Analisis Farmasi Instrumental.docx

  • Uploaded by: Sahrul Gunawan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Farmasi Instrumental.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,690
  • Pages: 18
ANALISIS FARMASI INSTRUMENTAL SPEKTROFLUOROMETRI

DOSEN PENGANPUH : MIRANDA T., S.Farm., Apt., M.Si

DISUSUN OLEH : 1) 2) 3) 4) 5)

FRANSISKA TELAUBUN SEPRIANI PASARIBU YUFELA SARCE AP MARSELINA OROSOMNA RADA NUSSY 6) FRANSISKA TETI NAA

(201604009) (201604020) (201604023) (201604013) (201504036) (201604025)

SEMESTER : IV PROGRAM STUDI FARMASI

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA ( YPMP ) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) PAPUA SORONG 2018 Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,hidayah,dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Spektrofluorometri”. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Spektrofluorometri”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi memperbaiki makalah yang kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan bagi pembaca dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Sorong, Mey 2018

Penulis

i

Daftar isi

KATA PENGANAR ………………………………………………………………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………………….. 1 B. Rumusan masalah …………………………………………………………………………………………………… 2 C. Tujuan …………………………………………………………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN 1. 2. 3. 4. 5.

Pengertian Spektrofluorometri ………………… …………………………………………………… 3 Proses Deaktivasi Spektrofluorometri ……………………………………………………………. 4 Hal – hal yang mempengaruhi Fluoresensi dan Fosforesensi ………………………….. 6 Analisis kuantitatif sediaan obat dengan Spektrofluorometri …………………………. 7 Hubungan struktur molekul dengan Fosforisensi ……………………………………………. 8

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………… 9 B. Saran …………………………………………………………………………………………………………….. 10

BAB IV Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………… 11

ii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Spektrofluorometri adalah metode analisiskimia kuantitatif yang berdasarkan flourecence. Flourecence dan phosporecence adalah bagian dari photoluminence, yaitu tipe spektroskopi optik di mana sebuah molekul tereksitasi dengan mengabsorbsi ultraviolet,sinar tampak dan radiasi inframerah dekat. Molekul tereksitasi akan kembali kepada keadaan dasar atau ke tingkat eksitasi lebih rendah, dengan mengemisikan sinar. Sinar yang diemisikan inilah yang akan diukur.Spektrofluorometri mengukur intensitas emisi dari larutan yang dapat diperkuat langsung. Spektra ini lebih spesifik karena adanya spektra emisi (fluoresensi) disamping spektra eksitasi (yang dapat disamakan dengan spektra absorpsi pada spektrofotometri). Radiasi eksitasi maupun radiasi fluoresensi, umumnya diukur pada rentang λmax 200-700nm.. Pengukuran harus menggunakan pelarut yang dapat melewatkan seluruh radiasi eksitasi. Spektrofotometri fluoresensi merupakan suatu prosedur yang menggunakan pengukuran intensitas cahaya fluoresensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan dengan yang dipancarkan oleh suatu baku tertentu. Pada umumnya cahaya yang diemisikan oleh larutan berfluoresensi mempunyai intensitasmaksimum pada panjang gelombang yang biasanya 20 nm hingga 30 nm lebih panjang dari panjang gelombang radiasi eksitasi (gelombang pita penyerapansinar yang membangkitkannya). Instrumentasi Pengukuran intensitas fluoresensi dapat dilakukan dengan suatu fluorometer filter sederhana. Instrument yang dipergunakan bermacam-macam mulai dari yang paling sederhana (filter fluorometer) sampai ke yang sangatkompleks yaitu spektrofotometer. Fluorometri Fluorimetri adalah metode analisa yang erat hubungannya dengan spektrofotometri. Banyaknya senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminisensi,yakni senyawa kimia tersebut dapat dieksitasikan oleh cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula ( panjang gelombang eksitasi ). Ada 2 peristiwa fotoluminisensi, yaitu fluorosensi dan fosforisensi. Energi yang diserap oleh molekul untuk transisi elektronik ke level energi yang lebih tinggi

