Analisis Kasus Lapkas.docx

  • Uploaded by: Amin Muhammad
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Kasus Lapkas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,952
  • Pages: 13
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Dengue 2.1.1

Epidemiologi World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa dalam tiga dekade terakhir,

infeksi virus dengue di dunia meningkat secara drastis dan sekitar 2,5 miliar orang berisiko terkena infeksi dengue tersebut. Diperkirakan 50-100 juta infeksi dan 25.000 kematian terjadi di dunia setiap tahunnya.1 Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.2

2.1.2

Etiologi Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang

dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.2,3

2.1.3

Patogenesis Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah

hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.4

16

17

1.

Immunological Enhancement Hypothesis Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung

bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.4 Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat berangkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:2

(a) Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.

(b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.

(c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi.

(d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.

18

(e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. 2.

Aktivasi Limfosit T Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsang

monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN-a dan y). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFNa. IFN-a selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan. Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/ galur serotipe virus dengue yang paling virulen.2

2.2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.5

19

Gambar 1. Manifestasi klinis infeksi dengue (Sumber: World Health Organization. Comprehensive Guideline for Prevention

and Control of Dengue and Dengue Hemorraghic fever. New Delhi: Mahatma Ghandi Marg. 2011) 1.

Undifferentiated Fever (Sindrom infeksi virus) Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan

penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.6

2.

Demam Dengue Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit

biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6 -12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.2,7 Gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa mengigil. Dapat dijumpai bentuk kurva suhu bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lain yang sering dijumpai ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak keringat. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelani's sign, sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. Bentuk perdarahan yang dilaporkan ialah menoragi dan menstruasi dini, abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah, mungkin sekali akibat perdarahan uterus.2 Temuan laboratorium pada demam dengue adalah sebagai berikut:5 1.

Total WBC biasanya normal pada onset awal demam, kemudian menjadi leukopenia dengan penurunan neutrofil pada periode demam.

20

2.

Jumlah platelet dan komponen pembekuan darah lainnya biasanya normal. Trombositopenia ringan ( 100.000-150.000 sel/mm3) umum dijumpai pada setengah pasien demam dengue, jarang dijumpai trombositopenia berat (< 50.000 sel/mm3).

3.

Dapat dijumpai peningkatan hematokrit ringan (≈ 10%) karena dehidrasi akibat demam, muntah, anoreksia dan intake oral yang kurang.

4.

Serum biokimiawi normal, namun kadar SGOT dan SGPT dapat meningkat.

5.

Harus diingat bahwa pemberian obat seperti analgesik, antipiretik, antiemetik dan antibiotik dapat mempengaruhi fungsi hepar dan pembekuan darah.

2.2.5 Demam Berdarah Dengue Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa penyembuhan (convalescence, recrwery).6 a.

Fase demam Pada anamnesis didapatkan demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta

terjadi kejang demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.6 Pada pemeriksaan fisik ditemukan manifestasi perdarahan berupa uji bendung positif (> 10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal, petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria (jarang) dan menorhagia. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arkus costae kanan dan kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD. 6 b.

Fase kritis Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari

saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar atau tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus (RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut. Kadar albumin menurun >0.5g/dl dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma.3,6 Manifestasi gejala syok adalah anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Tekanan nadi ≤ 20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< l ml/kg berat badan/jam), sampai anuria. Komplikasi berupa

21

asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi. Anak lebih rentan mengalami sindrom syok dengue dibanding dewasa oleh karena volume sirkulasi darah anak lebih kecil dibanding dewasa. Permeabilitas vascular anak juga lebih tinggi dibanding dewasa sehingga permeabilitas anak lebih mudah mengalami kebocoran dibanding dewasa.6

c.

Fase penyembuhan (convalescence, recovery) Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali

merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.6 Temuan laboratorium pada pasien dengan demam berdarah dengue5: 1.

Hitung WBC normal dengan predominan neutrofil pada fase awal demam. Setelah itu, akan diikuti dengan penurunan kadar leukosit dan neutrofil hingga mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan total WBC (≤5000 sel/mm3) dan rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrofil < limfosit) sangat berguna untuk memprediksi periode kritis plasma leakage.

2.

Jumlah platelet normal pada awal demam. Penurunan mendadak jumlah platelet hingga < 100.000 sel/mm3 terjadi di akhir fase demam sebelum onset shock. Kadar platelet berkorelasi dengan keparahan demam berdarah dengue. Ditemukan juga gangguan fungsi trombosit. Hal ini terjadi dalam durasi periode yang singkat dan segera membaik pada periode konvalesens.

3.

Kadar hematokrit normal pada awal demam. Peningkatan tajam kadar hematokrit mungkin berhubungan dengan demam, anoreksia dan muntah. Peningkatan mendadak kadar hematokrit harus diobservai secara berkesinambungan terutama sesaat setelah terjadi penurunan tajam kadar trombosit. Hemokonsentrasi atau peningkatan kadar hematokrit 20% dari nilai normal merupakan bukti adanya plasma leakage.

4.

