Analisis Pembahasana Aldehid.docx

  • Uploaded by: Danny Adi Kurniawan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Pembahasana Aldehid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,996
  • Pages: 24
XI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis dan Pembahasan Percobaan yang telah dilakukan kali ini yaitu “Identifikasi Gugus Aldehid, Keton dan Karboksilat”. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus aldehid, mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus keton, mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat dan membedakan antara gugus aldehid, keton, dan karboksilat yang terdapat di dalam senyawa organik. Senyawa organik sendiri merupakan golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon. Aldehid dan keton adalah nama dua golongan senyawa organik yang masingO

masing memiliki gugus fungsi karbonil

C

, oleh karena itu diantara keduanya O

terdapat beberapa persamaan sifat. Aldehid memiliki rumus umum :

R

C

H

sedangkan

O

keton memiliki rumus umum :

R

C

R'

.

Aldehid umumnya dapat bereaksi lebih cepat dari pada keton terhadap suatu reagen yang sama. Ini disebabkan karena atom karbon karbonil dari aldehid lebih kurangterlindung dibandingkan dengan atom karbon karbonil dari keton. Dengan demikian percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dari gugus aldehid dan keton tersebut. Karboksilat merupakan nama golongan senyawa organik yang memiliki rumus O

umum :

R

C

OH

. Pada percobaan ini juga akan dilakukan identifikasi senyawa organik

yang memiliki gugus karboksilat dan juga membedakan senyawa gugus-gugus tersebut diatas yang terdapat dalam senyawa organik. Percobaan ini dibagi menjadi 8 tahap percobaan, yaitu uji Tollens, uji Fehling dan Benedict, adisi bisulfit, pengujian dengan fenilhidrasin, pembuatan oksim, reaksi haloform, kondensasi aldol, dan identifikasi asam karboksilat. Percobaan pembuatan oksim tidak dilakukan dalam percobaan ini, selain itu juga ada percobaan diantara tahap diatas yang tidak dilakukan.

Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Pada tahap ini pastikan alat-alat yang akan digunakan telah bersih. Hal ini dilakukan agar tidak ada zat pengotor dalam percobaan yang dapat mempengaruhi hasil akhir. 1. Uji Tollens Percobaan pertama yang dilakukan yaitu uji tollens. Percobaan ini terdapat dua tahap yaitu pembuatan reagen tollens dan pengujian pada senyawa yang akan diuji. Uji tollens pada percobaan ini dilakukan pada benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Percobaan ini didasarkan pada reaksi redoks, dimana nantinya bahan atau sampel yang akan diuji akan dioksidasi oleh reagen Tollens yang telah dibuat. Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) merupakan reaksi dimana terjadi kenaikan atau penurunan bilangan oksidasi. Sebelum percobaan uji Tollens ini, alat yang akan digunakan harus benar-benar steril dan kering karena reagen tollens merupakan reagen yang sangat peka sehingga adanya zat pengotor meskipun dengan jumlah sedikit akan mengganggu jalannya reaksi dan dapat menyebabkan gagalnya percobaan, maka alat-alat yang telah dibersihkan segera dikeringkan pada oven agar alat-alat tersebut steril dan kering. Uji tollens ini digunakan untuk membedakan senyawa yang mengandung gugus aldehid dan keton dengan perbedaan sifat antara keduanya yaitu mudah tidaknya ia dioksidasi (kereaktifan terhadap oksidator). Aldehid (R-HC=O) sangat mudah mengalami oksidasi hingga menghasilkanasam karboksilat (R-COOH) yang mengandung jumlah atom karbon yang sama. Sementara itu keton tidak mengalami reaksi yang serupa seperti gugus aldehid, pada proses oksidasi akan terjadi pemutusan ikatan karbon-karbon menghasilkan dua asam karboksilat, dimana tiaptiap senyawa mengandung atom karbon yangjumahnya lebih sedikit dari pada keton semula. Reagen Tollens, yakni larutan ion perak beramoniak. Golongan aldehid akan mudah dioksidasi oleh reagen Tollens menghasilkan cermin perak, sedangkan keton sulit dioksidasi oleh reagen Tollens. Keton hanya dapat dioksidasi oleh oksidator kuat, sedangkan reagen Tollens merupakan oksidator lemah sehingga sulit mengoksidasi keton.

a. Pembuatan reagen Tollens Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan reagen adalah menyiapkan alat yang telah dibersihkan, kemudian mengambil larutan AgNO3 1% (larutan tidak berwarna) 1 ml larutan AgNO3 1% dengan menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat pada miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat yaitu dengan arah tegak lurus dengan mata. Langkah selanjutnya larutan yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan NaOH 5% (larutan tidak berwarna) ke dalam tabung reaksi sehingga dihasilkan larutan dengan endapan coklat. Penambahan NaOH ini berfungsi untuk membentuk endapan perak oksida yang berwarna coklat. Reaksi yang terjadi yaitu : AgNO3(aq) + 2 NaOH(aq) → Ag2O(s) + NaNO3(aq) + H2O(l) Kemudian ditambahkan larutan NH4OH 2% yang tidak berwarna tetes demi tetes sampai endapan larut. larutan NH4OH 2% berfungsi untuk melarutkan endapan perak oksida dengan membentuk senyawa kompleks atau mengoksidasi senyawa Ag2O, sehingga setelah penambahan NH4OH 2% endapan tepat larut dan dihasilkan larutan tidak berwarna. Reaksi yang terjadi yaitu : -2

