Analisis Dan Kritisi Atas Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Dan Kritisi Atas Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal as PDF for free.

More details

  • Words: 2,006
  • Pages: 6
Analisis dan Kritisi atas Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal *) Pendahuluan Undang-Undang Penanaman Modal (selanjutnya disebut “UUPM”) yang lahir pada 26 April 2007 berusaha mengakomodir perkembangan zaman dimana peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. UndangUndang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (selanjutnya disebut “UUPMA”) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. UndangUndang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (selanjutnya disebut “UUPMDN”), dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dalam UUPM, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Aturan dalam UUPM berlaku bagi penanaman modal di semua sektor wilayah Indonesia, dengan ketentuan hanya terbatas pada penanaman modal langsung, dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portfolio sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 UUPM beserta penjelasannya. Menurut Pasal 3 ayat (1) a UUPM, Penanaman Modal diselenggarakan oleh Pemerintah dengan asas kepastian hukum. Dalam Pasal 4 ayat (2) b pun dikatakan bahwa dalam menetapkan kebijakan dasar, Pemerintah menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal. Dengan demikian, kepastian hukum mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia. Bentuk Badan Usaha yang Dapat Melakukan Penanaman Modal di Indonesia Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[2] Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA), wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.[3] UUPM tidak memberikan penjelasan perihal PMA yang tidak berbentuk perseroan terbatas. Bagaimana kemungkinan untuk menanamkan modal di Indonesia jika penanam modal asing yang bersangkutan berbentuk selain perseroan terbatas (misalnya badan usaha tetap) tidak dijelaskan dalam UUPM ini. Hal ini tentunya memberikan “celah” ketidakpastian hukum sehingga tidak sejalan dengan asas yang tertuang dalam Pasal 3 maupun Pasal 4 UUPM itu sendiri. Namun demikian, jika menyimpulkan secara a-contrario dari Pasal 20 UUPM yang menyatakan bahwa “Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas”, maka sebenarnya UUPM mengakui keberadaan PMA yang tidak berbentuk perseroan terbatas dimana terhadap PMA tersebut tidaklah mendapatkan fasilitas sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UUPM.

Perlakuan terhadap Penanaman Modal Pemerintah memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap penanam modal dari negara manapun, kecuali bagi penanam modal dari suatu negara yang memang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. Pasal 8 ayat (1) UUPM mengatakan bahwa penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun sekali lagi, ada ketidak-jelasan yang mengarah kepada ketidakpastian hukum, yakni perihal pengertian “aset” yang tidak diberi penjelasan lebih lanjut sehingga membuka kemungkinan adanya multi tafsir. Pasal 8 ayat (2) UUPM hanya menjelaskan bahwa aset yang dimaksud tersebut tidak termasuk aset yang dikuasai negara. Lebih lanjut mengenai perlakuan terhadap penanaman modal, penanam modal oleh undang-undang diberikan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) UUPM. Ketenagakerjaan Tidak berbeda jauh dengan peraturan pendahulunya, UUPM menyatakan bahwa perusahaan penanaman modal harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Perusahaan tersebut berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[4] Jika terjadi perselisihan hubungan industrial, maka jalan yang akan ditempuh secara berurutan (jika penyelesaian sebelumnya tidak mencapai hasil) adalah: Musyawarah ---> Tripatrit ---> Mekanisme pengadilan hubungan industrial.[5] Bidang Usaha Pada dasarnya, semua bidang atau jenis usaha adalah terbuka untuk kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Aturan lebih lanjut mengenai bidang usaha yang terbuka dan tertutup diatur dalam Peraturan Presiden.[6] Peraturan Presiden yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penanam Modal Ketiga hal tersebut diatas diatur dalam Pasal 14, 15, dan 16 UUPM. Penanam modal diantaranya berhak mendapatkan kepastian hak, kepastian hukum, dan kepastian perlindungan.[7] Disamping hak yang dimiliki, Penanam modal juga memiliki kewajiban diantaranya menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance), membuat laporan kegiatan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal secara berkala kepada Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal. Jika penanam modal tidak melaksanakan tanggung jawabnya tersebut, maka dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana tertuang dalam Pasal 34 UUPM. Setiap penanam modal bertanggung jawab menjamin tersedianya modal, menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan/meninggalkan/menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak, menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, menjaga kelestarian hidup, dan lain-lain sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 UUPM. Fasilitas Penanaman Modal Pemerintah memberikan fasilitas penanaman modal kepada penanaman modal yang melakukan perluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapatkan fasilitas tersebut harus memenuhi salah satu kriteria yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (3) UUPM. Adapun fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa: pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu; pembebasan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu; pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Selain fasilitas fiskal, Pemerintah juga memberikan kemudahan kepada perusahaan penanam modal untuk memperoleh hak atas tanah, fasilitas keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor. Mengenai fasilitas hak atas tanah, UUPM mengatur langsung mengenai jangka waktu untuk hak-hak atas tanah yang diberikan kepada penanam modal, UUPM tidak merujuk pada peraturan yang berlaku seperti yang dilakukan oleh peraturan pendahulunya (lihat catatan kaki).[8] Yang dilakukan oleh pembentuk undangundang yang membuat UUPM ini adalah sah-sah saja, sesuai dengan asas lex spesialis derogat legi generalis, namun apa alasan pasti dari pembentuk undangundang untuk mengatur secara khusus perihal hak atas tanah tersebut, belum diketahui. Yang jelas, jangka waktu yang diberikan menjadi relatif lebih panjang. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah tersebut dapat dihentikan atau dibatalkan oleh

