1.
Judul
: Analisis Perncanaan Pajak Penghasilan Atas Revaluasi
Aktiva Tetap Untuk Memenuhi Debt To Equity Ratio Pada PT Sriwijaya Palm Oil Indonesia di Palembang.
2.
Latar Belakang : Keputusan bisnis sekarang ini sebagian besar dipengaruhi oleh pajak,
yang dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara pemerintah dengan perusahaan. Pemerintah membutuhkan dana
yang besar untuk
menyelenggarakan pembiayaan pemerintah melalui menargetkan penerimaan pajak yang besar, sedangkan perusahaan berusaha untuk membayar pajak yang seminim mungkin dengan menekan biaya yang tidak diperlukan oleh perusahaan (Atikasari,2017). Pemerintah ingin mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal keempat tahun 2015 tepatnya pada tanggal 22 oktober. Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan ini menitikberatkan pada insentif untuk revaluasi aset dan penghapusan pajak berganda dalam Real Estate Investment Trust (REIT). Kebijakan insentif tarif pajak pada revaluasi aset tetap dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, karena dengan adanya tarif pajak yang lebih rendah, Wajib Pajak akan tertarik untuk melakukan revaluasi aset tetap. Hal tersebut dapat dilihat dari data yang dimiliki Kementerian Keuangan, tercatat banyak Wajib Pajak yang tertarik untuk memanfaatkan insentif tarif pajak revaluasi dan akan melakukan revaluasi terhadap aset-asetnya. Pada akhir tahun 2015 Kementerian Keuangan juga telah memiliki daftar 79 BUMN yang tertarik untuk memanfaatkan kebijakan ini dan terdapat empat BUMN Perbankan yang
1
telah memanfaatkan kebijakan ini dengan total penerimaan pajaknya sebesar Rp 1,1 triliun. Selain itu, juga dapat dilihat dari realisasi penerimaan pajak dari kebijakan ini pada tahun 2015 yang melebihi target, untuk tahun 2015 pemerintah menetapkan target penerimaan yaitu sebesar Rp 10 triliun dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 20,14 triliun. Keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan revaluasi aset tetap adalah dapat meningkatkan performa finansial perusahaannya karena terdapat perbaikan nilai aset Wajib Pajak pada laporan keuangan dan akan berpengaruh terhadap struktur modal, selain itu juga dengan tarif yang lebih rendah beban cashflow menjadi lebih ringan. Kebijakan mengenai insentif tarif pajak penghasilan atas revaluasi aset tetap (dalam perspektif Wajib Pajak) apabila dikaitkan dengan sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia yaitu self assesment system dapat menjadi suatu perencanaan pajak. Sehingga Wajib Pajak dapat melakukan penghematan beban pajak. Manfaat bagi Wajib Pajak dengan diberlakukannya sistem self assesment, adalah dapat menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui suatu perencanaan pajak. Pada umumnya perencanaan pajak dimulai dengan menganalisis suatu transaksi atau fenomena yang terkena pajak, setelah itu fenomena tersebut akan diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Pada tulisan ini suatu fenomena yang akan dibahas perencanaan pajaknya adalah mengenai perencanaan pajak dengan mamanfaatkan dua kebijakan pemerintah yang bertolak belakang, yaitu mengenai kebijakan revaluasi aktiva tetap dan kebijakan mengenai debt to equity ratio.
2
Pemberian insentif terhadap Wajib Pajak yang melakukan revaluasi aktiva tetap pada periode 20 Oktober 2015 sampai dengan 31 Desember 2016, diatur oleh
pemerintah
191/PMK.010/2015
dalam yang
Peraturan telah
Menteri
diubah
Keuangan
terakhir
dengan
(PMK)
No.
PMK
No.