-1

Ag2O(s) + NH4OH(aq) → Ag(NH3)2OH(aq) oksidasi (reagen Tollens)

Pada percobaan ini untuk melarutkan endapan dibutuhkan 189 tetes larutan NH4OH 2%, dengan larutnya endapan maka reagen tollens telah siap digunakan untuk percobaan tahap 2. b. Uji Tollens Percobaan tahap kedua yang dilakukan adalah uji tollens pada senyawa benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Setelah alat-alat yang

digunakan siap, maka percobaan dilakukan. Uji tollens dilakukan berurutan pada senyawa benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Langkah pertama pada percobaan ini yaitu 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1-4. Pada tabung 1 ditambahkan 2 tetes benzaldehid (tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini dihasilkan larutan yang sedikit keruh, reaksi yang terjadi yaitu : O +1 // 0 CH(aq) + 2 Ag(NH3)2OH(aq) → 2 Ag(s) + 2 NH3(aq)+ H2O(l) reduksi

Berdasarkan reaksi diatas dapat dikatakan bahwa benzaldehid merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan reagen tollens merupakan oksidator (mengalami reduksi). Dengan demikian dapat dikatakan jika benzaldehid mereduksi larutan tollens, namun pada percobaan yang kami lakukan terbentuk 2 lapisan dan tidak terbentuk cermin perak seperti halnya teori yang ada. Hal ini membuktikan bahwa benzaldehid tidak dapat bereaksi dengan tollens. Pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa benzaldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus aldehid, karena dapat mereduksi reagen tollens. Langkah selanjutnya pada tabung 2 ditambah 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes aseton (tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi dan dihasilkan larutan tidak berwarna. Pada percobaan ini tidak

terbentuk cermin perak yang menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi antara aseton dan reagen tollens, Pada percobaan ini reaksi yang terjadi yaitu : O H3C

C

CH3 (aq)

+ 2Ag (NH3)2OH (aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa aseton tidak dapat mereduksi reagen tollens, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa golongan keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen tollens. Sehingga pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton merupakan senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat mereduksi reagen tollens. Uji tollens selanjutnya yaitu pada sikloheksanon, 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam tabung reaksi 3 dan ditambahkan 2 tetes sikloheksanon (larutan berwarna kuning jernih), lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini terbentuk endapan coklat dan tidak terbentuk cermin perak yang menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi antara sikloheksanon dan reagen tollens,dan dihasilkan larutan yang sedikit keruh berwarna abu-abu. Reaksi yang terjadi yaitu :

O

+ 2Ag (NH3)2OH (aq)

(aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa sikloheksanon tidak dapat mereduksi reagen tollens, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa golongan keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen tollens. Sehingga pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa sikoheksanon merupakan senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat mereduksi reagen tollens.

Selanjutnya pada tabung 4, 1 ml reagen tollens ditambahkan 2 tetes larutan formalin ( 5 tetes laruatan formaldehid (tidak berwarna) ditambah 5 mL aquades (tidak berwarna) dan dihomogenkan dengan cara digoyang-goyangkan sehingga terbentuk larutan tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini terbentuk cermin perak dan larutan berwarna abu-abu yang menunjukkan bahwa reaksi tersebut berjalan dengan sempurna, reaksi yang terjadi yaitu : O

+3

0

HCH(aq) + 2Ag(NH3)2OH(aq) → 2Ag(s) + 2NH3(aq) + HCOONH4(aq) + H2O(l) reduksi

Berdasarkan reaksi diatas dapat dikatakan bahwa formalin (formaldehid) merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan reagen tollens merupakan oksidator (mengalami reduksi). Dengan demikian dapat dikatakan jika formalin mereduksi larutan tollens dan menghasilkan cermin perak. Pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa formalin merupakan senyawa organik yang mengandung gugus aldehid, karena dapat mereduksi reagen tollens. 2. Uji Fehling & Benedict Percobaan kedua yang dilakukan yaitu uji fehling. Percobaan ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pembuatan reagen fehling dan pengujian pada senyawa yang akan diuji. Uji fehling pada percobaan ini dilakukan pada formaldehid, nheptaldehid, aseton, dan sikloheksanon. Pada percobaan n-heptaldehid tidak dilakukan. Percobaan ini didasarkan pada reaksi redoks, dimana nantinya bahan atau sampel yang akan diuji akan dioksidasi oleh ion Cu2+ yang terkadung dalam pada larutan fehling. Reaksi redoks sendiri merupakan reaksi dimana terjadi kenaikan atau penurunan bilangan oksidasi. Sebelum percobaan uji fehling ini, alat yang akan digunakan telah disiapkan dan benar-benar bersih. Uji fehling ini

digunakan untuk membedakan senyawa yang mengandung gugus aldehid dan keton dengan perbedaan sifat antara keduanya yaitu mudah tidaknya ia dioksidasi (kereaktifan terhadap oksidator). Reagen Feliling atau Benedict mengandung ion Cu2+ yang bersifat

