2009
ANALISA STRATEGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI GARUT Rinda Cahyana ‐ 23508016
Dibuat untuk memenuhi kewajiban ujian tengah semester matakuliah Strategi dan Kebijakan Teknologi Informasi pada program Pascasarjana Teknik Informatika – Institut Teknologi Bandung
PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009
1 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut ANALISA STRATEGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI GARUT Oleh : Rinda Cahyana, ST Program Magister Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung 1. PENDAHULUAN Sekolah Tinggi Teknologi Garut (STTG) yang bernaung di bawah Yayasan al‐Musaddadiyah adalah Perguruan Tinggi Swasta, diselenggarakan sejak tahun 1991 berdasarkan keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No. 0.167/0/1991 tanggal 28 Maret 1991 [Profil, 2008]. STTG menyelenggarakan empat program studi yaitu Teknik Industri, Teknik Sipil, Teknik Informatika, dan Teknik Komputer. Seiring dengan perubahan lingkungan social, ekonomi teknologi, dan politik, maka kompetisi di antara Perguruan Tinggi (PT) pun berubah. Manajemen STTG telah memikirkan bagaimana perubahan itu mempengaruhi institusinya dan mencoba membuat strategi untuk dapat berinteraksi dengan perubahan tersebut, dan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil kompetitif pada lingkungan kompetitif yang sudah berubah. Salah satu jawaban STTG atas perubahan tersebut adalah pemanfaatan Teknologi Informasi (TI). Strategi STTG ini tentu saja bukan merupakan hal baru bagi PT. Dalam sejumlah literature disebutkan bahwa sejumlah usaha telah dilakukan PT dalam rangka merespon aktif perubahan lingkungan kompetitif, misalnya dengan melakuan reorganisasi melalui Business Process Reengineering (BPR) di mana TI sebagai enabler‐nya (Adenso‐Diaz dan Canteli, 2001; Bridges, 2000) Pengembangan infrastruktur SI/TI, pengelolaan tugas dan fungsi organisasi SI, pembuatan strategi SI, dan kesiapan STTG untuk menggunakan TI dalam proses bisnis nya, menunjukan pemahaman STTG akan nilai penting SI/TI bagi pencapaian tujuan bisnisnya. Ward dan Pepard dalam bukunya Strategic Planning for Information System menyebutkan, bahwa strategi SI/TI diperlukan untuk mendukung strategi bisnis [Ward, 2002], maka STTG tertuntut untuk mengelola SI/TI agar pemanfaatan SI/TI selaras dengan strategi bisnisnya. Artikel ini akan menyajikan analisa strategi bisnis dan TI studi kasus di STTG. 2. METODOLOGI Kerangka kerja Strategic Management of Information Technology (SMIT) yang dikembangkan oleh Raquel Flodström (2006) digunakan pada tahap analisa strategi sebelum pemilihan strategi kompetitif sebagai: 1. Alat komunikasi di antara manajer strategis sepanjang proses analisa strategi dan pemilihan strategi. Strategi kompetitif yang efektif dikembangkan oleh manajer dengan jalan memahami factor kompetisi dan keterhubungan antara satu factor yang lainnya, serta dampak perubahan lingkungan kompetitif. Pemahaman ini dicapai melalui komunikasi di antara manajer. 2. Alat analisa untuk mengembangkan strategi kompetitif dalam kondisi strategi TI yang selaras dengan strategi bisnis.
2 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 3. Alat evaluasi dan diskusi dalam analisa strategis. Kerangka kerja SMIT dapat menjelaskan hubungan kompleks yang merupakan kombinasi interaksi di antara factor relevan seperti lingkungan kompetitif, strategi kompetitif, factor kompetitif dan hasil kompetitif. Dapat pula digunakan untuk memahami factor yang berbeda dari proses kompetitif. Dalam rangka menganalisa manajemen strategi TI di STTG, kerangka kerja SMIT digunakan dengan tahapan analisa sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Lingkungan kompetitif di STTG; Hasil kompetitif yang dikehendaki oleh STTG; Peran manajemen strategis di STTG dalam kompetisi; dan Faktor yang berhubungan dengan manajemen strategis.
Seiring dengan analisa, dilakukan kegiaan studi literatur terkait perencanaan strategi dan lingkungan kompetitif PT, untuk mendapatkan gambaran STTG pada kerangka kerja SMIT. 3. LANDASAN TEORI Landasan teori ini merupakan intisari dari tesis Raquel terkait kerangka kerja SMIT yang disusun sebagai panduan dalam analisa SMIT di STTG. Penjelasan lebih jauh dari intsari ini dapat dibaca langsung dari tesis Raquel yang berjudul, a Framework for the Strategic Management of Information Technology. SMIT adalah kerangka kerja holistic dari kerangka kerja untuk manajemen strategis yang diperluas oleh kerangka kerja TI sebagai factor kompetitif.
Gambar 1. Kerangka kerja SMIT, sumber: Raquel, 2006.
3 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 3.1. Lingkungan Kompetitif Lingkungan kompetitif adalah lingkungan dalam konteks kompetisi yang sedang terjadi yang meliputi bisnis suatu organisasi. Lingkungan kompetitif atau sering disebut dengan lingkungan atau pasar mempengaruhi pemilihan strategi oleh manajemen, terkait dengan apakah keuntungan kompetitif harus ditingkatkan atau dipertahankan. Pemilihan strategi tersebut akan mempengaruh hasil kompetitif. Lingkungan kompetitif adalah semua kondisi eksternal yang mungkin mempengaruhi dan berpengaruh terap kompetisi bisnis suatu organisasi. Lingkungan kompetitif merupakan nilai tinggi bagi manajemen strategis sehubungan dengan perannya dalam meningkatkan keuntungan kompetitif sebagaimana disebutkan oleh Pitkethly (2003), Competitive advantage is in fact meaningless as concept unless it is used in the contect of a given competitive environtment. An advantage has to be gained over something other than the prossessor of the advantage, in resect of some criteria relevant to a common objective and in relation to a given location and competitive environtment Batasan wilayah meliputi lingkungan internal yang dibatasi oleh wilayah organisasi, dan lingkungan eksternal yang berada di luar organisasi. Lingkungan kompetiif diklasifikasikan sebagai berikut 1. Lingkungan kompetitif secara umum yang berhubungan dengan semua factor umum yang mempengaruhi hal terkait dengan organisasi. 2. Lingkungan kompetitif yang meliputi: 1) Lingkungan industry terkait dengan industry di mana organisasi berkompetisi padanya dan juga kelompok strategis yang mana organisasi merupakan bagian dari padanya; dan 2) Lingkungan unit bisnis meliputi lingkungan kompetitif dekat yang direpresentasikan oleh organisasi, untuk mendapatkan pelanggan dan nilai tambah.