29/PMK.03/2016 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan Tahun 2016. Insentif yang diberikan adalah berupa tarif pajak lebih rendah atas revaluasi aktiva tetap dan terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan waktu pengajuan permohonan revaluasi, yaitu sebagai berikut : Tabel 1.1 Detail Tarif Pajak Penilaian Kembali Aktiva Tetap Dalam PMK No. 191/PMK.010/2015 Tarif
Waktu Pengajuan
Batas Akhir Revaluasi
3%
20 Oktober – 31 Desember 2015
31 Desember 2016
4%
1 Januari – 30 Januari 2016
31 Juni 2017
6%
1 Juli – 31 Desember 2016
31 Desember 2017
Tabel tersebut menjelaskan bahwa pemberian insentif untuk tarif pajak penilaian kembali aktiva tetap cukup besar. Tarif pajak normal untuk penilaian kembali aktiva tetap adalah sebesar 10% dan apabila menggunakan tarif yang ada dalam insentif pajak, besaran tarifnya berkurang lebih dari setengahnya dan hampir setengahnya tergantung pada kapan waktu pengajuan revaluasi aktiva tetap yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Wajib Pajak apabila akan melakukan penilaian aktiva tetap diantaranya adalah : 3
a. Perhitungan harga pokok akan menghasilkan nilai yang mendekati harga pokok yang wajar; b. Meningkatkan
struktur
modal
sendiri,
hal
tersebut
dikarenakan
perbandingan antara pinjaman dengan ekuitas atau rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) menjadi membaik. Dengan membaiknya rasio tersebut maka Wajib Pajak dapat menarik dana melalui pinjaman dari pihak ketiga atau melalui emisi saham; dan c. Pembayaran PPh atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dengan tarif pajak yang berlaku dan bersifat final apakah cukup menarik bagi para Wajib Pajak (Suandy, 2006, p. 44). Wajib Pajak yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap selama salah satu manfaatnya adalah dapat memperbaiki rasio utang terhadap ekuitas Wajib Pajak. Kuartal keempat tahun 2015 pemerintah juga mengeluarkan suatu kebijakan baru yaitu mengenai debt to equity ratio (DER) yang mengatur pembatasan maksimal rasio utang terhadap modal suatu perusahaan yang tidak boleh melebihi 4:1. Pengaturan mengenai pembatasan DER tersebut dituangkan oleh pemerintah dalam PMK No. 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, peraturan tersebut merupakan turunan dari Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Apabila dipahami dari penjelasan diatas, kebijakan mengenai pembatasan utang terhadap modal memiliki sifat yang berlawanan dengan kebijakan insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada Wajib Pajak yang melakukan permohonan penilaian kembali aktiva tetap.
4
Kebijakan mengenai pembatasan rasio utang terhadap modal ini dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk melakukan pembatasan jumlah utang suatu perusahaan, hal tersebut dikarenakan dalam prakteknya banyak Wajib Pajak yang melakukan praktek thin capitalization, yaitu mendapatkan pembiayaan dengan cara pinjaman yang berbunga dan berasal dari pihak yang memiliki hubungan istimewa . Selain itu juga, praktek thin capitalization digunakan sebagai alat untuk pemberian modal terselubung dengan cara memberikan pinjaman (Pohan, 2015, p.41). Dapat diketahui bahwa tujuan pemerintah membatasi rasio perbandingan utang terhadap modal
adalah untuk menghindari laba sebelum
pajak perusahaan menjadi rendah karena biaya bunga pinjaman dan akhirnya pajak yang disetorkan oleh perusahaan kepada kas negara pun menjadi rendah. Dalam PMK No. 169/PMK.010/2015 dijelaskan bahwa yang dianggap sebagai utang adalah utang perusahaan yaitu saldo rata-rata utang pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang dihitung berdasarkan rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan atau bisa juga dihitung dengan cara rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak yang bersangkutan dan yang dimaksud dengan saldo utang adalah saldo utang jangka panjang dan saldo utang jangka pendek dalam utang dagang yang dibebani bunga. Sedangkan yang dianggap sebagai modal adalah saldo rata-rata modal pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang dihitung berdasarkan rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan . Tidak semua perusahaan akan terkena dampak dari kebijakan PMK No. 169/PMK.010/2015, yaitu maksimal rasio utang terhadap modalnya adalah sebesar 4:1. Terdapat beberapa jenis perusahaan yang dikecualikan dari kebijakan
5