oksidator lemah. Ion tersebut dapat

mengoksidasi gugus aldehid tetapi tidak dapatmengoksidasi gugus keton seperti halnya reagen Tollens.Pada percobaan ini ion Cu2+ yang terkandung pada reagen fehling akan direduksi oleh senyawa yang akan diuji menghasilkan endapan merah bata. a. Pembuatan reagen fehling Percobaan tahap pertama yang dilakukan yaitu pembuatan reagen fehling. Langkah pertama adalah mengambil 10 mL larutan Fehling A (berwarna biru), diukur dengan menggunakan gelas ukur. Setelah diukur 10 ml, larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 10 mL Fehling B (tidak berwarna) kemudian dihomogenkan. Reagen fehling yang terbentuk yaitu berupa larutan berwarna biru. Reaksi yang terjadi yaitu : CuSO4 (aq) + OH- (aq) → Cu2+(aq)+ SO42- (aq)+ OH- (aq) b. Uji fehling Percobaan tahap kedua yang dilakukan adalah uji fehling pada senyawa pada formaldehid, aseton, dan sikloheksanon. Setelah alat-alat yang digunakan siap, maka percobaan dilakukan. Uji fehling yang pertama yaitu pada senyawa formaldehid. Langkah pertama adalah mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna biru tua) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. Lalu ditambahkan 5 tetes formaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung sehingga dihasilkan larutan berwarna biru. Kemudian tabung di letakkan di dalam air mendidih. Air mendidih disini berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi formaldehid dengan reagen Fehling karena menyebabkan kenaikan suhu pada larutan (campuran reagen fehling+formaldehid).

langkah selanjutnya yaitu diamati perubahan yang terjadi sesudah 10-15 menit. Pada percobaan kami, sebelum mencapai 15 menit telah terjadi perubahan yaitu , dihasilkan larutan berwarna biru dan bagian bawah tabung terdapat endapan merah bata. Dalam reaksi ini terbentuk endapan berwarna merah bata yang menunjukkan bahwa terjadi reaksi antara reagen fehling dan formaldehid. Reaksi yang terjadi yaitu : +2

+1

HCOH(aq) + 2 Cu2+(aq) + 5 OH- → HCOO-(aq) + Cu2O(s) + 3 H2O(l) reduksi

(endapan

merah

bata)

Berdasarkan reaksi diatas, ion Cu2+ yang terdapat pada reagen fehling tereduksi oleh formaldehid sehingga dihasilkan endapan merah bata. Pada percobaan ini formaldehid merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan ion Cu2+ pada reagen fehling merupakan oksidator (mengalami reduksi). Pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa formladehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus aldehid, karena dapat mereduksi reagen fehling yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah bata. Uji fehling yang kedua yaitu pada senyawa n-heptaldehid tidak dilakukan. Untuk tabung 2 yaitu uji fehling ketiga pada senyawa aseton. Langkah pertama adalah mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna

biru) dengan

menggunakan gelas ukur.Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. Lalu ditambahkan 5 tetes aseton (tidak berwarna) ke dalam tabung sehingga dihasilkan larutan berwarna biru tua. Kemudian tabung di letakkan di dalam air mendidih. Air mendidih disini berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi aseton dengan reagen Fehling (jika ada) karena menyebabkan kenaikan suhu pada larutan (campuran reagen fehling+aseton).

langkah selanjutnya yaitu diamati perubahan yang terjadi sesudah 10-15 menit. Setelah 15 menit, dihasilkan larutan berwarna biru. Dalam reaksi ini tidak terbentuk endapan berwarna merah bata yang menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi antara reagen fehling dan aseton. Reaksi yang terjadi yaitu : CH3COCH3(aq) + 2 Cu2+(aq) + 5 OH-(aq) Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa aseton tidak dapat mereduksi reagen fehling, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa golongan keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen fehling. Sehingga pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton merupakan senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat mereduksi reagen fehling. Uji fehling ketiga yaitu pada senyawa sikloheksanon. Langkah pertama adalah mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna biru) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 3. Lalu ditambahkan 5 tetes sikloheksanon (larutan tidak berwarna) ke dalam tabung sehingga dihasilkan larutan berwarna biru. Kemudiantabung di letakkan di dalam air mendidih. Air mendidih disini berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi sikloheksanon dengan reagen Fehling (jika ada) karena

menyebabkan

kenaikan

suhu

pada

larutan

(campuran

reagen

fehling+sikloheksanon). langkah selanjutnya yaitu diamati perubahan yang terjadi sesudah 10-15 menit. Setelah 15 menit, dihasilkan larutan berwarna biru. Dalam reaksi ini tidak terbentuk endapan berwarna merah bata yang menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi antara reagen fehling dan sikloheksanon. Reaksi yang terjadi yaitu :

O

+2 Cu2+(aq)+ 5 OH-(aq)

(aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa sikloheksanon tidak dapat mereduksi reagen fehling, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa golongan keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen fehling. Sehingga pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa sikloheksanon merupakan senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat mereduksi reagen fehling. 3. Adisi Bisulfit Percobaan keempat yang dilakukan adalah adisi bisulfit dengan menggunakan reagen natrium bisulfit.

