyak 4,2519 g. Ekstrak ini kemudian yang dipisahkan lebih lanjut (Gambar 5).

Gambar 5. Proses ekstraksi dengan metode maserasi sampel bawang bombay.

Kadar Air, Rendemen, dan Uji Fitokimia Penentuan kadar air dilakukan dengan mengukur sejumlah air yang ada di dalam bahan. Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bawang bombay hasil pengeringan oven pada suhu 105°C. Hasil penentuan kadar air menunjukkan sampel mempunyai kadar air sebesar 14,64% b/b. Kadar air sampel yang relatif tinggi ini menandakan pengeringan yang kurang sempurna walaupun telah berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Pengaruh dari kadar air ini adalah

3 terutama bila digunakan untuk proses penyimpanan dalam waktu yang relatif lama. Uji penentuan kadar air sampel dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Uji kadar air sampel.

Maserasi bahan kering dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat. Maserasi ini dilakukan untuk mengekstraksi senyawa flavonol dalam sampel khususnya senyawa kuersetin. Maserasi dilakukan terhadap sampel kering 200 g dalam etil asetat 500 ml dan didapatkan ekstrak kasar seberat 4,2519 g. Rendemen yang didapatkan adalah 2,49% b/b terhadap bobot kering bawang. Untuk meyakinkan bahwa senyawa flavonoid telah terekstraksi maka dilakukan uji fitokimia untuk melihat apakah ada flavonoid yang terekstraksi dalam ekstrak pekat. Uji fitokimia dilakukan dengan menggunakan Uji Wilstater yaitu dengan melarutkan sejumlah tertentu ekstrak ke dalam etil asetat dan kemudian ditambah dengan beberapa butir serbuk Mg, HCl pekat, dan amil alkohol. Setelah reaksi maka akan didapat warna positif yaitu kemerahan untuk flavonol, atau warna kekuningan untuk flavon. Hasil uji fitokimia ekstrak menunjukkan warna kemerahan sehingga dapat diambil kesimpulan ekstrak mengandung flavonol (Gambar 7).

untuk mencari eluen terbaik dalam proses pemisahan senyawa flavonoid. Menurut Amico et al. (2004) beberapa eluen yang dapat digunakan dalam analisis KLT senyawa flavonoid antara lain metanol : etil asetat atau etil asetat : petroleum benzena. Perbandingan eluen yang digunakan adalah metanol : etil asetat (0:10), (2:8), (4:6), (1:1), (6:4), (8:2), (10:0) kemudian etil asetat : petroleum benzena (0:10), (2:8), (4:6), (1:1), (6:4), (8:2), (10:0). Pembacaan plot pada plat KLT dari masing konsentrasi eluen kemudian dilihat dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dengan warna spot yang muncul adalah gelap. Pembacaan pada 366 nm tidak memperlihatkan adanya spot yang berpendar. Pengamatan hasil analisis dengan KLT dari berbagai perbandingan eluen dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis KLT dengan variasi perbandingan eluen menunjukkan bahwa proses pemisahan terbaik diperoleh ketika menggunakan eluen etil asetat : petroleum benzena dengan perbandingan 1:1, dimana dalam proses pemisahannya diperoleh spot yang paling banyak, yaitu 5 spot yang pada masing-masing spot dapat terpisah dengan baik. Setelah mengetahui eluen terbaik dari hasil analisis KLT, kemudian dilanjutkan proses pemisahan dengan menggunakan flash kromatografi.

Gambar 8. Kromatogram hasil pemisahan dengan berbagai perbandingan eluen pada pelat KLT Gambar 7. Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat bawang bombay, (A) warna asli sampel, (B) warna uji positif flavonol.

Pemilihan Eluen Terbaik Dengan KLT Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fasa diam silika gel GF254 plat aluminium dengan berbagai perbandingan eluen

Pemisahan Fraksi Flavonol dengan Flash Kromatografi Pemisahan dengan menggunakan flash kromatografi menggunakan eluen etil asetat : petroleum benzena dengan perbandingan 1:1, karena dari hasil analisis dengan KLT diketahui bahwa eluen ini merupakan eluen terbaik dalam

4 proses pemisahan. Flash kromatografi yang digunakan adalah tipe Flash Buchi Pump Manager 632 dengan menggunakan kolom silika. Gambar alat flash kromatografi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9. Alat Flash Kromatografi.

