Anak Artikellll.docx

  • Uploaded by: Dina Antari
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anak Artikellll.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,945
  • Pages: 13
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun tingkahlakunya. Oleh karena itu perlakuan terhadap anak membutuhkan spesialisasi atau perlakuan khusus dan emosi yang stabil. Pada anak tertumpu tanggungjawab yang besar. Anak harapan masa depan bangsa dan agama disandarkan. Dengan bahasa lain, anak adalah harapan masa depan, penerus cita-cita dan pewaris keturunan. Masa depan Anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensial bangsa dan negara pada masa depan. Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat afektif. Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang diharapkan Lingkungan rumah dan sekolah adalah lahan subur dan sumber utama terjadinya kekerasan, karena anak lebih banyak berinteraksi dengan orangtuanya/pengasuh ataupun guru. Pada sisi lain, kasus anak jalanan adalah kasus yang unik, dimana mereka hidup dijalan, mencari nafkah sendiri ataupun untuk “agen” dari penyedia jasa anak. Banyak anak tidak dapat memperoleh haknya sebagai seorang anak. Data kekerasan setiap tahun mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2014 dinyatakan sebagai tahun darurat kejahatan seksual pada anak. Kasus-kasus kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara mental, kekerasan seksual, pedofilia, anak bayi dibuang, aborsi, pernikahan anak dibawah umur, kasus tenaga kerja dibawah umur, trafficking, anak-anak yang dipekerjakan sebagai PSK, dan kasus perceraian. Semua kasus ini berobjek pada anak yang tentu saja akan berdampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak, baik fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan masa depan anak

BAB II PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian Kekerasan Menurut WHO Kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya Menurut UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 13 menyebutkan: Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking jual-beli anak Kekerasan pada anak disebut juga dengan Child Abuse, yaitu semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru. 2.1.1. Bentuk Kekerasan pada Anak Bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu: 1. Kekerasan fisik, yaitu 2. Kekerasan psikis/emosi 3. Kekerasan seksual 4. Kekerasan sosial (penterlantaran) Empat macam bentuk kekerasan tersebut sangat terkait. Kekerasan fisik yang dialami anak, akan mempengaruhi jiwanya. Demikian juga kekerasan psikis anak, akan mempengaruhi perkembangan tubuhnya. Apalagi kekerasan seksual, akan mengakibatkan kekerasan fisik sekaligus kekerasan psikis.

1. Kekerasan Fisik pada Anak Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak. Kekerasan anak secara fisik dapat berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian kepada anak. Kekerasan fisik dapat berbentuk luka, atau dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukaiorangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah disembarang tempat, memecahkan barang berharga. Macam-macam kekerasan fisik, antara lain: ditampar, ditendang, dianiaya, dipukul/ditinju, diinjak, dicubit, dijambak, dicekik, didorong, digigit, dibenturkan, dicakar, dijewer, disetrika, disiram air panas, diancam dengan benda tajam, dll Secara fisik, akibat kekerasan fisik antara lain: luka memar, berdarah, luka lecet,patah tulang, sayatan-sayatan, luka bakar, pembengkakan, jaringan-jaringan lunak, pendarahan di bawah kulit,pingsan, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat, dan akibat yang paling fatal adalah kematian Beberapa kasus kekerasan yang dialami anak diantaranya dengan dalih mendisiplinkan anak. Cara yang ditempuh dengan cara melakukan perlakuan kekerasan fisik dan aturan yang ketat. Oleh sebab itu beberapa kasus pelaku kekerasan fisik adalah orang tua sendiri atau guru, orang yang seharusnya melindungi, akan tetapi “salah” cara melindunginya. 2. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban;

penggunaan

kata-kata

kasar;

penyalahgunaan

kepercayaan,

mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya. Bentuk kekerasan psikis, antara lain: dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dipaksa bekerja menjadi pemulung, dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis, dll. Anak yang mendapatkan kekerasan psikis umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaftif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dantakut bertemu orang lain. Dampak kekerasan psikis akan membekas dan mengakibatkan trauma, sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Kekerasan emosi adalah sekiranya terdapat gangguan yang keterlaluan yang terlihat pada fungsi mental atau tingkah laku, termasuk keresahan, murung, menyendiri, tingkah laku agresif atau mal development 3.

Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa/diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks dimana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.

Tanda-tanda Kekerasan Seksual pada Anak a. Jika seorang anak mengalami kekesaran seksual, maka dapat muncul berbagai perubahan pada diri anak secara tiba-tiba. Orang tua, anggota keluarga, dan guru perlu waspada jika menemukan perubahan-perubahan seperti : adanya keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri kalau buang air besar atau buang air kecil. Nyeri, bengkak, pendarahan atau iritasi di daerah mulut, genital, atau dubur yang sukar dijelaskan kepada orang lain. b. Emosi anak tiba-tiba berubah. Ada anak setelah mengalami kekerasan seksual menjadi takut, marah, mengisolasi diri, sedih, merasa bersalah, merasa malu, dan bingung. Ada anak tiba-tiba merasa takut, cemas, gemetar atau tidal menyukai orang atau tempat tertentu. Atau anak tibatiba menghindari keluarganya, temannya atau aktivitas yang biasa dilakukannya. Ia mengeluh ada masalah-masalah di sekolahnya. Ada juga

yang mengalami gangguan tidur, mungkin susah tidur, atau bisa tidur tetapi terbangun-terbangun, atau sering mimpi buruk dan mengerikan, atau sedang tidur sering mengigau atau menjerit ketakutan. c. Ada anak sering mandi atau cebok karena merasa kotor. Anak anak tibatiba menjadi agresif, tidak disiplin, tidak mau sekolah atau hanya mengurung diri di kamar. Ada anak melarikan diri dari rumah ke rumah temannya, atau ke keluarga lainnya yang dirasakan bisa memberikan perlindungan kepada dirinya. Atau anak melarikan diri dari ketakutannya dengan merokok, menggunakan narkoba, dan alkohol. Atau ada yang mengeluh merasa mual, muntah, atau tidak mau makan. Yang paling membahayakan kalau ia merasa tidak berharga, merasa bersalah, merasa sedih, putus asa, dan mencoba bunuh diri. d. Beberapa anak memperlihatkan gejala-gejala lainnya seperti meniru perilaku seksual orang dewasa, melakukan aktivitas seksual menetap dengan anak-anak lain, dengan dirinya sendiri (masturbasi atau onani), dengan bonek atau dengan binatang peliharaannya. (Luh Ketut Suryani dan Cokorda Bagus Jaya Lesmana, Pedofil: Penghancur Masa Depan Anak, 2009, h. 18-19) Kekerasan seksual adalah perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Secara rinci, bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak: diperkosa, disodomi, diraba-raba alat kelaminnya, diremas-remas payudaranya, dicolek pantatnya, diraba-raba pahanya, dipaksa melakukan oral sex, pelecehan seksual lainnya, dijual pada mucikari, dipaksa menjadi pelacur, dipaksa bekerja diwarung remangremang. Anak yang mengalami kekerasan seksual akan memberikan dampak psikologis yang serius, yang akan mengakibatkan trauma, Di antara dampak psikologis kekerasan seksual pada anak: penarikan diri, ketakutan, agresif, emosi yang labil, depresi, kecemasan, adanya gangguan tidur, phobia, bersifat keras,

gangguan stres pasca trauma, terlibat dalam penggunaan zat adiktif,merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan Dengan demikian, anak yang mendapat kekerasan seksual, dampak jangka pendeknya akan mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Oleh sebab itu diperlukan terapi dan pendampingan terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual agar jiwanya kembali pulih. 4. Kekerasan Sosial Mencakup Penelantaran Anak dan Eksploitasi Anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Sedangkan eksploitasi anak adalah sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Misalnya anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan Bentuk-bentuk pentelantaran: kurang memberikan perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan anak, tidak memperhatikan

kebutuhan

makan,

bermain,

rasa

aman,

kesehatan,

perlindungan (rumah) dan pendidikan, mengacuhkan anak, tidak mengajak bicara, dll. Dampak terjadinya pentelantaran akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, antara lain: terjadi kegagalan dalam tumbuh kembang, malnutrisi, yang menyebabkan fisiknya kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygiene kurang, hormon pertumbuhan turun, sehingga dapat mengakibatkan kerdil Kekerasan karena diabaikan dapat disebabkan karena kegagalan ibu bapak untuk memenuhi keperluan utama anak seperti pemberian makan, pakaian, kediaman, perawatan, bimbingan, atau penjagaan anak dari gangguan penjahat atau bahaya moral dan tidak melindungi mereka dari bahaya sehingga anak terpaksa menjaga diri sendiri dan menjadi pengemis.