Gambar 2. Wilayah Lingkungan Kompetitif Identifikasi lingkungan kompetitif umum dapat dilakukan dengan menggunakan tiga teknik: 1. Identifikasi factor luar yang relevan dengan menggunakan model untuk menganalisa factor politik, ekonomi, social, dan teknologi (PEST) 2. Identifikasi kecenderungan yang berhubungan dengan kebutuhan strategis untuk meramalkan bagaimana lingkungan kompetitif akan berubah. 3. Identifikasi lingkungan global terkait dengan cara kerja global dengan memanfaatkan TI.
4 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Lingkungan kompetitif berhubungan secara langsung dengan tiga factor, yakni strategi kompetitif, factor kompetitif, dan hasil kompetitif. Gambar berikut ini merupakan kerangka kerja yang mengilustrasikan hubungan di antara ketiga factor
Gambar 3. Kerangka Kerja Untuk Lingkungan Kompetitif Sebagaimana nampak pada gambar 3, hasil kompetitif didefinisikan berdasarkan kepada lingkungan kompetitif terkini dan perubahannya di masa datang. Hasil kompetitif dipengaruhi oleh strategi yang diambil, dan dapat dalam bentuk keuntungan kompetitif sementara, keuntungan kompetiif berkeanjutan, atau tidak memberikan keuntungan sama sekali. Manajemen stategis menentukan apakah keuntungan kompetitif yang merupakan hasil kompetitif dipertahankan atau ditingkatkan sesuai dengan kondisi lingkungan kompetitif. Dengan demikian maka hasil kompetitif dipengaruhi oleh manajemen strategis dan secara tidak langsung oleh lingkungan kompetitif. Lingkungan kompetitif dapat dalam keadaan static dan juga dinamik. Dalam kondisi static, lingkungan kompetisi dalam keadaan tetap. Dalam kondisi ini, tidak ada interaksi antara lingkungan dan tindakan competitor yang membuat lingkungan stabil. Sementara dalam kondisi dinamik, lingkungan selalu berubah‐ubah. 3.2. Hasil Kompetitif Sekalipun tujuan strategi adalah untuk mencapai keuntungan, namun sangat mungkin strategi tidak berhasil mencapainya. Misalnya apabila organisasi hanya berinvestasi teknologi atau mengikuti teknologi yang digunakan oleh kompetitornya maka tidak akan memberikan keuntungan apapun, karena keuntungan hanya diperoleh hanya dengan menggunakan teknologi untuk mendukung bisnis dan menciptakan nilai lebih. Porter (1985) mendefinisikan keuntungan kompetitif sebagai berikut, ‘Competitive advantage is the ability to earn returns on investment persistently above the average for the industry.’ Keuntungan kompetitif yang berkelanjutan terjadi dalam kondisi competitor tidak menerapkan strategi yang sama dengan strategi organisasi [Barney, 1991], atau strategi yang dikembangkan organisasi sulit ditiru.
5 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Menurut Raquel (2006) implementasi teknologi tidak menyediakan keuntungan kompetitif yang berkelanjutan karena teknologi tersedia secara umum sehingga memungkinkan memberikan keuntungan yang sama bagi organisasi dan competitor. Menurut penulis, keuntungan kompetitif dari teknologi tergantung kepada bagaimana teknologi itu digunakan, yang mungkin saja berbeda‐beda penggunaannya di setiap orgaisasi, tergantung ketersediaan sumber daya manusia dan sejumlah kemampuan lainnya, seperti financial dan infrastruktur penunjang. 3.3. Manajemen Strategis 3.3.1. Manajemen Bisnis Faulkner Et Al. (2003) mendefinisikan strategi kompetitif sebagai, ‘is about finding a strategy that is better than that of your competitors, and that thus enables you to make repeatable profits from selling your products and services.’ Strategi kompetitif didasarkan pada analisa lingkungan kompetitif dimaksudkan untuk mendapatkan strategi unik yang tidak dapat diikuti oleh competitor yang digunakan oleh organisasi untuk mendapatkan hasil kompetitif (tujuan bisnis) yang berkesinambungan. Pembangunan strategi dapat menggunakan focus kompetitif berikut ini : 1. Forkus produksi: Economies of scale, di mana perusahaan bersaing dengan biaya rendah jika dibandingkan dengan kompetitornya, dan oleh karenanya cenderung mendominasi andil pasar. TI dipertimbangkan sebagai factor strategis dalam pendekatan ini karena dapat mengurangi biaya sekaligus mengefektifkan proses bisnis produksi. Menuru Christensen (2001, hal. 107), kompetisi berlandaskan economies of scale tidak akan memberikan keuntungan lebih besar dalam jangka waktu yang lama; 2. Fokus pemasaran dan distrbusi: Economies of scope yang berhubungan dengan lini produk yang luas, dengan membuat berbagai jenis produk untuk menghadapi perubahan kebutuhan pasar. Efisiensi dilakukan pada pemasaran dan distribusi. Pemasaran sejumlah produk dalam satu kesempatan diharapkan dapat menjaring keuntungan dari pelanggan di bandingkan menjual hanya satu produk; 3. Fokus sumber daya: Teori resource based view. Strategi yang memanfaatkan kekuatan internal firma untuk menjawab kesempatan lingkungan (Barney, 1991). Teori ini memfokuskan pada kombinasi unik faktor stabil internal perusahaan sebagai sumber keuntungan kompetitif. Menerapkan teori ini untuk TI dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan TI dengan organisasi dan mengkombinasikannya dengan kemampuan dalam menggunakan dan mengembangkan TI yang sulit ditiru oleh kompetitor sehingga menjadi factor kompetiif. 4. Fokus kemampuan: Kemampuan dinamis di mana perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan cepat untuk melakukan perubahan teradap lingkungan kompetitif. Sejumlah factor kompetitif digunakan dalam mendefinsikan strategi kompetitif. Faktor kompetitif yang juga dikenal sebagai faktor strategis, adalah faktor yang memberikan beberapa nilai strategis berupa keuntungan kompetitif bagi organisasi. Bowman (2003) mendefinisikannya sebagai berikut: Strategic assets [competitive factors] are specific to the firm, and they either help the firm win business, or they assist in the delivery of products or services at lower costs than competitive firms. Faktor kompetitif dikategorikan menjadi: 1) Factor internal seperti integrasi, kemampuan, pengelolaan pengetahuan, dan pembelajaran organisasi sebagai sumber kompetisi; dan 2) Faktor
6 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut eksternal seperti posisi pasar. Kombinasi antara focus kompetitif, lingkungan kompetitif dan factor kompetitif menentukan hasil kompetitif. Faktor kompetitif dikategorikan sebagai berikut: 1. Pemahaman umum, dengan tujuan untuk meneliti factor static dan dinamik yang mungkin mendukung atau mengendalikan keuntungan kompetitif. 2. Komplementer, yakni factor luar dan dalam perusahaan yang dapat digunakan untuk mendukung factor lainnya dalam rangka mencapai keuntungan kompetitif. 3. Dampak kompetitif, meliputi dampak makro (skala luas) dan mikro (skala terbatas).