tersebut, yang diantaranya adalah bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan reasuransi, perusahaan yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal, perusahaan yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri, dan perusahaan yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur. Bagi Wajib Pajak yang jenis usahanya tidak termasuk yang dikecualikan dari kebijakan ini dan memiliki rasio perbandingan utang terhadap modal yang melebihi 4:1, maka dalam perhitungan pajak penghasilan badan akan dilakukan koreksi positif atas biaya bunga pinjaman yang melebihi rasio tersebut. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan karena tidak dapat membebankan sebagian biaya bunga pinjaman. Revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan merupakan pilihan bagi Wajib Pajak. Akan tetapi bagi sebagian Wajib Pajak, revaluasi aktiva tetap dapat menjadi sarana untuk memenuhi DER yang diatur dalam PMK 169. Setiap kenaikan nilai dari revaluasi akan diakui sebagai penghasilan komprehensif lain dan akan terakumulasi dalam bagian selisih lebih revaluasi. Sebagai sebuah perencanaan pajak, revaluasi aktiva tetap yang diatur dalam PMK 191 untuk memenuhi DER yang diatur dalam PMK 169 akan berfokus pada pengenaan tarif umum PPh Badan sebesar 25% serta koreksi fiskal terhadap biaya pinjaman. Apabila Wajib Pajak tidak melakukan revaluasi aktiva tetap dan di saat yang sama tidak dapat memenuhi DER yang disebutkan di
6
atas, maka akan ada koreksi fiskal positif atas biaya pinjaman. Koreksi tersebut selanjutnya akan menambah jumlah PPh Badan yang terutang. Sebaliknya, jika Wajib Pajak melakukan revaluasi aktiva tetap, selisih lebih hasil revaluasi akan menambah ekuitas dan dapat mengurangi risiko koreksi fiskal atas biaya pinjaman sesuai PMK 169. Revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan memang menuntut Wajib Pajak untuk membayar PPh Final dengan jumlah yang bisa jadi cukup besar. Akan tetapi pada kondisi tertentu, revaluasi tersebut dapat memberikan beberapa keuntungan. Pertama, biaya penyusutan menjadi lebih besar sehingga beban PPh Badan menjadi lebih kecil. Kedua, Wajib Pajak dapat memenuhi ketentuan DER, sehingga koreksi fiskal positif atas biaya pinjaman dapat dihindari. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghindari kerugian atas koreksi biaya bunga tersebut adalah dengan cara diperbaikinya struktur rasio utang terhadap modal, yang diantaranya bisa dilakukan dengan revaluasi aktiva tetap seperti yang akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak PT PUSRI , alasan penulis memilih PT PUSRI sebagai subjek penelitian karena ruang lingkup kegiatan usaha dari PT PUSRI adalah salah satu perusahaan industri pupuk terbesar
di Indonesia,yang merupakan perusahaan
penyumbang terbesar
penerimaan pajak bagi negara,sehingga tidak tertutup kemungkinan bagi perusahaan
untuk
melakukan
perencanaan
pajak
atas
beban
pajak
penghasilannya.Selain itu PT PUSRI juga sering melakukan pembangunan proyek yang banyak yang membutuhkan biaya pinjaman
yang sangat besar dalam
pembangunan proyeknya untuk meningkatkan kapasitas produksi.
7
3.
Rumusan Masalah DER digunakan untuk mengukur bagian modal yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan kewajiban atau utang. Nilai DER pada tahun 2016 turun 89,46% menjadi 109,83% dari tahun 2015sebesar 199,28%. Berdasarkan uraian tersebut, Mengindikasikan bahwa persentase nilai utang lebih besar dibandingkan nilai ekuitas. Namun,persentase ini masih di bawah batas aman yang biasanya dipersyaratkan oleh kreditur yaitu 300%. DSCR dan ICR pun masih di atas 100% yang mengindikasikan perusahaan mampu membayar pinjaman dan bunga dari hasil usahanya pokok tetapi jumlah tersebut didapatkan jika perusahaan telah revaluasi aktiva tetap dan laporan tersebut juga didapatkan setelah audit. PT PUSRI memang memiliki niai debt to equity ratio (DER) yang masih wajar tetapi PT PUSRI masih belum mampu untuk membayar utang secara konsisten dan belum efisien dalam menjalankan revaluasi aktiva tetap. Berdasarkan pernyataan ini,maka
permasalahan penelitian ini adalah
Perencanaan Pajak melalui
Revaluasi Aset Tetap untuk memenuhi Debt To Equity Ratio pada PT PUSRI di Palembang. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah bagaimana perencanaan pajak penghasilan atas revaluasi aset tetap untuk memenuhi Debt To Equity Ratio pada PT PUSRI di Palembang?.
4.
Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, tujuan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah menganalisis perencanaan pajak penghasilan atas revaluasi aset tetap untuk memenuhi Debt To Equity Ratio pada PT PUSRI di Palembang.
8
5.
Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan ada beberapa manfaat yang dapat
diambil antara lain sebagai berikut: 1.
Manfaat teoritis a. Sebagai sumbangsih pemikiran dan pengembangan keilmuan di bidang Akuntansi dalam memperkaya wawasan teentang prencanaan pajak penghasilan atas revaluasi aktiva tetap untuk memenuhi debt to equity ratio.
2.
Manfaat praktis a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat melatih kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian serta menganalisis masalah sesuai dengan teoriteori dan ilmu yang didapatkan penulis selama proses perkuliahan; b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat
menjadi bahan
perbandingan atau referensi dalam melakukan penelitian di masa mendatang; c. Bagi pihak perusahaan , penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai proses revaluasi aktiva tetap untuk memnuhi debt to equity ratio.
6.
6.1.
Studi Kepustakaan Landasan Teori
6.1.1 Manajemen Pajak Upaya dalam melakukan penghematan pajak dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Secara umum manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi
9
kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan, 1996).Manajemen Pajak merupakan upaya-upaya sistematis yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian di bidang perpajakan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang minimum (Formasi, 2002). Manajemen pajak juga bisa dideskripsikan sebagai suatu usaha menyeluruh yang dilakukan terus menerus oleh Wajib Pajak agar semua hal yang berkaitan dengan urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum bagi kelangsungan usaha Wajib Pajak tanpa mengorbankan penerimaan negara(Santoso dan Rahayu, 2013). Tujuan dari dilakukannya manajemen pajak diantaranya adalah sebagai berikut : a. Secara finansial-mikro, meminimalisir beban/biaya pajak; b. Secara organizational-makro, memaksimalisasi laba setelah pajak (after-tax profit); c. Secara praktikal, mengurangi kejutan-kejutan jika terjadi pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak yang berwenang; dan d. Memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pohan (2013) , tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri atas:
10
a. Perencanaan pajak (tax planning); b. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation); dan c. Pengendalian pajak (tax control) Bagian dari manajemen pajak yang akan dibahas mendalam pada penelitian ini yaitu perencanaan pajak. Perencanaan pajaknya sendiri yaitu tentang revaluasi aset tetap untuk kepentingan debt to equity ratio yang melebihi batas maksimal 4:1, sehingga tercapai tujuan secara finansial-mikro yaitu untuk meminimalisir beban pajak dengan terhindar dari koreksi biaya bunga pinjaman.
6.1.2 Perencanaan pajak Perencanaan pajak merupakan suatu tahap dimana dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Tujuan dari perencanaan pajak adalah untuk menekan beban
pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan celah
peraturan yang ada, maka secara ekonomis hal ini dapat disebut sebagai proses memaksimalkan penghasilan setelah pajak karena pajak juga merupakan salah satu unsur pengurang laba (Suandy, 2006). Perencanaan pajak merupakan bagian dari manajemen pajak dan merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada umumnya, perencanaan pajak diartikan sebagai usaha untuk meminimalkan kewajiban perpajakan, sebagaimana dilihat dari dua definisi sebagai berikut: a. Perencanaan pajak adalah suatu kapasitas Wajib Pajak untuk mengatur aktivitas keuangan yang dapat meminimalkan pembayaran pajak (Ompusunggu, 2011).
11
b. Tax planning is arrangements of a person’s business andlor private affairs in order to minimize tax liability (Lyons Susan M, 1996). Namun demikian perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif yaitu sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap benar dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya. Perencanaan pajak memiliki beberapa manfaat dalam rangka mengefisiensikan kinerja dari perusahaan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut (Tarigan, 2006, 26): 1. Penghematan Kas Keluar Apabila perusahaan menganggap pajak sebagai unsur pengurang laba atau pajak sebagai biaya yang harus ditanggung perusahaan, maka dengan meminimalkan biaya tersebut perusahaan mempunyai alokasi dana yang dapat dipergunakan untuk transaksi lainnya dalam kegiatan usaha perusahaan. 2. Mengatur Aliran Kas Perusahaan Dengan Perencanaan Pajak yang matang, dapat diestimasikan kebutuhan kas yang nantinya akan dipergunakan untuk pembayaran pajak dan menentukan saat pembayarannya sehingga perusahaan dapat lebih akurat dalam menyusun anggarannya. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalisasi kewajiban pajak. Sehingga apabila dikaitkan dengan penelitian ini, perencanaan pajak revaluasi aset dilakukan dengan harapan mendapatkan penghematan kas keluar dengan meminimalkan beban pajak karena dapat
12
terhindar dari koreksi pajak atas biaya bunga pinjaman yang disebabkan oleh debt to equity ratio yang melebihi batas maksimal.