(first excited singlet ) harus di lepaskan kembali pada waktu kembali ke level energy terendah ( ground singlet ).Energi yang di lepas berupa panas dan untuk beberapa molekul tertentu sebagian dari energi yang di serap dipancarkan kembali berupa cahaya dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan 10ֿֿ՟8 detik ( fluoresensi ). Fosforesensi,akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi dalam waktu yang relatif lebih lama ( 10՟4 detik ). Radiometri Analisis radiometri adalah cara analisis kimia untuk unsur atau zat tak radioaktif dengan jalan penambahan zat radioaktif dan analisis radiometri ini digunakan untuk menentukan kadar zat yang sangat rendah dalam suatu campuran. Kelebihan cara analisis radiometri adalah kepekaannya sangat tinggi. Salah satu prinsip analisis radiometri adalah pengenceran isotop. Radioaktif diencerkan dengan senyawa nonradioaktif. Actinometer dan radiometer dikenal sebagai alat untuk mengukur intensitas radiasi matahari.

1

B. Rumusan Masalah 1. Pengertian Spektrofluorometri 2. Bagaimana proses deaktivasi spektrofluorometri 3. Apa Hal – hal yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforisensi 4. Bagaimana analisis kuantitatif sediaan obat dengan spektrofluorometri 5. Apa hubungan struktur molekul dengan fosforisensi

C. Tujuan 1. 2. 3. 4.

Untuk mengetahui pengertian dari spektrofluorometri Untuk mengetahui bagaimana proses deaktivasi spektrofluorometri Untuk mengetahui hal – hal yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforisensi Untuk mengetahui bagaimana analisis kuantitatif sediaan obat dengan spektroflurometri 5. Untuk mengetahui apa hubungan struktur molekul dengan fosforisensi

2 BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian spektrofluorometri Spektrofluorometri adalah metode analisiskimia kuantitatif yang berdasarkan flourecence. Flourecence dan phosporecence adalah bagian dari photoluminence, yaitu tipe spektroskopi optik di mana sebuah molekul tereksitasi dengan mengabsorbsi ultraviolet,sinar tampak dan radiasi inframerah dekat. Molekul tereksitasi akan kembali kepada keadaan dasar atau ke tingkat eksitasi lebih rendah, dengan mengemisikan sinar. Sinar yang diemisikan inilah yang akan diukur.Spektrofluorometri mengukur intensitas emisi dari larutan yang dapat diperkuat langsung. Spektra ini lebih spesifik karena adanya spektra emisi (fluoresensi) disamping spektra eksitasi (yang dapat disamakan dengan spektra absorpsi pada spektrofotometri). Radiasi eksitasi maupun radiasi fluoresensi, umumnya diukur

pada rentang λmax 200-700nm. Pengukuran harus menggunakan pelarut yang dapat melewatkan seluruh radiasi eksitasi. Spektrofotometri fluoresensi merupakan suatu prosedur yang menggunakan pengukuran intensitas cahaya fluoresensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan dengan yang dipancarkan oleh suatu baku tertentu. Pada umumnya cahaya yang diemisikan oleh larutan berfluoresensi mempunyai intensitasmaksimum pada panjang gelombang yang biasanya 20 nm hingga 30 nm lebih panjang dari panjang gelombang radiasi eksitasi (gelombang pita penyerapansinar yang membangkitkannya). Instrumentasi Pengukuran intensitas fluoresensi dapat dilakukan dengan suatu fluorometer filter sederhana. Instrument yang dipergunakan bermacam-macam mulai dari yang paling sederhana (filter fluorometer) sampai ke yang sangatkompleks yaitu spektrofotometer. Fluorometri Fluorimetri adalah metode analisa yang erat hubungannya dengan spektrofotometri. Banyaknya senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminisensi,yakni senyawa kimia tersebut dapat dieksitasikan oleh cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula ( panjang gelombang eksitasi ). Ada 2 peristiwa fotoluminisensi, yaitu fluorosensi dan fosforisensi. Energi yang diserap oleh molekul untuk transisi elektronik ke level energi yang lebih tinggi (first excited singlet ) harus di lepaskan kembali pada waktu kembali ke level energy terendah ( ground singlet ).Energi yang di lepas berupa panas dan untuk beberapa molekul tertentu sebagian dari energi yang di serap dipancarkan kembali berupa cahaya dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan 10ֿֿ՟8 detik ( fluoresensi ). Fosforesensi,akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi dalam waktu yang relatif lebih lama ( 10՟4 detik).