Gambar 4. Faktor Kompetitif Berikut ini adalah kerangka Strategi Kompetitif dengan memperhatikan penyelarasan strategi TI dengan strategi bisnis:
Gambar 5. Kerangka Kerja untuk Strategi Kompetitif dan Hasil Kompetitif 3.3.2. Manajemen TI Strategi TI adalah strategi yang mengatur TI sebagai faktor kompetitif yang dapat memberikan keuntungan kompetitif berkelanjutan. Definisi Strategi Teknologi Informsi ditemukan di dalam Cardullo (1996, p. 54) …a formal set of enterprise technological intentions that allocates available factors and sets priorities based on clearly stated technological and enterprise objectives and a perceived environment in which the process is to be embedded.
7 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Strategi TI juga dapat didefinisikan sebagai teknologi spesifik yang diperlukan untuk menyampaikan dan menjamin aliran informasi, seperti arsitektur TI, standar teknis, tingkat jaminan sekuritas, dan manajemen risiko. TI adalah factor penting yang memungkinkan dicapainya keuntungan kompetitif. TI adalah faktor kompetitif sebab pembangunan TI dan Internet telah memungkinkan pengolahan data di antara pelanggan, perusahaan, dan pasar. Selain itu, TI menyelesaikan masalah terkait dengan pengiriman informasi, biaya transaksi yang rendah, ketersediaan dalam waktu yang cepat, dengan tanpa melihat jarak geografik, dengan penambahan kemungkinan untuk mencapai keuntungan kompetitif. Sebagai factor kompetitif, TI memeiliki karateristik sebagai berikut: 1. Karakter statis, dimana hanya terjadi perubahan kecil pada TI atau relative stabil. 2. Karakter dinamis, TI yang cenderung selalu berubah dan mempengaruhi kompetisi. Dengan sifat perubahannya tersebut, sulit bagi manajemen untuk memformulasikan strategi jangka panjang, dan untuk meramalkan dampak pembangunan TI yang baru pada lingkungan kompetitif yang secara pasti akan mempengaruhi daya saing organisasi. Karena TI tidak sendirian dalam mencapai keuntungan kompetitif, factor lain di luar TI ikut andil dalam pencapaian tersebut. Faktor lain ini disebut factor komplementer yang bersumber dari dalam organisasi (internalitas) seperti pelatihan penggunaan teknologi, serta berbagi keahlian, pengetahuan dan informasi. Faktor lainnya berada di luar pengaruh manajemen (eksternalitas) seperti kejadian yang berdampak global, infrastruktur jaringan luar, dan perubahan lingkungan kompetitif. Sebagaimana dengan fakor kompetitif bisnis, maka factor yang diperhatikan adalah dampak kompetitif dari penggunaan TI dalam skala mikro atau makro. Dalam skala mikro misalnya pengaruh pengiriman informasi melalui infrastruktur TI di dalam organisasi, dan dalam skala makro misalnya pengaruh pengiriman informasi melalui infrastruktur TI ke luar organisasi (dunia).
Gambar 6. TI sebagai Faktor Kompetitif
8 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 4. PEMBAHASAN 4.1. Lingkungan Kompetitif 4.1.1. Lingkungan Eksternal Dalam kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang (KPPTJP) 1996‐2005 disebutkan, bahwa jumlah mahasiswa pada pendidikan tinggi di Indonesia akan ditingkatkan menjadi 4,05 juta pada tahun 2020. Peningkatan tersebut dapat dicapai seiring dengan pertumbuhan PT berikut program studinya. Departemen Pendidikan Nasional mencatat jumlah program studi baru mencapai 761 program studi di 167 perguruan tinggi. Jauh lebih tinggi dari jumlah program studi yang ditutup pada tahun yang sama, yakni 113 program studi di 64 perguruan tinggi. Sementara itu, pengamat pendidikan dan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar (Dikti, 2009) mengatakan bahwa jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 183.629 orang tahun 2006 menjadi 409.890 orang tahun 2007. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007 lebih dari 740.000 orang. Hal tersebut disebabkan karena banyak PTS yang tidak memperhatikan indicator kualitas, seperti ketersediaan fasilitas dasar seperti pusat sumber belajar seperti perpustakaan, laboratorium, serta relasi antara mahasiswa dan dosen dalam proses belajar‐mengajar. Dalam kaitannya dengan pengendalian kualitas PT, Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Bambang Sudibyo, dalam acara Dies Emas ITB di Sabuga Bandung mengatakan bahwa pemerintah dalam waktu yang dekat ini berencana untuk mengeluarkan peraturan menteri terkait pembatasan jumlah mahasiswa di perguruan tinggi yang dimaksudkan untuk menjamin kredibilitas mahasiswa dan kesesuaian dengan kemampuan perguruan tinggi [Galamedia, 2009]. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), Prof. Didi Turmudzi menyambut baik rencana tersebut dan menganggapnya sebagai kesempatan bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk dapat mempertahankan keberadaannya dalam lingkungan mekanisme pasar badan hukum pendidikan (dimana yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan mati) [PR, 2009]. Namun diingatkan oleh Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, Prof. Abdul Hakim Halim, bahwa peningkatan penjaringan jumlah mahasiswa hanya dimungkinkan apabila PTS secara signifikan meningkatkan kualitasnya [PR, 2009]. Peraturan menteri tersebut akan berdampak baik bagi PTS dengan bertambahnya jumlah calon mahasiswa yang dapat dijaring. Walau demikian, keberhasilan PTS dalam menjaring banyak calon mahasiswa ditunjang oleh kepercayaan masyarakat terhadap PTS. Dan di antara factor yang dapat melahirkan kepercayaan masyarakat terhadap PTS adalah prestasi kampus dalam melahirkan lulusan yang berkualitas dan mampu berkompetisi di bidangnya. Dengan demikian untuk dapat memanfaatkan peluang baik dari peraturan menteri tersebut, PTS harus membangun kepercayaan masyarakat, dimulai dari tahap pencarian calon mahasiswa yang berpeluang memiliki prestasi yang baik. Dalam proses pencarian tersebut, PTS dihadapkan pada kenyataan di lapangan bahwa ketersediaan mahasiswa yang berminat menjadi calon mahasiswanya dan memiliki prestasi baik sangat terbatas. Bahkan proses penjaringannya merupakan suatu kompetisi yang sangat keras mengingat banyaknya perguruan tinggi di Indonesia. Untuk PTS saja menurut data Kopertis, tecatat 2.065 dan 1.365 di