Pemisahan dilakukan dengan pertama-tama alat dibiarkan berjalan tanpa sampel dengan laju alir diatur sebesar 25 ml/menit selama 4 menit. Hal ini bertujuan untuk mencuci kolom sekaligus mencegah adanya senyawa-senyawa lain yang tertinggal di dalam kolom yang bisa menjadi pengotor atau pengganggu dalam proses pemisahan. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk menjenuhkan kolom. Pengaturan laju alir pelarut sebesar 25 ml/menit adalah agar prosesnya dapat berlangsung dengan cepat. Sampel selanjutnya dimasukkan melalui katup injektor dan laju alirnya diatur sebesar 10 ml/menit untuk mendapatkan resolusi pemisahan yang baik, karena dengan laju alir yang kecil proses pemisahan dapat terjadi dengan baik. Selama proses pemisahan fraksi-fraksi yang terpisah ditampung dalam tabungtabung reaksi, dengan volume masing-masing tabung sebanyak 3 ml, dan pada akhir proses pemisahan diperoleh sebanyak 24 tabung (hingga warna cairan yang keluar sama seperti warna pelarut atau fraksi awal sama dengan fraksi akhir). Proses pemisahan berlangsung selama 17 menit dimana dapat diartikan bahwa jumlah pelarut yang digunakan sebanyak 170 ml (10 ml/menit × 17 menit). Fraksi-fraksi hasil pemisahan dengan alat flash kromatografi dapat dilihat pada Gambar 10.

Penentuan tabung reaksi yang mengandung fraksi kuersetin dilakukan dengan metode KLT. Setiap tabung reaksi diuji dengan plat KLT untuk melihat pola pemisahannya. Setiap fraksi yang memiliki pola pemisahan atau jumlah spot yang sama menandakan bahwa fraksi tersebut sama. Pengujian setiap fraksi tersebut dilakukan dengan membandingkan pola pemisahan atau jumlah spot antara fraksi-fraksi yang dihasilkan dengan standar kuersetin. Hasil pengujian dan pembandingan dengan standar kuersetin didapat tabung ke-10 memiliki pola pemisahan dan jumlah spot yang sama dengan standar kuersetin (Gambar 11). Hal ini berarti bahwa tabung ke-10 merupakan fraksi flavonol yang mengandung kuersetin.

Gambar 11. Hasil uji KLT fraksi-fraksi dari flash kromatografi.

Fraksi ke-10 yang diperoleh ini bukan merupakan fraksi murni dari kuersetin, tetapi masih merupakan fraksi flavonol yang di dalamnya terdapat senyawa kuersetin. Fraksi ke-10 yang merupakan fraksi yang mengandung senyawa kuersetin dapat dilihat pada Gambar 12. Untuk memperoleh senyawa kuersetin murni dapat dilakukan analisis secara kualitatif dengan metode flash kromatografi lagi. Fraksi yang mengandung kuersetin selanjutnya dianalisis menggunakan Spektrofotometer FTIR dan UV-VIS.

Gambar 12 Fraksi ke-10 hasil flash kromatografi

Gambar 10. Tabung-tabung berisi hasil pemisahanflash kromatografi.

5 -1

Analisis Spektrofotometer UV-VIS Fraksi ke-10 yang diperoleh dari pemisahan dengan flash kromatografi kemudian dianalisis dengan Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu pharmaspec 1700 Double Beam. Pemayaran dilakukan dengan perubahan panjang gelombang 0,5 nm. Hasil analisis fraksi 10 dibandingkan dengan standar kuersetin 10 ppm. Hasil analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV menunjukkan standar kuersetin mempunyai panjang gelombang serapan maksimum pada 368 nm (Gambar 13). Tipe transisi yang mungkin pada panjang gelombang ini adalah yang memenuhi tipe transisi pada kuersetin adalah transisi n-σ* untuk gugus eter. Transisi π-π* untuk gugus benzena, alkena, karbonil. Transisi n-π* untuk gugus karbonil, dan hidroksil (Pavia 2001).