Cara lain untuk mengidentifikasi

senyawa karbonil baik aldehid maupun keton yaitu dengan mereaksikannya dengan larutan natrium bisulfit pekat, sehingga nantinya akan dihasilkan endapan berwarna putih. Dasar reaksi dari percobaan ini yaitu reaksi adisi. Reaksi adisi yang terjadi yaitu adisi kepada ikatan rangkap karbonil yang dimiliki aldehid maupun keton, terutama aldehid dan keton yang tidak mengandung gugus yang besar disekeliling atom karbonilnya. Hasil adisi ini bila beraksi dengan asam akan membebaskan kembali senyawa karbonil, sehingga endapan akan larut dalam asam. Pada percobaan ini digunakan asam klorida/ HCl pekat. Sebelum percobaan dilakukan, tidak perlu menyiapkan air es yang akan digunakan pada percobaan. Namun cukup di dinginkan pada suhu ruang selama beberapa menit. Selanjutnya mengukur 5 mL larutan NaHSO3 jenuh (tidak berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat pada miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca. Pada percobaan ini digunakan larutan NaHSO3, larutan jenuh merupakan larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu. Larutan NaHSO3 jenuh berfungsi untuk memecah ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal pada aseton yaitudibuktikan dengan terbentuknya hablur berwarna putih pada percobaan ini.

Langkah selanjutnya, 5 ml larutan NaHSO3dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian larutan didinginkan dalam suhu kamar selama beberapa menit. Kemudian, ditambahkan 2,5 mL aseton (tidak berwarna) tetes demi tetes sambil dikocok agar campuran cepat homogen. Aseton ditambahkan berfungsi sebagai zat akan diuji. Aseton memiliki ikatan rangkap dua pada gugus karbonil, yang akan diadisi oleh natrium bisulfat jenuh. Langkah selanjutnya ditunggu selama 5 menit untuk mengetahui terjadi/tidaknya reaksi. Dan dihasilkan larutan tidak berwarna. Setelah 5 menit, erlenmeyer diambil dan ditambahkan 10 mL etanol (tidak berwarna). Etanol berfungsi sebagai salah satu bahan yang akan bereaksi membentuk hablur. Setelah penambahan etanol, terbentuk endapan berwarna putih yang menandakan bahwa reaksi adisi telah terjadi. Kondisi larutan bersifat eksoterm, hal ini dapat diketahui dari munculnya sedikit rasa panas pada tabung reaksi. Reaksi yang terjadi yaitu : 3HC

CH3 (aq) +

C

NaHSO3 (aq) ⇌

O O

NaHSO3 (aq) + 3HC

CH3

(aq)

aseton OH

OH C2H5OH (aq)

H3C

C

H3C

C

OC2H5

(s) + NaOH (aq)

SO3Na CH3

CH3

2-ethoxypropan-2-ol

Hablur yang dihasilkan kemudian disaring dengan corong penyaring dan kertas saring. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa hablur berwarna putih diatas kertas saring dan filtrat jernih pada tabung reaksi. Kemudian hablur dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain. Langkah selanjutnya yaitu ditambahkan HCl pekat (tidak berwarna) ke dalam tabung reaksi sampai hablur larut dan dibutuhkan 60 tetes HCl pekat agar endapan tepat larut, hal ini dikarenakan hablur yang dihasilkan cukup banyak.

Dalam hal ini harus berhati-hati karena HCl yang digunakan adalah HCl pekat, maka percobaan dilakukan di lemari asam karena HCl pekat bersifat korosif dan toksin. HCl dalam hal ini berfungi sebagai pelarut, untuk melarutkan endapan. Reaksi yang terjadi adalah : OH H3C

C

C2H5 OC2H5

H3C

C

OCl

CH3

2-ethoxypropan-2-ol (s) + HCl (aq) →

CH3

(aq) + H2 (g)

Percobaan ini dapat membuktikan bahwa hasil adisi aseton dengan natrium bisulfit yang berupa endapan berwarna putih, jika direaksikan dengan asam maka akan kembali membebaskan karbonil, dan dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton merupakan senyawa yang mengandung gugus keton. 4. Pengujian dengan fenilhidrasin Percobaan keempat yang dilakukan adalah uji dengan fenilhidrasin. Percobaan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu uji dengan fenilhidrasin dan uji dengan larutan 2,4 dinitrofenilhidrasin. Namun uji 2,4 dinitrofenilhidrasin tidak dilakukan. Uji

dengan fenilhidrasin pada percobaan ini dilakukan pada

benzaldehid dan sikloheksanon. Percobaan ini didasarkan pada reaksi adisi. Pasangan elektron bebas pada atom nitrogen amoniak dan senyawa-senyawalain yang sejenis, pada percobaan ini fenilhidrasin, menyebabkan senyawa-senyawa ini bereaksi menghasilkan fenil hidrazon setelah hasil reaksi yang mula-mula terbentuk membebaskan satu molair. Hasil dari reaksi tersebut seringkali berwujud endapan kristal, sehingga ia dapat digunakan (melalui titik lelehnya) untuk mengidentifikasi senyawa aldehid dan keton. Uji dengan fenilhidrasin yang pertama, dilakukan pada benzaldehid. Langkah pertama adalah mengukur 2,5 mL fenilhidrasin (berwarna jingga) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

kemudian ditambahkan 10 tetes benzaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian tabung di tutup dan diguncangkan dengan kuat selama 1-2 menit agar larutan homogen sehingga dihasilkan endapan berupa endapan gel berwarna jingga di bagian bawah tabung reaksi, yang menunjukkan telah terbentuknya fenilhidrason. Reaksinya adalah : O C

N

H

(aq)

NH2 H

+

(aq)

fenilhidrasin

benzaldehid

C H

N

H N

H2O (l) + (s)

