BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Namun pada bayi lahir penyebab adalah kemungkinan akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim. Kelainan ini memerlukan penanganan yang menyeluruh dan intensif dari dokter spesialis bedah anak, dokter anak, anestesi, intensivist, perawat anak serta fasilitas perinatologi/ ICU anak yang memadai. Diagnosis dini dengan USG pada saat kehamilan dapat membantu orangtua untuk mempersiapkan kelahiran pada rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut, penanganan terpadu dan dini dapat diberikan pada bayi dengan kelainan ini. Pengobatan hernia dapat dilakukan melalui pembedahan, antara lain yang pertama herniaplasti yaitu usaha mencegah kekambuhan hernia dengan membentuk ukang struktur untuk memberi kekuatan yang lebih besar. kemudian yang kedua yaitu herniorafi, merupakan pembedahan dengan cara pada area yang lemah diberi penguatan dengan beberapa jaringan pada pasien atau menggunakan materi lain. Dan yang ketiga ada herniotomi yaitu pengembalian isi hernia ke sisi normal dan pengangkatan kantong hernia. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apa definisi dari Hernia Diafragmatika ?
1.2.2
Apa etiologi dari Hernia Diafragmatika ?
1.2.3
Bagaimana patofisiologi dari Hernia Diafragmatika ?
1.2.4
Bagaimana pathways dari Hernia Diafragmatika ?
1.2.5
Bagaimana manifestasi klinis dari Hernia Diafragmatika ?
1.2.6
Bagaimana terapi yang diberikan kepada penderita Hernia Diafragmatika ?
1.2.7
Apa saja komplikasi dari Hernia Diafragmatika ?
1.2.8
Bagaimana prognosis dari Hernia Diafragmatika?
1
2
1.3 Tujuan 1.3.1
Untuk mengetahui pengertian tentang Hernia Diafragmatika.
1.3.2
Untuk mengetahui etiologi Hernia Diafragmatika.
1.3.3
Untuk mengetahui patofisiologi Hernia Diafragmatika.
1.3.4
Untuk mengetahui pathways Hernia Diafragmatika.
1.3.5
Untuk mengetahui manifestasi klinis Hernia Diafragmatika.
1.3.6
Untuk mengetahui terapi yang diberikan kepada penderita yang mengalami Hernia Diafragmatika.
1.3.7
Untuk mengetahui komplikasi dari Hernia Diafragmatika.
1.3.8
Untuk mengetahui prognosis dari Hernia Diafragmatika.
1.4 Manfaat Penulisan Bagi penulis menambah pengetahuan dan wawasan tentang hernia diafragma, dan juga sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan serta menambah pengetahuan dan wawasan juga bagi pembaca.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hernia Diafragmatika Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal. Sedangkan diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan perut. Jadi hernia diafragmatika adalah benjolan sebagian organ abdomen ke rongga dada melalui lubang yang terdapat dalam diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim. Hernia difragmatika ini termasuk kelainan bawaan yang terjadi karena tidak terbentuknya sebagian diafragma. Defek pada diafragma ini dapat merupakan kelainan konginetal atau akibat trauma. Posisi defek pada diafragma dapat dibagian posterolateral (Bochdalek), retrosternal (Morgagni), disamping esofagus (paraesofageal), atau pada hiatus esofagus (hiatal hernia). Bentuk konginetal kelainan ini terjadi pada satu dari 2000 – 3500 kelahiran. Hernia Bochdalek merupakan bentuk yang terbanyak ditemukan, 70 – 85% terjadi pada sebelah kiri, dan jarang bilateral (5%). Oleh karena itu istilah hernia diafragma konginetal (HDK) sering disamakan dengan hernia Bochdalek. Hernia ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, meliputi : 1. Traumatik Terjadi akibat pukulan, tembakan, tusukan 2. Non – Traumatik Terdiri dari konginetal dan akuisita. a. Konginetal 1) Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal Hernia ini ditandai dengan lubang yang dekat dengan bagian belakang dari diafragma yang membuat organ-organ seperti lambung, usus halus, hati dan limpa bergerak ke atas dan masuk ke rongga dada. 2) Hernia Morgagni atau Para sternalis Hernia ini ditandai dengan lubang yang dekat bagian depan dari diafragma yang membuat organ-organ seperti hati dan usus halus dapat memasuki rongga dada.