6.1.3 Tahapan Perencanaan Pajak Perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan apabila penyusunannya dilakukan dengan tahapan yang tepat dan efektif. Suandy (2016) menjabarkan tahapan dalam perencanaan pajak adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis informasi yang ada
Pada tahap pertama, perlu dilakukan analisis terhadap komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien. Selain itu, juga penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghematan pajak dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. 2. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak. Evaluasi tersebut meliputi : a.
Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan;
b.
Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik; dan
13
c.
Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagal.
3. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi perbandingan, berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Terkadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundangundangan,
walaupun
diperlukan
penambahan
biaya
atau
kemungkinan
keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Sehingga apabila terjadi kerugian,kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Berdasarkan uraian mengenai tahapan perencanaan pajak tersebut, kemudian dikaitkan dengan tema pada penelitian ini maka sebaiknya yang harus dilakukan oleh PT PUSRI pada saat proses perencanaan pajak diantaranya adalah a.
Melakukan analisis informasi yang ada, berapa kemungkinan kerugian pajak yang akan dialami apabila PT PUSRI tidak memperbaiki debt to equity ratio-nya, kemungkinan-kemungkinan apa saja yang bisa dilakukan sehingga dapat terhindar dari kerugian pajak tersebut, dan harus menganalisis cost dan benefit yang akan didapatkan dari masing-masing kemungkinan yang dipertimbangkan;
b.
Setelah menentukan kemungkinan yang bisa dilakukan oleh PT PUSRI supaya terhindar dari koreksi beban bunga pinjaman dengan menganalisis cost dan benefit, hal yang sebaiknya dilakukan selanjutnya adalah
14
mengevaluasi hasil analisis tersebut. Sehingga dapat terlihat kemungkinan mana yang paling efektif dan efisien untuk dilakukan; dan c.
Dari dua hal tersebut dapat baik atau tidaknya suatu perencanaan pajak, sehingga keputusan terbaik suatu perencanaan pajak untuk tujuan debt to equity ratio bisa didapatkan oleh PT PUSRI.
6.1.3.1
Tax Saving / Penghematan Pajak
Strategi yang dapat ditempuh untuk mengefisienkan beban pajak secara legal menurut Zain (2003) yaitu dengan melakukan : 1. Tax Saving (Penghematan Pajak), yaitu usaha untuk memperkecil atau mengefisiensi jumlah utang pajak yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan atau melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah; dan 2. Tax
Avoidance
(Penghindaran
Pajak),merupakan
usaha
untuk
mengefisiensikan beban pajak dengan cara memanfaatkan celah-celah yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan. Suatu perencanaan pajak yang tepat merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak atau tax saving dan penghindaran pajak atau tax avoidance yang tidak termasuk dalam penggelapan pajak atau tax evasion. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT PUSRI yaitu melalui revaluasi aktiva tetap, merupakan upaya untuk memperoleh tax saving dengan melakukan penghindaran pajak pada koreksi biaya bunga pinjaman yang disebabkan oleh debt to equity ratio yang melebihi batas maksimal.
15
6.1.4
Revaluasi Aset Tetap Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan yang
diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalan laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, hal ini mengakibatkan nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak mencerminkan nilai yang wajar (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002). Revaluasi aset tetap juga dapat dikatakan sebagai penilaian kembali aset tetap yang tercatat didalam buku perusahaan dan masih digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Tujuan revaluasi adalah agar nilai yang tercantum didalam buku perusahaan atau laporan keuangan perusahaan sesuai dengan nilai wajar yang berlaku pada saat dilakukannya revaluasi. Menurut Mardiasmo (2011) subjek revaluasi yang dapat melakukan dan mengajukan revaluasi aset tetap adalah wajib pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang selanjutnya disebut perusahaan, dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Wajib pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) tidak termasuk wajib pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aset tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah (Mardiasmo, 2011).
16
Menurut Mulyono (2009) dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aset yang bersangkutan. Penilaian kembali aset tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.
