PEMBAHASAN FLAVONOID TEMU GIRING Metanol (-) tetap warna kuning Etanol (-) tetep warna kuning
ANALISIS Pada praktikum uji fitokimia, kami menggunakan bahan temu giring Curcuma heyneana Val.) yang dimana akan diidentifikasi kandungan flavonoid, terpenoid, fenolik, saponin,dan alkaloid dengan menggunakan dua pelarut yaitu methanol dan etanol 96%. Pada uji flavonoid menggunakan pelarut methanol, ekstrak rimpang temu giring yang belum ditambahkan logam Mg dan HCl pekat berwarna kuning, dan setelah ditambahkan logam Mg dan HCl pekat tetap berwarna kuning. Hal ini sama dengan hasil uji flavonoid menggunakan pelarut ethanol 96% dimana ekstrak rimpang temu giring yang belum dan sudah ditambahkan logam Mg dan HCl pekat tetap berwarna kuning sehingga menunjukkan bahwa rimpang temu giring tidak mengandung flavonoid.
PEMBAHASAN Pada praktikum uji fitokimia, kami menggunakan bahan temu giring dimana akan diidentifikasi kandungan flavonoid, terpenoid, fenolik, saponin,dan alkaloid. Temu giring (Curcuma heyneana Val.) banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan kecil atau peladangan dekat rumah penduduk, terutama di kawasan Jawa Timur. Temu giring merupakan tanaman berbatang semu dengan ketinggian mencapai 1 m. Rimpang temu giring berwarna kuning serta beraroma khas. Daunnya berbentuk runcing dengan tepi rata, berwarna hijau, serta berpelepah yang saling melekat satu dengan yang lain hingga membentuk batang semu (Santoso, 2008) Uji fitokimia yang pertama adalah uji flavonoid. Flavonoid adalah senyawa polifenol. Senyawa ini merupakan turunan dari 2- fenil kromon atau 2-fenil benzopiron. Fungsi dari flavonoid dapat menyembuhkan radang karena senyawa ini mempunyai efek anti bakteri, anti virus, antiseptik, antihistamin, reduktor, antihipertensi, merangsang pembentukan estrogen, antifungal dan insektisidal (Markham, K.R. 1998)
Gambar 1. Kerangka Golongan Flavonoid (Quersetin)
Gillespie, R.J. Paul (2001), menjelaskan bahwa jika ekstrak sampel terdapat senyawa flavonoid, maka setelah penambahan logam Mg dan HCl pekat akan terbentuk gram flavilium berwarna merah atau jingga. Reaksi Uji flavonoid dengan logam Mg dan HCl pekat yaitu :
Gambar 2. Reaksi Uji Flavonoid dengan Logam Mg dan HCl pekat
Penambahan HCl pekat dalam uji flavonoid pada metode Wilstater dimaksudkan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh H+ dari asam karena sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa gula yang biasa dijumpai yaitu glukosa, galaktosa dan ramnosa. Reduksi dengan Mg dan HCl pekat ini menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol, flavanon, flavanonol dan xanton (Gillespie, R.J. Paul , 2001) Pengambilan flavonoid dari suatu tanaman dapat dilakukan dengan ekstraksi. Selama proses ekstraksi, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu maserasi, perkolasi dan sokletasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi,
jumlah sampel, suhu, dan jenis pelarut (Utami, 2009). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu maserasi. Kelebihan dari metode maserasi adalah biayanya yang murah, mudah untuk dilakukan dan tanpa pemanasan sehingga tidak merusak senyawa flavonoid (Cuppet et al., 1954). Senyawa flavonoid bersifat polar sehingga dibutuhkan pelarut yang bersifat polar (Gillespie dan Paul, 2001). Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung kepada kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut, sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang sama. Penggunaan jenis pelarut atau kekuatan ion pelarut dapat memberikan pengaruh terhadap rendemen senyawa yang dihasilkan (Anggitha, 2012). Pelarut yang bersifat polar diantaranya adalah etanol, metanol, aseton dan air (Sudarmadji et al., 1997). Pada uji flavonoid pada temu giring menggunakan dua pelarut yaitu methanol dan etanol 96%. Menurut Kusumaningtyas et al., (2008) metanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan senyawasenyawa yang bersifat polar seperti golongan fenol. Sedangkan etanol 96% adalah pelarut yang aman dan tidak toksik (Markham, 1988). Pada uji flavonoid menggunakan pelarut methanol, ekstrak rimpang temu giring yang belum ditambahkan logam Mg dan HCl pekat berwarna kuning, dan setelah ditambahkan logam Mg dan HCl pekat tetap berwarna kuning. Hal ini sama dengan hasil uji flavonoid menggunakan pelarut ethanol 96% dimana ekstrak rimpang temu giring yang belum ditambahkan dan yang sudah ditambahkan logam Mg dan HCl pekat tetap berwarna kuning sehingga menunjukkan bahwa rimpang temu giring tidak mengandung flavonoid. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Santoso (2008) yaitu Rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) mengandung senyawa kurkumin yang dapat memberi warna kuning, minyak atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak, tanin, saponin dan flavonoid. Perbedaan hasil praktikum dengan literature mungkin disebabkan karena kesalahan dalam praktikum yaitu belum paham nya praktikan dengan prosedur kerja dan teori mengenai uji flavonoid, serta saat melarutkan ekstrak rimpang giring dengan menggunakan aquades, larutan yang dihasilkan belum homogen sehingga mempengaruhi hasil uji flavonoid.
DAFTAR RUJUKAN
1. Santoso, H.B., 2008, Ragam dan Khasiat Tanaman Obat, Agro Media, Yogyakarta,
Indonesia. 2. Markham, K.R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Terjemahan Kosasih
Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. 3. Cuppett, S.M., dan Schrepf, C. Hall III. 1954. Natural Antioxidant Are They Reality.
Dalam Foreidoon Shahidi : Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications, AOCS Press, Campaign, Illinois: 12-24 4. Utami. 2009. Potensi Daun Alpukat (Persea Americana Mill) Sebagai Sumber
Antioksidan Alami. Jurnal Teknik Kimia UPN Jawa Timur. Vol 2 (1) : 58-64. 5. Kusumaningtyas E., Widiati R. dan Gholib D. 2008. Uji daya hambat ekstrak dan
krim ekstrak daun sirih (Piper betle) terhadap C. albicans dan Trichophyton mentagrophytes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Yogyakarta 11-10 Maret 2008. 6. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suharji. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti, Yogyakarta. 7. Gillespie, R.J. Paul , 2001. Chemical Bonding and Molecular Geometry. Oxford
University Press,London. 8. Anggitha, I. 2012. Performa Flokulasi Bioflokulan DYT pada Beragam Keasaman
dan Kekuatan Ion terhadap Turbiditas Larutan Kaolin. Universitas Pendidikan Indonesia: Jakarta.