MAKALAH TUGAS INDIVIDU
PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Untuk Memenuhi Salah satu tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Keperawatan Anak Lanjuut
DI SUSUN OLEH
Neng Ratih Widiyastuti (21 51 17 016)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-2) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2018
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah penting dikenali oleh orang tua. Seringkali permasalahan tentang tumbuh kembang anak ini tidak dikenali oleh orang tua terutama bagi mereka yang baru pertama kali mempunyai anak. Adalah salah besar bila orang tua hanya datang ke dokter spesialis anak atau tenaga medis lainnya hanya untuk mendapatkan imunisasi ( sayangnya hal ini sering ditemukan). Yang seharusnya diketahui oleh orang tua adalah apa yang dibutuhkan oleh seorang anak agar bisa terpenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehingga bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal sesuai usianya. Hak dasar anak meliputi mendapatkan secara penuh ASIH ASUH dan ASAH tanpa pandang bulu dan deskriminasi. Hak untuk mendapatkan kasih sayang sayang, cinta, nutrisi yang baik yaitu ASI eksklusif selama 6 bulan, mendapatkan sandang, pangan dan papan yang layak dan cukup, pelayanan kesehatan yang baik, hak untuk mendapatkan imunisasi lengkap agar terhindar dari penyakit yang dapat menimbulkan kematian dan kesakitan yang tinggi, dan pendidikan yang sesuai dengan anak baik itu di sekolah maupun di keluarga dan lingkungan. Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anakanak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan utnuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi (mendengar). Walaupun pemeriksaan fisik terdiri atas prosedur yang tidak menyakitkan, bagi anak penggunaan manset yang terlalu ketat pada lengan, probe dalam telinga dan mulut, penekanan abdomen, dan mendengarkan pada dadanya dengan keping logam yang dingin dapat dianggap sangat menyiksa. Pemeriksaan fisik
2
harus dilakukan semenyenangkan mungkin, seperti halnya pendidikan. Sebagai contoh, perawat menggunakan gambar yang detail atau boneka yang sesuai secara anatomis untuk membantu anak prasekolah atau anak yang lebih tua belajar tentang tubuh mereka (Vessey, 1995).
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pemeriksaan Fisik pada anak berkebutuhan Khusus 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada anak dengan gangguan penglihatan b. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada anak dengan Gangguan pendengaran c. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada anak dengan Gangguan berbicara
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Definisi Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik yang me merlukan
penanganan
khusus
yang
berkaitan
dengan
kekhususannya
(Geniofam,2010).Anak berkebutuhan khusus (ABK) terdiri atas beberapa kategori. Kategori cacat A (tunanetra) ialah anak dengan gangguan penglihatan, kategori cacat B (tunawicara dan tunarungu) ialah anak dengan gangguan bicara dan gangguan pendengaran. Kategori ini dijadikan satu karena biasanya antara gangguan bicara dan gangguan pendengaran terjadi dalam satu keadaan, kategori cacat C (tunagrahita) ialah anak dengan gangguan intelegensi rendah atau perkembangan kecerdasan yang terganggu, kategori cacat D (tunadaksa) ialah anak dengan gangguan pada tulang dan otot yang mengakibatkan terganggunya fungsi motorik, kategori cacat tunalaras ialah anak dengan gangguan tingkah laku sosial yang menyimpang, kategori anak berbakat ialah anak dengan keunggulan dan kemampuan berlebih(IQ tinggi), dan kategori anak berkesulitan belajar ialah anak dengan ketidakberfungsian otak minimal (Somantri, 2006: 65-193). 2.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus A. Tunanetra Adalah anak yang mengalami gangguan kelainan penglihatan, yang memiliki tingkatan yang berbeda-beda.berdasarkan tingkatannya bisa diklasifikasikan seperti dibawah ini : 1. Seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kurang dari 6/20m-6/60m termasuk dalam kategori low vision (kurang lihat) tetapi bisa dibantu dengan alat khusus 2. Seseorang yang mengalami kelainan penglihatan lebih dari 6/60m atau kurang dari itu termasuk dalam kategori berat.Pada penderita tunanetra ini masih bisa melihat gerakan tangan atau hanya dapat melihat atau membedakan gelap dan terang 3. Seseorang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat
4
Pemeriksaan Gangguan Penglihatan ( Vision) Part I : Latar Belakang I. Intisari 1. Masalah penglihatan yang tidak terdeteksi
umum pada masa prasekolah.
Kegagalan untuk mendeteksi dan mengobati amblyopia, ditandai dengan anisometropia, atau strabismus pada usia dini sehingga dapat menyebabkan defek irreversibel. 2. Masalah lain yang dapat mempengaruhi penglihatan adalah katarak, glaukoma kongenital, retinopati prematuritas, retoniblastoma, dan penyakit sistemik dengan manifestasi okular 3. Cedera mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Karena bola mata anak menempati orbit yang lebih besar daripada mata yang dimiliki orang dewasa, oleh karena itu ia lebih rentan terhadap cedera
II. Karakteristik Perkembangan Penglihatan A. Birth 1.
Ketajaman adalah 20/200; jangkauan visual (kemampuan untuk terpaku pada objek yang bergerak) adalah 45 derajat
2.
Nervus optikus dan fungsi penglihatan perifer. Reflex Pupil dan kornea terlihat
3.
Penglihatan pusat, macula dan fovea belum berkembang
4.
Bayi dapat melihat objek dengan dekat dan wajah daripada yang jauh
5.
Bayi dapat sebentar melihat objek benda
6.
Bayi tidak dapat kepala terpadu dan gerakan mata dengan baik ( reflex mata boneka mata tertinggal saat kepala diputar ke satu sisi)
B. Usia 6 minggu sampai 6 minggu 1.
Ketajaman adalah 20/100: jangkauan visual derajat
2.
Mata Bayi dapat mulai focus pada objek
5
C. Usia 2 sampai 3 bulan 1. konvergensi pada objek dekat dikembangkan dengan baik pada usia 3 bulan 2. bayi mampu melihat objek lebih jauh D. Usia 4 sampai 5 bulan 1. Ketajaman antara 20/100 dan 20/80 2. Anak mampu mengakomodasi benda yang dekat 3. Otot mata sudah kuat mengikat. Mata bekerja dengan baik E. Usia 6 bulan 1. Ketajaman
penglihatan
adalah
20/100
dan
20/80;
jarak
penglihatan 80. 2. Anak mampu melihat banyak objek dengan jarak yang mendekati orang tua 3. Anak
dapat
memperbaiki
pandangannya
pada
objek
dan
mengikutinya 180 derajat penuh F. Usia 12 bulan 1. Ketajaman penglihatan adalah 20/50 2. Anak dapat mengikuti pergerakan objek G. Usia 18-24 bulan 1. Akomodasi sudah berkembang 2. anak dapat terpaku pada objek kecil hingga satu menit H. Usia 4 sampai 6 tahun 1. Ketajaman penglihatan antara 20/30 dan 20/20 2. Anak mencapai maksimum penglihatan potensial untuk amblyopia dari usia 5 tahun hingga 6 tahun I.
Usia 7 tahun 1. Ketajaman penglihatan adalah 20/20 2. Perkembangan penglihatan lengkap
III. Faktor Resiko A. Masalah penglihatan 1. Usia muda karena perbedaan struktural 2. Preamatur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 3. Kekhawatiran orang tua tentang penglihatan 6
4. Tidak ada screening penglihatan 5. Riwayat keluarga dengan tunanetra/ gangguan penglihatan B. Kehilangan penglihatan/ kebutaan 1. Infeksi kehamilan dengan rubella, sipilis, toxopasmosis, chlasmydia trachomatis, gohornea, varicella, HIV 2. Anoxia, trauma kelahiran, hyperbilirubin 3. Cedera mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Karena bola mata anak menempati orbit yang lebih besar daripada mata yang dimiliki orang dewasa, oleh karena itu ia lebih rentan terhadap cedera 4. Retrolental fibroplasia 5. Ketidakabnormalan kromosom 6. Keterlambatan perkembangan 7. Cerebral palsy 8. Penyakit kejang 9. Meningitis, encephalitis 10. Trauma a. Karena benda tumpul pada kepala saat persalinan b. Tekanan benda tumpul c. Cedera pada anterior dengan jaringan parut d. Cedera kepala oksipital e. Terguncang sindrom bayi 11. Keracunan 12. Penyakit sistemik ( anemia sel sabit, juvenile rheumatoid) Part II : Pengkajian IV. Riwayat A. Riwayat Saat ini 1. Menilai faktor resiko a. Nilai frekuensi pemeriksaan mata b. Menanyakan tentang alergi yang dimiliki c. Riwayat pengobatan yang didapatkan d. Menanyakan tentang perkembangan milestones anak e. Menanyakan riwayat imunitas
7
B. Memastikan apakah ada masalah visual saat ini 1. Semua anak a. Orang tua atau anak tentang penglihatan b. Posisi kepala yang abnormal c. Menyipitkan mata atau gerakan mata yang tidak biasa d. Membuka dan menutup mata atau salah satu mata e. Sering berkedip f. Sering menggosok mata 2. Infant dan toddlers a. Menangis dan iritabilitas yang tidak dapat dijelaskan b. Penyeberangan mata yang berlebihan c. Tidak berkedip d. Ketidakmampuan untuk fokus pada sebuah objek e. Kekusutan dalam bola mata 3. Anak-anak yang lebih tua a. Nyeri atau sakit kepala b. Sering tidak sekolah c. Memegang apapun d. Mengeluh penglihatan kabur atau ganda e. Menjadi mudah tersinggung dengan pekerjaan dekat f. Sering kesulitan untuk melihat objek yang jauh atau sering duduk di dekat dengan televisi g. Membalikkan huruf atau angka h. Frekuensi pengujian penglihatan i. Menggunakan kacamata atau contact lensa C. Menanyakan Riwayat Masa Lalu 1.
Riwayat Kelahiran : Premature, BBLR, ventilator mekanik, fototerapi, infeksi saat kehamilan, penggunaan obat-obatan
2.
Penyakit/ Riwayat Trauma : infeksi pada mata, glaucoma, katarak, eye discharge, cellulitis periorbital,, strabismus, amblyopia, ocular atau trauma kepala dan shaken baby syndrome
8
3.