9 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut antaranya berada di Jawa. Maka segala upaya dilakukan PTS untuk mendapatkan peluang memperoleh calon mahasiswa sebanyak‐banyaknya, seperti peningkatan kualitas dan prestasi, atau melakukan kegiatan promo. Perubahan pada lingkungan kompetitif PT terjadi tatkala UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dikeluarkan. Undang‐undang kontroversi yang dikeluarkan tanggal 17 Desember 2008 tersebut menimbulkan ketakutan akan potensi komersialisasi pendidikan oleh PT. Walau demikian, UU BHP akan menciptakan lingkungan kompetisi baru bagi PT, karena pada akhirnya semua PT, baik negeri (PTN) ataupun swasta (PTS) memiliki otonomi luas, sementara peran Negara dan system birokrasi dikurangi. Dengan demikian maka baik PTS maupun PTN dalam lingkunan kompetitif yang tercipta memiliki kesempatan yang sama dalam pengembangan keilmuan dan menjaring calon mahasiswa. Di dalam Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (SPTJP) 2003‐2010 disebutkan bahwa kondisi sistem perguruan tinggi yang diharapkan dengan adanya status BHP adalah: 1. Otonomi dan akuntabilitas yang lebih langsung kepada para pengguna, 2. Meningkatnya efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan; 3. Tumbuhnya kemampuan untuk menggalang dana melalui pemanfaatan aset fisik dan intelektual; pemupukan dana abadi, 4. Adanya pengaturan tentang kepailitan BHP di dalam anggaran dasar, yang mengacu kepada peraturan perundang‐undangan yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kelanjutan pendidikan mahasiswa. Walau demikian, ketidaseimbangan persaingan antara PTN dan PTS muncul karena dengan dukungan pemerintah sebelumnya PTN jauh lebih siap dalam melakukan kompetisi dari pada PTS, dengan kekuatan infrastuktur, sumber daya manusia, dan modal yang dimilikinya. Menurut Drs Christea Frisdianta Ak MM, Pembantu Rektor III Universis Kanjuruan Malang (Koran Pendidikan, 2009), pengelolaan PTN sangat bergantung kepada pasar. Program keilmuan dibuka pada saat pangsa pasarnya meningkat. Akibatnya dengan segala kelengkapan dan kekuatannya, pangsa pasar akan mendekati PTN dari pada PTS. Agar persaingan PTS dengan PTN terjadi secara adil, beliau mengusulkan agar setelah UU BHP ditetapkan, PTN menjadi Research University, yakni kelembagaan murni bergerak di bidang pengkajian dan pengembangan keilmuan. Sementara PTS berorientasi pada keilmuan yang aplikatif dan menunjang kebutuhan dunia kerja. Selain persaingan antara PTN dan PTS, sejak dikeluarkannya UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengijinkan PT Asing masuk ke Indonesia, maka peta persaingan semakin meluas, dari kompetisi nasional bergeser ke arah kompetisi global. Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (UHAMKA) Suyatno (Sampoerna, 2006), kebijakan deregulasi pendidikan yang telah dilaksanakan pemerintah menjadi langkah penting menuju pengembangan PT. Program hibah kompetisi dari Depdiknas dapat memicu lingkungan kompetitif bagi PT. Menurut Fathul kecenderungan dan masalah PT di Indonesia sangat mirip dengan apa yang terjadi di Amerika akhir tahun 1970‐an (Karol dan Ginsburg, 1980). Pada saat itu PT di Amerika dihadapkan pada masalah:
10 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 1. Hilangnya kepercayaan pada manfaat PT; 2. Perubahan pola minat calon mahasiswa kepada jurusan vokasional; 3. Meningkatnya persaingan di antara PT; 4. Membumbungnya biaya pendidikan; 5. Maraknya pembukaan community collage yang lebih dekat secara geografis dengan mahasiswa dan berbiaya rendah; 6. Meningkatnya keperdulian terhaap manajemen pendidikan yang lebih efekti; dan 7. Lunturnya semangat kolegialitas. 4.1.2. Lingkungan Internal Menurut Tejoyuwono (1996), PT adalah penyelenggara pendidikan tinggi yang merupakan komponen system pendidikan formal nasional yang mengemban tugas universal yakni mengembangkan kecerdaan anak didik sebagai insan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, dan tugas nasional yakni mengembangkan keterampilan anak didik sebagai insan teknologi dan pengabdi bangsanya. Dalam Rencana Strategis STTG tahun 2008, disebutkan bahwa peran perguruan tinggi antara lain: 1. Pusat pemeliharaan, penelitian, serta pengembangan ilmu, teknologi, dan/ atau kesenian sesuai dengan kebutuhan pembangunan. 2. Tempat mendidik mahasiswa agar berjiwa penuh pengabdian dan memiliki jiwa besar yang bertanggung jawab terhadap masa depan dan negara Indonesia. 3. Tempat membina mahasiswa sehingga bermanfaat bagi pembangunan nasional dan pembangunan daerah. 4. Bersikap terbuka dan tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu, teknologi dan/ atau kesenian. Fungsi utama PT adalah menjalankan tridarma PT yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Peningkatan fungsi dan makna Tridharma Perguruan Tinggi yang dilakukan STTG adalah melalui upaya penelitian, pengembangan dan evaluasi terhadap kegiatan‐ kegiatan di bawah ini (Profil, 2008): 1. Mengembangkan keilmuan bidang keteknikan/ rekayasa yang berwawasan keagamaan, teknologi, seni, bisnis, dan humaniora, secara terintegrasi untuk kesejahteraan umat manusia, bangsa dan negara disertai dengan pengembangan sumberdaya manusia yang diperlukan untuk tujuan ini. 2. Menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi unsur pendorong penegakkan nilai‐ nilai kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia secara berkelanjutan.
