Analisis Kesalahan Penggunaan Tenka No Setsuzokushi.docx

  • Uploaded by: LeeRaniBf
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Kesalahan Penggunaan Tenka No Setsuzokushi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,975
  • Pages: 20
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN TENKA NO SETSUZOKUSHI(SOSHITE,SOREKARA DAN SORE NI) DALAM MATA KULIAH SAKUBUN MAHASISWA TINGKAT III PENDIDIKAN BAHASA JEPANG UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PROPOSAL PENELITIAN

SILVIA RAHMADHANI YAFAS 16180017

Pembimbing MEIRA ANGGIA PUTRI,S.S.,M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2018

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................................... 4 C. Pembatasan Masalah ................................................................................................... 5 D. Perumusan Masalah .................................................................................................... 5 E. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5 F. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 6 G. Definisi Operasional ................................................................................................... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ................................................................................................................ 9 1. Keterampilan Menulis Sakubun ............................................................................ 9 a. Pengertian Menulis ......................................................................................... 9 b. Tujuan Menulis ............................................................................................... 9 c. Sakubun ......................................................................................................... 10 d. Langkah-langkah Menulis Sakubun ............................................................. 10 2. Model Problem Based Learning Berbantuan Media Audiovisual ...................... 11 a. Model Problem Based Learning ................................................................... 11 1) Pengertian Model Pembelajaran ............................................................. 11 2) Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning .................... 12 3) Tujuan Model Problem Based Learning ................................................. 13 4) Langkah-langkah Problem Based Learning ........................................... 14 5) Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning .............. 15 b. Media Audiovisual ........................................................................................ 16 1) Pengertian Media Audiovisual ................................................................ 16 2) Kelebihan dan Kelemahan Audiovisual .................................................. 17 3. Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Audiovisual terhadap Keterampilan Menulis Sakubun ........................................................... 19 B. Penelitian yang Relevan ............................................................................................ 20 C. Kerangka Konseptual ................................................................................................ 22 D. Hipotesis Penelitian .................................................................................................. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ....................................................................................... 25 B. Populasi dan Sampel ................................................................................................. 26 C. Variabel dan Data ..................................................................................................... 27 D. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 28 E. Prosedur Penelitian ................................................................................................... 28 F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 30 G. Uji Persyaratan Analisis ............................................................................................ 31 H. Teknik Analisa Data ................................................................................................. 32 I. Jadwal Penelitian ...................................................................................................... 35 J. Penutup ..................................................................................................................... 36 KEPUSTAKAAN .................................................................................................................. LAMPIRAN ...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sehari-hari manusia karena memiliki peran sebagai alat komunikasi. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain (Sutedi,2003:2). Bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat terlepas dari kehidupan

Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung secara efektiif apabila para pelaku komunikasi yang bersangkutan juga menggunakan bahasa secara efektif. Bahasa yang digunakan secara efektif diwujudkan dalam pemakaian bahasa yang baik dan benar berdasarkan kaidah yang berlaku, baik pada tatanan fonologi, morfologi, sintaksis maupun semantik (Tarigan dan Sulistyaningsih, 1996:329).

Seiring dengan perkembangan teknologi yang dapat memudahkan manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar, Penggunaan bahasa ibu (bahasa Indonesia) saja dirasa tidak cukup untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia akan dunia luar sehingga mulai banyak orang yang mempelajari bahasa asing, salah satunya bahasa Jepang

Bahasa Jepang memiliki karakteristik berbeda dari bahasa Indonesia. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari huruf, kosa kata, sistem pengucapan, gramatika dan ragam bahasa yang dimiliki. Dalam aspek huruf, terdapat tiga huruf yang dipelajari dalam bahasa Jepang, yaitu: Hiragana, Katakana dan Kanji dan ketiganya digunakan secara bersamaan pada penulisan kalimat bahasa Jepang.

Kesalahan penggunaan bahasa bisa saja akan menimbulkan interpretasi berbeda antara orang yang satu dangan yang lainnya. Penggunaan bahasa sehari-hari, sering kita jumpai kesalahan bahasa yang salah atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa. Begitupula pembelajar bahasa Jepang, karena bahasa jepang adalah bahasa jepang kedua bagi mereka, maka kesalahan dalam penggunaannya mungkin sering

terjadi. Rangkaian kata yang tidak tersusun dengan baik, tidak akan bisa mendukung gagasan, pikiran, atau perasaan yang akan disampaikan oleh pembelajar kepada orang lain.