3
4
b. Akuisita 1) Hernia Hiatus esophagus Hernia ini ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 8090% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri. 2.2 Etiologi Hernia Diafragmatika Penyebab dari hernia diafragmatika karena adanya kelainan – kelainan yang disertai dengan anomali sistem organ lain (20 – 30%) seperti kelainan sistem saraf pusat, atresia esofagus, omfalokel, kelainan kardiovaskular, dan beberapa sindrom. Angka kematian tinggi (40 – 50%) bila kelainan diafragmatika disertai dengan anomali sistem organ lain. Diafragma yang berkembang antara minggu 7 – 10 kehidupan janin akan memisahkan rongga selom menjadi bagian abdomen dan thoraks. Pemisahan perkembangan rongga pada dada dan perut disempurnakan dengan menutupnya kanalis pleuropertioneum posteriolateral. Apabila perkembangan diafragma terlambat, usus akan menonjol melalui sinus pleuropertioneum ke dalam dada. Maka dari itu diafragma tidak dapat menutup. Bila hal ini terjadi sebelum ada pleura dengan peritoneum, akan terjadi hernia tanpa kantong. Jika selaput pleuropertioneal terbentuk tanpa disertai perkembangan otot, maka terjadi hernia yang berkantong (kurang dari 10% kasus). Lubang pada bagian posterolateral diafragma dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan dapat terbentuk bilateral. Pada rongga dada kiri dapat dijumpai usus besar, usus halus, lambung, dan limfa. Sedangkan pada rongga dada kanan dapat dijumpai hati. Pada hernia tanpa kantong, organ – organ hernia dapat mencapai apeks thoraks. 2.3 Patofisiologi Hernia Diafragmatika Penyakit tertentu selama kehamilan, terutama saat umur kehamilan pada trimester pertama, yakni ketika minggu ke 7-10 kehamilan, dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi, salah satunya adalah hernia diafragma. Hernia diafragma disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonikalis, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Pada kasus hernia
5
diafragma, gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan penutupan pleuroperitokanalis. Kelainan patologik yang terjadi pada bayi dengan HDK tidak hanya terbatas pada diafragma. Lubang yang terjadi dapat mengenai kontralateral akibat pergeseran mediastinum. Sehingga terjadi hipoplasia paru bilateral, dengan kelainan yang lebih nyata pada paru ipsilateral. Hipoplasia paru ditandai dengan sangat berkurangnya alveoli dan cabang – cabang bronkiolus. Ukuran kedua paru lebih kecil daripada paru bayi normal, dengan usia dan berat badan yang sama. Pembuluh darah yang hipoplasia juga menunjukan abnormalitas berupa peningkatsn masa otot medial anteriol dan menjadi lebih vasoreaktif. Paru yang hipoplastik tidak dapat melakukan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat.
6
2.4 Pathways Hernia Diafragmatika
Konginetal
Defisiensi vitamin A selama kehamilan
Gangguan pembentukan diafragma pada minggu ke 7 – 10
Kegagalan pembentukan sebagian diafragma
Gangguan fusi jaringan
Lubang hernia
Gangguan pembentukan otot
Diafragma menipis
Hernia
Eventerasi
Anestesi
Hasil pembedahan
Mual dan muntah
Inkontinuitas jaringan
Imobilisasi
Gangguan nutrisi b.d mual dan muntah
Nyeri akut
Paralise
Nyeri b.d agen cidera
Mobilitas fisik b.d paralise
7
Traumatik
Cedera benda tajam
Defek dinding abdomen
Viscera abdomen
Diafragma terdesak
Dispnue
Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan alveolar – kapiler
8
2.5 Manifestasi klinis Hernia Diafragmatika Gejala yang muncul pada anak yang mengalami hernia diafragma berupa : a. Muntah – muntah Sebagian kecil dari penderita hernia ini ditandai dengan gejala muntah diakibatkan karena obstruksi usus, atau gangguan respiratorik yang ringan setelah melewati masa neonatal. b. Refluks gastroesofagus Kondisi ini diperberat dengan terjadinya distres kardiorespiratorik yang berat pada saat lahir atau beberapa jam setelah lahir, yang tidak hilang meskipun telah dilakukan pembersihan faringotrakeal. Sehingga muncul gejala seperti sianosis, dispnea, takipnea, dan takikardi. c. Bentuk dada dan pernafasan terlihat asimetris Hemithoraks yang terlihat pada umumnya terjadi disebelah kiri, sehingga lebih tampak menonjol dan tertinggal pada saat bernafas. d. Suara napas melemah sampai hilang Hal ini terjadi karena paru – paru terdesak isi perut. e. Pada perkusi terdapat hiperresor Terjadi karena adanya udara didalam organ mencernaan yang mengisi rongga thoraks. Tetapi apabila organ yang mengisi rongga padat akan didapatkan bunyi pekak pada perkusi. f. Bising usus Dapat terdengar di thoraks g. Pada abdomen terlihat bentuk skapoid/cekung.
