ANALISIS JURNAL HUBUNGAN PENATALAKSANAAN PERAWATAN INDWELLING KATETER DENGAN MASALAH RISIKO INFEKSI TERHADAP PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
Oleh: Wiwin Hardiyanti, Novi Indah Aderita
A. Judul Hubungan Penatalaksanaan Perawatan Indwelling Kateter Dengan Masalah Risiko Infeksi Terhadap Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (Isk) Di Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
Kekuatan
: Penulisan judul ringkas, komunikatif dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Kekurangan: Saran
:-
B. Abstrak Infeksi saluran kemih adalah penyakit infeksi nosokomial kedua tersering pada tubuh sebanyak 8,3 juta kasus pertahun. Kejadian ISK pada penderita yang dirawat di rumah sakit (35-45%) terjadi akibat pemakaian kateter atau penggunaan alat medis melalui saluran kencing. Maka perlu dilakukannya tindakan perawatan indwelling kateter untuk mengatasi infeksi. Mendeskripsikan mengenai keefektifan pelaksanaan perawatan kateter dengan masalah risiko infeksi terhadap pencegahan kejadian infeksi saluran kemih. Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan case study research (Studi Kasus). Populasi penelitian semua pasien yang terpasang kateter. Subjek penelitian sejumlah 5 orang pasien yang diambil dengan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu pasien
yang terpasang kateter menetap dihari pertama, pasien yang komunikatif dan kooperatif, serta pasien yang bersedia mengikuti kegiatan. Waktu pelaksanaan pada tanggal 2 April sampai 14 April 2018 di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso. Data pengkajian menunjukkan bahwa dari ke-5 pasien merasa panas dan nyeri pada area yang terpasang kateter, nyeri dirasa senut-senut, skala 4 hilang timbul, warna urin kuning, urin agak keruh, bau amoniak, pH urin 7.0, hasil leukosit 6.4 ribu/µl, jumlah urin 100 cc, terdapat tanda kemerahan, tidak ada bengkak, serta tidak ada perubahan fungsi. Diagnosis keperawatan yaitu risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (pemasangan kateter). Implementasi perawatan indwelling kateter dengan masalah risiko infeksi terhadap pencegahan ISK selama 3 x 15-20 menit, didapatkan hasil evaluasi 1 dari 5 subjek mengalami kenaikan leukosit dan 4 subjek tidak terdapat tanda gejala infeksi. Perawatan indwelling kateter efektif dalam mengurangi masalah risiko infeksi dalam mencegah ISK. Kata kunci: Kateter, perawatan indwelling kateter, risiko infeksi, infeksi saluran kemih. Kekuatan
: Abstrak yang ditampilkan dalam penelitian ini cukup lengkap mulai dari latar belakang, tujuan, metode yang digunakan, hasil serta kesimpulan dan saran.
Kekurangan : Saran
: -
C. Pendahuluan Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit berasal dari fasilitas rumah sakit atau tenaga kesehatan atau pasien lain. Infeksi ini dapat terjadi saat pasien dirawat di rumah sakit atau setelah pasien pulang (Mubarak & Chayatin, 2008). Sementara itu penduduk Indonesia yang menderita infeksi saluran kemih diperkirakan sebanyak 222 juta jiwa. Infeksi saluran kemih di Indonesia dan prevalensinya masih cukup tinggi. Jumlah penderita ISK di Indonesia adalah
90-100 kasus per100.000 penduduk pertahunnya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Darsono et al., 2016). Kejadian ISK pada penderita yang dirawat di rumah sakit merupakan jenis infeksi nosokomial yang tersering (3545%) terjadi akibat pemakaian kateter atau penggunaan alat medis melalui saluran kencing (Susantiningdyah et al., 2014). Kateterisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang sangat sering dilakukan. Kateterisasi kandung kemih membawa risiko tinggi terhadap infeksi saluran kemih dan dianggap sebagai salah satu penyebab utama infeksi nosokomial. Pemasangan kateter menetap dapat menyebabkan infeksi pada saluran kencing melalui lumen kateter dan dinding uretra, sehingga perlu teknik perawatan kateter yaitu perawatan indwelling kateter dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi (Perdana et al., 2017). Mengingat risiko dari tindakan invasif, maka pencegahan menjadi sangat penting mulai dari pemasangan, perawatan, dan penggantian kateter. Berawal dari latar belakang ini peneliti termotivasi untuk mengurangi kejadian infeksi saluran kemih khususnya melalui cara perawatan indwelling kateter. Perawatan kateter ini bertujuan untuk mengetahui keefektifitasan dari perawatan indwelling kateter untuk mengatasi masalah risiko infeksi Menurut Darsono (2016), infeksi saluran kemih adalah penyakit infeksi kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan pertahun. Pada usia muda kurang dari 40 tahun mempunyai prevalensi 3,2% sedangkan di atas 65 tahun angka infeksi saluran kemih sebesar 20%. terhadap pencegahan infeksi saluran kemih. Kekurangan : Saran