3

2. Proses Deaktivasi Spektrofluorometri Merupakan suatu proses kembalinya molekul yang tereksitasi ke keadaan asas ( dari S 1 atau T1 ke So ). Pada dasarnya, proses deaktivasi dapat di bedakan menjadi 2 yaitu : tanpa pemancaran

sinar dan dengan pemancaran sinar. Deaktivasi yang tanpa melalui pemancaran sinar dapat berupa pengendoran vibrasi ( relaksasi vibrasi ); konversi ke dalam ( konvensi internal ); konvensi keluar ( eksternal ); dan lintasan antar sistem. 1. Pengendoran vibrasi Pengendoran vibrasi merupakan perpindahan energi vibrasi dari molekul yang tereksitasi. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kelebihan energi vibrasi yang dimiliki akan segera dilepaskan sebagai akibat tabrakan – tabrakan antara molekul – molekul pelarut. Proses pengendoran vibrasi ini berjalan sangat cepat ( 10 ՟13 detik ), akibatnya fluoresensi molekul dalam larutan selalu disebabkan oleh perpindahan energi elektron tereksitasi (S1) ke keadaan dasar (So). 2. Konvensi ke dalam (internal conversion) Konvensi ke dalam ini merupakan suatu perpindahan tingkat energi, yang mana suatu molekul akan pindah dari tingkat energi elektronik lebin tinggi ke tingkat energi elektronik yang lebih rendah tanpa pemancaran sinar (dari S2 ke S1; atau S1 ke So; atau T2 ke T1). Proses ini berlangsung secara efisien apabila di dalam molekul ada 2 buah tingkat energi yang bedekatan satu sama lain, sehingga terjadi tumpang tindih (overlapping) antara energi vibrasinya. 3. Konversi ke luar (external conversion) Konversi ke luar merupakan perpindahan energi dari proses interaksi molekul – molekul lain. Pada peristiwa ini, energi yang dipindahkan adalah energi elektronik bukan energi vibrasional. 4. Lintasan antar sistem (intersystem crossing) Lintasan antar sistem merupakan pembalikan arah spin electron yang tereksitasi, misalnya berubah dari singlet ke triplet atau sebaliknya. Proses ini dapat terjadi jika tingkat – tingkat energi vibrasi dari molekul yang tereksitasi singlet atau triplet saling tumpang tindih. Lintasan antar sistem ini terjadi pada atom dengan berat molekul tinggi, sebab interaksi antar gerakan spin dan gerakan orbital elektron mejadi besar sehingga pembalikan spin lebih mudah.

4

3. Hal – hal yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforisensi Ada beberapa hal yang berpengaruh pada fluoresensi dan fosforesensi, yaitu : 1. Hasil kuantum (efisien kuantum, quantum yield) Efisien kuantum merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah molekul yang berfluoresensi terhadap jumlah total molekul yang tereksitasi. Besarnya efesien kuantum (Փ) adalah : Օ ≤ Φ ≤ 1. Nilai Փ yang diharapkan adalah mendekati 1, yang berarti efisien fluoresensi sangat tinggi. Selain fluoresensi, molekul – molekul yang tereksitasi juga mengalami beberapa proses deaktivasi. Dengan demikian maka efesien fluoresensi ditentukan oleh tetapan laju (rate constant). Proses fluoresensi dibandingkan dengan tetapan laju proses – proses deaktivasi yang lain. 2. Pengaruh kekakuan struktur Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul – molekul memiliki struktur yang kaku. Contoh fluoren memiliki efisiensi kuantum (Փ) yang besar (mendekati 1) karena adanya gugus metilen, dibandingkan dengan befebil yang memiliki efisiensi kuantum yang lebih kecil (sekitar 0,2). 3. Pengaruh suhu Bila suhu makin tinggi maka efesiensi kuantum fluoresensi makin berkurang. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi, tabrakan – tabrakan antar molekul atau tabrakan molekul dengan pelarut menjadi lebih sering; yang mana pada peristiwa tabrakan, kelebihan energi molekul yang tereksitasi dilepaskan ke molekul pelarut. Jadi semakin tinggi suhu maka terjadinya konversi ke luar besar (sehingga KKL juga besar), akibatnya efisiensi kuantum fluoresensi (Φ) berkurang. 4. Pengaruh pelarut Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaruhpelarut pada fluoresensi, yaitu : a. Jika pelarut makin polar maka itensitas fluoresensi makin besar. b. Jika pelarut mengandung atom – atom yang berat (Br,I atau senyawa yang lain) misalnya : CBr4, C2H5I, maka interaksi antara gerakan spin dengan gerakan orbital elektron – elektron ikatan lebih banyak terjadi; dan hal tersubut mempermudah

pembentukan triplet sehingga kebolehanjadian fluorosensi lebih kecil, sedangkan kebolehanjadian fosforesensi mejadi lebih besar. 5. Pengaruh pH pH berpengaruh pada letak keseimbangan antara bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi. Sifat fluorosensi dari kedua bentuk itu berbeda.