2.6 Terapi Hernia Diafragmatika PRE OPERASI a. Pemeriksaan Fisik 1) Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata 2) Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid 3) Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadangkadang terletak di hemitoraks kanan
9
4) Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang 5) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris 6) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia 7) Bising usus terdengar di dada 8) Perut terasa kosong 9) Pemeriksaan penunjang, seperti foto thoraks dan fluoroskopi b. Perencanaan Apabila pada anak dijumpai adanya kelainan – kelainan yang biasa mengarah pada hernia diafragmatika, maka anak perlu segera dibawa ke dokter atau rumah sakit agar segera bisa ditangani dan mendapatkan penanganan yang tepat. Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogatrik yang dengan teratur dihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu diingat bahwa biasanya (70%) kasus ini disertai dengan hipospadia paru. Pembedahan efektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga perlu jika dijumpai insufisiensi jantung paru pada neonatus. Reposisi hernia dan penutupan defek memberi hasil baik. c. Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan masalah dan keluhan-keluhan yang dirasakan adalah : 1) Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur dihisap 2) Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada difragma diperbaiki. 3) Indikasi Operasi a. Esophagitis – refluks gastroesofageal b. Abnormal PH monitoring pada periksaan monometrik c. Kelainan pada foto upper GI d. Adanya hernia paraesofageal dengan gejala mekanis e. Esophageal stricture f. Tindakan operatif pada Barrett’s esophagus g. Kegagalan terapi medikal yang adekuat h. Ruptur diafragma pada hernia traumatika
10
d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi : 1) Foto thoraks 2) Pemeriksaan CT Scan atau USG 3) Foto zat kontras 4) Pemeriksaan fluoroskopi Yang dapat dilakukan seorang bidan atau perawat, khususnya bila menemukan bayi baru lahir yang mengalami hernia diafragmatika yaitu : 1) Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru. 2) Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas. 3) Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi agar tidak terjadi aspirasi. 4) Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang lebih baik.
e. Pengobatan Hernia diafragmatika diatasi dengan pembedahan darurat. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki. PERAWATAN PASCA BEDAH Perawatan pasca bedah meliputi perawatan jangka pendek (segera setelah pembedahan) dan perawatan jangka panjang. Perawatan jangka pendek adalah perawatan pasca bedah jangka pendek meliputi deteksi dan tata laksana komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan. Komplikasi yang mungkin timbul dapat berupa perdarahan, distres pernapasan, hipotermia, produksi urin yang menurun, infeksi dan obstruksi usus. Pengawasan yang dilakukan saat anak masih dirawat di rumah sakit meliputi monitoring pernapasan, evaluasi neurologis, dan masalah pemberian makanan. Perawatan jangka panjang merupakan perawatan pasca bedah jangka panjang yang meliputi pemantauan tumbuh kembang anak. Pertumbuhan kasus dipantau karena risiko terjadi gagal tumbuh besar akibat adanya penurunan asupan
11
kalori sebagai akibat penyakit paru kronis, gastroesophageal refluk dan feeding yang buruk terutamapada anak dengan defek neurologis yang berat. a. Cara Mencegah Hernia Diafragma Bagi Bumil 1) Cukupi pemenuhan konsumsi vitamin A dan asam folat selama kehamilan 2) Jaga asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh karena hal ini berkaitan dengan nutrisi bagi perkembangan janin didalam rahim 3) Hindari stres berlebih 4) Selalu konsultasi ke dokter kandungan secara rutin Bagi Ibu yang mempunyai anak : 1) Perhatikan tahapan perkembangan yang terjadi selama proses tumbuh kembang anak 2) Awasi anak dalam bermain 3) Beri mainan sesuai umur dan tahapan pertumbuhannya b. Cara Menangani Hernia Diafragma Hernia diafragmatika diatasi dengan pembedahan darurat. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki. 2.7 Komplikasi Hernia Diafragmatika Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20% mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16% mengalami kelainan kromosom. Selain itu dapat menimbulkan beberapa komplikasi lain misalnya : a. Gangguan Kardiopulmonal karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral. b. Sesak nafas berat bahkan hilang berlanjut dengan asfiksia. c. Mengalami muntah akibat obstruksi usus atau gangguan respiratorik. d. Adanya penurunan jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus. e. Hipoplasia paru f. Bayi mengalami distress respirasi berat dalam usia beberapa jam pertama.
