Analisis Perdagangan Bilateral Antara Indonesia Dan Thailand Periode Tahun 1993 - 2011.docx

  • Uploaded by: roby
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Perdagangan Bilateral Antara Indonesia Dan Thailand Periode Tahun 1993 - 2011.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,584
  • Pages: 38
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kerjasama International adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan antar

bangsa-bangsa didunia dalam mengadakan hubungan timbal balik untuk dapat saling memenuhi kegiatannya. Pedoman yang dipakai oleh kelompok kerjasama adalah saling menguntungkan dengan tata cara yang sudah disepakati bersama. Dalam prakteknya, Indonesia telah melaksanakan kerjasama bilateral yang dilakukan antara dua negara, satu kawasan dengan satu negara, dan satu kawasan dengan kawasan lainnya. Hubungan bilateral ini berlangsung dalam bidang politik, budaya, dan ekonomi antara dua belah pihak yang disesuaikan dengan kepentingan nasional. Kepentingan nasional inilah yang harus dirumuskan agar Indonesia tahu apa kebijakan luar negerinya terhadap negara lain. Kebijakan luar negeri juga merupakan salah satu faktor yang memicu datangnya dukungan dari luar, baik dari negara, organisasi kawasan, dan dunia internasional untuk Indonesia. Salah satu perwujudan kebijakan luar negeri Indonesia adalah melalui hubungan luar negeri dan jalinan kerja sama. Hubungan luar negeri Indonesia dalam forum bilateral, regional, dan multilateral telah dimulai sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Saat ini Indonesia telah menjalin kerjasama bilateral dengan 162 negara, termasuk dengan Thailand dengan satu teritori khusus yang berupa non-self governing territory. Selain kerjasama bilateral, hubungan Indonesia – Thailand juga semakin diperkuat oleh

1

keanggotan keduanya di ASEAN. yang merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negaranegara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Indonesia dan Thailand memiliki nilai-nilai sosial dan budaya yang hampir sama dan tetap terpelihara dengan baik. Pemahaman terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat masing-masing negara tentu akan dapat meningkatkan persahabatan Indonesia dan Thailand serta kerjasama yang lebih banyak akan dapat terselenggara. Untuk itu, salah satu cara untuk merealisasikan hal ini adalah dengan meningkatkan hubungan antar masyarakat atau people to people contacts dan kerjasama di bidang pariwisata dinilai adalah peluang tepat dalam membangun interaksi orang per orang dari kedua negara. Hubungan bilateral antara Indonesia-Thailand sejak zaman kerajaan majapahit dan terus berjalan dengan baik dan akan dan dipelihara terus menerus dengan melakukan kerja sama dibidang ekonomi, pertambangan, energi, pariwisata, dan kerja sama dibidang kepolisian. Kerjasama ekonomi IndonesiaThailand mengalami peningkatan yang signifikan dalam 4 tahun terakhir. Volume perdagangan Thailand di Indonesia meningkat 85 persen dalam 4 tahun. Pada tahun 2006 mencapai 5,5 miliar dollar AS, pada tahun 2007 meningkat menjadi 8,7 milliar dollar AS, hal ini juga berpengaruh terhadap investasi Thailand ke Indonesia.

2

Ekonomi Thailand bergantung kepada eksport yang merupakan 60% daripada KDNK. Kadar pertukaran asing mencapai 37.00/AS$1 (KDNK: $7.3 trilion baht) pada 26 Oktober 2006, dengan KDNK nominalnya di lingkungan AS$200 bilion pada kadar pasaran. Ini mengekalkan Thailand sebagai ekonomi kedua terbesar di Asia Tenggara selepas Indonesia, suatu kedudukan yang dipegangnya selama banyak tahun. Pemulihan Thailand daripada Krisis Kewangan Asia 1997-98 bergantung kepada eksport, khususnya permintaan luar Amerika Syarikat dan pasaran-pasaran asing yang lain. Thaksin Shinawatra yang mengambil alih kerajaan pada Februari 2001 bertujuan untuk merangsangkan permintaan dalam negeri dengan mengurangkan pergantungan Thailand kepada perdagangan luar negeri serta pelaburan asing. Bagaimanapun sejak dari masa itu, pentadbiran Thaksin telah menghalusi perutusan ekonominya, dan kini merangkumi dasar ekonomi "laluan kembar" yang menggabungkan rangsangan dalam negeri dengan penggalakan tradisional pasaran terbuka serta pelaburan asing. Dasar-dasar ini umumnya dikenali sebagai Thaksinomi. Permintaan eksport yang lemah mengakibatkan KDNK bertumbuh pada kadar 1.9% pada tahun 2001. Bagaimanapun pada tahun 2002-3, rangsangan dalam negeri dan pemulihan eksport menghasilkan prestasi ekonomi yang lebih baik, dengan pertumbuhan KDNK sebenar masing-masing mencatat 5.3% dan 6.3%. Adanya

keterkaitan

dan

ketergantungan

serta

persaingan

dalam

perdagangan luar negeri menyebabkan hampir semua kegiatan ekonomi dalam suatu negara terpengaruh oleh ekonomi internasional, dengan kata lain dalam eraglobalisasi dan perdagangan bebas saat ini tidak ada lagi yang ”autarki” yaitu negara yang hidup terisolasi tanpa mempunyai hubungan perdagangan

3

internasional (ekspor dan impor). Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang menganut system ekonomi terbuka dalam perekonomiannya. Dimana lalu lintas ekonomi internasional mengambil peranan penting dalam perekonomiannya khusunya di Indonesia. Ada beberapa factor yang mendorong mayoritas negara di dunia untuk melakukan perdagangan internasional seperti : a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan didalam negeri b. Mengimpor teknologi yang lebih modern dari negara lain c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri d. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Dalam salah satu teori perdagangan internasional, dinyatakan bahwa dalam memperoleh keuntungan dari spesialisasi dipandang sebagai alasan yang penting untuk menggalakan perdagangan internasional diantara berbagai negara, tetapi factor yang lebih penting adalah kemampuan dari negara tersebut memproduksikan barang-barang yang dapat bersaing dipasaran luar negeri. Menjadi sebuah negara yang autarky (negara tertutup) sekarang sudah tidak bisa lagi, dikarenakan sebuah negara sangat membutuhkan peran dari negara lain teori ini sama seperti teori David Ricardo yang menitikberatkan kepada perbedaan produktivitas tenaga kerja atau teknologi, teori Hickscher-Ohlin (H-O) fokus kepada faktor produksi yang di sebabkan oleh perbedaan factor intensitas dan kepemilikan factor yang melimpah, sedangkan teori Adam Smith menjelaskan teori comparative advantage, dimiana dalam memproduksi suatu barang kita mungkin lebih efisien dalam menggunakan labor dan capital tetapi dalam

4

memproduksi barang lain kita tentu belum bisa sehingga memerlukan negara lain, dan ini membutuhkan jembatan dalam melakukan hubungan tersebut.