Kelas kata yang dapat menyambungkan kalimat disebutsetsuzokushi. Setsuzokushi Bahasa Jepang sama fungsinya dengan kata sambung Bahasa Indonesia. Kata sambung dalam Bahasa Indonesia disebut juga konjungsi. “Konjungsi adalah kategori yang menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat, biasa antara paragraf dengan paragraf” (Sidu, 2013 : 111). Kelas kata ini dapat mengalami perubahan bentuk tapi tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat, atau kata yang menerangkan objek lain.

Kata sambung dalam Bahasa Jepang memiliki banyak jenis yaitu, heiretsu no setsuzokushi, gyaku no setsuzokushi, junsetsu no setsuzokushi,tenka no setsuzokushi, hosetsu no setsuzokushi, sentaku no setsuzokushi, tenkan no setsuzokushi.Salah satu dari jenis setsuzokushi adalah setsuzokushi yang dipakai pada saat menyambung hubungan tambahan . Setsuzokushiyang termasuk dalam kelompok ini antaralain sorekara, soshite, soreni dan lain lain.

Dalam menggunakan setsuzokushi untuk membentuk kalimat mahasiswa terkadang melakukan beberapa kesalahan. Penulis menyadari adanya masalah yang muncul mengenai setsuzokushi pada saat mata kuliah sakubun. Tidak jarang juga mahasiswa hanya asal menggunakan setsuzokushi dalam menyambungkan antar kalimatnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui mengenai kesalahan dalam penggunaan kata sambung dan penyebabnya. Tema penelitiannya adalah “Analisis Kesalahan Penggunaan Tenki no SetsuzokushiPada Mahaiswa Tingkat III Pendidikan Bahasa Jepang”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat di identifikasi permasalahan yang di alami mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Negeri Padang dalam menggunakan Tenki no setsuzokushi (soshite, sorekara dan sore ni) menyebabkan

mahasiswa masih belum mampu menggunakan kata sambung yang tepat dalam membuat Sakubun.

C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka batasan masalah dalam penelitian ini hanya meneliti Analisis kesalahan penggunaan Tenki no setsuzokushi dengan materi sorekara, soshite dan sore ni.Kata sambung soshite, sorekara, dan sore ni dipilih karena materi tersebut yang paling sering muncul dalam mata kuliah sakubun, tetapi pembelajar terlihat jarang menggunakan kata sambung tersebut saat menulis ataupun saat berbicara.

D. Rumusan Masalah 1. Apa saja kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan tenki no setsuzokushi 2. Faktor apa yang mempengaruhi terjadinya kesalahan dalam penggunaan tenki no setsuzokushi

E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kesalahan apa saja yang terjadi dalam penggunaan tenki no setsuzokushi 2. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penggunaan tenki no setsuzokushi

F. Manfaat Penelitian Setelah penulis melakukan penelitian, diharapkan penelletian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Penulis membagi manfaat penelitian ini menjadi dua yaitu 1.

Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak referensi penelitian setsuzokushi dalam bahasa jepang khususnya pada setsuzokushi soshite, sorekara dan sore ni berikutnya serta memberikan sumbangan ilmu pengetahuan.

2.

Manfaat Praktis

a. Bagi pengajar Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan pendukung untuk menambah pengetahuan mengenai materi Tenka no setsuzokushi untuk meningkatkan pembelajaran bahasa Jepang. b.

Bagi pembelajar bahasa Jepang. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan alternatif untuk

memahami dan menambah wawasan mengenai fungsi Setsuzokushi Tenka no setsuzokushi. c. Bagi penulis Dalam menulis penelitian ini penulis dapat memperdalam pengetahuan mengenai penggunaan Shuujoshi dalam bahasa Jepang khususnya Shuujoshi ne dan yo.

G. Definisi Operasional Untuk memandu pelaksanaan dan laporan hasil penelitian, digunakan empat definisi operasional, yaitu: 1. Penggunaan penggunaan bertujuan untuk melihat penggunaan tenka no setsuzokushi soshite, sorekara dan sore ni pada suatu kalimat yang mengandung tenki no setsuzokushi soshite, sorekara dan sore ni 2. Tenka no setsuzokushi Tenka no setsuzokushi soshite, sorekara dan sore ni adalah setsuzokushi yang menyatakan hubungan tambahan yang biasanya sering dipakai dalam percakapan maupun tulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.