Trombositopenia dan hemokonsentrasi dijumpai pada demam berdarah dengue. Penurunan kadar trombosit <100.000 umumnya dijumpai pada demam hari ke-3 hingga hari ke-10. Peningkatan kadar hematokrit terjadi di semua kasus DHF terutama pada kasus syok. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥20% merupakan bukti objektif terjadi penurunan plasma leakage. Perlu diketahui bahwa kadar hematokrit dapat dipengaruhi oleh terapi cairan awal dan perdarahan.

22

5.

Temuan lainnya berupa hipoproteinemia/albuminemia (sebagai akibat plasma leakage), hiponatremia, dan peningkatan ringan serum aspartate transaminase (≤200 U/L) dengan ratio AST/ALT > 2

6.

Albuminuria dapat dijumpai pada pasien DHF

7.

Darah samar dapat dijumpai pada feses

8.

Pada kebanyakan kasus dijumpai penurunan kadar fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III dan penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor). Pada kasus berat dengan gangguan fungsi hati dijumpai penurunan vitamin-K dependent prothrombin co-factor, seperti factor V, VII, IX dan X.

9.

Partial thromboplastin time dan prothrombin time memanjang pada ½ sampai 1/3 kasus DHF. Trombin time juga memanjang pada kasus yang berat.

10.

Hiponatremia umu dijumpai pada kasus DHF dengan syok

11.

Hipokalsemia dijumpai pada DHF grade 3 dan 4 Blood urea nitrogen, dan metabolik asidosis, dijumpai pada prolonged shock

2.2.6 Penegakan Diagnosis a.

Demam Dengue

Probable diagnosis: Demam akut dengan 2 atau lebih gejala dibawah ini:5 -

Nyeri kepala

-

Nyeri retroorbital

-

Mialgia

-

Atralgia/ nyeri tulang

-

Ruam

-

Manifestasi perdarahan

-

Leukopenia (WBC < 5000 sel/mm3)

-

Trombositopenia (platelet < 150.000 sel/mm3)

-

Peningkatan hematokrit (5-10%) Dan minimal 1 dari tanda berikut:

-

Pemeriksaan serologi : titer 1280 dengan tes inhibisi hemaglutinasi, perbandingan titer IgG dengan enzym-liked immunosorbent assay, atau hasil positif dengan tes antibodi IgM.

-

Terjadi pada lokasi dan waktu yang sama saat dikonfirmasi sebagai kasus demam dengue

23

Confirmed Diagnosis Probable case dengan minimal 1 gejala berikut:5 -

Isolasi virus dengue dari serum, cairan serebrospinal atau sampel autopsy

-

Peningkatan serum IgG empat kali lipat atau lebih (dengan tes inhibisi hemaglutinasi) atau peningkatan antibodi IgM spesifik terhadap virus dengue.

-

Deteksi virus dengue atau antigen pada serum, jaringan atau cairan serebrospinal dengan immunohistocemistri, immunofluorosens, enzyme-linked immunosorbent assay.

-

b.

Deteksi sekuens genom virus dengue dengan PCR.

Demam Berdarah Dengue Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis pertama

ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit > 20% atau bukti perembesan plasma (efusi pleura, hipoalbuminemia).6 Kriteria klinis 1.

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari

2.

Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena

3.

Pembesaran hati

4.

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratorium

1. Trombositopenia (< 100.000/mikroliter). Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar/ menurut standar umur dan jenis kelamin.

2.2.7 Manajemen Demam Berdarah Dengue a.

Manajemen DBD grade I, II (Kasus Non-Syok) Pada dasarnya cairan (oral+IV) yang diberikan adalah cairan rumatan (untuk 1 hari)

+ 5% defisit (cairan oral dan IV diberikan bersama-sama), diberikan selama 48 jam. Misalnya anak dengan berat 20 kg, defisit 5% adalah 50 ml/kg x 20 = 1000 ml. Cairan

24

rumatan selama 1 hari sebesar 1500. Maka cairan rumatan + 5% adalah 2500 ml. Volume cairan ini diberikan dalam waktu 48 jam pada pasien tanpa syok. 6

b.

Manajemen syok: DBD III Sindrom Syok Dengue (SSD) merupakan syok hipovolemik yang disebabkan oleh

kebocoran plasma dengan karakteristik peningkatan resistensi pembuluh darah dengan manifestasi penyempitan tekanan nadi. Ketika terjadi hipotensi, harus dicurigai bahwa terdapat perdarahan berat dan sering kali berupa perdarahan gastrointestinal tersembunyi, disamping adanya kebocoran plasma. 6 Harus dicatat bahwa terapi resusitasi cairan SSD berbeda dengan syok lainnya seperti syok septik. Kebanyakan kasus SSD akan berespon terhadap pemberian cairan sebanyak 10 ml/kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa selama lebih dari 1 jam atau dengan cara bolus. Pemberian cairan harus mengikuti grafik (lampiran). Meskipun demikian, sebelum menurunkan kecepatan terapi cairan intravena, kondisi klinis seperti tanda vital, urine output, dan kadar hematokrit harus di cek untuk memastikan terjadi perbaikan klinis.6 Pemeriksaan laboratorium (ABCS) harus dilakukan baik pada pasien syok maupun pada pasien tanpa syok ketika tidak dijumpai perbaikan klinis setelah mendapatkan terapi cairan yang adekuat. 6 Sangat penting untuk menurunkan kecepatan cairan apabila terjadi perbaikan perfusi perifer, tetapi kecepatan cairan harus dihentikan secara perlahan selama 24 jam dan dihentikan setelah 36-48 jam. Kelebihan cairan dapat menyebabkan efusi pleura masif yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.6