11 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 3. Mengimbangi tekanan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi negara maju serta dampak globalisasi dan arus pluralisme yang semakin meluas bersamaan dengan berkembangnya arus informasi saat ini disertai dengan mengantisipasi setiap perkembangan yang makin pesat dan dalam persaingan antar bangsa yang makin kompetitif. 4. Menjaga kemantapan lingkungan, agar benturan teknologi dan kehidupan modern tidak menimbulkan berbagai kerusakan, sehingga menghancurkan keseimbangan sosial dalam kehidupan. 5. Mengembangkan aspirasi untuk meningkatkan berfungsinya ilmu, teknologi, seni dan ilmu‐ ilmu kemanusiaan dalam masyarakatnya, serta mengembangkan sikap untuk selalu mengabdikan diri kepada masyarakat dan memelopori pembangunan. 6. Berupaya untuk senantiasa memelihara dan meningkatkan kapasitas serta kapabilitas diri, agar selalu dapat menanggapi dinamika dan memberikan sumbangan ke arah kondisi dan dinamika lingkungannya dalam menghadapi kebutuhan terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan ilmu‐ilmu kemanusiaan. 7. Menghasilkan lulusan yang berjiwa patriotik, iman, taqwa, berbudaya, terpercaya, memiliki potensi untuk berkembang, manusia pembangunan, memiliki jiwa kejuangan, mandiri, berkemampuan sebagai problem solver, memiliki informasi, keterampilan berkomunikasi dan berkerja sama, serta memiliki moral dan etika yang tinggi. Dalam kaitannya dengan TI, STTG telah menerapkan otomatisasi kantor jauh sebelum tahun 2000. Otomatisasi tersebut menyebabkan pergeseran cara pekerjaan menuju cara digital. Sejumlah arsip mulai berubah wujudnya menjadi file digital yang disimpan pada simpanan data cakram padat (hard disk). Pembuatan dan perubahan dokumen menjadi lebih mudah dan hemat kertas karena dukungan program aplikasi pengolahan kata yang dijalankan pada komputer. Bahkan saat itu Sistem Informasi Manajemen (SIM) telah dikomputerisasi untuk menunjang kegiatan akademik. Walau demikian, rencana strategi umum pengembagan sistem informasi (SI) baru ditetapkan oleh STTG pada tahun 2008 melalui Surat Keputusan Ketua STTG Nomor: 016/STTG/A‐1/X/2004 Tentang Rencana Strategis 2004‐2009 Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Organisasinya diakui dan masuk ke dalam struktur organisasi STTG setelah ditetapkannya Surat Keputusan Ketua STTG Nomor: 170/STTG/A‐1/III/2008 Tentang: Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Dan diakui menjadi bagian STTG tatkala SI diberi ruang khusus (bab 6) dalam Profil STTG serta disosialisasikan kepada masyarakat luas setelah bulan September 2008. Sebelum strategi SI dibuat, otomatisasi telah dilakukan secara luas oleh STTG. Sejumlah SIM telah dikembangkan di sejumlah unit kerja, seperti SIM Akademik (SIMAK), SIM Pembayaran Uang Kuliah Mahasiswa (SIYAR), SIM Perkuliahan Dosen (SIMDOS), dan SIM Perpustakaan (SIMPUS). Dalam profilnya (2008), STTG menegaskan bahwa maksud penggunaan SIM dengan komputerisasi adalah : … dimaksudkan untuk peningkatan layanan dan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan informasi. Selain itu juga sistem informasi ini diharapkan dapat menunjang dan mendukung serta meningkatkan proses belajar mengajar yang ada di lingkungan STTG yang senantiasa berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
12 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Maksud STTG tersebut selaras dengan sejumlah tujuan yang ditetapkan oleh PT terkemuka di Amerika menyangkut penggunaan TI yang ditemukan oleh Alavi dan Galluve (2003): 1. Memperbaiki posisi kompetitif; 2. Meningkatkan brand image; 3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; 4. Meningkatkan kepuasan mahasiswa; 5. Meningkatkan pendapatan; 6. Memperluas basis mahasiswa; 7. Meningkatkan kualitas pelayanan; 8. Mengurangi biaya operasi; dan 9. Mengembangkan produk dan layanan baru. Sejak perubahan arsitektur data base SIM STTG dari local data base menjadi client‐server pada tahun 2003, keberadaan computer server dan jaringan menjadi kunci sukses operasional SIM. Selain itu, STTG memahami peran penting jaringan dalam menyebarluaskan informasi di dalam ataupun di luar organisasi. Bukti pemahaman ini dapat ditelusuri dari rangkian pengembangan infrastuktur jaringan di STTG: 1. Untuk mendistribusikan informasi ke luar, STTG membuka akses ke internet melalui Dial‐up / Telkomnet Instan (sekitar tahun 2004), satelit / VISAT (sekitar tahun 2007), dan ADSL / Speedy (sekitar tahun 2008), serta mendirikan portal / web kampus di internet (sekitar tahun 2008). 2. STTG membangun jaringan menggunakan media transmis coaxial di sejumlah computer sebelum tahun 2000, menghubungkan seluruh computer melalui media transmisi UTP sekitar tahun 2004, mengembangkan arsitektur three layer campus network pada tahun 2008 beriringan dengan pembangunan infrastruktur jaringan wifi, dan mengkonversi jaringan kabel di kantor dengan nirkabel sekitar awal tahun 2009. Pemahaman STTG tentang pentingnya jaringan bagi SIM diutarakan dalam profilnya (2008) sebagai berikut: Sistem informasi manajemen tidak hanya menghubungkan unit‐unit yang berada dalam lembaga juga antara lembaga dengan dunia luar. Sistem jaringan informasi yang digunakan selain dengan menggunakan sistem LAN (Local Area Network), juga telah dilengkapi dengan sistem jaringan internet. [Profil, 2008] Internet memfasilitasi hubungan antar lembaga yang berbeda, baik di dalam maupun di luar lingkungan Universitas, bahkan dengan lembaga luar negeri (Applebee, Clayton, Pacoe, dan Bruce, 2000). Dalam pemahamannya tersebut, STTG telah menggambarkan tujuan akhir arsitetur SIM, yakni Integrated System yang menghubungkan semua komponen bisnis.