Kajian Teori

1. Pengertian mengenai analisis kesalahan Analisis kesalahan merupakan analisis yang dilakukan karena adanya kesalahan dari pembelajar. Seperti yang disampaikan Kondoh dan Komori (2012:63), Gakushuusha no ayamari ha shuutoku katei ni oite hitsuzenteki ni detekuru mono da to kouteiteki no toraete, 70 nendai zengo kara sakan ni natta gakushuusha no gengo no bunseki houhou. Soremade sakandatta koudoushugi no youni, ayamari wa bogo no kanshou kara kuru mono da tokimetsukeru no dehanaku, gakushuusha no gengounyou wo motto kansatsushite ayamari wo bunsekishiyou to iu ugoki ga okita. Soshite, sakubun ya hatsuwa nado jihatsuteki na sanshutsu deeta wo atsumete, ayamari wo bunsekisuru you ni natta. Kesalahan pembelajar merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan sering muncul pada saat proser belajar. Analisis kesalahan merupakan metode analisis bahasa pembelajar yang menjadi popular sekitar tahun 70an. Analisis kesalahan yang dilakukan dalam dunia pendidikan pada masa tersebut lebih mengamati pada bahasa pembelajar, yaitu menganalisis kesalahan dengan cara lebih memfokuskan pengamatan pada penggunaan bahasa pembelajar. Data yang digunakan untuk mengetahui kesalahan yang terdapat dalam penggunaan bahasa pembelajaran dikumpulkan dari karangan dan percakapan spontan pembelajar. Kemudian data tersebut dianalisis kesalahannya. Hal ini berbeda dengan analisis kesalahan yang dilakukan oleh para ahli behaviorisme yang terkenal pada masa sebelumnya yang menganalisis kesalahan berdasarkan bahasa ibu.

Selain itu, Tarigan (1988:300) yang mengutip (Ellis, 1987:296) menyatakan bahwa analisis kesalahan adalah: Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatau “proses”. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendekripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, pengevaluasian keseriusan.

Jika dilihat dari pengertian analisis kesalahan, bahwa menganalisis kesalahan pembelajar dilakukan dengan terlebih dahulu mengumpukan data, setela itu baru dianalisis untuk mengetahui letak kesalahan pembelajar tersebut. Secara detail langkah-langkah yang dilakukan ketika menganalisis kesalahan pembelajar harus dilakukan seperti yang diungkapkan oleh Tarigan dan Tarigan (1995:96) seperti berikut: a. Pengumpulan sampel kesalahan b. Pengidentifikasi kesalahan c. Penjelasan kesalahan d. Pengklasifikasian kesalahan e. Pengevaluasian kesalahan Analisis kesalahan dilakukan untuk suatu tujuan. Berikut adalah tujuan analisis kesalahan yang diutarakan oleh Sidhar dalam Tarigan dan Tarigan (2011: 61-62), a. Menentukan urutan penyajian butir-butir yang diajarkan dalam kelas dan buku teks, misalnya urutan mudah-sukar. b. Menentuka urutan jenjang relative penekanan, penjelasan, dan latihan berbagai butir bahan yang diajarkan. c. Merencanakan latihan dan pengajaran remedial d. Memilih butir-butir bagi pengujian kemahiran siswa.

1. Faktor-faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa Kesalahan terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar. Setyowati (2010:10), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kesalahan sebagai berikut:

1.1 Terpengaruh oleh bahasa yang lebih dahulu dikuasai. Ini dapat berarti bahwa kesalahan berbahasa disebabkan oleh interfensi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari pembelajar. Menurut Ellis (Chaer, 2009: 256) mengemukakan, para pakar pembelajar kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama (bahasa ibu atau bahasa pertama yang diperoleh) mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar. Tidak hanya Ellis, menurut Dulay, dkk (1982:96) bahasa pertama ini telah lama dianggap menjadi pengganggu di dalam

proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini karena biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak sengaja sadar atau tidak melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertama ketika menggunakan bahasa kedua.