Cedera : eye surgeries, neurosurgeries, terapy penglihatan, previous vision examinations
D. Menanyakan riwayat keluarga : gangguan penglihatan, kebutaan, strabismus, amblyopia, katarak, glaucoma E. Kaji riwayat lingkungan 1. seberapa dekat anak menonton televisi 2. Paparan iritasi mata potensial, seperti asap tembakau, asap lain, matahari dan bahan kimia 3. Penggunaan kosmetik untuk anak-anak 4. Bagaimana dan kapan lensa kontak dibersihkan V. Pemeriksaan fisik A. Infants dan Toddlers 1. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi struktur yang abnormal b. Evaluasi reflex merah c. Tes kornea dengan cahaya yang tidak simetris d. Melampaui periode baru lahir, menilai mobilitas okular dengan anak mengikuti objek atau mainan yang cerah e. Untuk anak di atas 6 bulan, lakukan tes penutup untuk mendeteksi respon diferensial yang mungkin menunjukkan cacat visual unilateral atau gerakan okular refixasi yang menunjukkan ketidakseimbangan otot 2. Pemeriksaan penglihatan a. Tidak ada tes penglihatan yang formal untuk mengidentifikasi dalam pengaturan perawatan primer b. Mengikuti tes wajah untuk kemampuan visual. Jika bayi melihat Anda, dia bisa melihat Anda c. Tes nystagmus optokinetik Gerakkan object di depan mata bayi Kehadiran nystagmus menunjukkan indikasi penglihatan Uji ketajaman dengan menggunakan garis-garis yang semakin kecil 3. Situasi tertentu a. Bayi berisiko (mis. bayi prematur, BBLR) harus dievaluasi oleh dokter mata
9
b. Jika orang tua mengatakan mata anaknya menyimpang, tetapi Anda tidak mencatatnya pada pemeriksaan, ingat bahwa ketidakseimbangan otot hanya dapat bermanifestasi ketika anak lelah c. Jika di dalam riwayat keluarga positif amblyopia atau strabismus, sangat disarankan untul melakukan rujukan guna penilaian oftalmologis B. Usia Pra Sekolah 1. Pemeriksaan fisik a.
Inspeksi masalah struktur mata
b.
Periksa refleks merah dan refleks cahaya kornea
c.
Uji motilitas okular
d.
Lakukan tes menutup mata
2. Pemeriksaan penglihatan a.
Mulailah pengujian formal pada usia 3 tahun. Hasilnya dapat diartikan pada usia 4 tahun
b.
Anak-anak yang tidak kooperatif dapat diminta untuk kembali ke tes ulang. Namun, kegagalan berulang untuk mencapai hasil yang dapat diinterploitasi dapat menjadi indikator masalah penglihatan
c.
Tes sederhana yang tidak bergantung pada huruf lebih dapat diterima oleh kelompok usia ini
d.
Kartu Snellen Illiterate (tumbling) E screening test menggunakan huruf kapital E menunjuk ke empat arah. Ini juga berguna untuk anak-anak yang lebih tua dan tidak dapat berbahasa Inggris. Anak berdiri dengan jarak 20 kaki dari kartu Menyuruh anak untuk membaca kartu yang ditunjukkan dari kartu E Kriteria Rujukan (salah satu dari yang berikut) Kurang dari empat atau enam tepat pada garis 20 kaki dengan baik mata diuji pada 10 kaki monokuler Perbedaan dua baris antara mata, bahkan dalam rentang yang lewat
e.
Uji Allen (serangkaian tujuh gambar pada kartu perbedaan) dapat digunakan untuk anak-anak semuda 2 tahun Dengan kedua mata terbuka, minta anak untuk menuliskan nama untuk setiap gambar. Gunakan hanya gambar yang dapat diidentifikasi oleh anak
10
Tempatkan 2-3 tahun usia 15 kaki dari Anda, usia 3 hingga 4 tahun harus berjarak 20 kaki Mintalah orang tua menutupi salah satu mata anak. Perlihatkan gambar satu per satu, dan dapatkan jawaban Ulangi dengan mata lainnya menggunakan urutan gambar yang berbeda Untuk perekaman, nominator selalu 30 karena seorang anak dengan penglihatan normal harus melihat gambar pada 30 kaki. Untuk pembilang, tentukan jarak terbesar di mana tiga gambar dapat dikenali oleh masing-masing mata. Misalnya, mata kanan adalah 20/30; kiri adalah 15/30
f.
Tes skrining prasekolah lainnya termasuk yang berikut Tes Blackbird Preschool Vision Screening menggunakan E yang dimodifikasi untuk menyerupai burung terbang. Anak-anak ditanya ke arah mana burung itu terbang. Tes tersedia dari Blackbird Vision Screening System The HOTV tests use the letters Tes Denver Eye Screening menggunakan kartu tunggal untuk huruf E, satu untuk demonstrasi dan satu untuk pengujian
3. Situasi tertentu a. Jika di dalam riwayat keluarga poritif amblyopia atau strabismus, sangat mempertimbangkan rujukan untuk penilaian oftalmologis b. Anak dengan keterlambatan perkembangan atau cereblar palsy memiliki kesulitan pengetesan. Rujuk jika hasil memuaskan tidak dapat diperoleh
C. Anak sekolah dan remaja 1. Pemeriksaan fisik a.
Inspeksi masalah struktur mata
b.
Periksa refleks merah dan refleks cahaya kornea
c.
Uji motilitas okular
d.
Lakukan tes menutup mata
2. Tes penglihatan
11
a.
Jika dapat diakses, mesin penguji penglihatan yang menggabungkan pengujian ketajaman dengan tes penglihatan binokular dapat diterima sebagai cara untuk menguji penglihatan
b.
Snellen Chart digunakan untuk semua anak-anak sekolah dan remaja yang tahu alfabet. Angka-angka grafik menunjukkan tingkat ketajaman visual ketika anak mampu membaca bahwa garis huruf pada jarak 20 kaki Dengan menggunakan pencahayaan yang tepat, minta anak untuk berdiri sejauh 20 kaki dari grafik, tutup mata kiri dengan oklusi, dan baca garis terkecil yang mungkin. Perhatikan nomor pada baris itu Ulangi tes dengan mata yang lain. Jika anak memakai kacamata, lakukan tes dengan kacamata yang dikoreksi dan yang tidak dikoreksi Lensa kontak dapat disimpan Kriteria rujukan (salah satu dari yang berikut) Kurang dari empat atau enam tepat pada garis 20-ft dengan mata yang diuji pada 10 kaki secara monokuler Perbedaan dua baris antara mata, bahkan dalam rentang yang lewat
3. Situasi tertentu a. Keseluruhan contoh masalah visual meningkat seiring berjalannya waktu; oleh karena itu, pemeriksaan harus dilakukan di semua kunjungan kesehatan b. Kesulitan sekolah mungkin terkait dengan masalah penglihatan, oleh karena itu, anak harus memiliki pengujian ketajaman visual D. Tes skrining penglihatan lainnya a. Penglihatan dekat Gunakan bagan Snellen chart, kartu Rosenbaum, atau materi cetak lainnya, seperti koran. Bahan yang dicetak harus untuk tingkat membaca sesuai usia. Minta anak membaca kartu 14 di jauh dari wajah. Anak-anak harus dapat membaca pada jarak 14 tahun b. Warna penglihatan Nilai penglihatan warna. Minta anak membedakan warna hijau dan merah (keduanya ditemukan pada Snellen Chart). Pastikan anak itu tahu warna sebelum pengujian. Anak harus bisa membedakan warna dengan usia 5 tahun
12
Part III : Perbedaan diagnosa VI. Gangguan Penglihatan A. Miopia (rabun jauh): bola mata terlalu panjang, memungkinkan gambar jatuh di depan retina 1. Subjective a. Menggosok mata berlebihan: berkedip lebih dari biasanya b. Nyeri kepala bagian depan c. Sulit dengan membaca atau bekerja dekat; memegang buku-buku dekat mata d. Tidak dapat melihat objek dengan jelas e. Kinerja sekolah menurun f. Sakit kepala, pusing, mual
2. Objective a. Ketajaman visual 20/50 atau lebih besar pada anak-anak usia 3 hingga 4 tahun b. Ketajaman visual 20/30 atau lebih besar pada anak-anak usia 5 tahun B. Hyperopia (kedahsyatan): bola mata pendek, memungkinkan gambar untuk fokus di belakang retina 1. Subjective a. Anak-anak biasanya dapat melihat objek di semua rentang karena kemampuan akomodatif b. Hiperopia biasanya normal sampai usia 7 tahun 2. Objective : anak kesulitan membaca kartu Snellen Near Vision pada jarak 14 inci C. Astigmatisme (kelengkungan yang tidak sama dalam aparatus refraktif: kekuatan bias berbeda di horizontal daripada garis mata 1. Subjective : a. Anak mungkin memiliki gejala miopia b. Gejala tergantung pada tingkat keparahan kesalahan refraksi di setiap mata D. Amblyopia (malas-mata): satu mata tidak menerima rangsangan yang memadai, sehingga setiap retina menerima gambar yang berbeda. Otak
13
mengakomodasi, tetapi korteks visual tidak merespons rangsangan visual dan penglihatan hilang 1. Subjective : a. Penglihatan terbatas pada mata yang terkena b. Tidak ada diplopia karena otak mengakomodasi dengan menekan gambar yang lebih rendah E. Strabismus (silang –mereka): ini dapat bersifat kongenital atau dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan otot atau kelumpuhan atau penglihatan yang buruk 1. Esotropia : inward deviation 2. Exotropia : outward deviation 3. Subjective a. Menyipitkan mata b. Kesulitan fokus dari satu jarak ke jarak lainnya c. Ketidakmampuan melihat objek cetak atau bergerak dengan jelas d. Miring ke satu sisi dan menutup satu mata untuk melihat e. Sakit kepala, pusing 4. Objective a. Diplopia b. Mata Silau F. Congenital Catarac 1.
Subjective a. Keluhan pupil berwarna putih b. Mungkin memiliki Down Syndrome atau vitreous hiperplastik primer, atau riwayat titer TORCH positif c. Mungkin memiliki microphthalamus, hipoglikemia, hipoparatiroidisme, galaktosemia d. Mungkin memiliki transmisi genetik dengan sifat autosomal dominan atau resesif atau X-linked
2.
Objective a. Anak memiliki gerakan mata abnormal dan secara visual lalai ketika bilateral; dia memiliki strabismus, fotofobia b. Refleks merah tidak ada atau tumpul; reaksi pupil mata yang terlibat biasanya lebih kecil 14
G. Glaukoma (bisa kongenital atau didapat): tekanan intraokular meningkat 1. Subjective a. Kikuk, mungkin menabrak benda-benda ke samping b. Melihat lingkaran cahaya di sekitar objek c. Mungkin mengalami ketidaknyamanan dan muntah 2.
Objective a. Hilangnya penglihatan tepi b. Melihat lingkaran cahaya di sekitar objek c. Mata merah dengan epifora (robekan berlebihan) d. Blepharospasm (pengedip spasmodik) e. Buphthalmos (bola mata membesar) f. Kekonyolan kornea
H. Kebutaan parsial (ketajaman visual di atas 20/200 tetapi lebih baik daripada 20/70 dengan koreksi) 1. Subjective a. Serangan bertahap b. kikuk, inattensive, lambat belajar c. Tidak ada gejala terkait d. Tidak ada riwayat masa lalu yang signifikan e. Tidak ada riwayat keluarga yang signifikan 2. Objective a. Bidang pandang terbatas: mungkin memiliki nystagmus b. PERRLA normal, tes penutup, pemeriksaan funduskopi c. Ketajaman visual tidak dikoreksi 20/70 I.