(a)

daerah 2000 cm menunjukkan adanya gugus benzena. Serapan tajam pada daerah 1600 cm-1 merupakan serapan untuk ulur karbonil yang terkonjugasi. Serapan tajam pada daerah 1200-1100 cm-1 adalah untuk ulur C-O (Pavia 2001).

OH OH HO

O

OH OH

O

Gambar 14. Spektrum IR standar kuersetin.

Spektrum IR fraksi 10 menunjukkan adanya serapan pada kisaran daerah bilangan gelombang 3500 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan ulur O-H, pita serapan kuat yang muncul pada daerah 2800 cm-1 adalah uluran untuk C-H, serapan lemah pada daerah 2000 cm-1 menunjukkan adanya gugus benzena, serapan kuat pada daerah 1600 cm-1 merupakan serapan untuk ulur karbonil yang terkonjugasi, dan serapan tajam pada daerah 12001100 cm-1 adalah untuk ulur C-O (Gambar 15).

(b)

Gambar 13. Spektrum UV dari standar kuerseti (10 ppm) dan fraksi 10 (100 ppm) dalam pelarut etil asetat.

Hasil analisis UV untuk fraksi 10 menunjukkan adanya serapan pada puncak-puncak 362; 375,5; 382,5; dan 392 nm (Gambar 13). Serapan yang muncul pada panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang untuk tipe transisi dengan energi yang relatif lemah. Transisi ini mungkin diakibatkan oleh senyawa-senyawa yang ada di fraksi 10 tersebut. Analisis Spektrofotometer FTIR

Gambar 15. Spektrum IR fraksi 10 hasil pemisahan.

Fraksi 10 hasil pemisahan yang mengandung kuersetin kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer FTIR. Spektrum senyawa kuersetin disajikan pada Gambar 14. Spektrum ini ditandai dengan adanya serapan ulur O-H pada daerah bilangan gelombang 3500 cm-1, pita lemah yang muncul pada daerah 2800 cm-1 adalah uluran untuk C-H. Serapan lemah pada

SIMPULAN Ekstrak kasar flavonoid hasil maserasi dengan etil asetat sebanyak 4,2519 g dalam 200 g bawang bombay dengan kadar air 14,64% b/b menghasilkan rendemen 2,49 %b/b. Pencarian eluen terbaik dengan menggunakan KLT didapatkan eluen terbaik adalah etil asetat:petroleum benzena

6 (5:5) dengan 5 noda terpisah. Pemisahan dengan flash kromatografi menghasilkan 24 fraksi, dengan hasil uji KLT menunjukkan bahwa fraksi ke-10 memiliki noda yang mirip dengan noda standar kuersetin. Analisis menggunakan spektrofotometer FTIR dan UV-VIS menghasilkan spektrum yang menunjukkan adanya senyawa kuersetin pada fraksi tersebut

Bibliograpi Cuebas A. 2007. Daya Penyembuhan Buah Apel. Lokasi Fitnes.com. [terhubung berkala: 06 April 2008] Harvey D. 2000. Modern Anlytical Chemistry. Boston: McGrawHill. Kaufman PB, Cseke LJ, Warber S, Duke JA, Brielmann HL. 1999. Natural Products From Plants. New York: CRC Press. Lambert JB, Shurvell HF, Lightner DA, Cooks RG. 1998. Organic Structural Spectroscopy. New Jersey: PrenticeHall. Nur M A, Adijuwana H. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologis. Bogor: PAU Ilmu Hayat IPB. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Third Edition. Singapore: Brooks/Cole. Portal pertanian dan tanaman hias Indonesia. 2007. Pedang bermata 2. Trubus Online.com [terhubung berkala: 09 April 2008] Silverstein RM, Bassler GC, and Morrill TC. 1981. Spectrometric Identification of Organic Compound. Fourth Edition. John Wiley. Still CW, Khan M, Mitra A. 1978. Rapid Chromatography Technic For Preparative Separation With Moderate Resolution. J. Org. Chem 43:2923-2325 Yuldashev R. Kh, et.al. 1999. Synthesis and study by IR and UV methods of spectral analysis of a complex of Mo(VI) with quercetin. Chem. of Nat. Comp. 35. senyawa kuersetin pada fraksi tersebut.

Related Documents


More Documents from ""