Table 1.1 Perdagangan BILATERAL INDONESIA-THAILAND (DALAM JUTAAN USD) URAIAN TOTAL PERDAGANGAN MIGAS

2008

2009

2010

2011

2012

9.995

7.846

12.037

16.301

18.072

511

677

562

811

1.284

NON MIGAS

9.484

7.169

11.475

15.490

16.787

EKSPOR MIGAS NON MIGAS

3.661 446 3.214

3.233 635 2.598

4.566 512 4.054

5.896 654 5.242

6.635 1.144 5.490

IMPOR

6.334

4.612

7.470

10.405

11.437

MIGAS

64

42

50

156

139

6.269

4.570

7.420

10.248

11.297

-2.673

-1.379

-2.904

-4.508

-4.802

382

593

462

497

1.005

-3.055

-1.972

-3.366

-5.005

-5.807

NON MIGAS NILAI PERDAGANGAN MIGAS NON MIGAS

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah Pusdata Departemen Perdagangan) Dari tabel di atas, terlihat bahwa Indonesia mengalami Defisit dengan Thailand pada 2008 sebesar -2.673,011 sampai pada tahun 2012 indonesia tetap mengalami deficit dengan Thailand -4.802,097. Indonesia mengalami deficit perdagangan dengan Thailand pada sector Non-Migas mencapai angka terbesar pada tahun 2012 sebesar -5.807,348 setara dengan Rp 59.815.684. Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Thailand telah memberi keuntungan bagi Thailand di sektor Non-MIGAS.

5

Hubungan perdagangan antara Indonesia dan Thailand seperti di atas mengalami dinamika yang sangat besar. Dimana Indonesia mendapatkan keuntungan yang tidak begitu besar dari aktivitas perdagangan dengan Thailand. Sedangkan Thailand dapat dikatakan mendapatkan keuntungan dan manfaat yang sangat besar dari hubungan perdagangan dengan Indonesia. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dan untuk mewujudkan masalah tersebut, maka penulis mengangkat permasalahan ini menjadi sebuah penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : ANALISIS PERDAGANGAN BILATERAL ANTARA INDONESIA DAN THAILAND PERIODE TAHUN 1993 - 2011.

1.2

Batasan Masalah Dalam skripsi ini, untuk mempermudah melakukan analisis maka penulis

membatasi konteks permasalahan agar tidak keluar dari ruang lingkup penelitian. Pengukuran yang mempengaruhi perdagangan Indonesia dengan Thailand menggunakan metode perhitungan menggunakan indeks harga ekspor dan indeks harga impor dan perhitungan nilai tukar perdagangan (Terms of Trade).

1.3

Rumusan Masalah Penelitian Dari latar belakang masalah diatas yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana efek nilai tukar perdagangan (Terms Of Trade) antara Indonesia dengan Thailand”.

6

1.4

Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian a. Menganalisis

atau

menguji

hipotesis

dari

variabel-variabel

yang

mempengaruhi variable nilai ekspor dan impor. b. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat perdagangan intra-industri antara Indonesia dan Thailand. c. Untuk mengetahui seberapa besar efek nilai tukar perdagangan (Terms Of Trade) antara Indonesia dengan Thailand.

1.4.2 Manfaat Penelitian a. Untuk pemerintah Indonesia dalam mengambil setiap kebijakan dan langkah-langkah kedepan dalam hubungan bilateral Indonesia dan Thailand. b. Untuk para pembaca diharapkan dapat mengetahui, mengerti, dan mengembangkan informasi tentang perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Thailand. c. Untuk peneliti lainnya agar bisa menambah pengetauan dan pengalaman dalam penelitian pola perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Thailand.

7

BAB II LANDASA TEORI DAN HIPOTESA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Perdagangan adalah proses tukar menukar yang dilandasi keinginan yang bersifat sukarela dari masing-masing pihak. Adapun perdagangan yang terjadi dikarenakan paksaan, ancaman, dan perang dan sebagainya tidak termasuk dalam

perdagangan ini. Adapun pedagangan luar

negeri merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Perdagangan luar negeri dilakukan karena dipandang memberikan manfaat tertentu. Dimana dalam melakukan perdagangan kedua negara sama-sama diuntungkan, jadi apabila

8

negara tersebut melakukan perdagangan maka secara tidak langsung akan memepercepat laju perekonomian negara tersebut.(Hendra,2002:17) Dilain pihak adanya endowment faktor, yaitu kualitas, kuantitas dan komposisi sumber daya yang berbeda antara suatu barang dan jasa juga berbeda antara suatau negara yang lain. Adanya kenyataan ini menyebabkan adanya perdagangan antar negara.(Hendra,2002:18) Jika suatu negara lain memproduksi suatu jenis barang maka beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: (Boediono, 1983 :25) 1. Mata uang berlaku di negara pengimpor yang ada umumnya berbeda dengan mata uang negara pengekspor, knyataan ini akan menyebabkan timbulnya masalah-masalah seperti kurs devisa, resiko perubahan kurs devisa dan cadangan devisa valuta asing serta permasalahn lainnya. 2. Kebijakan pemerintah yang dikenakan pada perdagangan antar negara tidak selalu dikenakan perdagangan internasional. Dibukanya suatu perekonomian terhadap hubungan luar negeri memberikan pengaruh bagi perekonomian dalam negeri. Pengaruh yang ditimbulkan oleh perekonomian terbuka adalah daya saing dan spesialisasi dalam perdagangan.