Kebutaan (ketajaman visual 20/200 atau kurang atau bidang visual 20 derajat atau kurang dalam mata yang lebih baik) 1. Subjective a. Bayi tidak memperhatikan orang tua b. Eye wander : bayi tidak fokus pada wajah c. Anak mungkin mengalami infeksi perinatal atau infeksi atau trauma kelahiran
15
d. Biasanya tidak ada gejala yang terkait, tetapi mungkin ada masalah lain, seperti cerebral palsy e. Riwayat keluarga mungkin positif untuk kebutaan atau gangguan metabolisme, seperti Tay-Sachs 2. Objective a. Tidak bisa mengikuti cahaya, memiliki nistagmus horizontal dan keliling dengan atau tanpa gerakan sentakan vertikal atau kejang tonik b. Tanggapan Pipullary terhadap cahaya terang; respon cepat dengan kehilangan penglihatan otak; tanggapan dapat berkurang atau normal dengan penyebab kehilangan penglihatan lainnya c. Tes penutupan gagal; refleks merah abnormal dan pemeriksaan funduskopi J.
Retinoblastoma ( solid intraocular malignancy) 1. Subjective a. Mungkin mengeluhkan pupil putih dan mata berkeliaran b. Sejarah biasanya negatif c. Mungkin memiliki peradangan sebagai gejala yang terkait d. Riwayat keluarga positif untuk retinoblastoma 2. Objective a. Strabismus b. Dapat memiliki respon abnormal terhadap refleks cahaya kornea c. Refleks merah tidak ada atau abnormal; tes penutup abnormal dan pemeriksaan funduskopi d. Ketajaman visual tidak normal
B. Tunarungu Adalah anak yang mempunyai gangguan pendengaran sehingga tidak dapat mendengar sesuatu dengan sempurna atau tidak dapat mendengar sama sekali. Menurut Murni Winarsih, 2007 klasifikasi ketunarunguan adalah sebagai berikut : 1. Kelompok I :terhadap manusia normal. Kehilangan 15-30 dB. 2. Kelompok II : ketunarunguan sedang, daya tangkap terhadap suara cakapan manusia sebagian. Kehilangan 31-60 dB. 3. Kelompok III : ketunarunguan berat, kehilangan mendengar terhadap suara cakapan manusia tidak ada. Kehilangan 61-90 dB
16
4. Kelompok IV : ketunarunguan sangat berat ; tidak dapat mendengar cakapan manusia sama sekali. Kehilangan 91-120 dB 5. Kelompok V : ketunarunguan total, tidak mendengar suara cakapan manusia tidak ada sama sekali. Kehilangan lebih dari 120 dB
Pemeriksaan Gangguan Pendengaran (HEARING) PART I I. Intisari a. Kerusakan pendengaran terjadi pada sekitar 1% hingga 2% bayi dan anak-anak di Amerika Serikat, dan kira-kira separuhnya adalah bawaan atau didapat saat bayi. b. 36 bulan pada kehidupan pertama adalah bahasa yang sangat penting. Diagnosis dini dan pengobatan gangguan pendengaran diperlukan untuk mendukung perkembangan normal kemampuan berbicara, bahasa, dan sosial c. Delapan juta anak-anak sekolah memiliki beberapa tingkat gangguan pendengaran dengan pendengaran 15 dB atau lebih. Anak-anak tanpa pendengaran memiliki ambang batas 15 dB atau kurang d. Kehilangan pendengaran sementara adalah umum di antara anak-anak usia sekolah, biasanya sebagai komplikasi otitis media dengan efusi e. Lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat terpapar kebisingan lingkungan yang dapat merusak hearimg. Remaja biasanya terkena kebisingan berbahaya melalui musik rock dan dia menggunakan headset stereo II. Perkembangan aspek pendengaran A. Newborn 1. Pendengaran sepenuhnya dikembangkan saat lahir. Namun, jalur saraf yang memungkinkan anak untuk memberikan makna pada suara masih sedang dikembangkan 2. Bayi yang baru lahir dapat merespons suara keras dengan refleks bintang 3. Neonatus menanggapi suara manusia lebih banyak daripada suara lainnya 4. Mereka diam menanggapi suara bernada rendah, seperti detak jantung, lagu pengantar tidur dan metronomes
17
B. Infant 1. Pada usia 2 hingga 3 bulan, bayi dapat memutar kepala ke samping ketika suara dibuat di telinga 2. Bayi usia 3 hingga 4 bulan menemukan suara dengan memutar kepala mereka ke samping dan melihat ke arah yang sama 3. Pada usia 4 hingga 6 bulan, bayi dapat melokalisasi suara yang dibuat di bawah telinga diikuti dengan suara yang dibuat di atas telinga. Mereka akan menoleh ke samping dan kemudian melihat ke atas dan ke bawah 4. Pada usia 6 hingga 8 bulan, bayi menemukan suara dengan memutar kepala mereka dalam lengkungan melengkung. Mereka juga menanggapi nama mereka sendiri 5. Pada 8 hingga 10 bulan, bayi melokalisir mencari suara dengan memutar respons mereka sendiri ke suara, secara diagonal dan langsung menuju suara 6. Bayi usia 10 hingga 12 bulan belajar untuk mengontrol dan menyesuaikan respons mereka sendiri terhadap suara, seperti untuk suatu suara terjadi C. Toddlers 1.
Pada usia 18 bulan, balita mulai membedakan antara suara yang sangat berbeda
2.
Dengan 25 bulan, mereka memperbaiki suara kasar yang specific
D. Pra sekolah 1. Pendengaran mencapai kematangan pada 3 hingga 4 tahun 2. Pada usia 3 tahun, anak-anak pra-sekolah mulai membedakan perbedaan bunyi ujaran yang lebih halus, seperti antara e dan er 3. Pada usia 4 tahun, mereka mulai membedakan suara yang mirip seperti f dan th dan f dan s. mendengarkan menjadi lebih halus, dan mereka dapat diuji dengan audiometer E. Usia sekolah atau remaja Ketajaman pendengaran mencapai puncaknya pada 13 tahun
III. Faktor resiko kehilangan pendengaran
(sebagian diadaptasi dari komisi
gabungan pada pernyataan posisi dengar bayi 1994) A. Kriteria resiko pada bayi baru lahir ( jika screening direkomendasikan untuk semua bayi baru lahir, ini tidak tersedia) 1. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga dengan sensorineural masa kanakkanak 18
2. Berat badan lahir kurang dari 1500 gram 3. Kelainan kraniofasial, termasuk yang menunjukkan anomali morfologi pinna dan saluran telinga 4. Infeksi uterus (seperti rubella) 5. Bakteri meningitis 6. Hiperbilirubinemia yang membutuhkan transfusi 7. Obat-obat
Ototoxic
yang
digunakan
dalam
beberapa
program
atau
dikombinasikan dengan diuretik 8. Nilai APGAR 0 hingga 4 dalam 1 menit atau 0 hingga 6 dalam 5 menit 9. Ventilasi mekanik dalam 5 hari atau lebih 10. Stigma terkait dengan sindrom yang diketahui menyebabkan gangguan pendengaran B. Anak berusia 29 hari sampai 2 tahun 1. Kekhawatiran orangtua tentang pidato, bahasa, mendengar atau keterlambatan perkembangan 2. Trauma kepala dengan scull fraktur or loss consciousness 3. Bakteri meningitis atau infeksi lainnya pada telinga 4. Obat-obat
Ototoxic
yang
digunakan
dalam
beberapa
program
atau
dikombinasikan dengan diuretik 5. Otitis media persisten atau berulang atau efusi telinga tengah setidaknya selama 3 bulan 6. Temuan yang terkait dengan sindrom diketahui menyebabkan gangguan pendengaran C. Anak dari usia 2 tahun sampai 3 tahun (resiko terlambat mendengar) 1.
Riwayat keluarga keturunan anak-anak yang kehilangan pendengaran
2.
Infeksi kandungan/ uteri
3.
Gangguan neurodegeneratif atau neurofibromatosis tipe 11
4.
Stigma terkait dengan sindrom yang diketahui menyebabkan gangguan pendengaran a. Otitis media yang persisten atau berulang dengan efusi b. Gangguan dan kelainan anatomi yang mempengaruhi fungsi tabung Eustachian c. Gangguan neurodegeneratif
19
D. Faktor resiko lainnya 1. Otitis media dengan efusi dapat menyebabkan gangguan pendengaran sementara dan permanen 2. Kebisingan a.
Kehilangan pendengaran dapat terjadi setelah satu kali paparan terhadap suara yang sangat keras, paparan berulang atau lama terhadap suara keras, atau pemaparan diperpanjang ke suara sedang
b.
Paparan yang diperpanjang untuk volume suara di atas 80 hingga 85 phon dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Suara-suara pada 80 phon atau lebih besar termasuk yang berikut: penyedot debu, kebisingan lalu lintas berat, latihan pneumatik, konser rock, ledakan tembakan, mesin pertanian, mesin jet saat lepas landas
3.
Cedera a. Cedera dapat menyebabkan trauma pada telinga eksternal, tengah dan internal. Cedera olahraga, terutama dari tinju dan gulat, dapat menyebabkan ecchymoses, hematoma atau seroma ke aurikuler b. Saluran telinga dapat menjadi meradang oleh benda asing c. Trauma telinga bagian tengah dihasilkan dari perforasi, terutama dari kapas yang digunakan untuk membersihkan telinga, menampar (penyiksaan anak) atau barotrauma d. Cedera telinga bagian dalam hasil dari paparan suara keras dan dari trauma kepala
4.
Efek samping obat a. Beberapa obat berpotensi beracun untuk koklea, aparat vestibular, atau saraf kranial VIII. Obat-obatan intravena, terutama aminoglikosida adalah penyebab utama ototoxicity b. Obat lain yang berpotensi ototoxic termasuk imunosupresan, agen kemoterapi kanker, dan loop diuretik. Aspirin dan quinine menyebabkan kehilangan pendengaran yang reversibel, dan aspirin pada dosis tinggi dapat menyebabkan tinnitus (berdering di telinga)
5.
Penyakit kronis akut dan sindrom genetik a. Kehilangan pendengaran dapat terjadi akibat infeksi, seperti meningitis, gangguan kejang, cerebral palsy, dan kelainan kromosom.