12
g. Kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama. 2.8 Prognosis Hernia Diafragmatika Kejadian kematian spontan janin dengan diagnosa Hernia Diafragmatika adalah 7 – 10%. Faktor – faktor yang berhubungan dengan prognosis yang buruk adalah anomali yang besar, gejalanya timbul kurang dari 24 jam, serta distres yang cukup berat dari persalinan dipusat kesehatan yang kurang memadai. Beberapa sekuele yang dapat timbul adalah kelainan pada paru, sistem saraf, dan gangguan pertumbuhan. Kelainan neurologi yang terjadi adalah perkembangan yang terhambat, kelainan pendengaran, penglihatan, dan kejang. Masalah jangka panjang lainnya adalah adanya pektus ekskavatum, skoliosis, hipertensi pulmonal yang menetap, dan hernia rekuren. Hernia rekuren biasanya terjadi pada bayi yang baru lahir dengan defek besar yang memerlukan perbaikan dengan menggunakan synthetic patch. Angka kejadian rekurensi yaitu 20 – 40% dan terjadi selama tahun pertama.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 PRA OPERASI 1. Pengkajian Pengkajian adalah kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pasien yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, konsultasi, dan pemeriksaan agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, mengenali kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, social dan spiritual. Pengkajian meliputi : 1. Identitas Pasien 2. Penanggung Jawab Pasien 3. Anamnesis a. Kebiasaan makanan salah Kesadaran gizi kurang, pemberian makanan tambahan terlampaui dini, jenis makanan tambahan yang diberikan kurang memenuhi gizi. b. Prenatal Pengguanaan obat-obat teratogenik, terkena radiasi atau ada penyakit infeksi yang diderita ibu waktu hamil pada trimester I c. Postnatal Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan imunisasi apa tidak d. Riwayat imunisasi apakah anak mendapat imunisasi lengkap e. Riwayat kehamilan sebelumnya f. Riwayat kehamilan sekarang g. Riwayat kelahiran bayi 4. Pengkajian fungsional Gordon 5. ADL ( Activity Daily Living) a. Nutrisi b. Aktivitas istirahat c. Eliminasi d. Istirahat tidur e. Personal hygiane f. Integritas ego
13
14
g. Kenyamanan 6. Pemeriksan Fisik (Head to toe) : a. Keadaan umum meliputi Kesadaran : composmentis, dan somnolen b. Tanda-tanda vital, meliputi : TD, Suhu, Nadi, RR c. Dada 1) Inspeksi: simetris atau tidak 2) Palpasi: denyut jantung teraba cepat atau tidak 3) Auskultasi : suara nafas bagaimana, terdengar bising usus di area dada atau tidak. d. Abdomen 1) Inspeksi: cekung atau tidak 2) Palpasi: teraba kosong atau tidak, nyeri tekan atau tidak. e. Pemeriksaan Penunjang 1) Foto thoraks 2) Fluoroskopi
Pemeriksaan fisik 1.
Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata.
2.
Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid.
3.
Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadangkadang terletak di hemitoraks kanan.
4.
Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang.
5.
Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
6.
Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
7.
Bising usus terdengar di dada
2. Diagnosa 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
15
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan alveolar – kapiler a. Perencanaan 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah a. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi terpenuhi b. Intervensi: 1) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi. 2) Timbang berat badan sesuai indikasi. 3) Jaga keamanan saat memberikan makanan pada pasien. 4) Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur 5) Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien 6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi terhadap pasien 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera a. Tujuan Rasa nyaman setelah nyeri berkurang b. Intervensi: 1) Identifikasi karakteristik, lokasi, lama nyeri (dengan skala 1-10) 2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur 3) Aturkan posisi pasien senyaman mungkin 4) Kolaborasi untuk pemberian analgetik
16
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan alveolar – kapiler a. Tujuan Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih tidak ada sinaosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah). b. Intervensi: 1) Memposisikan anak dengan posisi semifowler 2) Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru
b. Implementasi Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan prioritas masalah dan kondisi pasien, serta catat semua tindakan yang dilakukan. c. Evaluasi Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil: 1. Nyeri berkurang atau hilang 2. Tidak muntah akibat obstruksi usus 3. Sesak dan nyeri dapat berkurang 4. Tidak terjadi komplikasi 3.2 PASCA OPERASI 1. Pengkajian Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai berikut: 1.