6.1.5 Penyusutan Penyusutan merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan selama pemanfaatan suatu aset tetap. Menurut Kieso (2007) Penyusutan didefinisikan sebagai proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aktiva berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aktiva tersebut. Selain itu, Kieso (2007, p.61) juga menjabarkan 3 faktor mendasar yang terlibat dalam penyusutan, yaitu: 1. Dasar penyusutan yang digunakan untuk aktiva Dasar penyusutan yang digunakan untuk aktiva merupakan dua fungsi dari faktor biaya awal dan nilai sisa atau pelepasan. Nilai sisa adalah estimasi jumlah yang akan diterima pada saat aktiva itu dijual atau ditarik dari penggunaannya (Kieso, 2007). 2. Masa manfaat aktiva Masa manfaat adalah periode suatu aset yang diharapkan dapat digunakan oleh entitas atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari suatu aset oleh entitas.
17
3. Metode pengalokasian biaya yang paling baik untuk aktiva Persyaratan aset tetap yang dapat disusutkan menurut keadaan perpajakan, meliputi (Waluyo, 2010): a. Harta yang disusutkan adalah harta berwujud; b. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun; dan c. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
6.1.6 Debt to Equity Ratio (DER) Debt To Equity Ratio (DER) merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mengatur mengenai batasan bunga utang yang diperbolehkan untuk dikurangkan. DER pada setiap perusahaan tentu berbeda-beda, tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kas dari perusahaan tersebut. Perusahaan dengan arus kas yang stabil akan memiliki rasio yang lebih tinggi dari rasio kas yang kurang stabil. Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan kepada para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan
oleh
pemilik
perusahaan.
Variabel-variabel
pembentuk
DER
diantaranya yaitu utang dan equity. Menurut Munawir (2001), utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Utang dapat dibedakan ke dalam utang lancar dan utang jangka panjang. Sedangkan equity adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh perusahaan yang
18
ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan (Munawir, 2001). Kebijakan pemerintah dengan menetapkan pembatasan rasio utang tidak terlepas dari praktik thin capitalization (Thin Cap). Thin Cap merupakan salah satu praktik penghindaraan pajak yang biasanya digunakan perusahaan dengan membentuk struktur permodalan suatu perusahaan atas kontribusi hutang yang lebih besar dan modal sesedikit mungkin. Praktik thin cap didasarkan pada adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas bunga (sebagai imbalan atas hutang) dan dividen (sebagai imbalan atas modal). Biaya bunga merupakan unsur pengurang dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Dengan praktik thin cap ini, yang biasanya melibatkan holding company di negara dengan tarif pajak rendah, pajak yang seharusnya menjadi hak suatu negara dapat dialihkan ke negara lain. Modusnya adalah bahwa dalam membiayai subsidiary-nya, suatu holding company akan memberikan kontribusi berupa hutang (bukan modal).
6.2. Penelitian Terdahulu Peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan tema penelitian untuk dijadikan referensi. Peninjauan ini diperlukan agar dapat mengidentifikasi kesenjangan (identify gaps), menghindari pembuatan ulang (reinventing the wheel), mengidentifikasi metode yang pernah dilakukan, dan mengetahui orang lain yang spesialisasi dan area penelitiannya sama dengan bidang ini, serta meneruskan penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang akan diulas antara lain sebagai berikut: 1.
Penelitian yang berjudul “Analisis
Penerapan
Peraturan
Mengenai
Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal (Debt to EquityRatio) 19
untuk Keperluan Penghitungan Pajak di Indonesia” dilakukan oleh Hartono dan Cristine dari Univesitas Indonesia pada tahun 2014. Penelitian ini membahas tentang penerapan ketentuan debt to equity ratio untuk keperluan penghitungan pajak di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan meneliti ketentuan DER yang berlaku di Indonesia dan negaranegara lain. Penelitian ini bermaksud mencari jawaban logis tentang apa saja yang perlu diperhatikan dalam penerapan ketentuan debt to equity ratio di Indonesia dan berapa angka rasio yang tepat. Dalam penelitian ini, juga dilakukan wawancara yang mendalam dengan berbagai pihak terkait. Wawancara dilakukan dengan Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal,Kantor Pelayanan Pajak dan dengan pihak independen yaitu dengan Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, praktisi/konsultan pajak dan akademisi/dosen. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan debt to equity ratio di Indonesia belum dapat diterapkan karena belum ada peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan perbandingan dengan negara lain yaitu Amerika Serikat, Brazil, Australia, Jepang, China, Korea dan Negaranegara anggota Uni Eropa, rasio DER yang paling banyak digunakan adalah 3:1. Disarankan agar pemerintah menerbitkan peraturan menteri keuangan tentang perbandingan utang terhadap modal agar ketentuan debt to equity ratio dapat diterapkan dan memberi kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun petugas pajak. 2.