20
b. Kehilangan pendengaran dapat terjadi akibat infeksi, seperti meningitis, gangguan kejang, cerebral palsy, dan kelainan kromosom. PART II : Pengkajian IV. Riwayat A. Riwayat saat ini 1. Tanyakan tentang mengajukan keluhan atau isyarat
yang mungkin
mengindikasikan atau yang terkait dengan gangguan pendengaran a. Keluhan yang mungkin terjadi sebagai berikut : Anak-anak merasa bahwa telinga muncul atau terasa penuh Anak mengeluh kesulitan mendengar Anak tidak memperhatikan suara manusia atau suara lingkungan Anak menarik atau menarik pada era Orang tua khawatir tentang mendengar, menyatakan bahwa anak tidak mendengarkan, atau menyatakan bahwa anak tidak kooperatif Anak bermain buruk di sekolah atau nilai menurun
Orang tua khawatir bahwa anak memainkan sistem suara atau televisi pada volume tinggi
b. Isyarat untuk gangguan pendengaran pada bayi termasuk yang berikut
Bayi-bayi menunjukkan kurangnya reflek mengejutkan atau berkedip terhadap suara keras
Moro refleks menetap di luar 4 bulan (terkait dengan keterbelakangan mental Bayi tidak terbangun dari suara lingkungan yang keras selama awal hidup Suara tidak dilokalkan oleh 6 bulan Infleksi Babble atau suara absen selama 7 c. Isyarat untuk gangguan pendengaran pada anak-anak termasuk yang berikut
Anak tidak menanggapi kata yang diucapkan, mengikuti petunjuk lisan, atau mengikuti petunjuk dengan tepat
Anak menggunakan suara yang tidak dapat dimengerti atau suara monoton Anak membenturkan kepalanya atau menginjak kaki untuk sensasi getaran 21
Anak itu berteriak atau menggunakan tantrum untuk mengekspresikan kebutuhan, kesenangan, atau gangguan Perhatian dan perhatian visual ditingkatkan
Anak menanggapi lebih banyak ekspresi wajah, gerak tubuh dan gerakan daripada penjelasan verbal
Anak menggunakan gerakan alih-alih berbicara Mainkan sangat meniru Interaksi sosial dihindari Peringatan yang mencurigakan bergantian dengan kerja sama Anak sering meminta untuk mengulangi hal-hal Anak itu pemalu dan menarik diri Anak sering terlihat sangat lalai (‘im dunia mereka sendiri”) Nilai akademik menurun Anak mengeluh telinga "poppimg" atau kepenuhan Anak mengeluh kesulitan mendengar
Gejala ketidakmampuan belajar atau keterlambatan perkembangan terjadi
2. Mendapatkan riwayat pengobatan, obat khusus ototoxic 3. Nilai untuk alergi karena itu menyebabkan gejala pernapasan bagian atas dapat menyebabkan kesulitan pendengaran 4. Pertanyaan tentang paparan suara keras 5. Tanyakan tentang perkembangan tonggak/ milestone, khususnya yang seperti berikut ini : a.
Bicara dan akuisisi bahasa
b.
Keterampilan motorik
c.
Interaksi sosial
d.
Prestasi akademik dan keterampilan kognitif
6. . Tanyakan tentang perilaku adaptif, termasuk yang berikut ini a.
Bermain
b.
Perubahan perilaku
c.
Tantrum, keras kepala, penarikan diri, stimulasi vibrasi, dan self-viksasi
7. Tanyakan tentang perilaku adaptif, termasuk yang berikut ini B. Riwayat Masa Lalu 1. Riwayat prenatal, berfokus pada obat dan penyakit ibu (TORCH) 22
2.
Kaji riwayat perinatal sebagai berikut: a. Durasi dan jenis penyakit b. Gawat janin c. Obat-obatan yang digunakan d. Ketidakmampuan darah dan hiperbilirubinemia pada tingkat melebihi indikasi untuk transfusi darah e. Prematur atau BBLR (<1500 gram) f. Depresi neonatal berkepanjangan g. Kelainan kongenital kepala, wajah, dan leher h. Kehadiran sindrom diketahui terkait dengan gangguan pendengaran
3. Menanyakan tentang penyakit, operasi atau cedera a. Bakteri meningitis atau ensefalitis b. Infeksi diketahui menyebabkan gangguan pendengaran, seperti campak, gondok dan virus Epstein-Barr c. Penggunaan obat-obatan ototoxic atau radiasi d. Gangguan neurodegeneratif e. Otitis media f. Trauma kepala atau telinga g. Operasi telinga, seperti myringotomy atau tympanoplasty 4. Kaji Status Imun
C. Riwayat Keluarga Kaji riwayat keluarga untuk gangguan pendengaran bawaan atau masa kanakkanak D. Memeriksa sistem tulang : menilai gejala yang terkait dengan sindrom kehilangan pendengaran 1. Heent: miopia dini, kebutaan kongenital, rabun senja, retinitis pigmentosa 2. Cardiac: sinkop, riwayat keluarga kematian yang tidak dapat dijelaskan 3. Genitourianaria: hematuria, infeksi saluran kemih rekuren, dialisis atau transplantasi 4. Saraf sistem: disorientasi spasial dalam gelap 5. Hemaotologi: trombositopenia, jaundice, anemia hemolitik
23
V. Pemeriksaan fisik A. Nilai untuk temuan yang terkait dengan sindrom kehilangan pendengaran 1. Kulit White forelock Bintik-bintik Café au lait, neurofibrims perifer, freckling aksila Leher cystic, fistula dan lubang 2. Kepala dan wajah Microcephaly midface datar Wajah asimetris atau kelainan bentuk Jembatan hidung yang tidak tembus pandang atau deformitas hidung Bibir atau langit-langit celah, lubang bibir atau gundukan Choanal atresia
micrognathia
3. Mata
Synophrys atau alis yang bergabung
kelainan mata (fisura palpebra, koloboma)
Miopia dini
Microphthalmia
Mata yang sangat lebar
Saluran air mata yang tersumbat, sobekan api
Sclera biru
Lisxh nodul pada iris
Hipopigmentasi funda, athropi optik, retinal deteachement, katarak
4. Leher leher Web Goiter selama dekade pertama 5. Jantung : cardiac defects 6. Perut : hepatospenomegali 7. Genitounirnary Renal anomalies Genital hypoplasia 8.
Musculoskeletal Jari atau jari kaki abnormal 24
Perawakan pendek, retardasi pertumbuhan Kelainan vertebral Fraktur tulang panjang berulang Arthritis dini, pembesaran sendi, hiperekstensibilitas 9.
Persarafan Kesulitan dengan keseimbangan unipedal, defisit vestibular Kalsifikasi cerebral karakteristik
B. Saluran telinga luar 1. Periksa saluran telinga eksternal untuk keluar cairan, bengkak atau kemerahan 2. Bau busuk berdarah dapat menunjukkan impotensi serumen, infeksi, atau benda asin 3. . Drainase yang jernih atau berdarah mungkin disebabkan oleh kebocoran cairan tulang belakang otak atau perdarahan yang berhubungan dengan cedera kepala (tanda kardinal fraktur tengkorak basal) masing-masing. 4. Keluarnya cairan juga bisa karena pengenceran atau trauma 5. Foul, discharge purulen tercatat pada otitis eksterna (infeksi saluran telinga). Pembuangan purulen dan serosa terjadi pada otitis media (infeksi telinga bagian tengah) dan benda asing
C. Pemeriksaan Otoscopic 1. Periksa impuls cerumen atau benda asing, yang dapat merusak pendengaran 2. Kaji liang telinga untuk peradangan, lesi dan eksudat 3. Periksa membran timpani, perhatikan warna, refleks cahaya, umbo, proses pendek dan pegangan panjang malleus. Perhatikan perforasi, tonjolan atau retraksi membran timpani, eritema, pelebaran pembuluh darah, gelembung dan cairan 4. Beberapa temuan mungkin berhubungan dengan gangguan pendengaran Dried, yellow-brown, impacted cerumen interferes with hearing Common foreign bodies include peas, beans, insects, and toy part. Foreign bodies include are visible to naked eye or otoscope, or they may be occluded by cerumen or purulent discharge. History may also reveal that child placed something in ear, child complaines of fullness or buzzing in ear or ear pain 25
Red, markedly distorted or bulging tympanic membrance with absent light reflex and decreased mobility indicated acute suppurative otitis media. Chronic otitis is seen in immune defects, allegy and histiocytosis and is associated with cleft palate, enlarged adenoids and mastoiditis. Bottle propped infants are also prone to otitid, as are children exposed to passive tobacco smoke Tympanic membrane that is red with hyperemic blood vessels and with an absent light reflex and decreased movement may indicate an early stage of acute suppurative otitis media Amber-yelloe tympanic membrane with or without fluid line or bubbles and accompanied by diminished movement usually signifies otitis media with effusion (also called nonsupputarive, secretory or serous otitis media) Bluish, bulging timpanic membrane suggests blood in the middle ear and is associated with trauma, such as a basal skull fracture Dark area or hole on tympanic membrane usually indicaters perforation due to untreated infection or trauma Dense with patches on pearly grey tympanic membrane can mean scarring resulting from calcific deposits, usually due to frequent episodes of otitis media Pearly white (may be grey, red or yellow ) spherical lesion on or behind tympanic membrance usually is a cholesteartoma D. Pneumatic otoscopy Cerumen
yang
kering,
kuning
kecokelatan,
dan
terpengaruh
mengganggu pendengaran Benda asing yang umum termasuk kacang polong, kacang, serangga, dan bagian mainan. Benda asing termasuk terlihat dengan mata telanjang atau otoskop, atau mereka mungkin tersumbat oleh cerumen atau cairan bernanah. Sejarah juga dapat mengungkapkan bahwa anak meletakkan sesuatu di telinga, anak mengeluh penuh atau berdengung di telinga atau sakit telinga Merah, sangat menyimpang atau membengkak tympanic membrance dengan refleks cahaya yang tidak ada dan mobilitas yang menurun menunjukkan otitis media supuratif akut. Otitis kronis terlihat pada cacat 26
imun, alergen dan histiocytosis dan berhubungan dengan langit-langit celah, adenoid membesar dan mastoiditis. Botol bayi yang disangga juga rentan terhadap otitid, seperti anak-anak yang terpapar asap tembakau pasif Membran timpani yang berwarna merah dengan pembuluh darah hiperemik dan dengan refleks cahaya yang tidak ada dan gerakan yang menurun dapat mengindikasikan tahap awal otitis media supuratif akut Membran timpani Amber-yelloe dengan atau tanpa saluran cairan atau gelembung dan disertai dengan gerakan yang berkurang biasanya menandakan otitis media dengan efusi (juga disebut nonsupputarive, sekretorik atau otitis media serosa) Membran tumbuk kebiru-biruan menunjukkan darah di telinga tengah dan berhubungan dengan trauma, seperti fraktur tengkorak basal Area gelap atau lubang pada membran timpani biasanya menunjukkan perforasi karena infeksi atau trauma yang tidak diobati Lebat dengan tambalan pada membran timpani berwarna abu-abu dapat berarti jaringan parut akibat deposit kalsifikasi, biasanya karena seringnya episode otitis media Lesi bulat yang putih (mungkin berwarna abu-abu, merah atau kuning) pada atau di belakang pembesar timpani biasanya adalah cholesteartoma E. Tes Weber: suara harus bilateral. Suara sepihak menunjukkan konduktif (lateralizes ke telinga yang terkena) atau sensorineural (suara lateral yang tidak terpengaruh telinga) F. Uji Rinne: konduksi udara lebih besar dari konduksi tulang (AC> BC) jika BC> AC, ada gangguan pendengaran konduktif dari penyakit, obstruksi atau kerusakan pada telinga luar atau tengah G. Tympanometry 1. Tympabometry adalah metode obyektif untuk menentukan status mekanisme telinga tengah dan membran timpani. Hal ini terutama membantu dalam mendeteksi otitis media dengan efusi pada anak-anak yang lulus skrining pendengaran karena gangguan pendengaran mereka sangat minim 2. Ini menilai pergerakan membran timpani dengan menerapkan dari negatif 400 hingga positif 100 mmHzO tekanan ke saluran telinga. Manset karet
27
lunak ditempatkan di atas saluran eksternal untuk menghasilkan segel kedap udara dan gerakan diterjemahkan ke dalam grafik yang disebut tympanogram 3. Ini adalah elemen penting dalam skrining prasekolah dan berguna ketika ada pertanyaan mengenai pemeriksaan membran timpani atau otitis media persisten dengan efusi. 4. Ini adalah nilai kecil pada bayi di bawah 7 bulan karena saluran telinga adalah hiperkompilasi 5. Timpanometri mungkin sulit dilakukan pada anak kecil karena ketidakmampuan untuk mempertahankan segel yang memadai atau gerakan anak yang berlebihan 6. Jenis tympanograms adalah sebagai berikut Tipe A mencerminkan membran timpani normal dan memiliki puncak kepatuhan antara A 100 cm H2O
Tipe B menunjukkan efusi dan umumnya tidak memiliki puncak atau gelombang datar
Tipe C mencerminkan tekanan telinga negatif dan sering dikaitkan dengan disfungsi tuba Eustachian. Ada puncak tajam antara 100 dan 200 cm H2O
A. Clinical screening 1. Newborn a. Dapatkan refleks kejut, dan amati respons terhadap suara keras. Tanggapan termasuk meringis, berkedip, gerakan motorik kasar, membuka mata, penghentian aktivitas mengisap dan menenangkan jika menangis b. Kewaspadaan terhadap suara dapat diukur secara obyektif dengan menilai peningkatan denyut jantung dan laju pernapasan yang diharapkan. Tidak adanya peningkatan laju jantung dan pernapasan atau tanggapan lain menunjukkan gangguan pendengaran 2.