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan

internasional

bila

dibandingkan

dengan

pelaksanaan

perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul

9

karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan. (Amir M.S.2004, 15) Perdagangan internasional timbul terutama sekali karena suatu negara bisa menghasilkan barang tertentu secara lebih efisien dari pada negara lain. “Teori perdagangan internasional berusaha menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu negara memutuskan membuka perekonomianya untuk melakukan perdagangan internasional, yakni mengadakan transaksi jual (ekspor) dan beli (impor) komoditas tertentu dengan negara lain. Teori tersebut, selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisa terjadinya perdagangan antar negara, dampaknya terhadap perekonomian suatu negara, dan maanfaat/keuntungan sebagai akibat adanya perdagangan internasional” (krugman, dan Maurice obstfeld, 1997:3) Model Adam Smith ini memfokuskan pada keuntungan mutlak yang menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan mutlak dikarenakan negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Menurut teori ini jika harga barang dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan di berbagai negara maka tidak ada alasan untuk melakukan perdagangan internasional.

2.1.3

Teori Keunggulan Absolut Adam Smith mengajukan teori perdagangan internasional yang di kenal

dengan teori keunggulan absolut. Ia berpendapat bahwa jika suatu negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa. Karena hal itu ia mengusulkan bahwa sebaiknya semua negara lebih baik

10

berspesialisasi dalam komoditi-komoditi dimana ia mempunyai keunggulan yang absolute dan mengimpor saja komoditi lainnya. (Boediono,2001:42)

2.1.4

Teori Keunggulan Komparatif Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David

Ricardo teorinya yang dikenal dengan nama Teori Keunggulan Komperatif. Berbeda dengan Teori Keunggulan Absolute yang mengutamakan keunggulan absolute dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain. Teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolute, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi dimana ia mempunyai keunggulan komperatif dan mengimpor komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah negara tidak usah memiliki keunggulan absolute atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komperatif dimana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relative

berbeda.

Negara

pertama

harus

melakukan

spesialisasi

dalam

memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian yang absolute lebih kecil. (Boediono,2001:52)

2.1.5

Teori Keunggulan Hecksher-Ohlin(H-O) Perdagangan internasional terutama digunakan oleh perbedaan factor

produksi antar negara. Teori ini dihubungkan oleh dua orang ekonomi dari swedia, Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, menurut teori ini setiap negara memiliki

11

jumlah dan factor produksi yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan harga untuk barang yang sama antar negara satu dengan yang lain. Teori Hecksher-Ohlin tentang pola perdagangan yang dinyatakan bahwa suatu negara apabila akan memproduksi menggunakan factor produksi yang relative banyak sehingga barang akan relative murah. Dari paragraph diatas dapat disimpulkan bahwa suatu negara hanya mengandalkan factor yang melimpah (kekayaan alam atau jumlah tenaga kerja melimpah) dan intensifitas pada factor yang melimpah (upah tenaga kerja dan bahan baku domestic yang murah) dalam melakukan perdagangan internasional. (Boediono,2001:64)

2.1.6

Teori Permintaan Impor Pengertian import menurut undang-undang seperti yang dibakukan dalam

undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabean, pasal 1 ayat 14 bahwa yang dimaksud dengan import adalah: “ kegiatan memasukkan barang kedalam daerah pabean”. Dari definisi singkat diatas maka import menurut undangundang berhubungan dengan : (Drs.H.M.Syarif Arbi,MM.2004:18) 1. Barang dan komoditi 2. Daerah pabean Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Hukum permintaan menjelaskan suatu sifat perkaitan antara permintaan suatu barang dengan harganya, jadi hukum permintaan pada hakekatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan: “Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan atas barang tersebut, sebaliknya semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan atas barang tersebut”. (Sukirno, 2003 :76)

12

Secara umum fungsi permintaan dapat dijelaskan sebagai berikut: Qd = f (harga barang itu sendiri, pendapatan, jumlah penduduk, selera, harapan,…).

A. Harga barang itu sendiri Sesuai dengan hukum permintaan bahwa jumlah barang yang diminta berubah secara berlawanan arah dengan perubahan harga secara nominal menyebabkan penggunaan tersebut di tunjukan oleh perubahan jumlah yang diminta secara berlawanan.

B. Pendapatan Dalam permintaan suatu barang pada umumnya, semakin tinggi penghasilan pendapatan maka semakin besar pula permintaan akan barang yang akan di konsumsi artinya semakin meningkat pendapatan maka permintaan akan meningkat pula.

C. Jumlah penduduk Pertambahan

penduduk

tidak

dengan

sendirinya

menyebabkan

pertambahan permintaan, tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan ini menambah daya beli ini akan masyarakat, penambahan daya beli ini akan menambah permintaan. (Arsyad, 1991 :22-25)

13

Kurva permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta pembeli. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan :“Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila harga turun jumlah barang meningkat.”

Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Kurva permintaan dapat didefenisikan sebagai: “Suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli.” Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta yang mempunyai sifat hubungan terbalik. ( I gede Anom Santhika,2011)

14

2.1.7

Teori Permintaan Ekspor Ekspor merupakan salah satu factor dalam menentukan laju pertumbuhan

dan penyerapan tenaga kerja. Cepatnya laju pertumbuhan ekspor secara keseluruhan dapat menjamin persedian devisa yang cukup dan kebutuhan impor yang memadai. Dengan dilakukannya ekspor, dapat menghasilkan manfaat kepada negara, manfaat yang dimaksud berupa terpakinya factor-faktor produksi dalam negeri. Akan terciptanya lapangan kerja dan keuntungan bagi pemerintah dan produksi alam. Kurva permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang yang diminati pembeli. Hubungan yang terbalik antara harga dan kuantitas yang diminta dapat dijelaskan dengan dua keadaan. Pertama, jika harga suatu barang naik, maka konsumen akan mencari barang pengganti (substitusi): barang pengganti tersebut akan dibeli jika mereka menginginkan tingkat kepuasaan yang lebih tinggi dari setiap rupiah yang dibelanjakan. Kedua, jika harga naik, pendapatan merupakan kendala (pembatas) bagi pembeli. (Hendra,2002:388)

2.1.8

Teori Perdagangan Intra-Industri Perdagangan intra-industri merupakan indeks yang menghasilkan untuk

industry (IIT). Berdasarkan beberapa studi empiris mengenai perdagangan intraindustri, Grenaway dan Millner (1989) mengelompokannya menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu sebagai berikut : 1. Country-specific, dimana intensitas perdagangan intra-industri tertentu ditentukan oleh mitra dagangnya

15

2. Industry-spesific, perdagangan intra-industri yang banyak dipengaruhi oleh permintaan spesifik dari komoditi/industry dan karekteristik penawaran (supply) 3. Policy-based, intensitas perdagangan intra-industri dipengaruhi oleh factor-factor kelembagaan atau kebijakan.