:-
D. Skenario Kasus Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 April sampai 14 April 2018 di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Populasi penelitian ini adalah pasien yang terpasang kateter di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri. Subjek penelitian ini adalah pasien yang terpasang kateter sejumlah 5 orang subjek yang memenuhi kriteria inklusi antara lain: Pasien yang terpasang kateter menetap dihari pertama, Pasien yang komunikatif dan kooperatif, dan Pasien yang bersedia mengikuti kegiatan. Instrumen studi kasus yang digunakan ialah format asuhan keperawatan yang digunakan dalam pengambilan data melalui proses asuhan keperawatan medikal-bedah, peneliti sendiri dan SOP (Standar Operasional Prosedur) atau instruksi kerja perawatan indwelling kateter. Sedangkan metode analisis data yang peneliti gunakan adalah reduksi data (data reduction), display data (penyajian data), koleksi data, dan kesimpulan atau verifikasi.
E. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari jurnal ini yaitu apakah ada hubungan Penatalaksanaan Perawatan Indwelling Kateter Dengan Masalah Risiko Infeksi Terhadap Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (Isk) Di Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri ? Penelusuran Jurnal 1. P (Populasi/Sasaran) Peneliti memilih 5 subjek ini karena sudah dapat mewakili populasi pasien yang terpasang kateter. Subjek terbanyak pada penelitian ini adalah pada rentang umur 51-70 tahun yaitu sebanyak 4 subjek (80%). Latar belakang pendidikan subjek penelitian antara SD dan tidak sekolah memiliki proporsi yang sama yaitu 2 subjek (40%). Sebagian besar subjek penelitian ini berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 subjek (60%). Pekerjaan subjek penelitian antara petani dan swasta memiliki proporsi yang sama yaitu sebanyak 2 subjek (40%). 2. I (Intervensi) Berdasarkan analisis yang dibuat peneliti risiko infeksi yang telah ditetapkan, tujuan dan kriteria hasil yang peneliti tetapkan yaitu setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter, diharapkan tidak terjadi risiko infeksi. Dengan kriteria hasil subjek bebas dari tanda dan gejala
infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsio laesa), jumlah leukosit dalam batas normal, serta mampu menunjukkan perilaku sehat. Intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah risiko infeksi yaitu dengan perawatan indwelling kateter untuk mengurangi risiko infeksi dalam mencegah infeksi saluran kemih. Tindakan perawatan indwelling kateter dilakukan selama 3 hari berturut-turut tiap subjek. Durasi waktu pelaksanaan kurang lebih 1520 menit dalam sekali tindakan dengan prosedur terlampir. 3. C (Comparison/Pembanding) Dalam jurnal ini tidak ada pembanding atau intervensi lainnya. 4. O (Outcome/Hasil Yang Diharapkan) Berdasarkan analisis risiko infeksi yang telah ditetapkan, tujuan dan kriteria hasil yang peneliti tetapkan yaitu setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter, diharapkan tidak terjadi risiko infeksi. Dengan kriteria hasil subjek bebas dari tanda dan gejala infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsio laesa), jumlah leukosit dalam batas normal, serta mampu menunjukkan perilaku sehat dan memberikan kenyamanan pasien.
F. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 April sampai 14 April 2018 di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Jenis penelitian ini adalah studi kasus deskriptif dengan menggunakan pendekatan case study research (Studi Kasus). Populasi penelitian ini adalah pasien yang terpasang kateter di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Teknik yang digunakan adalah menggunakan non probability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Subjek penelitian ini adalah pasien yang terpasang kateter sejumlah 5 orang subjek yang memenuhi kriteria inklusi antara lain: Pasien yang terpasang kateter menetap dihari pertama, Pasien yang komunikatif dan kooperatif, dan Pasien yang bersedia mengikuti kegiatan. Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan antara lain metode observasi partisipatif, metode wawancara terstruktur, metode pengukuran, dan
metode dokumentasi. Instrumen studi kasus yang digunakan ialah format asuhan keperawatan yang digunakan dalam pengambilan data melalui proses asuhan keperawatan medikal-bedah, peneliti sendiri dan SOP (Standar Operasional Prosedur) atau instruksi kerja perawatan indwelling
kateter.