Benzil fenilhidrason

Langkah selanjutnya yaitu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas saring. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa endapan berwarna jingga diatas kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi. Kemudian hablur dicuci dengan aquades. Caranya dengan meneteskan aquades dengan pipet tetes ke dalam endapan yang masih terletak di dalam corong melalui dinding corong dengan perlahan. Hal ini dilakukan agar aquades dapat mengenai semua endapan. Aquades ini berfungsi untuk memperkuat bentuk endapan (membentuk kristal endapan dengan sempurna). Langkah berikutnya endapan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan etanol (tidak berwarna) sebanyak 3-5 tetes. Hal ini dilakukan untuk memastikan jika endapan benar-benar terbebas dari kontaminasi zat lain dan untuk memperbanyak jumlah kristal endapan agar mudah diamati. Kemudian endapan disaring kembali. Endapan yang telah disaring kemudian dituang ke kaca arloji. Kaca arloji berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan endapan dalam desikator. Pengeringan dilakukan dengan desikator kurang lebih selama ±2 hari agar benar-benar kering.

Desikator adalah alat untuk menyimpan dan mengeringkan atau menghilangkan kadar air pada bahan yang mudah bepengaruh pada kelembaman. Cara membuka desikator dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan silica pada bagian bawah desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen. Silika gel ini berfungsi

untuk

menyerap

kelembapan

dan

cairan

partikel

dari

ruang

bersuhu/berudara dan membantu menahan kerusakan barang yang disimpan. Hablur pada kaca arloji diletakkan dalam desikator. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup desikator. Setelah selama ±2 hari, hablur yang telah benar-benar kering diukur titik lelehnya. Endapan kristal yang sudah kering (serbuk berwarna jingga pudar) diambil dari desikator. Kemudian dilakukan penentuan titik leleh kristal dari benzaldehid yang telah kering. Pengukuran titik leleh yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu alat yang dibutuhkan antara lain pipa kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem, serta kompor listrik. Sebelum percobaan dilakukan, pipa kapiler dipotong menjadi 2 bagian untuk menguji dua sampel yaitu pada benzaldehid dan yang kedua pada sikloheksanon (percobaan tahap 2). Selanjutnya salah satu potongan diambil dan dibakar salah satu ujungnya dengan pembakar spiritus, untuk menutup salah satu lubang pada pipa kapiler. Hal ini dilakukan agar ketika pemanasan tidak ada sampel yang tumpah/ jatuh di metal block. Untuk mengetahui apakah masih ada lubang/tidak maka dilakukan pengecekan mengunakan ijuk. Setelah salah satu ujung sudah tertutup, sampel dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui salah satu ujung yang masih berlubang, dengan menekan ujung pipa kapiler ke sampel kemudian didorong menggunakan ijuk sampai tinggi sampel ±1 cm dari ujung yang tertutup (bagian bawah). Rangkaian alat untuk mengukur titik leleh terlampir. Langkah selanjutnya diamati sampai terjadi perubahan berupa lelehan pada kristal. Perubahan ini menunjukkan jika titik leleh dari benzaldehid telah tercapai. Pada percobaan ini diperoleh titik leleh benzaldehid sebesar 1280C. Uji dengan fenilhidrasin yang kedua, dilakukan pada sikloheksanon. Langkah pertama adalah mengukur 2,5 mL fenilhidrasin (larutan berwarna jingga) dengan

menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata. Langkah selanjutnya, 2,5 ml fenilhidrasin yan telah diukur dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. kemudian ditambahkan 10 tetes benzaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian tabung di tutup dan diguncangkan dengan kuat selama 1-2 menit agar larutan homogen sehingga dihasilkan hablur berupa endapan merah kecoklatan di bagian atas tabung reaksi, yang menunjukkan telah terbentuknya fenilhidrason. Reaksinya adalah N O

(aq)

NH2 H

+

H N

H N

(aq)

fenilhidrasin

sikloheksanon

N

H N

+

H2O (l)

(s)

Langkah selanjutnya yaitu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas saring. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa endapan coklat diatas kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi. Kemudian hablur dicuci dengan air dingin. Caranya dengan meneteskan aquades dengan pipet tetes ke dalam endapan yang masih terletak di dalam corong melalui dinding corong dengan perlahan. Hal ini dilakukan agar aquades dapat mengenai semua endapan. Aquades ini berfungsi untuk memperkuat bentuk endapan (membentuk kristal endapan dengan sempurna). Langkah berikutnya endapan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan etanol (tidak berwarna) sebanyak 3-5 tetes. Hal ini dilakukan untuk memastikan jika endapan benar-benar terbebas dari kontaminasi zat lain dan untuk memperbanyak jumlah endapan agar mudah diamati. Kemudian endapan disaring kembali. Endapan yang telah disaring kemudian dituang ke kaca arloji. Kaca arloji berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan kristal dalam desikator. Pengeringan

dilakukan dengan desikator kurang lebih selama ±2 hari agar benar-benar kering. Desikator adalah alat untuk menyimpan dan mengeringkan atau menghilangkan kadar air pada bahan yang mudah bepengaruh pada kelembaman. Cara membuka desikator dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan silica pada bagian bawah desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen. Silika gel ini berfungsi