Pada dasamya, besar kecilnya atau tingkatan atau volume perdagangan intra-industri dapat diukur atau dihitung berdasarkan indeks perdagangan intraindustri (intra-industry trade index) yang diberi simbol T. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: T = 1 - X dan M masing-masing melambangkan nilai ekspor dan impor dari suatu industri atau kelompok komoditi tertentu, sedangkan garis-garis vertikal pada pembilang di dalam Rumus (6-1) menunjukkan bahwa nilai-nilai yang “dipagarinya” adalah angka-angka absolut (senantiasa positif). Nilai T atau indeks perdagangan intra-industri itu sendiri bervariasi; yakni dari 0 hingga 1. T akan sama dengan 0 apabila sebuah negara hanya mengekspor atau hanya mengimpor suatu produk (artinya dia tidak terlibat dalam perdagangan intra-industri yang bersifat dua arah itu). Di lain pihak jika ekspor dan impornya sama besar, maka untuk Negara itu T = 1 (perdagangan intra-industri yang dilangsungkannya mencapai tingkatan maksimal). Namun ternyata ada kelemahan serius dalam penggunaan indeks T untuk mengukur tingkatan perdagangan intraindustri. Nilai-nilai T yang muncul acapkali lebih dari satu, dan satu sama lain berbeda sehingga kita sulit menentukan mana T yang paling tepat. Hasill perhitungannya juga mudah berubah kalau kita sedikit saja menggeser cakupan industri atau kelompok produk yang menjadi objek perhitungan. Secara lebih spesifik bisa dikatakan bahwa semakin luas cakupan dari suatu sektor industri,

16

maka akan semakin besar nilai T. Alasannya adalah, semakin luas cakupan sektor industri tersebut, maka akan semakin besar kemungkinan negara yang bersangkutan akan mengekspor produk-produk terdiferensiasi dalam varietas atau jenis yang lebih banyak. Oleh sebab itu, penggunaan indeks T harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan salah tafsir. Di satu sisi indikator tersebut memang dapat sangat berguna dalam mengukur jangkauan atau tingkatan perdagangan intra-industri yang dilakukan oleh masing-masing negara industri maju serta jangkauan dari sektor-sektor industrinya yangi terlibat, dan cukup bisa diandalkan pula guna menaksir berbagai perubahan dalam perdagangan intraindustri tersebut untuk sektor industri yang sama dari waktu ke waktu. Di sisi lain, kita harus konsisten dalam menentukan cakupan suatu sektor industri agar nilainilai T yang muncul memiliki cakupan yang sama, sehingga hasil-hasil perhitungannya dapat saling diperbandingkan. Appleyard dan field (1995) mengatakan bahwa alasan terjadinya perdagangan intra-industri diantaranya adalah : 1. Diferensiasi produk 2. Biaya transportasi dan lokasi geografis 3. Skala ekonomi dinamis 4. Derajat agregasi produk 5. Perbedaan distribusi pendapatan 6. Tingkat perdagangan intra-industri

17

2.1.9

Penelitian Terdahulu Dalam kajian pustaka ini memuat berbagai penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti lain. Yang mana penulis dalam menyusun skripsi ini, mendasari beberapa pemikiran peneliti dibawah ini : Penelitian yang dilakukan Fajar Fadly (2006) dengan judul “Analisis Perdagangan Bilateral Indonesia dengan China Periode 1985-2005” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dibutuhkan suatu alat analisis intra-industri yang lebih komprehensif, yaitu tidak hanya dilihat dari kategori industry-specific, tetapi juga melibatkan country specific dan policy based. Apalagi untuk menganalisa perdagangan intra-industri untuk negara seperti Indonesia, dimana masih begitu besar peran pemerintah dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan di sector industry dan perdagangan. Semakin lengkap alat analisis maka akan semakin lengkap pula informasi yang didapat dari hasil penelitian, sehingga akan lebih mudah bagi pengambil kebijakan untuk menyusun formulasi kebijakan. 2. Pemerintah China diharapkan mampu timbale balik dalam melakukan perdagangan dengan Indonesia, yang selama ini hanya menguntungkan salah satu pihak (China) dalam hal ini pada sector industry, dan pemerintah Indonesia diharapkan bisa tegas dalam mengambil setiap keputusan dan kebijakan apabila tidak menguntungkan berdagang dengan China dan mencari mitra dagang dengan negara lainnya yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.

18

3. Pemerintah Indonesia diharapkan mampu menyaingi daya saing produk yang sejenis dengan produk barang China, agar minat masyarakat china terhadap produk barang dari Indonesia dapat meningkat.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Jadun Setadaru Anugrahita (2005) dengan judul “Analisis Perdagangan Bilateral Antara Indonesia Dengan Singapura Periode 1980 – 2003” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara persial, perdagangan bilateral antara Indonesia dengan singapura dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus intra-industri dean dekomposisi total perdagangan, dapat disimpulkan bahwa pola perdagangan Indonesiasingapura cenderung pada pola perdagangan intra-industri, dimana dari hasil perhitungan indeks G-L rata-rata lebih dari 40%. Dan dekomposisi total perdagangan Indonesia-singapura cenderung mengalami kenaikan yang signifikan. 2. Hasil penelitian melibatkan bahwa harga ekspor berpengaruh negative dan signifikan terhadap volume ekspor. GDP singapura berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor. 3. Hasil penelitian dari sisi impor menunjukan bahwa harga impor berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap volume impor. Secara bersama-sama variable independen mampu menjelaskan variable dependen untuk fungsi impor. 4. produk barang dari Indonesia dapat meningkat.