Sedangkan metode analisis data yang peneliti gunakan adalah reduksi data (data reduction), display data (penyajian data), koleksi data, dan kesimpulan atau verifikasi. Kekuatan
: Metode penelitian dan pengambilan sampel sudah dijelaskan secara rinci.
Kekurangan : Saran
: -
G. Hasil Penelitian 1. Karakteristik subjek Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian No. 1
2
3
4
Karakteristik Umur 31-50 tahun 51-70 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak sekolah SD SMP Pekerjaan Tidak bekerja Petani Swasta
Sumber: data primer 2018
Frekuensi
Prosentase %
1 4 5
20 80 100
2 3 5
40 60 100
2 2 1 5
40 40 20 100
1 2 2 5
20 40 40 100
Peneliti memilih 5 subjek ini karena sudah dapat mewakili populasi pasien yang terpasang kateter. Subjek terbanyak pada penelitian ini adalah pada rentang umur 51-70 tahun yaitu sebanyak 4 subjek (80%). Latar belakang pendidikan subjek penelitian antara SD dan tidak sekolah memiliki proporsi yang sama yaitu 2 subjek (40%). Sebagian besar subjek penelitian ini berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 subjek (60%). Pekerjaan subjek penelitian antara petani dan swasta memiliki proporsi yang sama yaitu sebanyak 2 subjek (40%). 2. Pengkajian Keperawatan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data 5 subjek yaitu, subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, pasien mengatakan nyeri pada area yang terpasang kateter, nyeri seperti teriris, skala 4 hilang timbul. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data yaitu pasien terpasang kateter, warna urin kuning, urin agak keruh, bau amoniak, pH urin 7.0, hasil leukosit 6.4 ribu/µl, jumlah urin 100 cc. 3. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan data yang ditemukan peneliti dan sesuai dengan rumusan diagnosis maka dapat menegakkan diagnosis keperawatan risiko yakni risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (pemasangan kateter). 4. Perencanaan Keperawatan Berdasarkan diagnosis risiko infeksi yang telah ditetapkan, tujuan dan kriteria hasil yang peneliti tetapkan yaitu setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter, diharapkan tidak terjadi risiko infeksi. Dengan kriteria hasil subjek bebas dari tanda dan gejala infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsio laesa), jumlah leukosit dalam batas normal, serta mampu menunjukkan perilaku sehat. Intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah risiko infeksi yaitu dengan perawatan indwelling kateter untuk mengurangi risiko infeksi dalam mencegah infeksi saluran kemih. Tindakan perawatan indwelling kateter dilakukan selama 3 hari berturut-turut tiap subjek. Durasi waktu
pelaksanaan kurang lebih 15-20 menit dalam sekali tindakan dengan prosedur terlampir. 5. Implementasi keperawatan a. Subjek penelitian 1 Pertemuan ke-1 tanggal 3 April 2018 peneliti mengukur TTV dan didapatkan hasil bahwa tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit, dan suhu tubuh 36.7°C. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, terdapat nyeri di area yang terpasang kateter, nyeri seperti teriris, skala 4 hilang timbul. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning keruh, jumlah urin 100 cc, bau amoniak hasil leukosit 6.4 ribu/µl. Pertemuan ke-2 tanggal 4 April 2018, peneliti mengukur TTV dan didapatkan hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, nyeri seperti teriris skala 2 dirasa hilang timbul. Melakukan tindakan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning keruh, jumlah urin 300 cc, bau amoniak. Pertemuan ke-3 tanggal 5 April 2017 peneliti mengukur TTV didapatkan hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter, tidak terdapat nyeri di area yang terpasang kateter. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning keruh, jumlah urin 250 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.1, hasil leukosit 6.5 ribu/µl. b. Subjek Penelitian 2 Pertemuan ke-1 tanggal 4 April 2018, mengukur TTV didapatkan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 18 x/menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi tanda
gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, subjek mengatakan tidak merasa nyeri. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 200cc, bau amoniak. Hasil leukosit 5.7 ribu/µl. Pertemuan ke-2 tanggal 5 April 2018, mengukur TTV subjek didapatkan hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, pasien mengatakan tidak merasa nyeri. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 100cc, bau amoniak. Pertemuan ke-3 tanggal 6 April 2017, mengukur TTV subjek dan didapatkan hasil tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter, tidak merasa nyeri di area yang terpasang kateter. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 400 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.0, hasil leukosit 5.5 ribu/µl. c. Subjek Penelitian 3 Pertemuan ke-1 tanggal 9 April 2018 peneliti mengukur TTV dan didapatkan hasil bahwa tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit, dan suhu tubuh 36.8ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, terdapat nyeri di area yang terpasang kateter, nyeri seperti teriris, skala 3 dirasa terus-menerus. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil terdapat tanda kemerahan, tidak ada bengkak, serta tidak ada perubahan fungsi. Warna urin kuning, jumlah urin 300 cc, bau amoniak, hasil leukosit 6.7 ribu/µl.