Pemerintah jika perusahaan penanam modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta melanggar ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pertanahan. Selain fasilitas berupa kebijakan fiskal dan hak atas tanah, fasilitas lain yang diberikan Pemerintah kepada penanam modal adalah fasilitas keimigrasian yang berupa kemudahan pelayanan dan/atau perizinan. Kemudahan tersebut diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Khusus bagi penanam modal asing diberikan fasilitas yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (3) dan ayat (4) UUPM. Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, bahwa Pemerintah juga memberikan fasilitas perizinan impor berupa kemudahan pelayanan dan/atau perizinan. Perizinan tersebut diberikan untuk impor barang yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, barang yang tidak memberikan dampak negatif, barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia, dan barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.[9] Pengesahan dan Perizinan Perusahaan Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari instansi yang berwenang. Izin tersebut diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.[10] Berdasarkan penjelasan umum UUPM, pelayanan terpadu satu pintu ini bertujuan untuk menciptakan penyederhanaan perizinan dan percepatan penyelesaian. Selain itu, pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. Koordinasi dan Pelaksanaan Kebijakan Penanaman Modal Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bertugas melakukan koordinasi kebijakan penanaman modal baik koordinasi antar instansi Pemerintah, antara instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antara instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. BKPM yang dipimpin oleh seorang ketua, akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.[11] Mengenai tugas dan fungsi BKPM tertuang dalam Pasal 28 UUPM. Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah. Penyelenggaraan penanaman modal

yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota. Penyelesaian Sengketa Jika terjadi sengketa di bidang penanaman modal diantara Pemerintah dengan penanam modal, maka diselesaikan melalui musyawarah mufakat. Apabila tidak mencapai kata sepakat, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai perundangundangan.[12] Dalam hal sengketa terjadi antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, maka para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, jika tidak disepakati melalui arbitrase, maka diselesaikan melalui Pengadilan. Kemudian, jika sengketa terjadi antara Pemerintah dengan penanam modal asing, maka para pihak menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional. Sanksi Penanam modal (baik dalam negeri maupun asing) yang berbentuk perseroan Terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan Terbatas untuk dan atas nama orang lain. Jika hal tersebut dilakukan, maka perjanjian yang dibuat akan batal demi hukum. Terhadap penanam modal, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian/kontrak kerja sama dengan Pemerintah, yang melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan (yaitu informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan informasi pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan), penggelembungan biaya pemulihan (yaitu biaya yang dikeluarkan di muka oleh penanam modal yang jumlahnya tidak wajar dan kemudian diperhitungkan sebagai biaya pengeluaran kegiatan penanaman modal pada saat penentuan bagi hasil dengan Pemerintah), dan bentuk penggelembungan biaya lainnya, maka Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan Penanam modal yang bersangkutan. Penutup UUPM ini menyatakan bahwa terhadap Perjanjian internasional (baik bilateral, regional, maupun multilateral) dalam bidang penanaman modal yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia sebelum UUPM berlaku, tetap berlaku sampai perjanjian tersebut berakhir. Sedangkan bagi rancangan perjanjian internasional yang belum disetujui oleh Pemerintah pada saat UUPM berlaku, maka wajib disesuaikan dengan UUPM.

Sesuai dengan asas lex posteriori derogate legi priori, maka pada saat UUPM berlaku, UU PMDN dan UU PMA dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan UUPM. Bagi persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan yang telah diberikan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan sebelumnya (UU PMDN dan UU PMA) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan tersebut. Perusahaan penanaman modal yang telah diberi izin oleh Pemerintah berdasarkan UU PMDN dan UU PMA, dapat memperpanjang izin usahanya berdasarkan UUPM apabila izin usaha tetapnya telah berakhir. ENDNOTE: [1] Undang-Undang tentang Penanaman Modal, Undang-Undang No. 25, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724. [2] Pasal 5 ayat (1) UUPM [3] Pasal 5 ayat (2) UUPM [4] Pasal 10 UUPM [5] Pasal 11 UUPM [6] Pasal 12 UUPM jo. Perpres No. 76 dan 77 Tahun 2007. [7] Kepastian Hak adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh hak sepanjang penanam modal telah melaksanakan kewajiban yang ditentukan. Kepastian Hukum adalah jaminan Pemerintah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai landasan utama dalam setiap tindakan dan kebijakan bagi penanam modal. Kepastian Perlindungan adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan kegiatan penanaman modal. [8] Pasal 14 UU 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyatakan bahwa: “Untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku”. Dengan kata lain, mengenai aturan hak guna angunan (HGB), hak guna usaha (HGU), dan hak pakai (HP) merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan-peraturan Pokok Agraria (lebih dikenal dengan sebutan UUPA) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang “Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah”. [9] Pasal 24 UUPM [10] Pasal 25 UUPM [11] Pasal 27 UUPM [12] Pasal 32 UUPM *) Penulis (Marina Eka Amalia

Related Documents