19

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2011) dengan judul “Hubungan Kerjasama Indonesia – Selandia Baru di Bidang Ekonomi dalam Kerangka ASEAN Free Trade Area” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Indonesia sangat bergantung pada beberapa produk yang dihasilkan oleh Selandia Baru terutama dairy product. Indonesia merupakan negara yang menduduki 25 teratas dalam hal perdagangan bilateral baik ekspor maupun importnya, sedangkan ekspor garmen dan produk kayu yang berasal dari Indonesia selalu berada di urutan 10 teratas. Sayangnya, dalam hal investasi terutama dari Indonesia ke Selandia Baru, tingkat investasi Indonesia di Selandia Baru masih rendah. Banyak pebisnis kelas berat di Indonesia berpikir bahwa pasar Selandia Baru yang dengan hanya 4,25 juta orang masih terlalu kecil untuk mendapatkan perhatian mereka. Oleh Karena itu dibutuhkan usaha yang lebih keras untuk meyakinkan mereka bahwa meskipun hanya memiliki sedikit konsumen tetapi daya beli Selandia Baru terbilang cukup tinggi. Di sisi lain,investasi asing Selandia Baru di Indonesia menduduki peringkat ke 27 pada tahun 2009 dengan US $ 1,3 Juta. 2. Terdapat beberapa peraturan mengenai perdagangan dan investasi di Indonesia yang menghambat pebisnis asal Selandia baru untuk berivestasi di Indonesia. Misalnya, keputusan pemerintah Indonesia pada bulan Desember mengenai pengurangan jumlah pelabuhan yang menjadi pintu masuknya bahan impor seperti buah dan sayur telah menciptakan tantangan baru bagi eksportis asal Selandia Baru. Hanya empat pelabuhan yang diijinkan untuk menerima impor hasil pertanian yaitu Belawan di Medan, Bandara Soekano-Hatta di Jakarta,

20

Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar. 3. Untuk mencapai keuntungan bersama Indonesia dan Selandia Baru berusaha saling melengkapi, Indonesia dengan kuantitas sumber daya alam yang besar dan tersedianya tenaga kerja yang memadai digabungkan dengan modal besar yang dimiliki oleh Selandia Baru sangat berguna dan bermanfaat untuk memajukan kedua negara.

2.2

Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah: a. Diduga harga ekspor akan berpengaruh secara signifikan dan negative terhadap volume ekspor. b. Diduga nilai impor akan berpengaruh secara signifikan dan negative terhadap volume impor.

21

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder, data yang

diperoleh dan dibuat oleh pihak lain yang didasarkan pada urutan waktu tertentu. Adapun penulisan memperoleh data sekunder bersumber dari pihak : a. Kantor BPS (Biro Pusat Statistik) Indonesia b. Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian Republik Indonesia c. The World Bank

3.2

Metode Analisis Data Dalam metode ini menggunakan dua alat analisis yaitu deskriptif dan

kuantitatif.

3.2.1

Analisis Kuantitatif Yaitu metode yang menganalisis data dan hal-hal yang berhubungan

dengan angka dan rumus-rumus perhitungan yang digunakan untuk menganalisis masalah yang sedang diteliti. Dalam analisis kuantitatif ini menggunakan analisis:

3.2.1.1 Intra-Indurtri Trade Penelitian ini menggunakan metode perhitungan yang dibuat oleh Grubel dan Llyod yang mencoba menilai secara umum mengenai perdagangan intraindustri Indonesia. Analisis ini akan diterapkan pada kelompok produk industry

22

manufaktur

berdasarkan Standard Internasional Trade Classification (SITC).

Adapun cara perhitungan menggunakan hitungan yang dibuat oleh Grubel dan Llyod (Basri, 2010 : 113) untuk intra-industri, sebagai berikut: X ik – M ik IIT ik = 1( X ik + M ik )

Indeks G-L dikatakan tinggi jika bernilai lebih besar dari 40% yang berarti bahwa perdagangan bersifat perdagangan intra-industri. Sedangkan apabila indeks G-L dikatakan rendah apabila jika bernilai kurang atau sama dengan 40%, yang berarti bahwa hal itu merupakan perdagangan inter-industri. Artinya jika suatu industry mempunyai nilai selisih absolute antara ekspor dan impor ( X ik – M ik ) sebesar 60 hingga 100 persen, maka jenis perdagangan dalam industry tersebut adalah perdagangan inter-industri

3.2.1.2 Efek Nilai Tukar Perdagangan (Terms Of Trade) Pengaruh perdagangan luar negeri dapat diketahui melalui indicator indeks nilai tukar perdagangan (terms of trade) perubahan terms of trade (TOT) dari tahun ke tahun akan mempengaruhi besarnya pendapatan domestic. (Suseno, 1995). Dalam hal ini peneliti hanya menggunakan indeks harga ekspor dan indeks harga impor sebagai perhitungan analisis. a. Perhitungan indeks harga ekspor (Px) dan indeks harga impor (Pm)

XB Px =

MB . 100%

Pm =

XK

. 100% MK

23

Keterangan : XB = ekspor harga berlaku XK = ekspor harga konstan MB = impor harga berlaku MK = impor harga konstan Dalam mendeskripsikan hitungan diatas adalah hanya membandingkan nilai kedua indeks. Sehingga dari perbandingan kita dapat melihat keuntungan perdagangan antara kedua negara.

b. Perhitungan nilai tukar perdagangan (Terms of Trade) Selanjutnya untuk menentukan nilai Terms of Trade yaitu, mengukur tingkat pertukaran satu barang atau jasa untuk lain ketika dua negara melakukan perdagangan dengan satu sama lain. Untuk perdagangan internasional untuk saling menguntungkan bagi masing-masing negara, terms of trade harus berada dalam rasio biaya peluang bagi kedua negara. Menghitung terms of trade sebagai nomor indeks menggunakan rumus berikut (http://tutor2u.net/economics/content/topics/trade/terms_of_trade.htm): ToT = 100 x

Nilai Indek Harga Ekspor Nilai Indek Harga Impor

24

BAB IV GAMBARAN UMUM

Indonesia telah memasuki dan melakukan proses negosiasi perdagangan bebas secara bilateral dengan beberapa negara. Hal yang mendasari hal ini adalah perdagangan akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan dan tenaga kerja di Indonesia. Dorongan

utama

adanya

hubungan

bilateral

maupun

blok-blok

perdagangan bebas adalah pembebasan tarif perdagangan antar negara-negara yang terlibat di dalam kerjasama tersebut. Implementasi Free Trade Area (FTA) didahului oleh preferential trading arrangements (PTA) antar negara-negara yang terlibat yaitu paket kerjasama hubungan dagang antar negara yang bertujuan untuk pengurangan tariff untuk sejumlah produk tertentu antar negara-negara yang menandatangani kerjasama tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan dagang antar negara-negara tersebut dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan negara melalui hubungan perdagangan internasional Dari kegiatan ekspor-impor di atas telah menggambarkan dampak terjadinya liberalisasi perdagangan internasional yang menunjukkan semakin terpinggirnya atau semakin kuatnya citra produk di dalam negeri tersebut dantindakan dalam memproteksi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pengenaan tariff terhadap proses ekspor-impor, dan hal tersebut telah mencetuskan ide General Agreement of Tariff and Trade (GATT) untuk menyelaraskan kekuatan daya saing dalam perdagangan internasional dengan

25

merealisasikannya dan bertujuan mencapai konsoliasi atau menyelesaikan perselisihan perdagangan.