5

6. Pengaruh oksigen pelarut Adanya gas oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya. Pengurangan intensitas fluorosensi disebut pemadaman sendiri atau quenching. Molekul oksigen bersifat paramagnetik, dan molekul yang bersifat seprti ini dapat mempengaruhi dan mempermudah lintasan antar sistem sehingga memperkecil kemungkinan fluorosensi,sebaliknya memperbesar kebolehanjadian fosforesensi. 7. Pemadaman sendiri (self quenching) dan penyerapan sendiri pemadaman sendiri disebabkan oleh tabrakan – tabrakan antar molekul zat itu sendiri. Tabrakan – tabrakan itu menyebabkan energi yang tadinya akan dilepas sebagai sinar fluorosensi ditransfer ke molekul lain, akibatnya itensitas berkurang.Hal ini berarti bahwa adanya pemadaman akan menginduksi deeksitasi dari suatu molekul analit yang tereksitasi sehingga tidak ada sinar yang diemisikan. Oksigen merupakan salah satu contoh pemadaman bagi senyawa – senyawa poliaromatik hidrokarbon, karenanya oksigen ini harus dihilangkan sebelum dilakukan analisis penyerapan sendiri terjadi jika panjang gelombang fluorosensi tumpang tindih dengan puncak serapan senyawa yang bersangkutan. Akibatnya intensitas fluorosensi berkurang pada waktu berkas sinar melalui larutan.

6

4. Analisis kuantitatif sediaan obat dengan Spektrofluorometri Pada larutan dengan kosentrasi tinggi, sebagian besar cahaya diserap lapisan larutan yang paling dulu kontrak dengan radiasi eksitasi, sehingga fluoresensi hanya terjadi pada bagian yang menyerap cahaya tersebut. Dengan demikian, pada analisis kuantitatif harus digunakan larutan yang encer ( serapan tidak boleh dari 0,02 ) supaya dapat memenuhi persamaan fluoresensi.      

Preparasi untuk analisis sediaan obat multikomponen Tahapan analisis kuantitatif obat multikomponen padat, semi padat, cair dan steril secara spektrofluorometri. Analisis kuantitatif : analisis penentuan kadar suatu senyawa didalam suatu sampel. Sediaan obat : Padat (tablet, kapsul), semi padat (salep), cair (sirup, emulsi, suspensi) dan steril (injeksi). Multikomponen : sediaan obat yang terdiri dari beberapa senyawa aktif obat, seperti kombinasi GG dan Difenhidramin dalam sirup obat batuk. Spektrofluorometri : metode analisis dengan menggunakan instrumen spektrofluorometri.

1. Sediaan padat Sampel tablet yang akan dianalisis harus representatif untuk menghindari resiko adanya hasil analisis yang keluar dari spesifikasi yang ditentukan. Contoh : menurut Farmakope, untuk analisis tablet parasetamol dibutuhkan sampel sebanyak 20 tablet parasetamol 500 mg. 2. Sediaan semi padat Isolasi obat dalam salep harus ditunjukkan pada dasar salepnya :  Salep lemak bulu domba alkohol, biasanya dilarutkan dalam kloroform atau encer  Salep hidrofil, dilarutkan dalam kloroform atau encer  Salep lanolin, dilarutkan dalam kloroform atau encer  Salep polietilen glikol, dilarutkan dalam etanol atau air. 3. Sediaan cair : dapat dilakukan pengukuran secara langsung, atau diencerkan atau dipekatkan terlebih dahulu dengan pelarut organik. 4. Sediaan steril (injeksi) : dapat di lakukan pengukuran secara langsung.