1.2 Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakai. Carl james dalam Brahim (1995 : 150) menyatakan bahwa teori interferensi meramalkan jika seorang pembelajar bahasa kedua atau target memproduksi bahasa kedua yang belum sepenuhnya dikuasai, dia cenderung membuat kesalahan. Wardhaugh dalam Brahim, 1995 : 149, pada saat itu para ahli bahasa menemukan bahwa para pembelajar bahasa asing seringkali menggunakan bentuk, arti, dan distribusi bahasa pertama atau budayanya sendiri ke dalam bahasa baru atau target yang sedang dipelajarinya baik secara aktif (berbicara/menulis) maupun secara pasif (mendengar/menbaca). Kecenderungan ini muncul sebagai akibat dari belum terbiasanya pembelajar bahasa tersebut dalam menggunakan bentuk–bentuk bahasa kedua dalam komunikasi lisan atau tulisan. Jadi yang dipengaruhi adalah bahasa baru yang sedang dipelajarinya bukan bahasa yang telah dikuasainya terlebih dahulu. 1.3 Masalah pembelajaran Bahasa. Pembelajar dapat menyerap semua materi yang dipelajari dengan baik apabila pembelajaran dilakukan dengan baik pula. Brown (2007 : 107-111), transfer adalah istilah umum yang menjelaskan pengalihan performa atau pengetahuan sebelumnhya kedalam pembelajaran berikutnya. Transfer positif terjadi ketika pengetahuan terdahulu diterapkan dengan tepat pada pembelajaran selanjutnya. Transfer negatif terjadi ketika performa sebelumnya mengganggu performa pembelajaran sesudahnya. Materi yang lalu ditransfer secara tidak tepat atau diasosiasikan secara tidak benar dengan materi yang dipelajari sekarang. Suatu transfer disebut negatif atau interferensi apabila struktur bahasa pertama berbeda dari struktur bahasa kedua / target dan pembelajar dalam memproduksi struktur bahasa kedua tersebut memunculkan struktur bahasa pertama dalam ucapan atau tulisannya sehingga kalimat yang muncul memang menggunakan kosa kata bahasa kedua namun berstruktur bahasa pertama. Yang terakhir ini disebut interfensi, pengetahuan terdahulu dialihkan atau dikaitkan secara tidak tepat pada bagian dari sebuah bahasa asing yang hendak dipelajari. Seperti yang telah di ungkapkan bahwa transfer yang tepat maka pembelajaran akan berlangsung baik, tetapi apabila transfer

kurang tepat maka akan mengganggu pembelajaran tersebut. Ketika pembelajaran berlangsung tidak tepat maka dapat terjadi kesalahan ketika pembelajar menggunakan bahasa asing yang dipelajari. Sehingga pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan agar memperkecil kesalahan yang terjadi dalam berbahasa. 2. Kelas kata dalam Gramatika Bahasa Jepang Kelas kata dalam gramatika bahasa Jepang terdapat 10 kelompok kelas kata, yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu jiritsugo dan fuzokugo.Jiritsugo, yaitukelas kata yang dapat membentuk sebuah kalimat dengan sendirinya. Kelas kata yang termasuk kedalam kelompok jiritsugo adalah doushi, ikeiyoushi, nakeiyoushi, meshi, fukushi, rentashi, setsuzokushi dan kandooshi. 1.

Doushi adalah kata kerja.Menurut Taketoki (1990: 55-56) kata kerja yang bisa diubah menjadi berbagai bentuk, sesuai dengan tujuaungkapannya. Misalnya untuk menjelaskan, kemauan, perintah, dan lain-lain maka kata kerja tersebut diubah ke dalam bentuk keinginan dan perintah, contoh

Oyogu = berenang (kata kerja bentuk kamus) oyogitai = ingin berenang (bentuk keinginan) oyoge = berenang! (bentuk perintah)

2.

I-keiyoushi adalah kata sifat i. Menurut Makino (1994:21) kata sifat-i adalah kata sifat yang diakhiri huruf i. Kata sifat I dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu, kata sifat-I yang di akhiri shi-i dan yang di akhiri tanpa shi-i. Contoh: berakhiran shi-i : 嬉しい (ureshii = senang), 悲しい (kanashi = sedih) tanpa akhiran shi-i : 少ない(sukunai = sedikit), 若い (wakai = muda)

3.

Na-keiyoushi adalah kata sifat na. Menurut Makino (1994:22) Kata sifat na adalah kata sifat yang diakhiri na. Kata sifat na sangat mirip dengan kata benda, beberapa jenis kata sifat-na dapat digunakan sebagai kata benda (contoh b), ada juga kata sifat-na yang dapat menjadi kata benda jika ditambahkan kata da dibelakangnya (contoh c). b. けんこうはだいじですよ。

