Analisis Konsep Pemeriksaan Pajak Pasca Tax Amnesty
PROPOSAL PENELITIAN AKUNTANSI
OLEH: FITRI LESTARI NINGSIH NIM : 2015110141
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut UU no. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara, yang kemudian dana dari pemungutan pajak akan digunakan untuk kepentingan pembangunan. Namun, permasalahan yang terjadi dalam penerimaan pajak adalah wajib pajak yang tidak patuh dalam pembayaran pajak. Ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak menimbulkan dampak jebloknya penerimaan pajak pada tahun 2016 . Sehubungan dengan permasalahan yang terjadi, pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang fiskal yaitu kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty). Sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-Undang no. 11 tahun 2016 tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Kebijakan ini berlaku mulai tanggal 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017. Setelah program tax amnesty berakhir, maka Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang belum mendeklarasikan hartanya. Wajib pajak yang selama ini menolak untuk melaporkan hartanya dengan mengkuti program ax amnesty akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif serta sanksi atas harta yang tidak dilaporkannya. Bagi wajib pajak yang telah mengikuti program tax amnesty akan diberikan tindaklanjut. Permasalahan yang kembali muncul pasca tax amnesty ini adalah masih adanya pelaporan harta wajib pajak yang tidak sesuai dengan sesungguhnya. Tidak jarang pula ada wajib pajak yang melaporkan penghasilannya sebagai penghasilan UMKM dengan tarif pajak yang rendah, padahal sesungguhnya penghasilan wajib pajak ini sudah dapat digolongkan dalam di atas PTKP dengan tarif pajak yang lebih tinggi. Ternyata, kebijakan tax amnesty yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak ini tidak membuat jera wajib pajak, masih ada beberapa oknum yang belum mau melaporkan semua hartanya. Pasca tax amnesty Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak (yang mengikuti tax amnesty maupun tidak), untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan harta yang wajib pajak miliki. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya harta yang tidak dilaporkan, maka wajib pajak tersebut akan dikenakan tarif pajak sesuai peraturan UU KUP serta sanksi administrasi atas harta yang ditemukan dalam pemeriksaan.
1.2 Fokus Penelitian Penelitian ini berfokus terhadap Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menyusun konsep pemeriksaan pajak pasca tax amnesty.
1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah konsep yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam pemeriksaan pajak pasca Tax Amnesty?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah: 1. Mendeskripsikan serta menjelaskan konsep yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pajak unutk pemeriksaan pajak pasca tax amnesty
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat memberikan pengetahun kepada mahasiswa maupun masyarakat tentang konsep yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam pemeriksaan pajak pasca tax amnesty.
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
Berakhirnya program tax amnesty pada tangaal 31 Maret 2017 memberikan tambahan penerimaan dana APBN dengan nilai tebusan Rp 114 triliun atau 60% dari target Rp 165 triliun. Momentum tax amnesty ini perlu diikuti dengan kebijakan lanjutan, untuk menjamin penerimaan pajak tetap terjaga. Pemeriksaan pajak merupakan karakteristik kunci dari mekanisme kepatuhan sukarela dalam sistem self-assessment karena dengan semakin tinggi pemeriksaan akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Alingham dan Sandmo dalam Isa dan Pope, 2010). Okello (2014) menambahkan bahwa sistem self-assessment, otoritas perpajakan lebih mengandalkan kontrol setelah penyampaian SPT seperti pemeriksaan pajak dan pemeriksaan pajak tersebut merupakan salah satu syarat untuk keberhasilan penerapan sistem selfasessment. Hal ini tentunya juga berlaku untuk Indonesia yang juga menerapkan sistem selfassessment sebagai sistem pemungutan pajaknya. Sehingga pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan konsekuensi dari self-assessment system yang dianut, merupakan faktor penyeimbang antara wajib pajak yang diberi kewenangan menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri sesuai