4.1 Perdagangan Luar Negeri Indonesia dengan Negara Mitra Dagang Utama 2010 – 2011 Delapan Negara mitra dagang utama Indonesia di tahun 2011 adalah Jepang, Cina, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, India dan Tahiland. Perdagangan Indonesia dengan delapan mitra dagang utama tersebut mencapai US$ 258.734,1 jita atau 67,92 persen dari keseluruhan perdagangan luar negeri Indonesia. Secara umum data di bawah ekspor keseluruh negara tujuan utama di kawasan Asia menunjukkan peningkatan dimana hal tersebut juga terjadi dikawasan Australia dan Oseania, Amerika dan Kanada serta Eropa yaitu Belanda. Tabel 4.1 Perdagangan Luar Negeri Indonesia dengan Mitra Dagang Utama 2010-2011 2010 Ekspor Impor Jepang 25 781,8 16 965,8 Singapura 13 723,3 20 240,8 Cina 15 692,6 20 424,2 Korea Selatan 12 574,6 7 703,0 Malaysia 9 362,3 8 648,7 India 9 915,0 3 294,8 Thailand 4 566,6 7 470,7 Taiwan 4 837,6 3 241,9 Sumber :Kantor BPS Pekanbaru 2014 Negara

2011 Ekspor 33 714,7 18 443,9 22 941,0 16 388,8 10 995,8 13 335,7 5 896,7 6 584,9

Impor 19 436,6 25 964,7 26 212,2 12 999,7 10 404,9 4 322,0 10 405,1 4 259,5

Menurut Negara tujuan barang ekspor Indinesia, Jepang masih merupakan pembeli utama barang ekspor Indonesia dengan peranan sebesar 16,5 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka nilainya meningkat 30,77 persen.

26

Negara pembeli utama barang ekspor Indonesia berikutnya adalah Cina dengan peran sebesar 11,27 persen, diikuti Singapura sebesar 9,06 persen, Korea selatan 8,05 persen, India sebesar 6,55 persen, Malaysia 5,40 persen, dan Thailand sebesar 2,90 persen.

4.2 Ekspor-Impor Minyak Bumi dan Gas Alam Serta Peranan terhadap Total Ekspor-Impor 1997-2011 Rata-rata peran ekspor migas selama lima belas tahun terakhir mencapai 20,50 persen pertahun. Pada kurun waktu ini, peranan ekspor migas terjadi pada tahun 1998 sebesar 16,12 persen sedangkan peran ekspor migas tertinggi pada tahun 2000 sebesar 23,13 persen. Tabel 4.2 Ekspor-Impor Minyak Bumi dan Hasilnya serta Gas Alam dan Peranannya terhadap Total Ekspor –Impor 1997-2011 Ekspor Minyak Bumi dan Gas Nilai Peranan (Juta US$) (Persen) 1997 11 622,5 21,75 1998 7 872,1 16,12 1999 9 792,2 20,12 2000 14 366,6 23,13 2001 12 636,3 22,44 2002 12 112,7 21,19 2003 13 651,4 22,36 2004 15 645,3 21,86 2005 19 231,6 22,45 2006 21 219,9 21,05 2007 22,088,6 19,36 2008 29 126,3 21,26 2009 19 018,3 16,32 2010 28 039,6 17,77 2011 41 477,0 20,38 Sumber :Kantor BPS Pekanbaru 2014 Tahun

Impor Minyak Bumi dan Gas Nilai Peranan (Juta US$) (Persen) 3 924,1 9,41 2 653,7 9,71 3 681,1 15,34 6 019,5 17,96 5 471,8 17,67 6 525,8 20,86 7 610,9 23,38 11 732,0 25,22 17 457,7 30,26 18 962,9 31,05 21 932,8 29,45 30 552,9 23,65 18 980,7 19,60 27 412,7 20,21 40 701,5 22,94

Dari data di atas, perkembangan peranan impor migas secara umum meningkat dengan sedikit fluktuasi, dimana peranan tertinggi terjadi pada tahun 27

2006 sebesar 31,05 persen dan peranan terendah ditahun 1997 sebesar 9.41 persen. Sedangkan rata-rata peranan impor migas selama periode 1997-2011 tercatat 21,11 persen pertahun.

4.3 Perkembangan Perdagangan Bilateral Indonesia –Thailand Berbagai perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani selama tiga tahun terakhir, antara lain Memorandum Saling Pengertian di bidang Pendidikan, Hukum, Anti Korupsi, dan Perjanjian Kerjasama Perdagangan antar IndonesiaThailand, telah merefleksikan peningkatan hubungan kedua negara yang semakin erat di berbagai bidang. Pertemuan Komisi Bersama Indonesia-Thailand telah berlangsung sejak tahun 1992 sebagai mekanisme bilateral untuk meningkatkan kemitraan antara kedua negara yang secara diplomatik terjalin sejak 1950. Hal ini dapat diketahui bahwa hubungan dagang antara Indonesia dengan Thailand telah berlangsung cukup lama. Tahiland menduduki peringkat keenam negara pengimpor terbesar 7.260,3 ribu ton dengan nilai US$ 10.405,1 juta. Dilihat dari komposisi komoditi yang diimpor, kendaraan bermotor untuk penumpang menduduki posisi teratas dengan nilai US$ 993,4 juta. Peringkat kedua dan ketiga ditempati oleh gula, tetes dan madu dengan nilai US$ 993,4 juta serta bagian dan perlengkapan kendaraan bermotor dengan nilai US$ 882,3 juta. Komoditi beras menempati posisi keempat setelah mengalami peningkatan yang cukup berat baik volume dan nilainya US$ 533,0 juta.