Infants a. Perhatikan reaksi bayi terhadap kebisingan. Instruksikan orang tua untuk menggendong bayi di pangkuan dan mengalihkan perhatiannya. Berdirilah 18 kali, ke samping dan keluar dari visi perifer bayi. Buat suara suara beralasan tinggi, seperti "ps" atau "phth", "dan suara bernada rendah, seperti" oo ". Bunyikan lonceng, gunakan kertas tisu, atau kertas tisu keras 28
b. Bandingkan respons bayi terhadap suara lokal dengan apa yang diharapkan secara perkembangan pada usia bayi. Tanggapan yang tidak tepat menunjukkan adanya gangguan pendengaran 3. Anak dan remaja a. Tutup salah satu telinga anak dengan jari-jari muda b. Uji telinga terbuka dengan membisikkan angka, kata, pertanyaan, atau arah (perintah) dengan lembut dari jarak 1 atau 2 kaki. Tutup mulut Anda untuk mencegah pembacaan bibir c. Ketidakmampuan untuk mengulangi kata yang benar yang diucapkan dalam tes yang tidak tepat, ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap suara keras atau suara orang tua, dan ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk menunjukkan kemungkinan gangguan pendengaran
B. Audiometry 1.
Audiometry mengukur ambang pendengaran menggunakan tulang, konduksi udara atau keduanya dalam desibel berbagai frekuensi
20 Db adalah sekeras bisikan
40 Db berbicara kenyaringan
90 db menghasilkan rasa sakit
Rentang frekuensi berbicara normal adalah 250 hingga 4000 Hz
Kehilangan pendengaran, khususnya pada frekuensi yang lebih tinggi 2000 hingga 6000 Hz, dapat menyebabkan masalah yang signifikan dalam memahami pembicaraan 2.
Audiogram konduksi udara menggunakan suara yang ditransmisikan melalui earphone
3.
Audiogram konduksi Tulang mengirimkan suara melalui plak ditempatkan di atas tulang mastoid
4.
Mainkan audiometri dapat digunakan untuk anak usia 24 bulan hingga 5 tahun. Ini didasarkan pada modifivasi perilaku dan melibatkan penguatan untuk respons yang benar
5.
Audiogram skrining berguna dalam pediatri rawat jalan. Ini menguji setiap telinga pada 20 dB pada frekuensi 500, 1000,2000 dan audiolog yang berkualitas.
29
C. Evoked otacaustic emission (OAE) 1.
Penganalisis OAE khusus memberikan serangkaian klik cepat ke telinga melalui probe bugar dengan ujung timpanometri yang disisipkan secara dekat di saluran telinga eksternal.
2.
OAE didefinisikan sebagai energi suara yang dipancarkan oleh koklea dan diyakini dihasilkan oleh pergerakan rambut luar dari organ Corti. Kehadiran OAEs dikaitkan dengan kepekaan koklea normal atau mendekati normal. Ketidakhadiran mereka menunjukkan kehilangan pendengaran setidaknya 20 sampai 25 Db, asalkan tidak ada gangguan konduktif
3.
Ini adalah metode yang disukai untuk skrining bayi baru lahir untuk gangguan pendengaran sensorineural (gangguan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan dan ototoxiticy)
4.
Diperlukan pelatihan yang minimal: Namun, peralatan khusus diperlukan
5.
Hasil tidak menunjukkan keparahan kerusakan koklea; Oleh karena itu, tes ini harus diikuti oleh Brainsteam Auditory Evoked Response (BAER)
D. The BAER 1.
Kawat elektroda melekat pada kulit kepala bayi atau anak-anak. Kemudian potensi gelombang otak yang dihasilkan dalam sistem pendengaran ditransmisikan ke komputer untuk dianalisis
2.
Setelah stimulasi akustik berulang, bentuk gelombang dari bayi tenang atau tidur yang normal terdiri dari beberapa puncak dan lembah thar yang mencerminkan aktivasi struktur saraf otak
3.
Tes ini membutuhkan pelatihan khusus dan peralatan mahal
PART III : Differential Diagnoses VI. Kehilangam Pendengaran A. Kehilangan pendengaran didefinisikan menurut ambang pendengaran yang diukur sebagai berikut 1.
Jangkauan pendengaran normal antara 0 dan 25 db
2.
Kerusakan ringan berkisar antara 26 hingga 40 db
3.
Sedang berkisar antara 41 hingga 55 db
4.
Jangkauan yang cukup parah dari 56 hingga 70 db
5.
Kisaran berat dari 70 hingga 90 db
6.
Kehilangan pendengaran yang mendalam adalah 90 db ke atas 30
B. Ada tiga jenis gangguan pendengaran 1. Kehilangan pendengaran konduktif adalah karena tersumbatnya gelombang suara dari saluran pendengaran eksternal ke telinga bagian dalam a.
Konduksi udara biasanya menurun; konduksi tulang biasanya normal
b.
Kerugiannya biasanya efusi bisa berakibat pada rata-rata kehilangan 27 hingga 31 bd
c.
Penyebab termasuk otitis media dengan efusi dengan atau tanpa perforasi, cerumen impaksi, tumor, atau penyebab idiopatik
2. Gangguan pendengaran sensorineural akibat kerusakan struktur koklea telinga bagian dalam atau serabut saraf pendengaran a.
Gejala utamanya adalah ketidakmampuan untuk belajar berbicara pada usia yang tepat atau kegagalan untuk menanggapi rangsangan
b.
Kehilangan pendengaran biasanya melibatkan frekuensi tinggi dengan distorsi suara dan masalah diskriminasi. Anak-anak mengalami kesulitan perveicing konsonan dan pemahaman sangat terpengaruh
c.
Penyebab termasuk kelainan genetik (sindrom resesif autosomal dan dominan tuli, kelainan metabolik), paparan prenatal dan perintal (infeksi intrauterin, terutama rubella, bahan kimia beracun, eryhroblastosis fetalis) kelainan kraniofasial (langit-langit celah, aural atresia, kelainan bentuk telinga, cacat wajah dismorfik) dan paparan lingkungan (suara keras kepala trauma, meningitis, obat-obatan ototoxic
3. Gabungan
gangguan pendengaran sensorineural-konduktif diciptakan oleh
penyumbatan transmisi suara di telinga tengah dan di sepanjang jalur saraf. Biasanya hasil dari kerusakan sekunder ke otitis media dengan efusi
31
C. Tunawicara Anak tunawicara adalah individu yang mengalami kesulitan berbicara dikarenakan tidak berfungsinya alat-alat organ tubuh seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Tunawicara juga sering disebut bisu, biasanya tunawicara diikuti dengan tunarungu dimana fungsi pendengarannya juga tidak dapat berfungsi.
Pemeriksaan Gangguan Bicara (SPEECH AND LANGUANGE) PART I I. Intisari A. Epidemiology 1. Gangguan bahasa mempengaruhi 5% hingga 10% dari semua anak dan merupakan salah satu kecacatan masa kanak-kanak yang paling umum 2. Anak-anak dengan pidato atau bahasa yang tertunda harus dicurigai memiliki gangguan pendengaran. Seringkali, penyebabnya tidak diketahui. B. Pengaruh Budaya 1. Semua anak melalui tahap penguasaan bahasa yang sama terlepas dari struktur bahasa yang mereka pelajari 2. Tahap pengembangan dwibahasa a.