Kenkou wa daiji desuyo. Kesehatan ini penting. Kata kenkou dalam kalimat tersebut adalah kata benda yang berasal dari kata sifat-na yaitu kenkouna. c. この人は元気だ。 Kono hito wa genki da. Orang itu sehat. Kata genki dalam kalimat tersebut adalah kata benda yang berasal dari kata sifat-na yaitu genkina. 4. Meishi adalah kata benda. Menurut Iguchi (1995:16), meishi adalah bentuk dasar yang menjelaskan nama benda, menjadi subjek kalimat. Contoh: カリナさんはきれいです。 Karina san wa kirei desu. Karina gadis yang cantik. 5. Rentaishi adalah prenomina, menurut Kindaichi (1997), prenomina tidak dapat digunakan sendiri, tidak mengubah kata dan hanya menambahkan atau menerangkan kata pada bagian dari kalimat. Contoh kata rentaishi antara lain: ano, iwayuru, aru. あのかぎはわたしのです. Ano kagi wa watashi no desu. Kunci itu milik saya. 6. Fukushi adalah kata keterangan. Menurut Iguchi (1995:24), fukushi, kata yang menambahkan kata keterangan untuk kata kerja dan kata sifat-i/na. Berikut beberapa contoh penggunaan kata keterangan: Yukkuri aruku (jalan dengan perlahan), totemo tsukareru (sangat lelah), kitto kuru (pasti datang). 7. Kandooshi adalah kata seru, menurut Sudjianto (2004: 169) kata seru dapat menyatakan perasaan dan panggilan atau jawaban. わあ、それはいけませんね。 Waa, sore wa ikemasenne. Wah, itu tidak baik ya.

8. Setsuzokushi adalah kata sambung. Menurut Kindaichi (1997: 772)setsuzokushi adalah kata yang menghubungkan hal satu dengan hal lain, dengan fungsi-fungsi tertentu. Kelompok kelas kata berikutnya adalah fuzokugo. Fuzokugo,yaitukelas kata yang tidak dapat menbentuk kalimat dengan sendirinya. Kelas kata yang termasuk fuzokugo yaitu, jodooshi dan joshi. 1. Jodooshi adalah kata kerja bantu. Menurut Iguchi (1995:30), kata kerja bantu jika digunakan di belakang kata kerja, maka dapat menambahkan arti. Berikut adalah beberapa penggunaan secara terpisah dari kata kerja bantu. …tai, diganakan untuk menyatakan keinginan, bentuk perubahan seperti kata sifat-i. Contoh: nomitai = ingin minum nomitakunai = tidak ingin minum ..reru,..rareru. Dapat digunakan dalam bentuk pasif, bentuk potensial, bentuk spontan, bentuk hormat, perubahannya seperti bentuk kata kerja. Contoh bentuk pasif : shikarareru (dimarahi), osareru (ditekan) Contoh bentuk potensial: kireru (memotong), hikeru (menarik) Contoh bentuk spontan : sakana ga tsureru (ikan yang tertangkap) Contoh bentuk hormat : sensei, ko-hi- wo nomaremasuka (apakah bapak minum kopi?) ...darou,…deshou. Digunakan untuk dugaan atau perkiraan. Contoh: ashita wa ame ga furudeshou ( besok akan turun hujan) 2.

Joshi adalah partikel. Menurut Iguchi (1995:32) joshi adalah partikel yang menempel pada bermacam-macam kata yang digunakan untuk menunjukkan hubungan antar kata dan dapat menguatkan arti kalimat.Contoh partikel antara lain: ga, wo, ni, made. no, kara. 会議は 3時からです. Kaigi wa 3 ji kara desu. Rapat dimulai dari pukul 3.

3. Setsuzokushi Setsuzokushi adalah salah satu kelas kata yang termasuk kedalam kelompok jirotsugo. Pengertian setsuzokushi yang diutarakan Sudjianto (2004:

170) mengutip Ogawa (1989:141): Setsuzokushi dapat dilihat dari sudut pandang cara pemakainnya, berdasarkan artinya, atau berdasar fungsinya. Berdasarkan cara pemakaiannya setsuzokushi dapat dikatakan sebagai kelas kata yang menunjukkan hubungan isi ungkapan sebelumnya dengan isi ungkapan berikutnya.Berdasarkan fungsinya setsuzokushi merupakan kata yang dipakai setelah ungkapan sebelumnya dan berfungsi untuk mengembangkan ungkapan berikutnya.