untuk

menyerap

kelembapan

dan

cairan

partikel

dari

ruang

bersuhu/berudara dan membantu menahan kerusakan barang yang disimpan. Hablur pada kaca arloji diletakkan dalam desikator. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup desikator. Setelah selama ±2 hari, kristal yang telah benar-benar kering diukur titik lelehnya. Kristal yang sudah kering (berwarna merah kecoklatan) diambil dari desikator. Kemudian dilakukan penentuan titik leleh hablur dari sikloheksanon yang telah kering. Pengukuran titik leleh yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu alat yang dibutuhkan antara lain pipa kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem, serta kompor listrik. Langkah selanjutnya, pipa kapiler yang telah disiapkan dibakar salah satu ujungnya dengan pembakar spiritus, untuk menutup salah satu lubang pada pipa kapiler. Hal ini dilakukan agar ketika pemanasan tidak ada sampel yang tumpah/ jatuh di metal block. Untuk mengetahui apakah masih ada lubang/tidak maka dilakukan pengecekan mengunakan ijuk. Setelah salah satu ujung sudah tertutup, sampel dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui salah satu ujung yang masih berlubang, dengan menekan ujung pipa kapiler ke sampel kemudian didorong menggunakan ijuk sampai tinggi sampel ±1 cm dari ujung yang tertutup (bagian bawah). Rangkaian alat untuk mengukur titik leleh pada tahap 2 ini sama dengan percobaan tahap pertama yang telah dijelaskan diatas. Langkah selanjutnya diamati sampai terjadi perubahan lelehan pada kristal. Perubahan ini menunjukkan jika titik leleh dari sikloheksanon telah tercapai. Pada percobaan ini diperoleh titik leleh sikloheksanon sebesar 800C. 5. Pembuatan Oksim

Percobaan ini tidak dilakukan.

6. Reaksi haloform Percobaan selanjutnya yaitu reaksi haloform. Atom hidrogen yang terikat pada atom kabon alfa dari aldehid dan keton mudah diganti oleh halogen di dalam larutan biasa. Reaksi ini, didasarkan pada reaksi yang cepat antaraion enolat dengan halogen. Oleh karena pengaruh tarikan elektron dari halogen, makaatom hidrogen yang masih ada pada atom karbon alfa akan lebih asam, dan lebih mudah tertukar oleh halogen. Oleh karena itu, gugus metil yang terikat pada atom karbon karbonil mudah sekali diubah menjadi senyawa trihalometil oleh halogen dari basa. Senyawa trihalo yang dihasilkan ini mudah sekali diuraikan oleh basa menghasilkan haloform. Oleh karena itu, reaksi ini dapat digunakan untuk menyediakan iodoform, bromoform atau kloroform. Percobaan yang akan dilakukan kali ini yaitu pembuatan Iodoform yang didasarkan pada reaksi haloform. Reaksi ini umumnya digunakan untuk menunjukkan adanya metil keton, R-CO-CH3.Senyawa ini bila direaksikan dengan iodium dan basa, akan menghasilkan iodoformyang mengendap sebagai hablur berwarna kuning dan berbau seperti obat. Senyawa yang akan diuji dalam percobaan ini yaitu aseton dan isopropil alkohol. Setelah alat dan bahan disiapkan, maka percobaan dilakukan. Uji reaksi haloform yang dilakukan pertama kali yaitu pada aseton. Langkah pertama yaitu mengukur 3 mL larutan NaOH 5 % (tidak berwarna ) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus. Langkah selanjutnya, larutan NaOH yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Penambahan NaOH ini berfungsi sebagai menjaga larutan agar tetap basa atau memberi suasana basa pada larutan. Kemudian ditambahkan 5 tetes aseton (tidak berwarna) ke dalam tabung

dihasilkan larutan tidak berwarna. Aseton merupakan senyawa yang akan diuji pada percobaan ini. Ia akan bereaksi dengan larutan iodium membentuk senyawa trihalo (dalam hal ini iodoform) pada suasana basa. Selanjutnya ditambahkan larutan iodium (berwarna kuning kecoklatan) sampai warna larutan iodium tidak hilang lagi, sambil diguncang, sehingga dihasilkan larutan berwarna kuning, dan terdapat endapan kuning pada larutan, selain itu juga terdapat bau seperti obat. Hal ini menandakan bahwa iodoform telah terbentuk sempurna. Reaksi yang terjadi yaitu : O

O OH-

CH3

C

CH3(aq) + 3 I2(aq)

CH3 C

O-(aq) + 2 CHI3(aq) iodoform

Berdasarkan reaksi diatas, dapat diketahui bahwa atom hidrogen yang terikat atom karbon alfa dari aseton telah digantikan oleh iod dari larutan iodium. Oleh karena pengaruh tarikan elektron dari iod, makaatom hidrogen yang masih ada pada atom karbon alfa pada aseton akan lebih asam, dan lebih mudahtertukar oleh iod. Oleh karena itu, gugus metil yang terikat pada atom karbonkarbonil mudah sekali diubah menjadi senyawa iodoform oleh larutan iodium pada suasana basa. Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa iodoform telah terbentuk yang ditandai dengan terbentuknya hablur berwarna kuning pada larutan dan disertai bau seperti obat, serta membuktikan bahwa aseton merupakan senyawa yang mengandung gugus metil keton yang dapat diuji dengan reaksi haloform. Uji reaksi haloform kedua yang dilakukan yaitu pada isopropil alkohol. Langkah pertama yaitu Langkah pertama adalah mengukur 3 mL larutan NaOH 5 % (tidak berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus. Langkah selanjutnya, larutan NaOH yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. Penambahan NaOH ini berfungsi sebagai menjaga larutan agar tetap basa atau memberi suasana basa pada larutan. Kemudian ditambahkan 5 tetes isopropil alkohol (tidak berwarna) ke dalam tabung