25

Tanda vital tidak stabil Volume urine berkurang Tanda syok (DBD derajat III)

Berikan oksigen via masker/ kateter Penggantian volume cairan segera, kristaloid 10 ml/kgBB/jam, 1-2 jam

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Pada syok lama (DBD derajat IV) volume 20 ml/kgBB/jam, 10-15 menit atau sampai tekanan darah kembali. Apabila membaik kurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam

Cek ABCS Koreksi

Kurangi volume cairan berturut-turut 10 ml, 7 ml, 5 ml, 3ml, 1,5 ml/kgBB/jam sebelum selanjutnya dikurangi untuk mempertahankan akses vena tetap terbuka

HCT meningkat

Koloid (dextran 40)

Perbaikan

HCT menurun

Transfusi darah 10 ml/kgBB/jam Whole Blood 10 ml/kgBB/jam atau PRC 5 ml/kgBB/jam Perbaikan

Kurangi volume cairan berturut-turut 10 ml, 7 ml, 5 ml, 3ml, 1,5 ml/kgBB/jam sebelum selanjutnya dikurangi untuk mempertahankan akses vena tetap terbuka

Stop pemberian cairan 24-48 jam

Tabel 2.1 Algoritma tatalaksana Dengue Syok Sindrome (Sumber : World Health Organization, 2011)

c.

Manajemen Konvalesens a.

Konvalesens ditandai dengan meningkatnya parametes klinis, dan kondisi umum, serta nafsu makan.

b.

Status hemodinamik, perfusi perifer dan tanda vital tstabil.

c.

Penurunan hematokrit ke nilai normal atau di awah nilai normal dan diuresis.

26

d.

Cairan intravena di stop.

e.

Pasien dengan efusi pleura masif dan asites, mungkin mengalami hipervolemia dan dapat diberikan diuretik. Terapi dibutuhkan untuk mencegah edema paru.

f.

Hipokalemia dapat berhubungan dengan stress, diuresis dan harus dikoreksi dengan buah yang kaya potasium atau suplement.

g.

Bradikardi umumnya ditemui dan membutuhkan monitoring intensif terhadap kemungkinan komplikasi yang jarang terjadi seperti henti jantung, ventricular prematuer contraction (VPC).

h.

Ruam konvalesens ditemukan pada 20%-30% pasien.

Tanda Penyembuhan: 6 a.

Nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas stabil.

b.

Temperatur tubuh normal.

c.

Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.

d.

Nafsu makan membaik

e.

Tidak ada muntah dan nyeri bdomen.

f.

Urine output bagus.

g.

Hematokrit stabil.

h.

Munculnya ruam petekie konfluen atau gatal, terutama pada ekstremitas.

Kriteria Memulangkan Pasien: 5 a.

Tidak ada demam minimal 24 jam tanpa antipiretik.

b.

Nafsu makan membaik.

c.

Perbaikan klinis terlihat.

d.

Urine output bagus.

e.

Minimal 2-3 hari pasca syok.

f.

Tidak ada distres pernapasan, efusi pleura atau asites.

g.

Jumlah platelet > 50.000 sel/mm3. Jika tidak, pasien direkomendasikan untuk menghindari aktivitas yang menimbulkan trauma selama 1-2 minggu hingga kadar platelet normal. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi, kadar platelet akan meningkat dalam waktu 3-5 hari.

27

ANALISIS KASUS

Pasien dicurigai demam karena dengue fever. Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.8 Infeksi virus dengue bisa asimtomatik atau menjadi undifferentiated febrile illness (sindrom viral), deman dengue, atau demam berdarah dengue termasuk sindrom renjatan dengue. Infeksi satu serotipe dengue akan memberikan imunitas seumur hidup terhadap serotipe yang sama, tetapi hanya memberikan proteksi silang jangka pendek pada serotipe yang lain. Manifestasi klinis tergantung dari strain virus dan faktor host seperti usia, status imun, dll.5

Gambar 2.1. Manifestasi infeksi virus dengue5 Dari pola demam tinggi yang kemudian turun di hari ke- 5 dan 6, pemeriksaan fisik ditemukan efusi pleura dan asites, serta hasil laboratorium yang menunjukkan penurunan jumlah trombosit, meningkatkan kecurigaan ke arah demam berdarah dengue. Tatalaksana yang diberikan untuk kasus demam berdarah

28

dengue hanya diberikan antipiretik seperti parasetamol dan mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan.8

Related Documents


More Documents from "Bella"

Laporan Kasus
June 2020 53
Referat Omsk.docx
December 2019 34
Chapter 2.en.id.docx
November 2019 30