28

Selanjutnya peringkat kelima ditempati oleh mesinbangunan dan kontruksi dengan nilai sebesar US$ 483,1 juta dan volume sebesar 105,4 ton dan Indonesia merupakan mitra dagang kedua terbesar bagi Thailand di antara 9 negara ASEAN lainnya, serta kedua negara telah menjalin hubungan kerjasama erat termasuk saling dukung di berbagai forum internasional. Hubungan Indonesia dengan Thailand telah berlangsung dengan erat di berbagai bidang, antara lain direfleksikan oleh frekuensi dan intensitas saling kunjung pejabat tinggi kedua negara, serta peningkatan hubungan di bidang ekonomi, perdagangan, investasi dan pariwisata. Nilai perdagangan Indonesia-Thailand terus meningkat selama 10 tahun terakhir, dari US$ 3 milyar pada tahun 2002 menjadi US$ 19 milyar di tahun 2012. Sementara peningkatan signifikan arus wisatawan kedua negara selama beberapa tahun terakhir telah membuka peluang kerjasama melalui promosi bersama serta peningkatan akses dan konektivitas antara kedua negara. Indonesia merupakan mitra dagang kedua terbesar bagi Thailand di antara 9 negara ASEAN lainnya, serta kedua negara telah menjalin hubungan kerjasama erat termasuk saling dukung di berbagai forum internasional.

29

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Perdagangan Intra Industri Tabel 5.1 Nilai Perdagangan Intra Industri Golongan 3 SITC Tahun

SITC 5

SITC 6

SITC 7

SITC 8

1993

45.35%

15.06%

62.56%

55.08%

1994

42.02%

14.93%

77.93%

43.07%

1995

37.25%

12.35%

75.13%

43.10%

1996

18.87%

15.49%

95.80%

46.53%

1997

29.16%

13.02%

79.65%

57.48%

1998

20.70%

11.11%

83.68%

53.77%

1999

11.95%

19.14%

85.92%

70.13%

2000

21.10%

17.28%

88.96%

53.96%

2001

34.34%

8.42%

94.40%

32.23%

2002

36.51%

37.12%

93.11%

38.52%

2003

28.68%

21.15%

79.34%

47.93%

2004

35.63%

19.21%

19.21%

45.05%

2005

29.55%

26.01%

98.09%

44.60%

2006

40.84%

18.76%

46.32%

46.47%

2007

38.67%

34.56%

79.15%

43.56%

2008

40.12%

33.97%

33.97%

82.06%

2009

41.52%

29.60%

62.37%

50.09%

2010

38.01%

29.17%

77.70%

42.17%

2011

36.44%

29.29%

72.96%

43.80%

Total

32.98%

21.35%

74.01%

49,45%

30

Hubungan perdagangan Indonesia dengan Thailand telah terjalin cukup lama, dimana jenis-jenis barang yang diperdagangkan oleh kedua negara sangat beragam dengan meliputi dari beragam sektor pula, yang terutama dalam sektor industry manufaktur. Berdasarkan data di atas dapat dilihat besarnya nilai perdagangan intraindustri yang didukung dengan indeks intra-industri yang dalam penelitian ini digunakan indeks yang dikembangkan oleh Grubel dan Lloyd (indeks G-L). Dalam penelitian ini, untuk menentukan kriteria tinggi rendahnya indek perdagangan intra-industri digunakan kriteria indeks yang dikembangkan Krugman. Indeks G-L dikatakan tinggi jika bernilai lebih besar dari 40 persen, yang berarti hal itu merupakan perdagangan intra-industri. Data di atas juga menggambarkan bahwa SITC 5 dari tahun 1993 hingga 2011 telah terjadi perdagangan intra-industri yang mencapai pada level 40% lebih yang terjadi pada tahun 1993, kemudian hal tersebut terjadi lagi pada tahun 1994 dan 2006 hingga 2008, dimana pertumbuhannya meningkat dan menurun, hingga ditahun 2009. Pada SITC 6 perdagangan intra-industri yang hanya terjadi pada tahun 2009. Sedangkan pada SITC 7 perdagangan intra-industri terjadi pada tahun 1993 hingga tahun 2011, dimana perdagangan intra-industri cukup dikatakan konsisten serta memiliki intensitas perdagangan yang tinggi. Kemudian pada SITC 8, terjadi perdagangan intra-industri yang dapat dikatakan cukup signifikan dari tahun 1993 hingga tahun 2000 dan terjadi kembali pada tahun 2003 hingga tahun 2011.

31

Dari total keseluruhan SITC 5, 6, 7 dan 8 perdagangan intra-industri Indonesia dapat dilihat bahwa terjadi pada SITC 7 dan 8, yaitu masing-masing mencapai pada level 72.96% dan 43.80%. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perdagangan bilateral Indonesia dengan Thailand cenderung pada pola perdagangan intra-industri, yang mencakup produk-produk yang masih satu jenis dan dibuat sedemikian rupa sehingga tampak berbeda atau beraneka ragam produk yang dibedakan. Oleh karena itu, diketahui bahwa pola perdagangan intra-industri Indonesia dengan mitra dagangnya sama, yaitu memperdagangkan barang yang sejenis.

5.2 Efek Nilai Perdagangan (Term of Trade) Dapat dilihat bahwa pertumbuhan perdagangan Indonesia dengan Thailand cenderung fluktuatif. Naik turunnya pertumbuhan perdagangan Indonesia dengan Thailad disebabkan berbagai gaktor yang diantaranya adalah tingkat harga dan Produk Domestik Bruto (PDB) antar Negara. Dari tabel 5.2 dapat dilihat indeks harga ekspor dan indek harga impor Indonesia dengan Thailand yang fluktuatif. Secara keseluruhan indek harga ekspor lebih besar dari pada indeks harga impor, yaitu antara tahun 1993 hingga 2011. Berikut tabel indeks harga eksport dan indeks harga impor sebagai salah satu indicator pertumbuhan perdagangan Indonesia. Dimana nilai tertinggi telah terjadi pada tahun

32

Tabel 5.2 Nilai Perdagangan Indonesia – Thailand Menurut Indeks Harga Ekspor dan Impor Tahun 1993

Indek Harga Ekspor (%) 144.14

Indek Harga Impor (%) 112.43

1994

101.05

86.55

1995

109.31

89.52

1996

144.29

101.92

1997

138.3

103.08

1998

101.85

92.18

1999

99.07

89.92

2000

107.34

89.95

2001

101.86

91.21

2002

101.54

94.68

2003

113.31

94

2004

94.87

106.07

2005

15.74

79.6

2006

186.62

10.29

2007

99.41

141.75

2008

69.85

87.76

2009

94.96

74.09

2010

148.75

104.34

2011

59.36

176.32

Hal ini disebabkan telah terjadinya krisis perekonomian yang dialami Indonesia pada tahun 1998 sampai dengan 1999 yang membuat turunnya nilai perdagangan internasional khususnya Indonesia dengan Thailand sehingga memberikan pengaruh terhadap indeks harga ekspor menjadi menurun. Namun pada tahun berikutnya yaitu 2000 perekonomian Indonesia mulai bangkit kembali mekipun masih dengan kondisi perekonomian Indonesia bergerak lambat menuju