Pertemuan ke-2 tanggal 10 April 2018 peneliti mengukur TTV pasien didapatkan hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36.6ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, nyeri seperti teriris, skala 2 dirasa hilang timbul, melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 250 cc, bau amoniak. Pertemuan ke-3 tanggal 11 April 2017 peneliti mengukur TTV subjek didapatkan hasil tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter, tidak terdapat nyeri di area yang terpasang kateter. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 150 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 6.9, hasil leukosit 6.5 ribu/µl. d. Subjek Penelitian 4 Pertemuan ke-1 tanggal 9 April 2018 peneliti mengukur TTV subjek dan didapatkan hasil tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, subjek mengatakan tidak ada nyeri. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil terdapat tanda kemerahan tidak ada bengkak, serta tidak ada perubahan fungsi. Warna urin kuning, jumlah urin 200 cc, bau amoniak, hasil leukosit 5.7 ribu/µl. Pertemuan ke-2 tanggal 10 April 2018 peneliti mengukur TTV subjek dan didapatkan hasil tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi dan didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, subjek mengatakan tidak
terdapat nyeri. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 250 cc, bau amoniak. Pertemuan ke-3 tanggal 11 April 2017 peneliti mengukur TTV subjek dan didapatkan hasil tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 22 x/menit, dan suhu tubuh 36ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi dan didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter, subjek mengatakan tidak merasa nyeri di area yang terpasang kateter. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 200 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.0, hasil leukosit 5.6 ribu/µl. e. Subjek Penelitian 5 Pertemuan ke-1 tanggal 4 April 2018 peneliti mengukur tekanan darah subjek dan didapatkan hasil bahwa tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 22 x/menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi
tanda
gejala
infeksi
didapatkan
hasil
subjek
mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, subjek mengatakan tidak ada nyeri. Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil warna urin kuning, jumlah urin 100 cc, bau amoniak, hasil leukosit 6.2 ribu/µl. Pertemuan ke-2 tanggal 5 April 2018 peneliti mengukur TTV dan didapatkan hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit, dan suhu tubuh 36.5ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan merasa panas pada area yang terpasang kateter, tidak terdapat nyeri, Melakukan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 500 cc, bau amoniak. Pertemuan ke-3 tanggal 6 April 2017 peneliti mengukur TTV subjek didapatkan hasil yaitu tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu tubuh 36ºC. Mengobservasi tanda gejala infeksi didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak
merasa panas pada area yang terpasang kateter, tidak terdapat nyeri di area yang terpasang kateter. Melakukan perawatan indwelling kateter dan didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 250 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.1, hasil leukosit 6 ribu/µl
6. Evaluasi hasil penelitian a. Subjek penelitian 1 Setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter selama 3 hari didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter dan subjek mengatakan tidak merasa nyeri di area yang terpasang kateter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 250 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.1, hasil leukosit 6.5 ribu/µl. Analisis: masalah keperawatan risiko infeksi teratasi, intervensi: anjurkan subjek minum banyak dan istirahat cukup. b. Subjek penelitian 2 Setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter selama 3 hari didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter serta subjek mengatakan bahwa tidak merasa nyeri di area yang terpasang kateter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 400 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.0, hasil leukosit 5.5 ribu/µl. Analisis: masalah keperawatan risiko infeksi teratasi, intervensi: anjurkan subjek minum banyak dan istirahat cukup. c. Subjek Penelitian 3 Setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter selama 3 hari didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter dan subjek mengatakan bahwa tidak merasa nyeri di area yang terpasang kateter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 150 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 6.9, hasil leukosit 6.5 ribu/µl.