dihasilkan larutan tidak berwarna. Isopropil alkohol merupakan senyawa yang akan diuji pada percobaan ini. Ia akan bereaksi dengan larutan iodium membentuk senyawa trihalo (dalam hal ini iodoform) pada suasana basa. Selanjutnya ditambahkan larutan iodium (berwarna kuning kecoklatan) sampai warna larutan iodium tidak hilang lagi, sambil diguncang, sehingga dihasilkan larutan berwarna kuning kehijauan, dan terdapat endapan kuning pada larutan, selain itu juga terdapat bau seperti obat. Hal ini menandakan bahwa iodoform telah terbentuk sempurna. Reaksi yang terjadi yaitu : OH-

CH3CH(CH3)OH (aq)+3I2 (aq) →CH3COO-(aq)+ 2CHI3 (aq) iodoform Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa iodoform telah terbentuk yang ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna kuning pada larutan dan disertai bau seperti obat. Meskipun isopropil alkohol bukan merupakan golongan keton atau mengandung gugus metil keton, namun dapat membentuk iodoform dalam suasana basa. Hal ini dikarenakan reagen yang digunakan dalam percobaan ini (I2) merupakan oksidator, sehingga suatu alkohol yangmengandung suatu gugus –CH(OH)3, dalam hal ini isopropil alkohol, akan menghasilkan pengujian yang positif (dapat menghasilkan iodoform). 7. Kondensasi aldol Percobaan selanjutnya yaitu kondensasi aldol. Bila aldehid direaksikan dengan larutan basa yang encer, ia akan berkondensasi sesamanya menghasilkan aldol yang biladipanaskan akan melepaskan molekul air menghasilkan aldehid tak jenuh, yaknikrotonaldehid. Percobaan ini didasarkan pada reaksi kondensasi aldol, kondensasi aldol adalah suatu reaksi penyatuan atom-atom dalam suatu molekul atau alam molekulmolekul yang berbeda dan membentuk senyawa baru yang lebih kompleks. Reaksi kondensasi aldol terjadi pada aldehid-aldehid yang mempunyai atom hidrogen alfa. Percobaan ini dilakukan pada senyawa asetaldehid. Langkah pertama adalah mengukur 4 mL larutan NaOH 1 % (tidak berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya, NaOH dimasukkan ke dalam tabung reaksi. NaOH ini berfungsi sebagai pengikat ikatan H dari asetaldehid untuk membentuk H2O dan dilepas dan juga menjaga larutan agar tetap pada suasana basa.

Langkah selanjutnya ditambahkan 0,5 mL asetaldehid (tidak berwarna) ke dalam erlenmeyer. Kemudian diguncangkan dengan baik dan diamati sekaligus diamati baunya. Dari reaksi ini terbentuk endapan butiran kecil-kecil bewarna abu-abu. Berikutnya larutan dididihkan selama 3 menit dengan hati-hati. Pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat jalannya suatu reaksi, dengan cara menaikkan suhu larutan.

Kemudian diamati baunya, dan dihasilkan bau tengik, yang menandakan

krotanaldehid telah terbentuk pada percobaan ini dengan warna larutan tidak bewarna. Reaksi yang terjadi yaitu : 3HC

H C

H2 C

C H

O

OH-

CH3OH (aq)+CH3OH (aq) →

OH

(s)

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat membuktikan bahwa jika golongan aldehid direaksikan dengan larutan basa yang encer, pada percobaan ini NaOH 1%, ia akan berkondensasi sesamanya menghasilkan aldol yang biladipanaskan akan melepaskan molekul air menghasilkan aldehid tak jenuh, yakni krotonaldehid yang ditandai dengan bau tengik dan larutan yang tidak bewarna. 8. Identifikasi asam karboksilat Percobaan selanjutnya yaitu identifikasi asam karboksilat. Percobaan ini didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks dan reaksi redoks. Percobaan ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu sebagai berikut.

Setelah alat dan bahan disiapkan, maka percobaan mulai dilakukan. Percobaan tahap pertama yaitu dilakukan dengan mengukur 3 mL larutan asam formiat (tidak berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca. Langkah selanjutnya larutan asam formiat yang telah diukur dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan KMnO4 1 N (berwarna ungu) ke dalam tabung reaksi. Larutan KMnO4 ini berfungsi sebagai oksidator. Persamaan reaksinya sebagai berikut : +3

+2

CH3COOH(aq) + 2 MnO4-(aq) → 3 CO2(g) + 2MnO2(l) + 2 OH-(aq) + 2 H2O(l) reduksi

Berdasarkan reaksi diatas, asam formiat merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan MnO4- bertindak sebagai oksidator (mengalami reduksi). Dengan demikian senyawa yang mengandung gugus karboksilat dalam hal ini asam asetat dapat diidentifikasi dengan penambahan larutan KMnO4 yang menghasilkan larutan berwarna ungu. Langkah berikutnya yaitu dilakukan tahap percobaan yang kedua. Langkah pertama mengukur 5 mL larutan CH3COONa (tidak berwarna) dengan menggunakan gelas ukur, pastikan pengukuran dilakukan dengan tepat. Langkah selanjutnya larutan CH3COONa yang telah diukur, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. Kemudian ditambahkan 3 mL larutan FeCl3 5 % (berwarna kuning). Larutan FeCl3 berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks yang berwarna merah. Setelah ditambahkan FeCl3 larutan menjadi berwarna merah kecoklatan . Hal ini menunjukkan jika kompleks telah terbentuk. Reaksi yang terjadi yaitu : CH3COONa(aq) + FeCl3(aq) → 3CH3COO-(aq)+ NaCl (aq) +Fe3+(aq) 3Fe3+(aq) +6CH3COO- (aq)+ 2H2O (l)↔[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+(aq) + 2H+(aq) Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk endapan merah kecoklatan. Reaksinya adalah :