Selain itu ada pengertian lain yang dikemukakan Kindaichi (1997: 772) bahwa setsuzokushi adalah kata yang menghubungkan hal satu dengan hal lain, dengan fungsi-fungsi tertentu. Berbeda dari pengertian sebelumnya, Makino (1994:666) mengutarakan bahwa kata sambung atau setsuzokushi ada dua jenis. Pertama, kata sambung koordinat yang digunakan untuk menggabungkan kalimat yang berdiri sendiri. Kedua, kata sambung subordinat yang digunakan untuk menghubungkan dua kalimat menjadi kalimat tunggal yang kompleks. Kata sambung koordinat dengan struktur kalimat 1 + kata sambung + kalimat 2, contoh: 私は今朝ひどく頭が痛かった。だから、会社にいかなかった。 Kalimat 1 Konjungsi Kalimat 2 Watashi wa kesa hidoku atama ga itakatta. Dakara, kaisha ni ikanakatta. Pagi ini kepala saya sangat sakit. Jadi, saya tidak pergi bekerja. 日本へ行って日本語を勉強したい。しかし、りょひがたかくていけない。 Kalimat 1 Konjungsi Kalimat 2 Nihon e itte nihon go wo benkyoushitai. Shikashi, ryohi ga takakute ikenai. Saya pergi ke Jepangingin belajar bahasa Jepang. Tapi, biaya perjalanan sangat mahal saya tidak bisa pergi kesana. Berikut adalah contoh dari kata sambung subordinate. 今じょうたいが続くかぎりプロジェクトははじめられない。 Ima , joutai ga tsuzuku kagiri purojekuto wa hajimerarenai. Selama situasi seperti saat ini terus berlanjut, kita tidak bisa memulai proyek kita. 上司の命令だからといってだまってしたがうわけにはいかない。 Joushi no meirei dakaratoitte damatte shitagau wake ni wa ikanai. Saya tidak dapat mematuhi perintah tanpa mengajukan pertanyaan bahkan jika itu dari bos saya.

Jika disimpulkan, setsuzokushi adalah kata yang dapat menghubungkan isi ungkapan sebelumnya dengan isi ungkapan berikutnya, dan dapat pula mengembangkan isi kalimat sebelumnya pada kalimat sesudahnya.

1. Jenis setsuzokushi Jenis setsuzokushi yang disampaikan Makino (1994:667) yaitu, 1. Konjungsi yang menyatakan “sebab dan akibat”: koushite (dengan demikian), sokode (maka, jadi, karena itu), sonotame (oleh sebab itu, dari itu), sorede (kalau begitu,jadi,lalu). 2. Kata sambung dengan maksud “tetapi”: keredomo (tetapi,walaupun), shikashi (tetapi), soredemo (baik juga). 3. Kata sambung yang berarti “dan”: shikamo (lagi pula, tambahan lagi), sorekara (kemudian, lalu), soreto (ataukah), soreni (lagupula, dan juga). 4. Kata sambung dengan maksud “atau”: aruiwa (atau), soretomo (atau), matawa (atau). 5. Kata sambung dengan maksud “mengubah pokok kalimat”: sate (nah sekarang, adapun), sorewasouto (omong-omong nih), tokorode (oh, ya, omong-omong), tokini (omong-omong nih). 6. Kata sambung yang bermaksud “menguraikan”: Iikaeruto(dengan kata lain), tsumori (bermaksut). 7. Kata sambung untuk menyampaikan “contoh”: Tatoeba (misalnya)、rei wo ageruto (sebagai contoh) . 8. Kata sambung untuk menyatakan “alasan untuk sesuatu”: Nazenara (karena, sebab) , toiunowa (yang disebut). 9. Kata sambung i untuk menyatakan “perbandingan”: sorenitaishite (menentang), ippou (di satu sisi). Berbeda dengan pembagian jenis setsuzokushi yang dikemukakan oleh Hirai Misao (1989: 156-157) dalam buku Sudjianto (2004) menjelaskan jenis setsuzokushi seperti berikut. 1.

Heiretsu no setsuzokushi adalah kata sambung yang menunjukkan sesuatu yang berderet, mata (atau)、oyobi (dan, juga, serta)、narabini (dan,serta).

2.

Gyakusestu no setsuzokushi adalah kata sambung yang menunjukkan

pertentangan, shikamo (lagupula, tambahan lagi)、keredo (tetapi)、soreni (lagipula, dan juga). 3. Junsetsu no stsuzokushi adalah kata sambung yang menunjukkan akibat, kesimpulan, sorede (maka,jadi,oleh sebab itu)、shitagatte (oleh sebab itu, hingga)、sokode (maka, jadi). 4.