13 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Dengan memperhatikan dukungan jaringan bagi SIM, maka pada tahun 2009 Laboratorium Komputer (LABKOM) sebagai koordinator pengembangan SI membangun Network Operations Center (NOC) yang bertugas untuk memonitor, merawat, serta mengembangkan jaringan dan server. NOC beroperasi dibawah kendali kepala LABKOM.
Gambar 7. Peta jaringan computer dan media informasi Jaringan lain yang belum disebutkan dalam profil tersebut adalah sebagaimana tampak pada gambar berikut ini:
Gambar 8. Framework Media Transmisi SIM STT‐Garut tahun 2009
14 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Tabel 1. Jaringan SIM dan media infromasi digital tahun 2009 berdasarkan framework NO
SIM
AREA
MEDIA
WAN
LAN
GSM
ANTAR MUKA
100BaseT 802.11x Windows Based
Web Based
1
SIMAK
√
√
√
√
√
√
√
2
SIYAR
√
√
√
√
√
√
√
3
SIMDOS
√
√
√
√
4
SIMPUS
√
√
√
√
√
√
STTG bersikap terbuka terhadap pergeseran ke arah budaya digital dan cara pengelolaan institusi ke dalam bentuk electronic enterprise. Hal tersebut terlihat dengan harapannya bahwa di masa yang akan datang semua proses bisnis di STTG didukung oleh atau melalui media digital sebagaimana tersirat dalam profilnya (2008), ‘Pada masa yang akan datang diharapkan STTG dapat menggunakan media informasi elektronik, baik visual maupun audio’. Terlebih multimedia membantu membuat lingkungan belajar yang menyenangkan (Butler, 2000; Edling, 2000; Peled, 2000). Penggunaan multimedia ini telah terbukti menjadikan proses pembelajaran lebih atraktif dan meningkatkan keterserapan materi ajar. STTG telah mempersiapkan kedatangan masa itu dengan mengimplementasikan TI seperti dengan mengembangkan SIM terkomputerisasi sebelum tahun 2000, mendampingi papan tulis dengan proyektor sebelum tahun 2007, menghadirkan cara‐cara digital seperti SMS Center sebagai portal informasi akademik dan keuangan bagi mahasiswa pada tahun 2007, menyewa domain di internet sebagai lingkungan operasi SIM dan Campus Online dan pendirian situs elearning sebagai media simpan sumber daya pengetahuan dan penyelenggaran kegiatan keilmuan ekstra kampus pada tahun 2008, pembangunan media publikasi informasi melalui papan informasi multimedia / digital dan realisasi one staff one PC pada tahun 2009. 4.2. Hasil Kompetiif Hasil kompetif yang dikehendaki oleh STTG dari aktivitasnya antara lain sebagai berikut: 1. Tercetaknya mahasiswa yang memiliki kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, memiliki rasa cinta air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan social, yang memiliki rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. 2. Terbukanya kesempatan belajar dan kesempatan meningkatkan keterampilan bagi anak yang berasal dari daerah/ bertempat tinggal di daerah terpencil.
15 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 3. Anak didik yang berbakat istimewa diperhatikan dan dikembangkan sesuai dengan tingkat pertumbuhan pribadinya. 4. Meningkatnya kegiatan penulisan, penerjemahan serta penyebaran buku karya ilmiah dan hasil penelitian di dalam maupun di luar negeri dalam rangka pengembangan dan memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5. Terciptanya suasana lingkungan kampus yang sehat jasmani dan rohani. 4.3. Peran Manajemen Strategis Manajemen strategis bertindak sebagai kordinator yang menyesuaikan strategi dan factor kompetitif sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Manajemen strategis menyediakan gambaran menyeluruh organisasi yang disederhanakan untuk memudahkan proses pemilihan strategi kompetitif. Berikut ini adalah strategi bisnis kompetitif STTG (Restra STTG, 2008) yang dibuat sesuai dengan kondisi lingkungan kompetitif pada saat itu: 1. Wawasan kemampuan terpadu untuk pertumbuhan STTG. 2. Menciptakan kondisi kerja yang kondusif. Kondisi yang kondusif perlu diciptakan agar civitas akademika dapat memberikan kemampuan terbaiknya bagi operasi dan pengembangan STTG. Upaya yang dilakukan dalam menciptakan akademik atmosfer yang kondusif mencakup:
mengupayakan pendapatan yang memadai bagi staf akademik dan administratif melalui peningkatan kegiatan produktif di dalam kampus.
memberikan penghargaan pada saat yang tepat baik kepada mahasiswa, tenaga akademik dan administratif.