[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+(aq)+ 4H2O (l) → 3Fe(OH)2CH3COO (s) + 2CH3COOH (aq)+H+(aq) Pemanasan dilakukan agar reaksi yang terjadi cepat dan berjalan sempurna. Setelah pemanasan didapatkan endapan berwarna coklat kemerahan yang menandakan kompleks telah mengendap.Larutan selanjutnya disaring dengan corong dan kertas saring. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring. Residu berupa endapan berwarna coklat kemerahan yang terdapat diatas kertas saring dan filtrate tidak berwarna di dalam tabung reaksi. Residu berupa endapan berwarna coklat kemerahan yang terdapat diatas kertas saring dan filtrat tidak berwarna di dalam tabung reaksi. Filtrat ini selanjutnya diuji dengan ditambahkan 5 tetes K4FeCN6 (berwarna kuning). Larutan K4FeCN6 berfungsi untuk menguji ada tidaknya ion ferri di dalam larutan. Setelah ditambahkan larutan K4FeCN6, larutan menjadi berwarna biru berlin. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan warna larutan FeCl3 (berwarna kuning) dalam jumlah yang sama. Hasilnya terlihat bahwa larutan hasil percobaan lebih pudar (hijau) dibandingkan warna FeCl3 awal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan percobaan ion ferri telah berubah menjadi endapan bewarna coklat kemerahan yaitu pada residu yang dihasilkan. Dengan persamaan reaksinya sebagai berikut : [Fe3(OH)2(CH3COO)]+(aq)+4H2O(l)→Fe3(OH)2CH3COOH(s)+3CH3COOH (aq)+H+(aq) KFe(CN)6(aq) + FeCl3(aq) →KFe[Fe(CN)]6(aq)+3KCl (aq) Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang mengandung gugus karboksilat dapat diuji dengan penambahan Larutan K4FeCN6 yang ditandai dengan dihasilkannya larutan yang berwarna biru berlin. I. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1.

senyawa yang memiliki gugus aldehid dapat diidentifikasi dengan beberapa cara yaitu :



Dengan uji Tollens : senyawa yang dapat dioksidasi oleh reagen tollens akan menghasilkan endapan cermin perak.



Dengan uji Fehling : senyawa yang dapat dioksidasi oleh reagen Fehling membentuk endapan merah bata.



Uji dengan fenilhidrasin : senyawa yang bila diuji dengan fenilhidrasin menghasilkan endapan berwarna jingga dengan titik leleh yang tinggi.



Dengan kondensasi aldol : senyawa yang mampu menjalankan reaksi kondensasi aldol menghasilkan senyawa krotanaldehid yang berbau tengik, baik dengan aldehid maupun senyawa keton yang lain.

2. Senyawa yang memiliki gugus keton yang dapat diidentifikasi bedasarkan percobaan yaitu : 

Dengan uji Tollens : Senyawa yang tidak dapat dioksidasi oleh reagen tollens dan menghasilkan endapan cermin perak.



Dengan uji Fehling : Senyawa yang tidak dapat dioksidasi oleh reagen Fehling membentuk endapan merah bata.



Dengan mereaksikan dengan senyawa bisulfit : Senyawa yang mampu menjalankan reaksi adisi bisulfit dengan menghasilkan hablur berwarna putih.



Uji dengan fenilhidrasin : senyawa yang bila diuji dengan fenilhidrasin menghasilkan endapan merah kecoklatan dengan titik leleh yang lebih rendah dari benzaldehid.



Dengan didasarkan reaksi haloform : senyawa metil keton dapat diketahui melalui reaksi haloform, dimanaakan menghasilkan senyawa iodoform yang berbau seperti obat dan larutan yang berwarna kuning.



Berdasarkan kondensasi aldol : senyawa yang mampu menjlaankan reaksi kondensasi aldol menghasilkan senyawa krotanaldehid yang berbau tengik, baik dengan aldehid maupun senyawa keton yang lain.

3. Senyawa yang memiliki gugus karboksilat yang dapat diidentifikasi bedasarkan percobaan yaitu : 

Senyawa yang dapat dioksidasi oleh larutan KMnO4 yang ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna ungu.

4. Berikut merupakan perbedaan gugus aldehid dan keton berdasarkan percobaan yang telah dilakukan : Nama reagen

Aldehid

Keton

Tollens

+

-

Fehling

+

-

Fenilhidrasin

+

+

Iodoform

-

+

bisulfit

-

+

Kondensasi aldol

+

+

Related Documents

Analisis
June 2020 46
Analisis
June 2020 51
Analisis
October 2019 71
Analisis
September 2019 78
Analisis
November 2019 53

More Documents from ""