Tenka no setsuzokushi adalah kata sambung yang digunakan untuk mengembangkan kalimat, sarani (tambahan lagi)、soshite (dan, lalu)、 sorekara (kemudian, lalu).

5.

Hosetsu no setsuzokushi adalah kata sambung yang digunakan untuk menambahkan penjelasan, tatoeba (misalnya)、tadashi (akan tetapi)、 nazenara (karena, sebab).

6.

Sentaku no setsuzokushi adalah kata sambung untuk menyatakan pilihan, matawa(atau)、soretomo (ataukah)、aruiwa (atau).

7.

Tenkan no setsuzokushi adalah kata sambung untuk mengubah topic, tsugini (berikutnya)、dewa (kalau begitu)、tokorode (omong-omong). Pengelompokan setsuzokushi antara Makino dan Hirai berbeda jika dilihat dari

jumlah dan jenis yang berdasarkan kegunaannya. Jika Makino membagi setsuzokushi menjadi 9 jenis, maka Hirai hanya 7 jenis. Dalam pembagian jenis tersebut sebenarnya semua hampir sama, hanya yang dijelaskan oleh Makino terdapat jenis yang digunakan untuk maksud“menguraikan”, “alasan untuk sesuatu”, dan “perbandingan”. Jenis setsuzokushi yang akan diteliti adalah tenka no setsuzokushi. Tenkan no setsuzokushi adalah salah satu jenis dari setsuzokushi. Menurut Hirai Masao (dalam Sudjianto : 2004) dipakai pada saat mengembangkan a menggabungkan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya Ishikawa (1978) dalam setsuzokushi soshite, sorekara, soreni, sonoue no youhou mengatakan bahwa jumlah dasar titik kalimat di bagi dalam delapan jenis klausa sebagai berikut:

市川1978の

分類(ぶんるい)によれば、 文の連接関係(れんせつかんけい)

の基本的類型(き ほんてきるいけい)は八つ(順接型(じゅんせつが た)、逆接型(ぎゃくせ つがた)、添加型(てんかが た)、対比型(たいひかた)、転換型(てんかんがた) 、同列型(ど うれつかた)、補足型(ほそくかた)、連 鎖型(れんさがた))に分けるが、「そして」は「添 加 型(てんかがた)」の「累加(るいか)、単純(たん じゅん)な添加(てんか)」に属(ぞく)し、「それ か ら、それに、そのうえ」は「添加型(てんかがた)」 の「追加(ついか)」に属(ぞく)するとされ ている。 Terjemahan: “Menurut klasifikasi dari Ichikawa 1978, Jumlah dasar titik kalimat dibagi dalam delapan buah yaitu jenis klausa urutan, jenis klausa paradok, jenis penambahan,jenis kontras,jenis konversi, jenis berkategori sama, jenis tambahan, jenis berantai そして adalah jenis penambahan yang bersifat sederhana dan bersifat berulang ulang. Sedangkan それから、それに、そのうえ termasuk jenis penambahan yang bersifat menambah.” Sedangkan Morita (1989) dalam setsuzokushi soshite, sorekara, soreni, sonoue no youhou melakukan analisis terhadap empat kata dan membaginya menjadi soshite (そして)、sorekara (それから) dan soreni (それ に)、sonoue (そのうえ) kemudian “soreni/sonoue (それ に/そのうえ) sorekara (それから)” dan “soreni/sonoue (それに/そのうえ) soshite (そして)” sebagai berikut: 「そして」は事柄(ことがら)の累加意識(る いかいしき)であるから、事柄(ことがら)の 二重性( にじゅうせい)が強(つよ)まるのに対(たい)して、 「それに、そのうえ」は、ある事柄 (ことがら)に他 (た)の事柄(ことがら)が累加(るいか)する意(い)で あるから、「それから」に 置(お)き換(か)えること も可能(かのう)であるが、 「それから」は時間的 順序(じかんてきじ ゅんじょ)で展開(てんかい)して いく場合(ばあい)にも使用(しよう)できる。「それ に、そのう え」は、事柄(ことがら)や話題(わだい) を累加(るいか)する説明的叙述(せつめいてきじょ