7

5. Hubungan struktur molekul dengan Fosforisensi Meskipun beberapa molekul organik menunjukan baik fluoresensi dan fosforisensi, ada beberapa syarat yang terkait dengan suatu senyawa berfosforisensi yang sedikit berbeda dengan syarat struktur molekul pada fluoresensi. Fosforisensi lebih disukai terjadi pada eksitasi elektron yang tidak berpasangan. Dan juga, adanya subtitusi pada struktur molekul dengan halogen, logam berat, dan gugus nitro (terutama yang dekat dengan elektron yang

tereksitasi) akan meningkatkan fosforisensi. Hal ini disebabkan adanya gugus – gugus fungsional yang dapat mendorong transisi elektron dari keadaan tereksitasi singlet ke keadaan tereksitasi triplet yang merupakan syarat untuk teramatinya fosforisensi.

8

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari materi spektrofluorometri yang kita bahas dalam makalah, maka dapat disimpulkan bahwa : a. Spektrofluorometri adalah metode analisiskimia kuantitatif yang berdasarkan flourecence. Flourecence dan phosporecence adalah bagian dari photoluminence, yaitu tipe spektroskopi optik di mana sebuah molekul tereksitasi dengan mengabsorbsi ultraviolet,sinar tampak dan radiasi inframerah dekat. Molekul tereksitasi akan kembali kepada keadaan dasar atau ke tingkat eksitasi lebih rendah, dengan mengemisikan sinar. Sinar yang diemisikan inilah yang akan diukur.Spektrofluorometri mengukur intensitas emisi dari larutan yang dapat diperkuat langsung. Spektra ini lebih spesifik karena adanya spektra emisi (fluoresensi) disamping spektra eksitasi (yang dapat disamakan dengan spektra absorpsi pada spektrofotometri). Radiasi eksitasi maupun radiasi fluoresensi, umumnya diukur pada rentang λmax 200-700nm. b. Fluorometri Fluorimetri adalah metode analisa yang erat hubungannya dengan spektrofotometri. Banyaknya senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminisensi,yakni senyawa kimia tersebut dapat dieksitasikan oleh cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula ( panjang gelombang eksitasi ). Ada 2 peristiwa fotoluminisensi, yaitu fluorosensi dan fosforisensi. Energi yang diserap oleh molekul untuk transisi elektronik ke level energi yang lebih tinggi (first excited singlet ) harus di lepaskan kembali pada waktu kembali ke level energy terendah ( ground singlet ).Energi yang di lepas berupa panas dan untuk beberapa molekul tertentu sebagian dari energi yang di serap dipancarkan kembali berupa cahaya dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan 10ֿֿ՟8 detik ( fluoresensi ). Fosforesensi,akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi dalam waktu yang relatif lebih lama ( 10՟4 detik).

9

c. Hal – hal yang mempengaruhi fluorensi dan fosforesensi yakni : 1. Hasil kuantum (efesiensi kuantum, quantum yield) 2. Pengaruh kekakuan struktur 3. Pengaruh suhu 4. Pengaruh pelarut 5. Pengaruh pH 6. Pengaruh oksigen terlarut 7. Pemadaman sendiri. d. Tahapan analisis kuantitatif obat multikomponen padat, semi padat, cair dan steril secara spektrofluorometri.

B. SARAN Pada makalah ini masih banyak kekurangan tentang segala hal yang terkait dengan spektrofluorometri, oleh karena itu kami mohon maaf kepada pembaca makalah ini, kami berharap dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat memuat hal – hal yang lebih menarik terkait spektrofluorometri di makalah ini.

10

DAFTAR PUSTAKA

Connors, K.A., 1982, A Texbook of Pharmaceutical Analysis, Jhon Wiley and Sons, New York Gandjar, I.G., 1991, Kimia Analisis Instrumental, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes : Analycal Chemistry, BIOS Scientific Publisher Limited, New York. Munson, J.W., 1981, Pharmaceutical Analysis : Modern Methods, Part A and B, diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi , Airlangga University Press, Surabaya. Smith, R.V., and Stewart, J.T., 1981, Texbook of Biopharmaceutic Analysis, Lea and Febiger, Philadelpia. M. SULAIMAN ZUBAIR

Riska jurusan teknologi pangan, Fakultas Teknik Universitas, Pasundan Bandung, 2012.

11

Related Documents

Farmasi
July 2020 34
Farmasi
October 2019 58
Farmasi Rs.docx
July 2020 24
Farmasi Industri.docx
June 2020 26

More Documents from "Dwi"