Penelitian yang berjudul “ Analisis Penerapaan PMK 169/PMK.010/2015 Pada PT Bali Lestari ‘’dilakukan oleh Wicaksana dan Yasa di Politeknik
20
Negeri Bali tahun 2016. Penelitian Penerapan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 169/PMK.010/2015 bertujuan untuk mengetahui dampak dari penerapan tersebut terhadap perbandingan utang dan modal, sedangkan manfaat dapat memutuskan kebijakan yang tepat agar perusahaan memperoleh keuntungan. Penelitian ini merupakan studi kasus pada PT Bali Lestari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan di kawasan Legian Kuta.Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Penerapan PMK 169/PMK.010/2015 pada PT Bali Lestari dengan perhitungan Debt Equity Ratio diperoleh hasil 7:1. Besarnya perbandingan ini melebihi perbandingan pada aturan PMK 169/MK.010/2015, sehingga biaya pinjaman yang terdapat pada PT Bali Lestari harus dkoreksi. Besarnya biaya pinjaman yang dapat dibebankan adalah sebesar Rp 728.571.429, dan sisanya Rp 546.428.571 harus dikoreksi sebagai penambah laba. Hal ini mengakibatkan penghasilan kena pajak bertambah sebesar Rp 546.427.976, sehingga penghasilan kena pajak berjumlah Rp 2.500.822.000. Penambahan penghasilan kena pajak, mengakibatkan PPh terutang bertambah sebesar Rp 115.639.498 dari jumlah PPh terutang sebelum diterapkannya aturan ini. Kebijakan yang dapat dilakukan PT Bali Lestari untuk memperkecil angka DER dan memperbesar jumlah biaya bunga yang dapat dibebankan adalah dengan melakukan evaluasi aktiva tetap, mencantumkan utang pemegang saham pada akun utang pada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehingga utang tersebut akan menambah di sisi modal. Komposisi utang dan modal dalam suatu perusahaan, tergantung dari kebutuhan dana dari
21
perusahaan itu sendiri dan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan utangnya. Untuk itu, perusahaan perlu membandingkan antara utang dan modal, seberapa persen seharusnya kebutuhan dana dipenuhi oleh modal, dan berapa sisanya yang bisa ditutupi oleh utang. Perbandingan tersebut akan di analisis dengan berpadoman dengan PMK 169/PMK.010/2015 yang menyatakan bahwa rata-rata utang dan bunganya dapat dibiayakan oleh wajib pajak adalah sebesar paling tinggi empat kali lipat dari rata-rata modal yang dimilikinya. Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus pada PT Bali Lestari yang berlokasi di kawasan Legian Kuta dengan menggunakan data sekunder berupa Kertas Kerja Pajak Penghasilan Pasal 29 PT. Bali Lestari Tahun 2015 dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. 3. Penelitian yang ketiga berjudul
“ Dampak
Revaluasi Aset Tetap
Terhadap Pajak Penghasilan Yang Terhutang” Aset tetap merupakan salah satu dari beberapa akun perusahaan yang memiliki nilai yang cukup besar. Nilai sekarang suatu aset tetap yang diperoleh beberapa tahun revaluasi pada aset tetapnya agar sesuai dengan nilai yang wajar. Dimana revaluasi aset tetap ini bukan merupakan aktivitas rutin suatu perusahaan dan melibatkan tenaga lalu tidak sama dengan harga perolehan aset tersebut yang tercatat pada laporan posisi keuangan. Faktor ini mendorong perusahaan untuk melakukan professional, akan lebih efektif dalam upaya meminimalkan beban pajak perusahaan. Adanya Peraturan Nomor 191/PMK.010/2015
yang
memberikan
fasilitas
perpajakan
yaitu
pengurangan tarif PPh Final atas selisih revaluasi aset tetap dan Peraturan Nomor 169/PMK.010/2015 yang menentukan besarnya perbandingan
22
antara Hutang dan Modal Perusahaan untuk keperluan perhitungan Pajak Penghasilan yaitu sebesar empat banding satu (4:1). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah beban pajak penghasilan yang terhutang perusahaan ketika tidak melakukan kebijakan revaluasi aset tetap sebesar Rp 987.169.750. Ketika melakukan kebijakan revaluasi aset tetap sebesar Rp 270.970.750. Dengan kondisi tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah beban pajak penghasilan yang terhutang perusahaan lebih kecil ketika perusahaan melakukan revaluasi aset tetap dibandingkan dengan ketika tidak melakukan revaluasi aset tetap. Persamaan yang terdapat pada tiga penelitan terdahulu tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian yang dilakukan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah penelitian ini menganalisis efisiensi perencanaan pajak penghasilan melalui aktiva tetap untuk memenuhi debt to equity ratio.