じゅつ)として用(もち)いられる。接続助詞(せつぞ くじょし)「し」に通(つう)じる。これに対し て、 「そして」は、一つの話題(わだい)で統一(とうい つ)されている時(とき)によく用(もち)い られ、接 続助詞(せつぞくじょし)「て」に通(つう)じる。 Terjemahan: “そして adalah penguatan masalah terhadap dualisme karena ada kesadaran komulatif terhadap masalah/ hal/perkara. それから adalah tindakan mengintensifkan/ menguatkan jenis secara berurutan. それに、そのうえ ada kemungkinan dapat digantikan oleh それから karena memiliki arti menambahkan hal lain kepada sebuah hal. それから dapat juga digunakan apabila mengembangkan urutan kegiatan berdasarkan waktu.それに、その うえ digunakan sebagai pengutaraan penjelasan dalam menambahkan hal atau tema pembicaraan. Bisa dipahami seperti 「し」dalam setsuzokujoshi . Berbeda dengan hal ini, そして sering digunakan ketika menyatukan sebuah topik pembicaraan. Bisa pula dipahami seperti「て」dalam setsuzokujoshi.” a. Sorekara Kata penghubung sorekara digunakan untuk menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua secara urutan waktu, dan diletakkan di depan kalimat kedua. Jika di bandingkan dengan kata penghubung soshite(dan) , sorekara lebih fokus ke selisih waktu. Contoh kalimat 洗濯をします。それから、朝ごはんを食べます。 Sentaku o shimasu. Sorekara,asa gohan o tabemsu. Saya mencuci pakain. Setelah itu, saya sarapan. b. Kata penghubung sore-ni dan sore-kara dapat digunakan untuk menambahkan hal atau benda (c) sebagai tambahan pada hal atau benda lain (a[dan b]) yang telah dinyatakan sebelumnya Contoh kalimat たこ焼きとラメン,それに、すしもたべたいです

Takoyaki to ramen, sore-ni, sushi mo tabe-tai desu. Saya ingin makan takoyaki,ramen, dan sushi juga. c. Kata penghubung soshite dapat digunakan untuk menghubungkan 2 kalimat setara . soshite berbeda dengan partikel to yang digunakan untuk menghubungkan 2 kata dalam 1 kalimat. Contoh kalimat とうきょうの地下鉄はきれいです、そして便利です。 Toukyou no chikatetsu wakirei desu, soshite benri desu. Kereta api bawah tanah tokyo bersih dan praktis.

B. Penelitian yang Relevan Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan penulis, penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut, Rias Sekar Kinanthi (2016) yang berjudul Analisis kesalahan penggunaan Tenkan no Setsuzokushi pada mahasiswa tingkat III pendidikan bahasa Jepang UNNES. Hasilnya ditemukan bahwa kata sambung dengan persentase tingkat kesalahan tertinggi adalah sate. Kesalahan penggunaan kata sambung sate dipengaruhi oleh kepahaman pembelajar karena pembelajar belum memahami pengetahuan mengenai kata sambung. Pada penelitian ini, peneliti mempelajari cara peneliti ini menganalisis data dan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesalahan penggunaan tenkan no setsuzokushi , sehingga peneliti merasa perlu juga melakukan analisis kesalahan penggunaan Tenka no setsuzokush.

C.

Kerangka Konseptual Berdasarkan kajian latar belakang dan uraian kajian teori bahwa penggunaan tenka no setsuzokushi masih banyak mengalami kesalahan. Kendala yang dialami mahasiswa mendorong mahasiswa melakukan kesalahan pada saat penggunaan kata sambung. Oleh karena itu perlu diadakan analisis untuk mengetahui kesalahan yang mahasiswa dalam penggunaan kata sambung untuk mengembangkan kalimat atau tambahan.

Gramatika Bahasa Jepang

Jirutsugo (kelas kata yang dapat membentuk kalimat dengan sendirinya )

Pada bagian jiritsugo mahasiswa kesulitan Ada pengunaan kata sambung Setsuzokushi (Kata Sambung)

Pada kelas kata setsuzokushi mahasiswa banyak mengalami kesulitan pada jenis pengubah topik

Tenka no setsuzokushi (kata sambung mengembangkan atau menambah kalimat)

Fuzokugo (kelas kata yang tidak dapat membentuk kalimat dengan sendirinya

Mahasiswa belum mampu memahami perbedaan penggunaan kata sambung mengembangkan atau menambah kalimat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan ataupun memaparkan proses dan hasil penelitian secara sistematik dan menekankan pada data faktual. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2010:10) yang mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan angka dimulai dari pengumpulan data, kemudian penafsiran data dan terakhir hasilnya sehubungan dengan hal tersebut, Sugiyono (2010:7) mengatakan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.

B. Populasi dan Sampel

Related Documents


More Documents from "Ciel Chrono"