Analisis: masalah keperawatan risiko infeksi teratasi, intervensi: anjurkan subjek minum banyak dan istirahat cukup. d. Subjek Penelitian 4 Setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter selama 3 hari didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter dan subjek mengatakan bahwa tidak merasa nyeri di area yang terpasang kateter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 200 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.0, hasil leukosit 5.6 ribu/µl. Analisis: masalah keperawatan risiko infeksi teratasi, intervensi: anjurkan subjek minum banyak dan istirahat cukup. e. Subjek Penelitian 5 Setelah dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter selama 3 hari didapatkan hasil subjek mengatakan sudah tidak merasa panas pada area yang terpasang kateter dan subjek mengatakan bahwa tidak terdapat nyeri di area yang terpasang kateter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu warna urin kuning, jumlah urin 250 cc, bau amoniak, urin agak keruh, pH urin 7.1, hasil leukosit 6 ribu/µl. Analisis: masalah keperawatan risiko infeksi teratasi, intervensi: anjurkan subjek minum banyak dan istirahat cukup.
H. Pembahasan 1. Pengakajian keperawatan Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan informasi atau data tentang subjek, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan subjek, baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Dermawan, 2015). Pengambilan data peneliti dilakukan dengan cara pengkajian keperawatan mengenai identitas subjek, status kesehatan subjek, pemeriksaan fisik, pendidikan, dan faktor penyebab. Metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data tentang subjek antara lain dengan menggunakan komunikasi (wawancara), pengamatan (observation), pemeriksaan fisik dan studi kasus (Dermawan, 2015). Peneliti mengambil 5 subjek untuk dilakukan tindakan perawatan indwelling kateter terhadap pencegahan infeksi saluran kemih. Peneliti melakukan pengkajian kepada 5 subjek dengan cara wawancara, mengisi lembar pengkajian dan lembar observasi. Selain melakukan observasi peneliti juga melakukan wawancara kepada subjek. Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh subjek, biasa juga disebut dengan anamnesa. Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan subjek, serta untuk menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu subjek memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam mengidentifikasi masalah dan tujuan keperawatan (Darsono, et al, 2016). Berdasarkan karakteristik subjek penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Subjek penelitian berdasarkan usia mayoritas berada direntang umur lansia, karena banyak faktor yang mempengaruhi lansia berisiko tinggi pada kejadian infeksi. Lansia lebih immunokompresi karena telah terjadi penurunan fungsi pada semua sistem termasuk sistem traktus urinarius dan akibat perubahan fisik yang fisiologis tersebut akan mengakibatkan prevalensi ISK bertambah. Risiko infeksi meningkat seiring penuaan dan ketidakmampuan. Selain itu, atropi epitelium uretral akibat proses penuaan dapat mengurangi kekuatan pancaran urin dan keefektifan pengeluaran bakteri melalui berkemih (Perdana, et al, 2017). Berdasarkan karakteristik menurut jenis kelamin perempuan lebih mendominan, hal ini dikarenakan risiko infeksi pada indwelling kateter jangka pendek diperkirakan 5% perhari dimana pria mempunyai insidensi lebih rendah dari pada wanita. Pada sebagian besar kasus ISK, mikroorganisme memasuki saluran kemih secara ascending. Kuman
penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, kulit perineum, dan sekitar anus. Peningkatan risiko kejadian ISK pada wanita mungkin berhubungan dengan anatomi genitourinari pada wanita, menyebabkan akses yang lebih mudah bagi flora perineum menuju kandung kemih, karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan pria (Perdana, et al, 2017). Berdasarkan pendidikan subjek yang memiliki pendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan lebih mendominan, hal ini yang menyebabkan kurangnya pengetahuan. Sesuai dengan teori yang menyatakan “dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, dan semakin rendah pendidikan seseorang maka akan semakin sulit dalam mengambil keputusan”. Menurut Notoadmojo (2010) tingkat pendidikan sangat erat kaitannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang berarti mengakibatkan keadaan kesehatan yang lebih baik. Di dalam karakteristik penelitian menurut pekerjaan, subjek yang memiliki tingkat pekerjaan berat memiliki proporsi yang tinggi. Pekerjaan adalah suatu perbuatan atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah guna untuk kehidupan. Pekerjaan yang menguras energi baik fisik maupun psikis antara lain, waktu yang digunakan untuk bekerja minimal 8 jam sehari belum termasuk lembur, ditambah harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK (Darsono, et al, 2016). Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh peneliti pada 5 responden dan keluarga didapatkan data bahwa semua subjek merasakan panas pada area yang terpasang kateter. Sebagian subjek merasakan nyeri dengan skala yang berbeda. Hal ini sesuai dengan teori bahwa subjek yang mengalami risiko infeksi mendapatkan tanda gejala infeksi yaitu rubor, dolor, kalor, tumor, dan fungsio laesa (Nurarif dan kusuma, 2016).