memberikan arahan dan peraturan yang jelas agar setiap pihak dapat menjalankan fungsinya dengan baik,
3. Pengembangan kurikulum dan materi pendidikan tinggi. 4. Pembinaan staf pengajar baik melalui pendidikan formal Magister, Spesialis dan Doktor maupun melalui kegiatan pelatihan. Program ini dijalankan STTG secara rutin dan akan ditingkatkan kualitasnya melalui sistem seleksi dan pembinaan yang lebih intensif. Pengembangan sistem pengelolaan pendidikan dan administrasi perguruan tinggi. Sementara strategi TI berdasarkan lingkungan kompetitif STTG selaras dengan strategi bisnisnya meliputi (Renstra TI, 2009): 1. Meningkatkan mutu layanan USI. 2. Menguatkan SI dan infrastrukturnya
16 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 4.4. Faktor Kompetitif 4.4.1. Eksternal Faktor kompetitif ekternal yang memengaruhi hasil kompetitif STTG antara lain sebagai berikut: 1. PP. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, sebagai landasan pengembangan organisasi. 2. UU BHP yang membukakan lingkungan kompetitif baru di antara PTN dan PTS. Faktor penunjangnya adalah semua factor kompetitif internal. 3. UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang membukakan lingkungan kompetitif global. 4. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002, sebagai pedoman penyusunan kompetensi profesi 5. SK Mendiknas No. 234/U/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi, sebagai pedoman penyusunan kurikulum. 6. SK Mendikbud No. 0457/U/1990 sebagai acuan rencana pembianan kegiatan kemahasiswaan. 7. Hibah kompetensi Depdiknas yang dapat meningkatkan kualitas dosen sebagai factor kompetitif. Faktor penunjangnya adalah ketersediaan dosen peneliti. 8. Hibah Inherent Dikti yang dapat meningkatkan dukungan TI sebagai factor kompetitif terhadap bisnis PT. Faktor penunjangnya adalah kualitas PT dan infrastruktur TI. 9. Terbukanya kesempatan kerja sama atau kemitraan dengan instansi pemerintahan atau swasta, melalui kegiatan penelitian, seminar/ pelatihan 4.4.2. Internal Sementara faktor kompetitif internal STTG meliputi : 4.4.2.1. Faktor ketersediaan sarana STTG terus mengupayakan ketersediaan sarana / fasilitas yang dapat mendukung keberhasilan penyelenggaraan proses pembelajaran dalam rangka mencapai hasil kompetitif, dengan cara memperbaiki sarana yang ada dan menambah sarana baru yang dibutuhkan. Faktor kompetitif komplementernya adalah upaya untuk mengalokasikan sebagian pendapatan sebagai dana investasi, dan mencari dukungan dana lain baik dari bantuan pemerintah, yayasan dan lembaga‐lembaga lainnya. Dampak yang diharapkan dari factor kompetitif ini adalah peningkatan kualitas kelembagaan, dan terselenggarakannya proses pembelajaran yang lebih baik. Factor kompetitif staticnya adalah pengembangan sarana dan prasarana senantiasa diselaraskan dengan perkembangan pendidikan yang telah ada. Sementara factor dinamiknya adalah pengembangan sarana dan prasarana diproyeksikan terhadap kebutuhan di masa mendatang, sesuai
17 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang teknologi informasi dan rekayasa engineering. 4.4.2.2. Faktor ketersediaan dana Faktor kompetitif terkait dengan keuangan adalah: 1. Sistem pengelolaan terpusat di bawah pengelolaan bagian keuangan 2. Sumber pendapatan yang berasal dari beberapa pos, antara lain:
Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) dari mahasiswa, sumber penerimaan ini merupakan prosentase terbesar yang mencapai 80% dari total penerimaan.
Dana bantuan Yayasan Al‐Musaddadiyah, dengan prosentase mencapai kurang lebih sebesar 10% dari total penerimaan.
Dana bantuan pemerintah (DBO), dengan prosentase mencapai kurang lebih sebesar 5% dari total penerimaan.
Sumber‐sumber lain yang tidak mengikat, seperti dari alumni dan lembaga lainnya dengan prosentase mencapai kurang lebih sebesar 5% dari total penerimaan.
3. Rencana Pendapatan dan Belanja 4. Struktur Pengeluaran 4.4.2.3. Faktor ketersediaan sumber daya manusia (SDM) Faktor kompetitif terkait SDM antara lain: 1. Unsur pimpinan dan staf akademik 2. Sistem rekrutment dosen dan karyawan yang bersifat sentralistk, di mana syarat, proses seleksi, dan keputusan penerimaan dilakukan oleh pimpinan institusi. 3. Sistem pembinaan karir dosen dan karyawan didasarkan kepada merit system, di mana setiap dosen dan karyawan diberi kesempatan dan kebebasan untuk berprestasi sesuai dengan keahlian maupun tingkat kompetensinya. 4. Pengembangan dosen di STT Garut yang dilakukan melalui pengiriman dosen untuk studi lanjut, pelatihan, partisipasi dalam forum ilmiah, lokakarya, seminar, simposium, dan partisipasi dalam organisasi profesi. 5. Peningkatan kemampuan dan wawasan karyawan administrasi dilakukan melalui pelatihan dan kursus‐kursus keterampilan yang relevan dengan kebutuhan institusi. 6. Sistem penghargaan dan sanksi, dimana penghargaan diberikan dalam bentuk gaji beserta tunjangan yang menjadi komponennya dan honorarium, yang diatur oleh Keputusan Ketua, serta penghargaan lain sesuai dengan prestasinya. Sanksi diberikan bagi dosen dan karyawan yang terbukti melanggar peraturan yang berlaku di institusi sesuai dengan jenis
18 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut pelanggaran. Sanksi tersebut dapat berupa teguran, peringatan, skorsing, ganti rugi, sampai dengan pemecatan. 7. Sistem penerimaan mahasiswa baru melalu jalur seleksi dan pindahan. 8. Kurikulum yang mengacu kepada SK Mendiknas No. 234/U/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi. 9. Keterserapan lulusan 10. Pengabdian kepada masyarakat 4.4.2.4. Faktor ketersediaan TI Faktor kompetitif terkait kersedian TI antara lain (Renstra TI, 2009): 1. Surat keputusan ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut nomor : xxx/STTG/A‐1/X/2009, tentang Rencana Strategis 2009‐2014 Sekolah Tinggi Teknologi Garut. 2. Surat Keputusan Ketua STTG Nomor: 016/STTG/A‐1/X/2004 Tentang Rencana Strategis 2004‐2009 Sekolah Tinggi Teknologi Garut, di mana SI menjadi salah satu bidang pengembangan strategis. 3. Surat Keputusan Ketua STTG Nomor: 170/STTG/A‐1/III/2008 Tentang: Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Garut, sebagai pedoman pengembangan organisasi TI STTG. 4. Pusat Informasi (Information Center / IC) yang berfungsi mencari, mengolah, dan mentransmisikan informasi serta pengembangan SI. 5. Pusat Pendidikan Komputer (Learning Center / LC) yang berfungsi sebagai Human Research Development (HRD) yang mengelola sumber daya manusia USI. 6. Pusat Operasi Jaringan (Network Operations Center / NOC) yang berfungsi membangun, merawat, dan mengembangkan jaringan dan server. 7. Administrasi yang menangani registrasi layanan SI/TI dan helpdesk. 8. Dukungan teknik (Technical Support / TS) yang menangani perawatan perangkat komputer. 9. Arsitektur pengembangan sumber daya manusia di lingkungan organisasi TI Pemantapan SI, TI, dan MSI yang ada. 10. Kesiapan, dukungan, dan keikutsertaan civitas akademika dalam merealisasikan dan mengikuti cara hidup digital culture.