Antara usia 2 hingga 4 tahun, anak-anak mulai berdiskriminasi. Kosakata dipisahkan terlebih dahulu, lalu sintaksis. Anak-anak cenderung hanya menggunakan satu bahasa pada sebuah tuturan; namun, mereka dapat memasukkan kata dari bahasa lain jika mereka tidak dapat menemukan istilah yang tepat. Mereka memiliki kemampuan untuk menerjemahkan, dan jika dihapus dari situasi bilingual, anak-anak pada usia ini akan menjadi monolingual
b. Bilingualism menstabilkan. Bahasa diperlakukan dan digunakan sebagai sistem terpisah. Satu bahasa mungkin dominan atau disukai dalam pengaturan khusus. II. Faktor Perkembangan A. Infant 1. Newborn a. Bahasa tanda terima Peringatan yang baru lahir terdengar 32
b. Bahasa Ekspresi Bayi menangis 2. Usia 0 sampai 3 bulan a. Bahasa ekspresif: membedakan tangisan, coos, mengulangi suku kata tunggal, dan menggunakan g, k, h, ng 3. Usia 3 sampai 6 bulan a. Bahasa reseptif: bayi secara aktif mencari sorce dari suara, bayi menanggapi nama sendiri, dan tanggapan bervariasi, senang dan marah b. Bahasa ekspresif: mengoceh dan tertawa, mengulang bunyi vavvling (gaga), menyuarakan mainan, tersenyum pada permainan verbal, dan bereksperimen dengan suara sendiri dan memiliki nada dan intensitas nasal 4. Usia 6 sampai 9 bulan a. Bahasa reseptif: anak memahami "tidak" dia membintangi untuk menunjukkan minat pada gambar ketika diberi nama, dan kata-kata individu mulai memiliki arti b. Bahasa ekspresif: mengoceh menjadi lebih spesifik, meningkatkan kombinasi suara yang digunakan, suara seperti klik dan ciuman ditiru, anak menggunakan m, n, b, d, t, dan "mama" "dasa" dan "baba" tidak spesifik 5. Usia 9 sampai 12 bulan a.
Bahasa reseptif: memberikan mainan berdasarkan permintaan, memahami perintah dan isyarat sederhana untuk “selamat tinggal”
b.
Bahasa ekspresif: meniru suara binatang, meniru lebih sering, menggunakan lebih banyak jargon dan membedakan penggunaan "mama" "dada" dan "baba"
B. Toddlers 1. Usia 12 sampai 18 bulan a.
Bahasa reseptif: memahami kata-kata baru setiap minggu, suara lingkungan yang berbeda, dapat menunjuk ke beberapa bagian tubuh, memahami pertanyaan sederhana, dan mulai membedakan antara "Anda" dan "saya
b.
Bahasa ekspresif: memiliki semua vokal dan banyak konsonan, meniru bunyi bukan suara, menamai beberapa gambar, memiliki kosakata 10 kata atau lebih, dan menggunakan jargon dewasa (gib-berish dengan kata-kata nyata) 33
2. Usia 18 sampai 24 bulan a.
Bahasa reseptif: ikuti dua perintah langkah ('datang ke sini dan duduklah'), kenali kata ganti dan nikmati cerita sederhana
b.
Bahasa ekspresif: nama beberapa bagian tubuh, menggunakan kalimat dua kata, nama diri dan peningkatan dramatis dalam kosakata: menggunakan 50 kata
3. Usia 24 sampai 30 bulan a.
Bahasa reseptif: memahami, kata depan "pada" sebuah "dalam" memahami lebih banyak alasan dan mengidentifikasi suatu objek ketika diberikan fungsinya (memakai kaki)
b.
Bahasa ekspresif: menggunakan lebih sedikit jargon, menggunakan dua dan tiga kata kalimat, menggunakan kata ganti lebih sering, mengulangi dua dogot, mengajukan pertanyaan sederhana dan bergabung dalam sajak anak-anak dan lagu-lagu sederhana
4.
Usia 30 sampai 36 bulan a.
Bahasa reseptif: memahami "di bawah: mengkategorikan menurut fungsi, mulai mengenali warna dan memahami besar dan kecil, laki-laki dan perempuan
b.
Bahasa ekspresif: sekitar 75% dari kata-kata yang tidak bisa dilupakan orang asing, mengulangi frase dan kalimat sederhana, mengulangi tiga digit, menggunakan bentuk
jamak sederhana, dan membantu
menceritakan kisah-kisah sederhana.. C. Preschool 1. Usia 36 sampai 42 bulan a.
Bahasa reseptif: memahami "di belakang" dan "di depan" menanggapi tiga bagian perintah, memahami kata sifat lebih banyak dan memahami "hanya satu"
b.
Bahasa ekspresif: menggunakan kalimat tiga dan empat kata, menggunakan nama lengkap, mulai menghitung, mulai menghubungkan peristiwa, dan mengajukan banyak pertanyaan
2. Usia 42 sampai 48 bulan a.
Bahasa reseptif: mulailah memahami tegang masa lalu dan masa depan, pahami "lebih dari satu" dan kenali koin
34
b.
Bahasa ekspresif: menggunakan kata depan, bercerita, menggunakan kalimat lebih dari enam kata dan menyatakan fungsi objek
3. Usia 48 sampai 60 bulan a. Bahasa reseptif: mulai memahami bentuk lampau dan masa depan, pahami "lebih dari satu" dan kenali koin. b. Bahasa ekspresif: menggunakan tenses masa lalu dan masa depan, bertanya "bagaimana: pertanyaan dan menggunakan konjungsi D. Older children 1. Lebih dari 4 tahun a. Bahasa reseptif Kesenjangan antara pemahaman dan produksi secara bertahap Anak-anak kadang-kadang akan mengatakan sesuatu tanpa pemahaman penuh sebagai cara "menambahkan" ke kosakata bahasa mereka Pemahaman menjadi lebih kompleks dan menyerupai orang dewasa b. Bahasa Ekspresi Kesulitan pengucapan berlanjut hingga tahun-tahun sekolah Bahasa menjadi lebih mirip orang dewasa, tetapi bentuk yang lebih canggih, seperti metafora dan ironi, tidak digunakan sampai masa sekolah dan remaja akhir Bahasa khusus, seperti bahasa gaul, tidak muncul sampai masa remaja Suara t, r, sh, v, l, s, dan th tidak diartikulasikan dengan baik sampai usia 5 setengah tahun Kesalahan adalah bunyi tw, dw, bl, kl, fl, gl, pl, sl, br, kr, dr, fr, g, r, tr, thr, sk, sm, sn, kw, dan z masih tercatat pada 8 setengah tahun III. Risk factory A. Cause of speech and language disorders include the following 1.
Gangguan pendengaran 35
2. Motor inkoordinasi otot bicara 3. Kurangnya stimulasi orangtua 4.
keterbelakangan mental
5.
Gangguan perkembangan pervasive
6. Cedera kepala berat 7. Kecelakaan cerebrovascular 8.
Obat-obatan certaim
9. Gangguan fisik, seperti langit-langit celah 10. Gangguan psikologis 11. dysarthria
berat
(biasanya
tanda
quadriplegia
spastik)
Bahasa reseptif: mulai memahami bentuk lampau dan masa depan, pahami "lebih dari satu" dan mengenali koin. PART II assessment IV. History A. Riwayat Saat ini 1.
Tanyakan kepada orang tua apakah mereka melihat adanya kesulitan pendengaran
2.
Bertanya tentang bahasa anak dan perkembangan bicara dengan menggunakan pertanyaan yang sesuai dengan perkembangan a. Perkembangan Bahasa Tanyakan
apakah
anak
memiliki
kesulitan
dalam
mempelajari kata-kata baru Tanyakan apakah anak menghilangkan kata-kata dari kalimat jika anak menggunakan kalimat pendek atau tidak lengkap Pertanyaan jika anak dapat mengikuti satu atau tiga arah sekaligus Tanyakan kepada orang tua apakah mereka harus mengulangi pertanyaan atau arah Tanyakan tentang perkembangan anak dengan bahasa selama 6 hingga 12 bulan terakhir
36
b. Perkembangan berbicara Cari tahu apakah anak menggerutu atau mengulangi bunyi atau kata-kata Tanyakan apakah anak kecil merasa putus asa atau bernafsu ketika mencoba mengungkapkan ide atau kebutuhan Nilai jika orang tua mencatat perilaku seperti berkedip, membenturkan kepala atau menghentak ketika tergagap atau mencoba mengulang diri. Jika anak memiliki perilaku ini, cari tahu kapan itu terjadi Sk jika anak menghilangkan suara Tanyakan apakah suara subtitutes anak, khususnya menggunakan t, d, k atau g sebagai pengganti konsonan lain Tanyakan apakah orang tua atau orang lain mengalami kesulitan memahami ucapan anak Tanyakan apakah telah ada perubahan dalam suara suara anak 3.
Dapatkan riwayat medis, obat-obatan, dan alergi
4. Tanyakan apakah anak-anak lain atau anggota keluarga “berbicara untuk anak itu” B. Riwayat Masa Lalu 1.
Dapatkan riwayat prenatal dan perinatal untuk masalah yang berkaitan dengan gangguan pendengaran atau keterlambatan perkembangan
2. Dapatkan riwayat medis masa lalu untuk masalah yang berkaitan dengan gangguan pendengaran, gangguan sistem saraf pusat, keterlambatan perkembangan, dan anomali anatomi 3. Menilai riwayat perkembangan perkembangan, terutama perkembangan bahasa: a. Pertanyaan ketika anak pertama kali menggunakan "mama" dan "dada" tidak tepat dan tepat b. Tanyakan bagaimana anak itu ketika dia mulai merangkai katakata c. Pastikan kapan anak pertama mengerti kata "tidak" d. Tanyakan ketika anak pertama mulai mengikuti perintah sederhana 37
e. Tanyakan kapan anak pertama kali menyatukan dua kata C. Riwayat
keluarga:
dapatkan
riwayat
keluarga
gangguan
pendengaran,
perkembangan, bicara, dan bahasa
V. Pengkajian Fisik A. Dapatkan pengukuran. Anak-anak dengan kegagalan untuk berkembang mungkin memiliki masalah bahasa dan bicara yang menyertainya karena deprivasi B. Menilai kepala untuk anomali 1. Diamati untuk mikrosefali, yang dapat menunjukkan keterbelakangan mental dan anomali struktural lainnya 2. Periksa hidung untuk patensi. Kemacetan atau deviasi septum dapat menyebabkan hiponasalitas 3. Inspeksi dan palpasi palatum a. Sumbing submukosa dapat menyebabkan masalah bicara (biasanya kesulitan fonasi). Hal ini ditandai dengan uvula bifida, diastasis otot di garis tengah langit-langit lunak dengan mukosa utuh, dan bentukan batas posterior palatum keras 4. Akses telinga untuk masalah yang terkait dengan gangguan pendengaran (lihat bab pendengaran)
C. Kaji anak dan bahasa, tidak ada petunjuk untuk mendeteksi gangguan komunikasi. Pertimbangkan tingkat perkembangan anak saat menilai 1. Petunjuk untuk ketidakmampuan berbahasa a. Menetapkan makna Anak berusia 2 tahun masih tidak berbicara Kosakata anak kecil untuk usia Balita atau pra-sekolah menggunakan jargon secara berlebihan setelah usia 18 bulan Anak mengalami kesulitan menamai objek atau mendeskripsikan karakteristik objek Anak jarang menggunakan kata sifat atau kata keterangan
38
b. Merangkai kata Anak umur 3 tahun belum bisa
menggunakan
kalimat Kalimat pendek atau belum lengkap Anak mengecilkan bentuk verba menjadi, bisa, dan melakukan Anak sulit untuk mengerti atau menyatakan pertanyaan Anak terhenti pada pola awal berbicara c. Mengubah bentuk kata Anak menghilangkan banyak bentuk jamak dan bentuk kata Anak menggunakan bentuk jamak dan kata kerja yang tidak tepat Anak menggunakan kata-kata posesif secara tidak tepat
2. Petunjuk untuk gangguan bicara a. Kekacauan Ada pengulangan suara, kata atau frasa setelah usia 4 tahun Anak
menampilkan
frustrasi
ketika
mencoba
berkomunikasi Anak menunjukkan perilaku yang sulit ketika berbicara (berkedip, kepala menyentak) Anak itu tersinggung oleh ucapannya b. Articulation disorders Bebicara tidak dapat dimengerti setelah 2 tahun anak menghilangkan konsonan di awal kata-kata di 3 tahun atau akhir kata pada usia 4 tahun Kesalahan articullation bertahan pada usia 7 tahun anak menghilangkan suara anak mendistorsi suara Anak mengganti ("wabbit)
39
c. Voice disorders Suara monoton atau melenceng dalam nada Suara menyimpang dalam kenyaringan Suara
menyimpang
dalam
kualitas
(hiponasal,
hypernasal) D. Mengkaji pendengaran PART III Perbedaan Diagnosis VI. Mencari yang membutuhkan rujukan A. Secara Umum 1. Setiap anak tunarungu 2. Setiap anak yang merasa malu dengan pidatonya 3. Orang tua yang terlalu khawatir atau yang menekan anak untuk berbicara pada tingkat yang tidak pantas untuk usia B. Dua tahun 1. Gagal mengucapkan kata-kata bermakna secara spontan 2. Kesulitan dalam arah berikut 3. Kegagalan untuk merespons secara konsisten terhadap suara 4. Terus menggunakan gerakan daripada kata-kata C. Tiga tahun 1. Pidato yang sangat tidak dapat dimengerti 2. Gagal menggunakan setidaknya tiga kata kalimat 3. Menghilangkan konsonan awal 4.