Hasil
pengkajian
yang
telah
dilakukan
dari
5
responden
menunjukkan bahwa subjek yang akan diberi tindakan perawatan indwelling kateter mayoritas mengalami risiko infeksi yaitu adanya tanda kemerahan, rasa panas di area terpasang kateter, terdapat nyeri di area yang terpasang kateter tetapi memiliki hasil leukosit yang masih dalam batas normal, mengingat tingginya infeksi setelah pemasangan kateter maka dari hasil pengkajian tersebut subjek memerlukan perawatan kateter agar dapat mencegah terjadinya ISK (Infeksi Saluran Kemih). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Perdana, et al (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingginya infeksi setelah pemasangan kateter juga sebagai akibat sulitnya pengontrolan, perawatan dan penggantian kateter pada penderita yang memerlukan pemasangan kateter menetap. Sesuai petunjuk penyusunan pedoman pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit, bahwa perawat juga berperan dalam pencegahan infeksi nosokomial, terutama melalui perawatan kateter. Untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada subjek diperlukan adanya pemeriksaan penunjang sehingga mempermudah peneliti dalam menegakkan diagnosis. Hal ini sesuai dengan teori menurut Izzah, et al (2013) menunjukkan bahwa untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri. Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala. Dalam pemeriksaan laboratorium, subjek yang berpotensi mengidap ISK dapat dilihat dari hasil urinalisis yang meliputi “Leukosuria” (ditemukannya leukosit dalam urin) dimana dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) perlapangan pandang dalam sedimen urin dan “hematuria” (ditemukannya eritrosit dalam urin) yakni
petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel darah merah) 5-10 perlapang pandang sedimen urin. Hal tersebut kemungkinan juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian infeksi saluran kemih seperti prosedur pemasangan yang tidak memperhatikan teknik aseptik dan terlau lama kateter terpasang (Putri, et al, 2012). Kepatenan kelancaran urin juga harus diperhatikan saat perawatan kateter. Hal ini untuk mencegah terkumpulnya urin di dalam selang. Urin di dalam kantung drainase merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, bakteri dapat berjalan
menaik
selang
drainase
untuk
berkembang
ditempat
berkumpulnya urin. Apabila urin ini kembali mengalir ke dalam kandung kemih subjek, akan mengakibatkan terjadinya infeksi (Putri, et al, 2012). 2. Diognsa keperawatan Istilah diagnosis sendiri menurut KBBI adalah “penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya atau pemeriksaan terhadap suatu hal”. Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses kehidupan yang sifatnya aktual atau potensial (Christensen dan Kenney, 2009). Menurut Christensen dan Kenney (2009) tujuan dari perumusan diagnosis keperawatan adalah mengidentifikasi respons individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan, memudahkan
komunikasi
intraprofesional,
memvalidasi
fungsi
keperawatan, mengukur beban kerja, dan meningkatkan otonomi professional. Diagnosis yang peneliti tegakkan sesuai dengan Wilkinson (2013) yaitu risiko infeksi, yang mengatakan bahwa risiko infeksi berarti berisiko terhadap invasi organisme patogenik. Dengan faktor risiko yang sesuai dengan Wilkinson (2013) diantaranya yaitu penyakit kronis, penekanan sistem imun, ketidakadekuatan imunitas dapatan, pertahanan tubuh primer tidak adekuat (misalnya, pemasangan kateter), pertahanan lapis kedua
yang tidak memadai (misalnya, hemoglobin turun, leukopenia, dan supresi respons inflamasi) peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang untuk menghindari pemajanan patogen, prosedur invasif, malnutrisi, agens farmasi (misalnya, obat imunosipresi), pecah ketuban, kerusakan jaringan, dan trauma. 3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah perilaku yang diprogramkan yang sifatnya tersendiri yang berasal dari strategi yang teridentifikasi dan mengarah pada hasil klien yang dapat diprediksi. Klien dan perawat dilibatkan dalam tindakan, bersama-sama dengan kebutuhan lain untuk mencapai hasil yang diinginkan (Christensen dan Kenney, 2009). Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi: menentukan prioritas masalah, penulisan, kriteria hasil, dan memilih rencana keperawatan. Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan SMART, yaitu S: spesific (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda), M: measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dibau), A: achiveble (tujuan yang ditetapkan harus dapat dicapai), R: reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah), T: time (tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas) (Hidayat, 2008). Tujuan dan kriteria hasil yang peneliti jelaskan sesuai dengan pedoman SMART dari Wilkinson (2013) antara lain faktor risiko infeksi akan hilang, dibuktikan dengan pengendalian risiko infeksi komunitas, penyakit menular, status imun, keparahan infeksi, penyembuhan luka primer maupun sekunder. Menurut Wilkinson (2013) perencanaan keperawatan untuk mengurangi risiko terjadinya ISK adalah dengan cara: monitor tanda gejala infeksi, cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, dorong masukan cairan, dorong subjek untuk istirahat cukup, berikan perawatan kulit (misalnya, perawatan indwelling kateter).