19 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 11. Program kerja, sumber daya manusia, tempat dan perangkat kerja, serta dana untuk setiap aktivitas pelayanan USI. 12. Ketersediaan tenaga professional yang mengelola layanan USI. 13. Kordinasi, laporan, dan evaluasi pelaksanaan tugas.
STT-Garut
UNIT SI
Administrasi
n atio orm er Inf ent C
Information Center
Learning Center / HRD
Technical Support
PUBLIC
Inf orm Ce atio nte n r
Network Operations Center
ED UC AT IO N
DE DIC AT IO N
DO NA TIO N
Gambar 9. Wilayah Layanan USI STT‐Garut 2009
Gambar 10. Arsitektur Pengembangan Sumber Daya Manusia USI STT‐Garut 2008
20 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 5. PENUTUP Analisa strategi dengan kerangka kerja SMIT berhasil mengelompokan berbaga komponen strategis sehingga bangunan strategi organisasi yang kompleks berhasil disederhanakan (sebagaimana tujuan dari analisa), untuk kemudian ditindaklanjuti dengan pemilihan strategi kompetitif yang paling sesuai dengan kondisi lingkungan kompetitif saat itu dan ketersediaan factor kompetitif di dalam dan di luar organisasi. Strategi yang dibuat oleh STTG telah meliputi seluruh komponen strategis, dibuat dengan memperhatikan lingkungan dan factor kompetitif, sehingga cukup kuat mendorong organisasi untuk mendapatkan hasil kompetitif. Perubahan yang terjadi pada lingkungan kompetitif disiasati dengan pembaharuan rencana strategi setiap 5 tahun sekali, sehingga organisasi mampu menghadapi kompetisi, mempertahankan dan bahkan meningkatkan keuntungan kompetitif. DAFTAR PUSTAKA Adenso‐Diaz, B., dan Canteli, A. F. (2001). Business Process Reengineering and University Organisation: A Normative Approach from The Spanish Case. Journal of Higher Education Policy and Management, 23(1), 63‐73. Alavi, M., dan Gallupe, R. B. (2003). Using Information Technology in Learning: Case Studies in Business and Management Education Programs. Academy of Management Learning and Education, 2(2), 139–153. Applebee, A., Clayton, P., Pacoe, C., dan Bruce, H. (2000). Australian Academic Use of the Internet: Implications for University Administrator. Campus‐Wide Information Systems, 10(2), 141‐ 149. Barney, J. 1991. Firm Factors and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management. Vol. 17, No.1, pp. 177–200. Bowman, C. (2003). Formulating Strategy. In Faulkner, David Campbell, Andrew (Eds.). The Oxford Handbook of Strategy. Vol. 1: A Strategy Overview and Competitive Strategy. (pp. 404–436). Oxford New York. Oxford University Press. Bridges, D. (2000). Back to The Future: The Higher Education Curriculum in The 21st Century. Cambridge Journal of Education, 30(1), 37‐55. Butler, J. C. (2000). Is the Internet Helping to Create Learning Environments? Campus‐Wide Information Systems, 17(2), 44‐48. Cardullo, M. (1996). Introduction to Managing Technology. Engineering Management Series. (282 pp.). England. Research Studies Press LTD. Christense, C. (2001). The Past and Future of Competitive Advantage. Sloan Management Review. Winter 2001.Vol. 42,. No. 2, pp.105–109. Dikti. Perguruan Tinggi Menjadi Sumber Pengangguran. http://www.dikti.org/?q=node/82. Diakses tanggal 30 Maret 2009.
21 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Edling, R. J. (2000). Information Technology in the Classroom: Experiences and Recommendations. Campus‐Wide Information Systems, 17(2), 10‐15. Faulkner, D., & Campbell, A. 2003. The Oxford Handbook of Strategy. Vol. 1: A Strategy Overview and Competitive Strategy. Oxford New York ‐ Oxford University Press. Galamedia. 3 Maret 2009. Segera Terbit Permendiknas Pembatasan Jumlah Mahasiswa . http: // www.klik‐galamedia.com / indexnews.php? wartakode = 20090303075513 & idkolom= opinipendidikan. Diakses tanggal 10 Maret 2009. Koran Pendidikan. http://www.koranpendidikan.com/index.html. Diakses tanggal 28 Maret 2009 Peled, A. (2000). Bringing the Internet and Multimedia Revolution to the Classroom. Campus‐Wide Information Systems, 17(1), 16‐22. Profil Sekolah Tinggi Teknologi Garut (Profil). 2008. Sekolah Tinggi Teknologi Garut Pikiran Rakyat (PR). Aptisi Sambut Baik Kuota Mahasiswa PTN. http: // newspaper.pikiran‐ rakyat.com / prprint.php? mib = beritadetail & id=60913. Diakses tanggal 10 Maret 2009. Pitkethly, R. 2003. Analysing the Environment. In Faulkner, D., & Campbell, A. (Eds.). The Oxford Handbook of Strategy. Vol. 1: A Strategy Overview and Competitive Strategy, 226‐260. Oxford New York: Oxford University Press. Porter, M. 1985. How Information Gives you Competitive Advantage. Harvard Business Review. (July‐ Augusty). pp. 149–60. Raquel Flodström. 2006. A Framework for the Strategic Management of Information Technology. Department of Computer and Information Science Linköpings universitet, Linköping, Sweden Rinda Cahyana. Rencana Strategis Unit Sistem Informasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut (Renstra TI). 2009. Sekolah Tinggi Teknologi Gatrut. Rencana Strategis Sekolah Tinggi Teknologi Garut (Renstra STTG). 2008. Sekolah Tinggi Teknologi Gatrut. Sampoerna Fondation Education Research (Sampoerna). 20 November 2006. Perguruan Tinggi Lokal Terancam Persaingan Global. http://www.sfeduresearch.org/content/view/65/67/lang,id/. Diakses tangal 30 Maret 2008. Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1996. Tugas Perguruan Tinggi. Ilmu Tanah Universitas Gajah Mada. Ward, J and Pepard Joe. Strategic Planning for Information System, third Edition, John Wiley &Sons Ltd, England. 2002.