dengan Undang-Undang Pajak serta peraturan pelaksanaannya dengan pihak fiskus. Kepatuhan yang diuji oleh Direktorat Jenderal Pajak menyangkut kepatuhan formal maupun material, di mana proses auditnya tunduk pada Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya tentang pemeriksaan pajak. Penegakan hukum pajak (law enforment) sudah seringkali disampaikan oleh petugas pajak (fiskus) dalam berbagai kesempatan menyosialisasikan peraturan yang baru diterbitkan. Pasca berakhirnya tax amnesty menjadi sorotan banyak pihak melihat langkah Pemerintah dan Ditjen Pajak dalam melakukan pemeriksaan. Aturan yang menjadi dasar pemeriksaan pajak adalah Pasal 18 mengenai perlakuan harta yang belum atau kurang diungkap saat berlakunya tax amnesty, yang selengkapnya menyatakan sebagai berikut: Ayat (1): Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta yang dimaksud. Ayat (2): Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan Ditjen Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai arta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. Ayat (3): Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang bayar. Ayat (4): Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Norma tersebut menjadi kebijakan melakukan pemeriksaan pasca tax amnesty yang dikembalikan pada kedudukan UU perpajakan yang berlaku. Artinya, pemenuhan kewajiban perpajakan (bagi yang ikut tax amnesty maupun tidak ikut tax amnesty) diberlakukan pada UU perpajakan yang berlaku. Proses pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyesuaian tindak pidana pajak akan dikembalikan pada aturan yang sudah berjalan sebelum adanya UU tax amnesty, kecuali pemerintah menerbitkan pola kebijakan pemeriksaan baru. Pasca tax amnesty, Ditjen Pajak menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak No. 07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Peraturan tersebut merupakan kebijakan baru melakukan pemeriksaan ajak pasca tax amnesty. Pemeriksaan merupakan kegiatan guna terjadi keseimbangan hak dan kewajiban dalam pemenuhan kewajiban pajak sesuai UU pajak. Sekalipun sudah ada self-assessment bukan berarti tidak boleh memeriksa. Karena segala sesuatu yan dilaporkan wajib pajak baru sebatas dianggap benar, bukan pasti benar (Manajemen Sengketa Pungutan Pajak, 2012;25). Langkah pemeriksaan dalam norma UU KUP sebenarnya merupakan langkah terakhir ketika wajib pajak tidak menjalankan kepercayaan yang diberikan UU sesuai sistem self-assessment. Ketentuan Pasal 8 ayat (2) jelas menyatakan dalam hal wajib pajak belum dilakukan pemeriksaan lalu timbul kemauan sendiri melakukan pembetulan SPT, dibolehkan dan hanya dikenakan sanksi administrasi bunga 2% per bulan dari pajak kurang bayar.
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Metode dan Alasan Menggunakan Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif, yang mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif serta makna merupakan hal yang esensial. 3.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor pusat DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, yang beralamatkan di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta Selatan. 3.3 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri. 3.4 Sampel Sumber Data Sampel sumber data dalam penelitian ini adalah data informasi mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan pemeriksaan pajak pasca tax amnesty. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi serta dokumentasi. Data dikumpulkan pada setting alamiah. 3.6 Teknik Analisis data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Pada saat di lapangan analisis data menggunakan model spadley, yaitu teknik analisis data yang disesuaikan dengan tahapan penelitian. Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan situasi sosial (place, actor, activity) 2. Menetapkan informan yang dapat dipercaya dapat membawa peneliti memasuki obyek penelitian 3. Dalam tahap menentukan fokus, analisis data dilakukan dengan analisis taksonomi 4. Dalam tahap selection peneliti mengajukan penelitian kontras ang dilakukan dengan analisis komponensial 5. Dari hasil analisis komponensial, selanjutnya peneliti menyusun laporan penelitian kualitatif 3.7 Rencana Pengujian Keabsahan Data Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh peneliti menggunakan bahan referensi sebagai bukti pendukung. Bahan referensi tersebut yaitu berupa rekaman wawancara.