Untuk mengurangi risiko infeksi terhadap pencegahan ISK peneliti memberikan tindakan perawatan indwelling kateter. Dengan diberikannya tindakan perawatan indwelling kateter diharapkan subjek terbebas dari tanda-tanda infeksi sesuai dengan kriteria hasil. Alasan penulis memilih tindakan perawatan indwelling kateter ini adalah tingginya infeksi setelah pemasangan kateter atau tindakan invasif, sehingga perlu dilakukan tindakan ini untuk mengurang masalah risiko infeksi terhadap subjeksubjek yang terpasang kateter selama 3 hari berturut-turut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdana, et al (2017) yang menyatakan bahwa infeksi nosokomial yang paling sering terjadi adalah akibat pemasangan kateter. Kateterisasi kandung kemih membawa risiko tinggi terhadp ISK dan dianggap sebagai salah satu penyebab utama infeksi nosokomial. Waktu terjadinya ISK yaitu dalam waktu 3 hari. Pemasangan kateter menetap (indwelling kateter) dapat menyebabkan infeksi pada saluran kencing melalui lumen kateter dan dinding uretra, sehingga perlu teknik perawatan indwelling kateter. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Perdana, et al (2017) mengungkapkan bahwa perawatan kateter yang dilakukan setiap hari dapat menurunkan kemungkinan terjadinya ISK dibandingkan dengan perawatan kateter yang hanya dilakukan setiap 3-5 hari sekali. Perawatan kateter yang baik dapat menunda bahkan mencegah akibatnya pemasangan kateter. 4. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan subjek, perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada subjek dan berorientasi pada hasil, sebagaimana yang telah digambarkan dalam perencanaan atau intervensi. Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan multifokal (Christensen dan Kenney, 2009).
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh peneliti pada 5 subjek adalah peneliti melakukan pengkajian terhadap masing-masing subjek, lalu memberikan tindakan perawatan indwelling kateter selama 3 hari berturutturut kurang lebih 15-20 menit setiap tindakan sesuai dengan prosedur, dengan mengkaji terlebih dahulu tanda gejala infeksi, kemudian dilakukan tindakan tersebut, setelah selesai dikaji kembali tanda infeksinya. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdana, et al (2017) bahwa subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi kembali untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi sebelum dan sesudah dilakukannya tindakan. Dari 5 subjek penelitian setelah dilakukan tindakan bahwa subjek merasakan panas pada area yang terpasang kateter, tidak terdapat bengkak, serta tidak mengalami perubahan fungsi. Dari kelima subjek, 2 dari 5 subjek mengalami nyeri pada area yang terpasang kateter dengan skala yang berbeda-beda. Hal ini tidak dapat disamakan dengan respon persubjek dikarenakan setiap orang memiliki tingkat nyeri yang berbeda. Menurut teori yang dikemukakan oleh Mahanani dan Sanbein (2015) bahwa nyeri itu bersifat subjektif, sehingga respon setiap orang tidak sama saat merasakan nyeri. Nyeri tidak dapat diukur secara obyektif, misalnya dengan pemeriksaan darah. Orang yang merasakan nyeri dapat mengukur tingkatan nyeri yang dialaminya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap tindakan perawatan indwelling kateter tersebut, 1 dari 5 diantaranya mengalami kenaikan angka leukosit, dikarenakan selang kateter yang sering menekuk atau terpilin juga menyentuh lantai. Menurut Perdana, et al (2017) menghindari selang yang menekuk atau terpilin merupakan salah satu tindakan yang tepat untuk mencegah infeksi setelah pemasangan kateter. Selang yang tertekuk atau terpilin mengakibatkan urin terakumulasi dalam gelungan selang tersebut. Urin tidak boleh dibiarkan berkumpul dalam selang karena aliran urin yang bebas harus dipertahankan untuk mencegah infeksi. Urin yang terakumulasi dalam