System pernafasan Potensi jalan nafas, perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR< 10 x/menit, auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan. Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal, thorax drain.
2.
System cardiovascular Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas).
3.
Keseimbangan cairan dan elektrolit
17
Inspeksi membrane mukosa (warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake / output, monitor cairan intravena dan tekanan darah 4.
System persarafan. Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.
5.
System perkemihan Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam pasca anesthesia, retensio urine, Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30 ml/jam)
6.
System gastrointestinal Mual muntah, kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji palitik ileus, Insersi NG tube intra operatif dengan drainage lambung (untuk memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat, jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6- 8 jam).
7.
System integument Kaji faktor infeksi luka, diostensi dari odema/palitik illeus, tekanan pada daerah luka, dehiscence, eviscerasi.
8.
Drain dan balutan Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain dan tanggal observasi.
9.
Pengkajian nyeri Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra operatif. Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetik 2. Diagnosa Keperawatan Dari teori tentang Post Operasi Hernioraphy, dapat ditarik beberapa diagnose antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan ditandai dengan luka pada abdomen. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post operasi. 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai dengan ketidaknyamanan keterbatasan gerak.
18
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan ditandai dengan penuruna fungsi usus. 5. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman ditandai dengan perawatan luka yang kurang 3. Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan. Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang, Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi : a. Kaji nyeri, catat lokasi intensitas (Skala 0-10) b. Pantau tanda-tanda vital c. Dorong Ambulasi diri d. Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi e. Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post operasi.
Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
Kriteria hasil : Menunjukkan mobilitas yang aman dan Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
Intervensi
a. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien c. Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien d. Kolaborasi dalam pemberian obat 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menunjukkan penyembuhan luka cepat dan menunjukkan perilaku atau teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi.
Intervensi :
a. Lihat semua insisi b. Evaluasi proses penyembuhan.
19
c. Kaji ulang penyembuhan terhadap pasien d. Catat adanya distensi dan auskultasi peristaltik usus 4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu dan menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat, menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
Intervensi :
a. Berikan porsi kecil tapi sering. b. Evaluasi status nutrisi, ukur berat badan normal. c. Evalusai status dan ukur berat badan setiap harinya. 5. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Tanda vital dalam batas normal, luka kering tidak ada pus.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi c. Pertahankan keperawatan luka aseptic d. Pertahankan balutan kering e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hernia diafragmatika adalah benjolan sebagian organ abdomen ke rongga dada melalui defek yang terdapat dalam diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim. Hernia difragmatika ini termasuk kelainan bawaan yang terjadi karena tidak terbentuknya sebagian diafragma. Hernia ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu traumatik dan nontraumatik. Traumatik diakibatkan karena pukulan, tusukan, dan tembakan. Sedangkan nontraumatik dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu konginetal dam akuisita. Adapun beberapa tanda dan gejalanya pada penderita hernia diafragmatika, yaitu : perut kecil dan cekung, suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut, bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh isi perut, terdengar bising usus di daerah dada, gangguan pernafasan yang berat, dada tidak simetris, sesak nafas. Hernia diafragmatika disebabkan karena perkembangan diafragma terlambat, usus akan menonjil melalui sinus pleuropertioneum ke dalam dada. Maka dari itu diafragma tida dapat menutup. Bila hal ini terjadi sebelum ada pleura dengan peritoneum, akan terjadi hernia tanpa kantong. Jika selaput pleuropertioneal terbentuk tanpa disertai perkembangan otot, maka terjadi hernia yang berkantong (kurang dari 10% kasus). 4.2 Saran Kita sebagai perawat harus lebih waspad dalam menangani hal berikut karena lengah sedikit saja dapat mempengaruhi bayi. Dan apabila seorang perawat menemukan kasus bayi baru lahir yang mengalami hernia diafragmatika yaitu: berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru, posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas, awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi agar tidak terjadi aspirasi, lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang lebih baik.
20
DAFTAR PUSTAKA 1. IGN Sanjaya Putra*, Abdul Hamid**, IN Semadi***. (2016). (PDF) Hernia Bochdalek. Diunduh melalui: https://www.researchgate.net/publication/312304245_Hernia_Bochdalek [pada Februari 5 2019]. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI 3. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak Edisi Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran EGC 4.
21