Lebih suka vokal ke konsonan
D. Lima tahun 1. Kegagalan 2. Penggunaan kalimat yang terganggu secara struktural 3. Subtitutes suara mudah untuk yang sulit 4. Omits mengakhiri kata-kata E. Usia sekolah 1. Kualitas suara yang abnormal 2. Abnormal pitch 3. Kelalaian, distorsi, atau subsitusi setelah usia 7 tahun 4. Pidato yang ditandai dengan kebingungan atau penghormatan
40
VII.
Gangguan komunikasi per manual diagnostik dan statistik gangguan mental IV A. Expressivegangguan bahasa 1.
Skor dari tes bahasa standar secara substansial di bawah yang diperoleh melalui ukuran standar baik kapasitas intelektual nonverbal dan pengembangan bahasa reseptif. Manifestasi klinis dapat mencakup kosakata yang sangat terbatas, membuat kesalahan dalam ketegangan, atau mengalami kesulitan mengingat kata-kata atau menghasilkan kalimat dengan leght atau kompleksitas yang sesuai dengan perkembangan.
2. Perbedaan bahasa ekspresif mengganggu pencapaian akademik atau komunikasi sosial 3. Kekacauan tidak memenuhi, pidato-motorik atau defisit pengiriman, atau perampasan lingkungan ada, masalah bahasa melebihi apa yang biasanya terkait dengan masalah ini B. Gangguan bahasa reseptif-ekspresif 1. Skor dari tes standar baik untuk reseptif dan ekspresif tidak menyadari kapasitas intelektual.Manifestasi klinis termasuk gangguan ekspresi ekspresif, serta kesulitan memahami rors, kalimat atau jenis kata spesifik 2. Kesulitan dengan bahasa yang reseptif dan ekspresif mengganggu pencapaian akademik atau komunikasi sosia 3.
Gejala tidak memenuhi kriteria untuk gangguan perkembangan pervasive
4. Jika keterbelakangan mental, motorik ucapan atau defisit sensorik, atau perampasan lingkungan ada, masalah bahasa merupakan hal yang biasanya terkait dengan masalah ini. C. Gangguan fonologis 1. Kegagalan untuk menggunakan suara bicara yang sesuai dengan perkembangan. Ini dapat mencakup kesalahan dalam produksi suara, seperti penggantian dan kelalaian 2. Kesulitan dengan produksi suara ujaran mengganggu prestasi akademik atau komunikasi sosial
41
3. Jika keterbelakangan mental, motorik ucapan atau defisit sensorik, atau pencabutan lingkungan hidup, masalah bicara melebihi apa yang biasanya dikaitkan dengan masalah ini D. Gagap 1. Gangguan dalam kelancaran dikontrak oleh satu atau lebih dari yang berikut a. Pengulangan suara dan suku kata b. Perpanjangan suara c. Kata seru d. Kata-kata rusak (jeda) e. Pemblokiran terdengar atau diam f. Circumlocutions (kata subtitutes untuk menghindari kata yang bermasalah) g. Kata-kata yang dihasilkan dengan ketegangan fisik yang berlebihan h. Seluruh repetititon monosyllabic 2. Diffilcuties dengan mengganggu pencapaian akademik atau komunikasi sosial 3. Jika keterbelakangan mental, motorik ucapan atau defisit sensorik, atau pencabutan lingkungan hidup, masalah bicara melebihi apa yang biasanya dikaitkan dengan masalah ini.
VIII.
Mengkategorikan old speech dan gangguan bahasa sesuai American Speech-
Language-Hearing Association A. Gangguan Bahasa bahasa
yang
tertunda
adalah
kelambatan
mengembangkan kosakata dan tata bahasa
yang
terdeteksi
dalam
yang dibutuhkan untuk
mengekspresikan dan memahami ide-ide dan ketajaman B. Specch disorders 1. Gagap adalah gangguan dalam irama bicara. ini ditandai dengan raguragu, pengulangan, atau perpanjangan bunyi, suku kata, kata atau frasa. contoh termasuk "surat ... pria, ch-ch-ch-ch dan ssnake”
42
2. Gangguan ini dicirikan oleh fitur dengan mensubstitusikan satu suara untuk yang lain (wabbit for habbit), menghilangkan suara (larangan bar, atau mendistorsi suara (shlip for dip) 3. Gangguan suara termasuk nada yang tidak pantas (terlalu tinggi, terlalu loe). kenyaringan (keras atau terlalu lunak), atau kualitas (hiponasal, hipernasal, sesak napas, serak
43
BAB III PEMBAHASAN 1.
Judul Aerobic Exercise Intervention Alters Executive Function and White Matter Integrity in Deaf Children: A Randomized Controlled Study
2.
Penulis Xuan Xiong,1 Li-Na Zhu,1 Xiao-xiao Dong,1 Wei Wang,2 Jun Yan,1 and Ai-Guo Chen
3.
Tahun 2018
4.
Tempat
5.
Latar Belakang Fungsi eksekutif (EF), termasuk penghambatan, memori kerja, dan pergeseran, mengacu pada proses kognitif yang lebih tinggi dan meta-level yang mengatur dan mengatur perilaku yang bertujuan dan bertujuan tujuan dan merupakan inti dari kognisi, emosi, dan fungsi sosial anak-anak, memainkan peran penting dalam perkembangan kesehatan mental anak-anak. Defisit di EF akan sangat merugikan perkembangan anak-anak pencapaian fisik, mental, dan sosial; sebaliknya, individu, komunitas lokal, dan masyarakat akan mendapat manfaat dari EF yang dikembangkan dengan baik. EF didasarkan pada interaksi dinamis antara korteks prefrontal dan kortikal dan lainnya daerah subkortikal, dan itu fleksibel dan plastik dan karenanya dapat ditingkatkan melalui pelatihan, terutama dalam korelasi tinggi dengan perkembangan kognitif anak-anak. Berbagai bidang telah memperhatikan EF - terutama di batas penelitian interdisipliner — sebagai kunci untuk efektif metode untuk meningkatkan EF anak-anak. Intervensi latihan meningkatkan EF dan mengubah aktivasi otak sebagaimana dinilai oleh pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI). Secara khusus, intervensi latihan 6 bulan pada orang dewasa yang lebih tua meningkatkan kinerja dan meningkatkan aktivasi parietal prefrontal dan posterior selama tugas flanker dalam kelompok latihan dibandingkan dengan kontrol. Perubahan daerah otak juga ditemukan dalam studi anak-anak. Kelompok kami baru-baru ini menemukan bahwa intervensi latihan 11 minggu pada anak-anak berusia antara 9 tahun dan 13 tahun meningkatkan kinerja EF dibandingkan dengan kontrol. Kelompok latihan juga meningkatkan lobus 44
frontal, lobus temporal, hippocampus, dan aktivasi korteks cingulate selama tugas EF dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan bukti bahwa aktivasi otak dipengaruhi oleh olahraga, satu masalah yang perlu diselidiki adalah apakah olahraga mengubah struktur otak. Struktur materi putih yang berubah mungkin menjadi penyebab perubahan fungsional, berdasarkan bukti bahwa perbedaan interindividual dalam aktivasi otak mencerminkan integritas zat putih (WMI). WMI mencerminkan struktur membran aksonal dan mielinisasi dan dapat dinilai oleh difusi tensor imaging (DTI), yang mengukur anisotropi (ketergantungan terarah) dari difusi air. Fractional anisotropy (FA) adalah ukuran minat yang sering di DTI dan menggambarkan anisotropi difusi air. Nilai FA berkisar antara 0 dan 1, dengan 1 menunjukkan difusi anisotropik sepenuhnya. Nilai yang lebih tinggi secara umum diartikan sebagai WMI yang lebih besar (myelination dan struktur membran aksonal). Ukuran lain berdasarkan pada model tensor yang sama adalah mean diffusivity (MD), yang mengukur difusi air yang dibatasi oleh air (dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan pembatasan yang lebih sedikit). Secara bersama-sama, FA lebih tinggi dan nilai-nilai MD yang lebih rendah sering ditafsirkan sebagai terutama mencerminkan mielinasi yang lebih besar. 6.
Tujuan Mengingat bukti bahwa latihan meningkatkan EF dan mengubah aktivasi otak yang terkait dalam studi sebelumnya, kami menyelidiki apakah intervensi latihan pada anak-anak tunarungu meningkatkan WMI. Hanya anak-anak tunarungu yang direkrut untuk penelitian saat ini; EF anak-anak tunarungu terbelakang, dan karena itu mereka cenderung memperoleh manfaat yang lebih besar dari olahraga. Karena struktur otak tidak sepenuhnya matang sampai muda dewasa, pengembangan yang berkelanjutan membuatnya menjadi target yang menarik untuk penyelidikan di seluruh usia termasuk dalam penelitian ini (anak-anak berusia antara 9 tahun dan 13 tahun). Hipotesis kami dihasilkan berdasarkan literatur yang menunjukkan latihan itu meningkatkan EF dan WMI. Secara khusus, kami berhipotesis bahwa intervensi latihan terkontrol secara acak dengan anak-anak tuna rungu akan meningkatkan kinerja perilaku EF mereka dan membentuk kembali WMI mereka. Lebih lanjut, peningkatan EF pada anak tunarungu dapat dikaitkan dengan perubahan WMI setelah intervensi latihan, yang dapat membantu kita lebih memahami mekanisme biologis yang mendasari perubahan ini.
45
7.
Metode 28 anak tunarungu yang direkrut dari dua sekolah pendidikan khusus yang berpartisipasi dalam penelitian memiliki penglihatan normal atau terkoreksi ke normal dan dirahasiakan sebagaimana dinilai oleh Tes Edinburgh. Semua peserta bebas dari gangguan kejiwaan atau riwayat trauma kepala. Mereka juga menyelesaikan serangkaian pertanyaan yang berkaitan untuk sejarah penyalahgunaan narkoba atau penyakit bawaan dan kecerdasan umum mereka. Pengecualian termasuk setiap kondisi medis yang akan membatasi intervensi latihan atau mempengaruhi hasil studi (termasuk gangguan neurologis atau kejiwaan). Penelitian dilakukan sesuai dengan Deklarasi Helsinki. Semua peserta kemudian secara acak ditugaskan untuk kontrol atau kelompok intervensi latihan. Kelompok latihan termasuk enam wanita dan delapan pria. Enam perempuan lainnya dan delapan laki-laki membentuk kelompok kontrol. Usia dan jenis kelamin sangat cocok antara kedua kelompok. MRI selesai dengan data DTI yang tersedia untuk 28 anak-anak pada awal dan 20 pada posttest. Dari 20 anak dengan keduanya data baseline dan posttest, satu dikeluarkan karena hilangnya data kinerja perilaku dan yang lainnya dikeluarkan karena kinerja perilaku adalah pencilan ekstrim. Dengan
demikian,
penelitian
ini
termasuk
18
anak:
10
dalam
latihan
kelompok dan 8 pada kelompok kontrol (Tabel 1). Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etika dan Perlindungan Manusia dari Rumah Sakit Afiliasi Universitas Yangzhou. Informed consent tertulis diperoleh dari setiap peserta setelah prosedur eksperimental telah sepenuhnya dijelaskan
8.
Prosedur Program latihan aerobik adalah diadaptasi dari Chen et al. dan Yin et al. Semua subjek dalam kelompok latihan ditawarkan program setelah sekolah 4 hari per minggu selama 11 minggu. Program latihan terdiri dari tiga tahap : (1) persiapan, (2) intervensi latihan, (3) relaksasi, Semua berlangsung selama sekitar 45 menit. Tahap pertama terdiri dari latihan pemanasan (tahap persiapan), dimana intensitas latihan mencapai denyut jantung yang cukup kuat. Ini diikuti oleh tahap latihan 30 menit yang menekankan intensitas latihan, kenikmatan, keamanan, pengulangan, dan latihan; semua kegiatan dipilih berdasarkan 46
kemudahan pemahaman, kesenangan, dan memunculkan gerakan kuat intermiten, termasuk permainan lari, lompat tali, dan wushu. Beban latihan aerobik yang dipilih adalah intensitas sedang [60% –69% dari denyut jantung maksimum (MHR), di mana MHR = 220 — usia], berdasarkan pada klasifikasi intensitas latihan aerobik yang ditentukan oleh American College of Sports Medicine. Intensitas latihan dipantau oleh monitor detak jantung (Polar Electro RS800XSD, Oy, Finlandia) yang dilekatkan sepanjang percobaan ke empat subjek (dua laki-laki dan dua perempuan). Fokus terakhir (relaksasi) 9.
Hasil a. Karakteristik partisipan Karakteristik Peserta. Demografi peserta perincian disajikan pada Tabel 1. Uji t independen mengungkapkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kontrol dan kelompok latihan dalam hal gender (chi - square = 0 18, P> 0 05) atau BMI [t 16 = 0 027, P> 0 05], tetapi karena pengurangan data, usia kedua kelompok itu tidak homogen; oleh karena itu, kami menggunakan "usia" sebagai kovariat di kemudian hari analisis statistik untuk menghilangkan pengaruhnya b. Manipulasi Intensitas Latihan Manipulasi Intensitas Latihan. Denyut jantung untuk kelompok kontrol dan latihan adalah 42,52% dan 64,95% dari denyut jantung maksimal, masingmasing [t 6 = 9 13, P <0 05]. Itu denyut jantung yang berbeda antara kedua kelompok perlakuan, seperti serta persentase dari denyut jantung maksimal, disarankan bahwa pertimbangan manipulasi latihan moderat intensitas latihan adalah tepat. c. Performa Perilaku Kelompok-kelompok itu tidak berbeda secara signifikan pada awal pada salah satu karakteristik yang tercantum dalam Tabel 2. Berdasarkan hipotesis priori tentang efek latihan fisik pada kognisi, dua kelompok anak-anak tuli dibandingkan dengan ANOVA. Tindakan berulang ANOVA dilakukan untuk menguji perbedaan kelompok dalam kinerja perilaku, dengan waktu (pretest dan posttest) sebagai faktor dalam-subjek dan kelompok (intervensi latihan dan kontrol) sebagai faktor antar-subjek.
10. Pembahasan Studi saat ini dirancang untuk mengeksplorasi efek aerobik berolahraga di EF dan WMI pada anak-anak tunarungu. Anak-anak dari dua sekolah pendidikan khusus yang serupa secara acak dialokasikan untuk dua kelompok: kelompok intervensi 47
latihan, menerima intervensi latihan aerobik termasuk menjalankan permainan, lompat tali, dan wushu, dan kelompok kontrol yang tidak menghadiri latihan aerobik tambahan. Peneliti mengendalikan semuanya
variabel perancu. Akibatnya, olahraga bisa
diandalkan keuntungan muncul, memungkinkan kita untuk mengamati dasar saraf EF yang ditingkatkan dengan latihan. Penelitian
sebelumnya
menunjukkan
bahwa,
dibandingkan
dengan
pendengaran normal subyek, perubahan mikrostruktur otak putih materi dalam mata pelajaran tuna rungu memiliki FA yang lebih rendah dalam auditorium bilateral mereka. Hribar dkk. juga menemukan AD lebih rendah di sebelah kiri ALIC dan SCR kiri pada individu tunarungu dibandingkan dengan pendengaran normal individu, yang merupakan wilayah penting bagi transmisi sensorik, motorik, visual, pendengaran, dan lainnya informasi antara korteks serebral, batang otak, otak serebelum, dan sumsum tulang belakang. Hribar dkk. Disarankan bahwa nilai anisotropi yang lebih rendah ditemukan di jaringan besar serat proyeksi pada orang tuli mungkin karena tidak hanya untuk degradasi jalur pendengaran mereka tetapi juga ke reorganisasi jalur sensorik, motorik, dan visual sebagai kompensasi atas tidak adanya input pendengaran. Perubahan WMI di daerah otak juga diamati pada penelitian kami, dimana FA menurun atau MD meningkat setelah rejimen olahraga yang berkepanjangan. MD yang lebih tinggi pada anak-anak tunarungu diamati juga di benar IFOF. Penurunan FA di antara para tuna rungu telah terjadi sebelumnya dilaporkan untuk IFOF yang benar. IFOF menghubungkan lobus occipital dan frontal. Philippi dkk. Ditemukan kerusakan yang terkait dengan IFOF yang benar merusak pengenalan ekspresi wajah dan emosi. Untuk subjek tuna rungu, ekspresi wajah penting untuk menafsirkan pembicara keadaan emosional karena mereka tidak dapat mendengar nada pembicara suara; ini juga penting untuk memahami bahasa isyarat . Penelitian telah menunjukkan bahwa orang tuli memiliki kemampuan yang tajam untuk mengenali perbedaan halus dalam fitur wajah, yang mungkin terkait
dengan
pengalaman
mereka
menggunakan
bahasa
isyarat.
Paling
studi menghubungkan nilai anisotropi yang lebih rendah ke demielinasi dan degradasi akson, yang menyebabkan fungsi yang lebih buruk . Namun, nilai anisotropi yang lebih rendah mungkin tidak selalu berkorelasi dengan kinerja fungsional yang lebih buruk, seperti yang ditunjukkan oleh Hoeft et al., Yang menunjukkan bahwa peningkatan nilai FA berkorelasi dengan kemampuan konstruksi visuospatial yang lebih buruk. Itu peningkatan dari IFOF anak-anak tunarungu dalam penelitian kami 48
mungkin membutuhkan lebih banyak pengakuan ekspresi wajah dan emosional menyatakan selama latihan, karena keduanya atribut penting untuk memahami bahasa isyarat. 11. Penatalaksanaan penelitian jika diterapkan di Indonesia a. Screening pendengaran harus dilakukan secara detail b. Terapi yang diberikan khussnya pada anak bertujuan untuk membangun perkembangan perilaku dan kualitas hidup anak c. Harus adanya SDM yang concern di bidang ini
.
49
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setiap anak adalah unik. Mereka tumbuh dan berkembang menjadi dewasa melalui berbagai proses fisiologi maupun
anatomi yang sangat kompleks. Anak
mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga terdapat anak yang memerluan penanganan secara khusus. Pada anak disabilitas fisik yang secara mental mereka sehat, kecuali pada disabilitas cerebral palsy, reaksi persekitaran dapat langsung dirasakan oleh anak. Penolakan, ejekan, cemoohan dari teman sebaya merupakan sebagian reaksinegatif yang harus dihadapi anak. Marchant (2001) mengemukakan bahwa Anak Dengan Disabilitas (ADD) sering terpinggirkan dan terpisahkan dari komunitas dalam waktu bersenang-senang, pendidikan, dan kesempatan dibandingkan dengan yang dapat diperoleh oleh anak yang normal. ADD terpisah dari kumpulan sebayanya dalam komunitas (O’Loughlin, 2008).Kajian EveryChild (2001) menyatakan bahwa anak dengan kedisabilitasan sering berhadapan dengan stigma yang buruk dan pengucilan sosial. B. Saran Perawat harus mengetahui konsep dasar keperawatan anak serta dapat mengaplikasikannya dengan kompresif serta dan memperhatikan pasien, anak atau keluarga klien. Pelayanan keperawatan bagi anak berkebutuhan khusus harus diberikan secara optimal guna meningkatkan kesehatan maupun kesejahteraan anak
50
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul (2005), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Ed I: Jakarta, Salemba Medika Johnson, R.C. & Medinnus, G.R. (1967). Child Psychology Behavior and Development. New York: John Wiley and Sons inc Mary E Muscary. 2009 Advanced Pediatric Clinical Assesment : Skill and Procedurs. EGC
51