23
6.3. Kerangka Pemikiran
Bagan 6.1 Kerangka Pemikiran Laporan Keuangan
Analisis Laporan Keuangan
Perencanaan Pajak
Revaluasi Aset Tetap
Debt to Equity Ratio Tidak Lebih Dari 4:1
Tidak Ada Koreksi Biaya Pinjaman
Debt to Equity Ratio Terpenuhi
24
7.
Metode Penelitian
7.1. Ruang Lingkup Penelitian Objek yang dipilih untuk penelitian ini adalah PT
Pupuk Sriwijaya
Palembang yang berlokasi di Jalan Mayor Zen Komplek Pusri,Palembang 30118. PT Pupuk Sriwijaya
berdiri di pusat kota dan berada di kawasan strategis
sehingga akses dalam mencapai tempat-tempat umum dapat dikategorikan mudah. PT Pupuk Sriwidjaya merupakan perusahaan yang dapat diandalkan dilingkungan provinsi Sumatra Selatan.
7.2. Pendekatan & Jenis Penelitian Penelitian Perencanaan Pajak melalui Revaluasi Aset Tetap untuk memenuhi Debt to Equity Ratio pada PT PUSRI, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan mengapa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai bagaimana strategi meminimalisir beban pajak pada perencanaan pajak penghasilan badan atas Perencanaan Pajak memalui Revaluasi Aset Tetap untuk memenuhi Debt to Equity Ratio (Studi Kasus PT PUSRI).
7.3.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah salah satu hal penting dalam metode penelitian. Manfaat dari dilakukannya analisis data yaitu data yang dianalisis dapat diberi arti dan makna sehingga berfungsi untuk memecahkan masalah penelitian. Analisis data dilakukan setelah data terkumpul, baik data primer maupun sekunder. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan wawancara mendalam dan studi kepustakaan sebagai instrumen dalam teknik pengumpulan data. Peneliti
25
akan menganalisis data dari hasil wawancara, catatan lapangan, studi kepustakaan dan dokumentasi hukum terkait dengan Perencanaan Pajak melalui revaluasi aset tetap untuk memenuhi Debt to Equity Ratio. Peneliti juga sebelumnya telah menyiapkan catatan penelitian dalam bentuk transkrip data dan disertai juga dengan pembentukan koding dan kategorisasi data. Langkah selanjutnya Peneliti akanmereduksi data yang diperoleh sehingga peneliti tidak menggambarkan seluruh temuan di lapangan, namun hanya sebagian saja yaitu data yang terkait dengan permasalahan penelitian. Peneliti selanjutnya akan melakukan triangulasi informasi yaitu proses check dan recheck antara satu sumber dengan sumber datalainnya. Peneliti juga mencari maksud serta makna dari setiap data yang telah ditelaah hingga kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian. Data yang terkumpul disajikan peneliti dalam bentuk kutipan-kutipan langsung atau penjelasan hasil wawancara dengan informan penelitian.
8.
Daftar Pustaka
Finnesty, Chris, Parsch, Yap, Martin, Koesmoeljana. 2016. “Indonesian Debt-toEquity Regulations.” Boston : Thomson Reuters (Tax & Accounting) Inc.. Suandy, Erly. 2008 . Perencanaan Pajak. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Pohan, Chairil Anwar. “Debt to Equity Ratio dan Thin Capitalization Yang Terabaikan, Tax Planning Perspective” Jakarta : Indonesian Tax Review Vol. 08 No. 17. 2015. Zain, Muhammad. 2003. Manajemen Perpajakan. Jakarta. Penerbit Salemba Empat.
26