33

kestabilan. Dengan mulai stabilnya kondisi Indonesia maka, perdagangan Indonesia dengan Thailand pun mulai stabil dan dapat dilihat dari mulai tumbuhnya indeks harga ekspor yang cukup signifikan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peningkatan ekspor Indonesia untuk Thailand lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan impor dari Thailand untuk Indonesia, dan hal ini digambarkan dengan lebih besarnya nilai indeks harga ekspor dibandingkan nilai harga impor dari tahun 1993 sampai 2011. Sesuai dengan teori permintaan, bahwa apabila harga turun maka akan meningkatkan permintaan dan sebaliknya pun yang memberikan pengaruh terhadap indeks harga ekspor maupun impor.

5.3 Hasil Analisa 5.3.1 Deskripsi Data a. Perkembangan Nilai Impor dan Ekspor Nilai Impor dan Ekspor kedua Negara mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ketahunnya, hal ini disebabkan oleh semakin berkembangnya kemajuan zaman, sehingga mempengarui pertumbuhan ekonomian diantara kedua Negara tersebut dan menyebabkan semakin meningkatnya pula kegiatan ekspor dan impor dari tahun ketahun antar dua Negara tersebut. b. Perkembangan Harga Impor dan Ekspor Penyebab dari harga impor dan ekspor antara kedua Negara telah mengalami peningkatan maupun penurunan dari tahun ketahun dikarenakan adanya perkembangan ekonomi yang dikedua Negara yang dapat dikatakan hampir

34

sama, karena Negara Indonesia masih dikatakan sebagai Negara berkembang dan begitu pula halnya dengan Negara Thailand namun perkembangan perekonomiannya selangkah lebih pesat dari Negara Indonesia, sehingga dalam kondisi inimenyebabkan harga impor maupun ekspor mengalami kenaikan ataupun penurunan dari tahun-ketahun.

35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab V, maka dapat penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Perdagangan bilateral yang terjadi antara Indonesia dan Thailand setelah melalui

perhitungan

dengan

menggunakan

rumus

intra-industri

dan

dekomposisi indeks harga menghasilkan kesimpulan bahwa antara Indonesia dengan Thailand cenderung berada pada pola perdagangan intra-industri dimana dari nilai intra-industri antara Indonesia dengan Thailand cenderung mengalami kenaikan yang signifikan dalam SITC digit 3 (industry). Dengan begitu maka, pola perdagangan Indonesia dengan Thailand terdapat kesamaan karakteristiknya yang menggambarkan kecendrungan yang sama antara lainnya berupa produk-produknya sejenis namun dibuat sedemikian rupa sehingga tampak berbeda serta tersedianya barang dengan banyak pilihan. 2. Indonesia dengan Thailand mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam dekomposisi indek harga, dimana indek harga ekspor lebih tinggi dari pada indeks harga impor. Hal ini menggambarkan bentuk aktivitas ekspor yang terjadi lebih tinggi dari pada aktivitas impor. Ini ditunjukkan pula bahwa aktivitas ekspor yang ditujukan Thailand ke Indonesia lebih kecil dari pada aktivitas ekspor yang dilakukan oleh Indonesia ke Thailand dalam berbagai sektor. Hal lain menggambarkan bahwa barang yang di ekspor ke Thailand sebahagian besar kebanyakannya adalah barang mentah yang sebenarnya

36

masih bisa diolah menjadi barang hilir, sehingga menyebabkan besarnya aktivitas ekspor Indonesia ke Thailand tidak diimbangi dengan keuntungan yang diperoleh. Maka dapat dikatakan bahwa besarnya nilai indeks ekspor yang digambarkan dalam penelitian ini masih belum menambah nilai yang maksimum.

6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang penulis kemukakan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada Pemerintah Negara Indonesia mampu menyaingi produkproduk yang sejenis dengan produk-produk asal Thailand yang lebih siap bersaing, sehingga dapat menimbulkan serta meningkatkan minat bagi warga Thailand untuk memanfaatkan produk-produk dari Indonesia. 2. Diharapkan pula kepada Pemerintah Thailand agar dapat melakukan perdagangan dengan Indonesia secara timbal balik, sehingga tidak terjadi perdagangan yang hanya menguntungkankan sebelah pihak saja seperti yang terjadi saat ini. Selanjutnya bagi pihak Pemerintah Indonesia agar dapat bersikap tegas dalam mengambil setiap keputusan serta kebijakan apabila terjadi perdagangan yang dilakukan Thailand terhadap Indonesia hanya menguntungkan pihak Thailand saja, dan Pemerintah Indonesia diharapkan pula selalu dapat mencari mantra dagang dengan Negara lain yang dapat saling menguntungkan.

37

DAFTAR PUSTAKA

Amir M.S. 2004. Perdagangan Internasional. Jakarta Drs.H.M. Syarif Arbi,M.M. 2004,Perdagangan Luar Negeri, FAkultas Ekonomi UGM,Jakarta Fadly, Fajar (2011).” Analisis Perdagangan Bilateral Indonesia Dengan Thailand Periode 1985-2005”, Ekonomi pembangunan. Hermanto (2002), “Perdagangan Intra-Industri Indonesia di Pasar Dunia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 7, No. 1, 57-67. I Gede Anom Santika (2011), Teori Permintaan Impor , Wikipedia Krugman, P.R dan M. Obsfeld. 2005. Ekonomi Internasional : Teori Dan Kebijakan. Harpecollins Publisher, Amerika serikat.. Prof.Dr.R Hendra Halwani,M.A.2002, Ekonomi Internasional Dan Globalisasi Ekonomi , Ghalia Indonesia, 17-18 Sukirno, Sadono (2003), Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Edisi 19, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Boediono,2001, Ekonomi Internasional, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta:64 Basri, Faisal dan Haris Munandar (2010). Dasar-dasar Ekonomi Internasional: Pengenalan danAplikasi Metode Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media, Sudaryati, Endang (2002), “Liberalisasi dan Industrial”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.3, No. 1, http://tutor2u.net/economics/content/topics/trade/terms_of_trade.htm

38

Related Documents


More Documents from ""