selang menyebabkan refluks balik sehingga bakeri mudah berkembangbiak dan menyebabkan infeksi. 5. Evaluasi keperawatan Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil yang diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil. Evaluasi juga berarti suatu aktivitas yang terusmenerus, berkelanjutan, dan terencana yang melibatkan klien, keluarga, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya (Christensen dan Kenney, 2009). Tujuan dari evaluasi adalah menetukan kemajuan subjek dalam mencapai kriteria hasil yang sudah dirancang, menilai efektifitas komponen proses keperawatan dalam membantu subjek mencapai kriteria hasil, menetukan kualitas asuhan keseluruhan yang sudah diberikan kepada suatu kelompok subjek, melalui perbaikan kualitas dan program manajemen kualitas (Christensen dan Kenney, 2009). Peneliti melakukan evaluasi dengan membandingkan data evaluasi subjektif dan objektif kriteria hasil yang telah peneliti tetapkan pada perencanaan. Pada pembahasan ini penelii mendapatkan hasil dari 5 subjek bahwa dihari pertama dilakukannya tindakan perawatan indwelling kateter, terdapat tanda gejala infeksi. Setelah dilakukan perawatan indwelling kateter selama 3 hari berturut-turut selama kurang lebih 15-20 menit setiap tindakan, masalah risiko infeksi teratasi. Tindakan tersebut efektif dalam mengurangi masalah risiko infeksi dalam mencegah ISK. Hal ini didukung oleh adanya penelitian dari Perdana, et al (2017) bahwa tindakan perawatan kateter yang baik dapat menunda bahkan mencegah terjadinya ISK akibat pemasangan kateter. Kekuatan
:-
Kekurangan : Saran
:-
I. Kesimpulan Setelah dilakukannya tindakan keperawatan perawatan indwelling kateter didapatkan hasil yaitu sebagian besar masalah diagnosis keperawatan risiko infeksi teratasi, hal ini dikatakan teratasi karena pasien terbebas dari tanda-tanda infeksi serta jumlah leukosit dalam batas normal. Kekuatan
: kesimpulan sudah tepat sesuai dengan tujuan penelitian.
Kekurangan : Saran
:-
J. Daftar Pustaka Christensen, P.J., & Kenney, J.W. 2009. Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual. Jakarta: EGC Darsono, P. V., Mahdiyah, D., & Sari, M. 2016. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil yang Mengalami Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Dinamika Kesehatan. Vol No.1 Dermawan, D. 2015. Proses Keperawatan Konsep Dan Kerangka Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Izzah, A., Ginardi, R.V.H., & Saikhu, A. 2013. Pendekatan Algoritma Heuristik dan Neural Network untuk Screening Test pada Urinalysis. Jurnal Cybermatika. Vol. 1, No. 2, Desember 2013, Artikel 6 Mahanani, S., & Sanbein, M.M. 2015. Perawatan kateter pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES. Vol. 8, No.1, Juli 2015 Mubarak, I. W., & Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC Notoadmojo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Perdana, M., Haryani., & Aulawi, K. 2017. Hubungan Pelaksanaan Perawatan Indwelling Kateter dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih. Jurnal Keperawatan Klinis Dan Komunitas. Vol. 1 No. 01 Putri, R.A., Armiyati, Y., & Supriyono, M. 2012. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Rawat Inap Usia 20 Tahun Ke Atas Dengan Kateter Menetap Di RSUD Tugurejo Semarang Susantiningdyah, N. N., Kurniawati, N. D., & Sriyono. 2014. Perawatan Kateter Urine Indwelling Dengan Chlorhexidine Gluconate 2% Dalam Mencegah Infeksi Saluran Kemih Di Ruang Rawat Inap Rsud Taman Husada Bontang Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC Kekuatan
:
Kekurangan : Saran
: