Analisis Genangan Banjir Di Kawasan Sekitar.docx

  • Uploaded by: putu
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Genangan Banjir Di Kawasan Sekitar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,791
  • Pages: 16
TUGAS DRAINASE “Perencanaan Kolam Retensi Untuk Pengendalian Banjir Di RSMH Kota Palembang”

Oleh : I Gede Putu Indra Aditya

1615011026

Muhammad Rizki Arif

1615011027

Fungki Andi Satria

1615011057

M. Arif Yoga Sembada

1615011067

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2018/2019

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan iklim tropis, yaitu negara dengan dua iklim yang dominan. Musim kemarau dan musim penghujan terjadi dalam satu tahun di daerah Indonesia, karena musim penghujan memiliki durasi yang cukup lama yaitu normalnya terjadi pada bulan Oktober – April, oleh karena itu curah hujan di Indonesia menjadi sangat tinggi pada durasi waktu tersebut. Karena curah hujan yang tinggi tersebut, maka beberapa daerah di Indonesia mengalami beberapa fenomena alam diantaranya Banjir dan Tanah Longsor. Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang menimbulkan kerugian besar. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan pemukiman bertambah dan perubahan tata guna lahan. Resapan air hujan yang berkurang bukan hanya menyebabkan banjir melainkan juga kekeringan. Kota Palembang merupakan salah satu kota metropolitan yang tidak terlepas dari permasalahan banjir. BPPD Palembang (2013) dalam Lubis, dkk. (2015) menyebutkan bahwa kejadian banjir mengalami peningkatan dari 18 kejadian di tahun 2007 menjadi 46 kejadian di tahun 2012. Disamping itu, peningkatan kejadian banjir tersebut juga diikuti oleh peningkatan kedalaman dan lama genangan (Sagala, dkk., 2013 dalam Lubis, dkk., 2015). Salah satu kawasan yang menjadi langganan banjir adalah kawasan di sekitar kolam retensi Siti Khadijah terutama di Jalan Demang Lebar Daun. Sebagai jalan protokol, jalan tersebut merupakan jalan yang padat dengan lalu lintas, sehingga sering menimbulkan kemacetan yang cukup panjang akibat genangan air. Disamping itu, kawasan perumahan di sekitar kolam retensi juga sering mengalami genangan banjir. Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripuna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah

2

Sakit Umum Mohammad Hoesin (RSMH) adalah rumah sakit umum milik pemerintah di Kota Palembang yang berlokasi di Jalan Sudirman. RSMH terletak di kawasan padat penduduk dengan luas wilayah terbangun ± 20 Ha. Namun saat ini masih mengalami permasalahan lingkungan yang sering terjadi pada saat musim penghujan yaitu banjir. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, RSMH berinisiatif untuk membangun kolam retensi yang berfungsi sebagai tempat penampungan limpasan. Lokasi rencana kolam retensi akan dibangun pada lahan yang terletak di bagian belakang komplek RSMH yang saat ini dimanfaatkan sebagai perumahan karyawan. Dengan tujuan tersebut, maka dilakukan analisis hidrograf banjir melalui pendekatan DUFLOW Modeling Studio (DMS) dan Analisis Spasial Sistem Informasi Geografis (SIG) pada lokasi studi. Pemanfaatan metode ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bersifat keruangan mengenai kondisi eksisting dan menganalisa kapasitas kolam retensi yang dibutuhkan dalam usaha mencegah terjadinya banjir pada masa mendatang. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan kolam retensi ? 2. Apakah fungsi kolam retensi ? 3. Apa penyebab banjir dan genangan air di RSMH Palembang ? 4. Bagaimana perencanaan kolam retensi untuk pengendalian banjir di RSMH kota Palembang ? C. Tujuan Peneulisan 1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kolam retensi. 2. Untuk mengetahui fungsi dari pembangunan kolam retensi. 3. Untuk megetahui penyebab banjir dan genangan air di RSMH Palembang. 4. Untuk merencanakan kolam retensi untuk pengendalian banjir di RSMH kota Palembang.

3

II. PEMBAHASAN A. Kolam Retensi Kolam retensi adalah kolam yang berfungsi untuk menampung air hujan sementara waktu dengan memberikan kesempatan untuk dapat meresap ke dalam tanah yang operasionalnya dapat dikombinasikan dengan pompa atau pintu air (Perpustakaan Kementerian PU). Kolam retensi adalah suatu bangunan/konstruksi yang berfungsi untuk menampung sementara air dari saluran atau kali saat terjadi air pasang tertinggi di hilir saluran yang bersamaan dengan hujan deras pada hulu saluran. Air genangan tersebut masuk ke kolam penampung melalui saluran drainase (saluran inflow) dan keluar menuju sungai melalui saluran pembuang (saluran outflow) dengan bantuan pompa. Konsep dasar dari kolam retensi adalah menampung volume air ketika debit maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahan lahan mengalirkannya ketika debit di sungai sudah kembali normal. Secara spesifik kolam retensi akan memangkas besarnya puncak banjir yang ada di sungai, sehingga potensi over topping yang mengakibatkan kegagalan tanggul dan luapan sungai tereduksi. Kolam retensi adalah suatu bak atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan air sementara yang terdapat di dalamnya. Kolam retensi dibagi menjadi 2 macam tergantung dari bahan pelapis dinding dan dasar kolam, yaitu kolam alami dan kolam buatan. Kolam alami adalah kolam retensi berbentuk cekungan atau bak resapan yang sudah terbentuk secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian. Kolam buatan atau kolam non alami adalah kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan material yang kaku, seperti beton.

4

B. Fungsi Kolam Retensi Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman. Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan

mentreatment

waduk/bendungan,

limbah kolam

sebelum retensi

dibuang;

dibangun

dan

untuk

pendukung

mempermudah

pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri. Selain fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, manfaat lain yang bisa diperoleh dari Kolam Retensi adalah: 1. Kegiatan pariwisata air 2. Konservasi air, karena mampu meningkatkan cadangan air tanah setempat. C. Penyebab Banjir di RSMH Kota Palembang Banjir yang terjadi di RSMH Kota Palembang sering diakibatkan karena ketidaktersediannya kawasana peresapan Surface Runoof, hal ini dikarenakan kawasan di sekitah RSMH Kota Palembang merupakan kawasan padat penduduk dengan pertumbuhan infrastruktur yang tinggi sehingga Surface Runoof yang seharusnya dapat terserap oleh tanah justru menggenang. Hal ini diperburuk dengan kondisi drainase yang tidak berfungsi maksimal menyebabakan banjir setinggi ± 30 cm di lahan parkir yang berada pada elevasi terendah. Selain itu kawasan Kota Palembang juga merupakan daerah dataran rendah sehingga Surface Runoof yang terjadi cukup besar.

5

Gambar 1. Dokumentasi Banjir di parkir RSMH Kota Palembang. D. Perencanaan Kolam Retensi di RSMH Kota Palembang Menurut Peraturan Tata Cara Membuat Kolam Retensi dan Polder (NSPM) yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, kolam penampungan (Retention Basin) berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakterstik hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Dimensi kolam penampungan ini didasarkan pada volume air akibat hujan selama t menit yang telah ditentukan, artinya jika hujan sudah mencapai t menit, maka pompa harus sudah dioperasikan sampai elevasi air dikolam penampungan mencapai batas minimum. Untuk mengantisipasi agar kolam penampungan tidak meluap melebihi kapasitasnya maka petugas yang mengoperasikan pompa harus selalu siap pada waktu hujan. Suatu daerah dengan elevasi muka tanah yang lebih rendah dari muka air laut dan muka air banjir di sungai menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dilayani oleh drainase sistem gravitasi. Tahapan perencanaan kolam retensi adalah sebagai berikut: 1. Analisis Hidrologi Untuk Perencanaan Kolam Retensi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (Hydrologic Phenomena). Data hidrologi merupakan bahan informasi yang sangat penting dalam pelaksanaan inventarisasi potensi sumber-sumber air, pemanfaatan dan pengelolaan 6

sumber-sumber air yang tepat dan rehabilitasi sumbersumber alam seperti air, tanah dan hutan yang telah rusak. Fenomena hidrologi seperti besarnya : curah hujan, temperatur, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran dan konsentrasi sedimen sungai akan selalu berubah menurut waktu. a) Penetapan periode ulang Penetapan periode ulang untuk perencanaan kolam retensi berdasarkan luas daerah tangkapan hujan dan tipologi kota berdasarkan pada Permen PU No.12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Tabel 1. Periode Ulang untuk Perencanaan Kolam Retensi.

Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, penetapan periode ulang berdasarkan luas daerah tangkapan hujan dan tipologi kota, Kota Palembang termasuk dalam kategori Kota Metropolitan dan luasan catchment area pada lokasi penelitian sebesar 46 Ha, maka periode ulang yang digunakan 2-5 tahun. b) Curah Hujan Harian Maksimum Curah hujan harian maksimum akan digunakan dalam analisa banjir mengingat banjir merupakan kejadian yang ekstrim. Data curah hujan yang digunakan berasal dari stasiun Kenten milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dari tahun 2007-2016.

7

Gambar 2. Curah Hujan Maksimum Tahunan (Sumber: BMKG Kenten Kota Palembang) c) Analisis Frekuensi Dalam analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien skewness. Pada tahap analisis frekuensi kali akan digunakan empat macam jenis distribusi probabilitas antara lain distribusi normal, distribusi log normal, distribusi gumbel dan distribusi log pearson III. Rekapitulasi hasil analisis frekuensi curah hujan rencana dari keempat jenis distribusi diatas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana.

8

d) Uji Kecocokan Data Dalam analisis hidrologi dibutuhkan pengujian parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah uji Chi-Kuadrat dan SmirnovKolmogorov. Dari semua hasil perhitungan uji kecocokan terhadap empat jenis analisis distribusi didapatkan bahwa semua jenis distribusi dapat digunakan, namun distribusi Gumbel memberikan nilai yang paling baik diantara jenis distribusi lainnya karena nilai Δmaks yang didapatkan pada analisis perhitungan didapatkan nilai yang paling kecil diantara distribusi yang lainnya. Hasil rekapitulasi hasil uji kecocokan untuk semua jenis distribusi probabilitas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi hasil uji kecocokan.

e) Kurva IDF Untuk menentukan debit banjir rencana (design flood) perlu didapatkan harga suatu intensitas curah hujan terutama bila digunakan metode rasional. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini

9

dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Untuk menghitung intensitas curah hujan dapat digunakan beberapa rumus empiris seperti rumus Talbot, rumus Sherman, rumus Ishiguro, dan rumus Mononobe. Rumus Mononobe : R 24 I = 24 . 24 t

2 3

( )

Dengan menggunakan persamaan diatas maka akan diperoleh intesitas curah hujan rancangan, kemudian dari intensitas curah hujan yang telah didapat dapat dibuat Kurva IDF. Kurva IDF menggambarkan hubungan antara intensitas, durasi, dan frekuensi (IDF) dalam beberapa periode ulang. Dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya intensitas hujan dengan durasi pada periode tertentu. Kurva IDF menggunakan metode Mononobe dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva IDF dengan Metode Mononobe. f) Catchment Area Citra satelit yang dikumpulkan meliputi kawasan lokasi studi bersumberkan data dari Bappeda 2010 dan di perbaharui dengan pengunduhan tak berbayar dari Google Earth tahun 2016 dengan resolusi 1 meter. Data citra satelit ini akan digunakan untuk memperharui data penggunaan lahan yang telah dikumpulkan sebelumnya.

10

Gambar 4. Citra Satelit Lokasi Studi.

Dari

hasil

pengukuran

luas

fungsional

lahan

yang

diperuntukkan sebagai kolam retensi saat ini hanya tersedia ± 0,48 Ha namun pihak RSMH mengklaim luas potensial sebesar 1 Ha dapat diusahakan dengan memindahkan komplek perumahan karyawan yang berada di lokasi rencana. Adapun contoh citra satelit lokasi hilir studi disajikan pada Gambar 4. 2. Simulasi Modelling Hidrolika dengan software DUFLOW Penelusuran/pemodelan banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf outflow/keluaran, yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir (Stowa, 2012). Integrasi data spasial dan atribut SIG digunakan untuk analisis spasial pada model hidrologi yang akan digunakan dalam analisis hidrograf banjir yang akhirnya digunakan pada pembuatan model satu dimensi wilayah penelitian. Input program Duflow meliputi : a)

Kondisi awal debit atau ketinggian air pada jaringan drainase.

b) Kondisi batas hulu: inflow/debit limpasan air hujan di hulu catchment area c)

Kondisi batas hilir: level muka air pada outlet saluran

d) Jaringan drainase eksisting Tujuan

dari

simulasi

pemodelan

hidrologi

adalah

untuk

menganalisa kelayakan dari rencana pembangunan kolam retensi

11

komplek RSMH beserta jaringan drainase di lokasi yang terdapat pada gambar sebelumnya. Hasil simulasi pemodelan diharapkan dapat mengetahui seberapa efektif pengaruh penambahan kolam retensi baru dan jaringan drainasenya terhadap penanganan permasalahan banjir yang terjadi di lokasi studi.

Gambar 5. Skematisasi Sistem Drainase dan Kolam Retensi pada DUFLOW Skematisasi rencana kolam retensi dan saluran drainase pada simulasi DUFLOW dapat dilihat pada Gambar 5. Penambahan kolam retensi diwakili dengan pembuatan seksi yang merepresentasikan luas kolam retensi yang tersedia sesuai dengan kolam retensi yang dipakai adalah 1,5 Ha. Kondisi batas (boundary condition) yang digunakan pada kondisi eksisting adalah level outlet saluran drainase yang mengarah ke Jalan Mayor Salim Batu Bara sebagai downstream boundary condition dan debit limpasan rainfall-runoff yang berasal dari intensitas hujan maksimum sebagai upstream boundary condition. Untuk simulasi kondisi eksisting, contoh input data yang digunakan untuk dimensi saluran didapatkan dari hasil survey lapangan. Output simulasi

pemodelan

hidrologi

kondisi

eksisting

lokasi

studi

menggunakan program DUFLOWberupa level muka air kemudian diplotkan secara spasial dengan ArcGIS 10.3 untuk mendapatkan peta sebaran limpasan permukaan. Karakteristik genangan banjir pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

12

Gambar 6. Peta sebaran banjir kondisi eksisting. Karakteristik genangan banjir berupa luas dan kedalaman untuk skenario eksisting diklasifikasikan ke dalam empat kelas kedalaman, antara lain; daerah bebas banjir seluas 21,03 Ha, daerah banjir dengan kedalaman 0-1 mdpl seluas 13,18 Ha, kedalaman 1- 1,5 mdpl seluas 8,12 Ha dan kedalaman 1,5-2 mdpl seluas 4 Ha. Berdasarkan hasil survey, terdapat ±7 titik inlet berupa saluran permanen maupun saluran nonpermanen/tanah yang mengarah ke lokasi kolam retensi rencana. Saluran inlet eksisting memiliki dimensi yang bervariasi berkisar antara 0,2-1,2 meter. Sedangkan lokasi outlet hanya terdapat pada 1 titik yang mengarah pada pemukiman padat penduduk. Keterbatasan lokasi dan juga elevasi yang sulit pada saat penentuan lokasi outlet kolam retensi juga beresiko terjadinya penyempitan aliran yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru pada pemukiman warga yang dilewati jalur outlet Hasil simulasi kelayakan pembangunan kolam retensi rencana RSMH dapat dilihat pada gambar berikut.

13

Gambar 7. Hasil simulasi luas kolam retensi (Ha) terhadap level muka air. Kedalaman kolam retensi yang digunakan pada saat simulasi yaitu 2 meter dengan luasan bervariasi mulai dari 0,48 Ha-1,5 Ha. Daerah layanan/watershed untuk daerah studi mencakup luasan ± 46 Ha. Debit maksimum limpasan yang diperoleh dari hasil pemodelan Q = 0,2 m3/s sedangkan debit effluen IPAL yang dialirkan ke saluran drainase Q = 0,0021 m3/s tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap penambahan level muka air sehingga dapat diabaikan. Berdasarkan Gambar 7, level muka air maksimum yang melampaui level tanggul kolam setinggi +5 mdpl adalah kolam retensi dengan luasan 0,4 Ha. Kapasitas tampung retensi dengan luas minimal 0,7 Ha cukup untuk melayani catchment area 46 Ha, namun perlu dipertimbangkan untuk penambahan luas kolam retensi untuk mengantisipasi naiknya limpasan permukaan. Dari hasil analisis spasial dan survey lapangan, diketahui bahwa terdapat perbedaan elevasi yang cukup tinggi yaitu ±2m dari lokasi banjir menuju kolamretensi. Perbedaan elevasi yang cukup ekstrem juga menjadi penyebab air tidak dapat mengalir secara gravitasi dan akhirnya menggenang pada lokasi terendah seperti lapangan parkir dan aula RSMH.

14

Layout rencana kolam retensi dan potongan melintang dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. Perencanaan kolam retensi berlandaskan konsep pembangunan berwawasan lingkungan dalam kaitannya dengan konservasi sumber daya air, yaitu dalam usaha mengendalikan limpasan permukaan dan juga meresapkannya ke dalam tanah. Selain itu kolam retensi juga dapat difungsikan sebagai tempat rekreasi masyarakat.

Gambar 8. Layout kolam Retensi.

Gambar 9. Potongan Melintang Kolam Retensi Rencana.

15

III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kolam Retensi adalah suatu bangunan/konstruksi yang berfungsi untuk menampung sementara air dari saluran atau kali saat terjadi air pasang tertinggi di hilir saluran yang bersamaan dengan hujan deras pada hulu saluran. 2. Fungsi kolam Retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman. 3. Penyebab terjadinya banjir di sekitar kawasan RSMH Kota Palembang adalah perbedaan elevasi yang cukup tinggi pada lokasi penelitian menjadi penyebab air tidak dapat mengalir secara gravitasi dan akhirnya menggenang pada lokasi terendah seperti lapangan parkir dan aula RSMH. 4. Daerah layanan/watershed untuk daerah studi mencakup luasan ±46 Ha. Debit maksimum limpasan yang diperoleh dari hasil pemodelan Q = 0,2 m3/s sedangkan debit effluen IPAL yang dialirkan ke saluran drainase Q = 0,0021 m3/s tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap penambahan level muka air sehingga dapat diabaikan. 5. Kapasitas tampung retensi dengan luas minimal 0,7 Ha cukup untuk

melayani

catchment

area,

namun

perlu

dipertimbangkan

untuk

penambahan luas kolam retensi untuk mengantisipasi naiknya limpasan permukaan akibat perubahan tata guna lahan.

16

Related Documents


More Documents from ""