2.2. Artikel Kasus Kekerasan Pada Anak 30 Persen Anak Indonesia Pernah Alami Kekerasan Fisik

Seorang anak membawa bendera saat mengikuti peringatan Hari Anak Nasional 2016 di Denpasar, Bali, Rabu (20/7). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana. Oleh: Akhmad Muawal Hasan - 10 Juni 2017 Dibaca Normal 1 menit Kemen-PPPA menyebut 30 persen anak Indonesia, yang total populasinya mencapai 87 juta jiwa, pernah mengalami kekerasa fisik. tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebutkan bahwa 30 persen anak Indonesia yang jumlah populasinya mencapai 87 juta pernah mengalami kekerasa fisik. Survei mereka menyebut satu dari empat anak laki-laki dan satu dari tujuh anak perempuan menjadi korban perlakuan kasar ini. "Semakin ironis lagi bahwa kekerasan ini justru terjadi di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sekitar anak. Pelakunya pun adalah orang yang seharusnya melindungi anak seperti orangtua, paman, guru, bapak atau ibu tiri, ataupun orang dewasa lainnya," kata Deputi Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu melalui rilis yang diterima Antara pada Sabtu (10/6/2017). Dalam kegiatan yang menjadi bagian dari kampanye Bersama Lindungi Anak (BERLIAN) bersama para santri dan santriwati di Panti Asuhan Al-Mubarok,

Tangerang, Jumat (9/6/2017) lalu, Pribudiarta juga mengingatkan tentang bahaya penggunaan teknologi, khususnya gawai. Selain positif untuk memperkaya ilmu pengetahuan, di sisi lain teknologi juga dapat menjerumuskan anak-anak melalui akses pornografi yang juga bisa menjadi bisnis hitam bagi para oknum yang tidak bertanggung jawab. Faktanya, dari hasil pemetaan pornografi online yang dilakukan oleh Kemen PPPA, pada media sosial twitter selama September-November 2016 terdapat sekitar 20.000 tweet per hari mengenai perbincangan pornografi, dengan 14,5 persen kontennya berupa tautan gambar dan video yang menampilkan anak secara vulgar atau porno. "Untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya kasus-kasus anak, dibutuhkan komitmen bersama untuk melindungi anak, baik pemerintah, masyarakat, dan orang tua," ucapnya. Selain itu, Pribudiarta juga menyebut pentingnya peran orang tua dan pendidik untuk mencegah terjadinya kekerasan. Dia juga berharap agar anak-anak dibekali dengan akhlak mulia dan pendidikan agama agar dapat membentengi dirinya dari segala bentuk ancaman kekerasan. "Semoga dengan kegiatan Safari Ramadhan melalui BERLIAN ini, anak-anak dapat mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dan cara menghindarinya," ucap dia. Selain dihadiri oleh Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA, acara ini juga dihadiri oleh pimpinan Panti Asuhan Al-Mubarok, pembimbing santri, serta para santri dan santriwati. Acara juga diselingi oleh penampilan dari Simponi Band dan Shinta Priwit yang melakukan sosialisasi perlindungan anak melalui seni. Rangkaian kegiatan dilakukan guna terwujudnya penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

2.3. Penyebab terjadinya Kekerasan pada Anak Terdapat berbagai factor penyebab terjadinya kekerasan pada anak, antara lain: 1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memeiliki tempramen lemah, ketidaktahuan anak terhadap hak-haknya, anak terlalu bergantung kepada orang dewasa. Kondisi tersebut membuat anak mudah diperdayai. 2. Kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup, banyak anak. Kondisi ini banyak menyebabkan kekerasan pada anak 3. Keluarga tunggal atau keluarga pecah (broken home), misalnya perceraian, ketiadaan ibu untuk jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi. 4. Keluarga yang belum matang secara psikologis, (unwanted child), anak yang lahir diluar nikah. 5. Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang tua, misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional dan depresi. 6. Sejarah penelantaran anak. Orang tua semasa kecilnya mengalami perlakuan salah cenderung memperlakukan salah anak-anaknya. 7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, tergusurnya tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya faham Faktor social budaya yang bisa menjadi penyebab kekerasan pada anak: 1) Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai matrealistis 2) Kondisi sosial-ekonomi yang rendah 3) Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri 4) Status wanita yang dipandang rendah 5) Sistem keluarga patriarkhal 6) Pengangguran (unemployment), 7) Penyakit (illness), 8) Kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), 9) Keluarga besar , akan tetapi miskin, 10) orang berkebutuhan khusus (disable person) di rumah, dan

11) kematian (death) seorang anggota keluarga

2.4. Upaya Mengatasi Masalah Kekerasan Pada Anak Kekerasan terhadap anak yang mulai menjangkiti masyarakat ini sudah selayaknyalah jika mendapat penanganan yang lebih baik dan serius dari pihakpihak yang terkait baik itu pemerintah maupun masyarakat. Penulis di sini akan memberikan beberapa alternatif saran untuk memecahkan masalah kekerasan terhadap anak yang sudah mulai kronis ini, yaitu ; 1. Sosialisasi yang lebih gencar lagi dari pemerintah tentang pentingnya untuk segera melaporkan apabila terjadi tindak kekerasan. Hal ini mungkin tidak dilakukan oleh korban sendiri yang notabene masih anak-anak tapi bisa dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya, baik yang memiliki hubungan darah maupun orang lain di sekitarnya. Jadi bagaimana pemerintah mengemas publikasi untuk penanganan korban kekerasan sesegera mungkin dan pemerintah juga harus lebih memudahkan prosedur bantuannya 2. Hendaknya lembaga-lembaga baik pemerintahan maupun LSM atau organisasi yang bergerak di bidang penanganan korban kekerasan ini memperhatikan aspek psikologis pelaku maupun korban ketika proses menjalani bantuan pemecahan masalah agar tidak semakin membebani 3. Hendaknya mulai ditanamkan kesadaran di masyarakat bahwa anak bukanlah milik orang tua atau kerabat saja yang bisa diperlakukan sesukanya tapi sebagai suatu tanggung jawab yang harus dijaga dan dilindungi 4. Terjadinya kerjasama semua pihak, semua pihak mulai berempati danNmenunjukkan kepeduliannya terhadap anak berupa perlindungan dan peningkatan kesejahteraan Jika kekerasan terhadap anak terus di terapkan, maka anak-anak akan terbiasa dengan polo hidup kekerasan, mereka akan menerapkan tindakan kekerasan dalam masyarakat, sehingga bisa jadi makin banyak terjadinya kerusuhan, keributan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kekerasan. Oleh sebab itu harus ada upaya untuk menghapuskan pola kekerasan ini.

Upaya perlindungan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kekerasan anak ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan pada masyarakat, yaitu melalui usaha promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif. Dua usaha yang pertama ditujukan kepada anak yang belum menjadi korban kekerasan, melalui kegiatan pedidikan masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat bahwa kekerasan pada anak merupakan penyakit masyarakat yang akan menghambat tumbuh kembang anak secara optimal, oleh karena itu harus di hapuskan. Sedangkan dua usaha yang terakhir tujukan bagi anak yang sudah menjadi korban kekerasan, dengan tujuan memberikan pengobatan baik secara fisik dan psikologis anak, dengan tujuan meng-reintegrasi korban ke dalam lingkungan semula. Upaya menurunkan tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia dapat dilakukan oleh orangtua, guru sebagai pendidik, masyarakat dan pemerintah. 1. Pertama, orangtua. Para orangtua seharusnya lebih memperhatika kehidupan anaknya. Orangtua di tuntut untuk mendidik dan menyayangi anak-anaknya. Jangan membiarkan anak hidup dalam kekangan mental maupun fisik. Sikap memarah-marahi anak habis-habisan, apalagi melakukan tindakan kekerasan bukanlah tidakan yang bijaksana sebagai orangtua, karena hal itu hanya membuat anak merasa tidak di perhatikan dan tidak di sayangi. Akhirnya anak merasa trama, dan bahkan putus asa. Sangat penting untuk disadari bahwa anak di lahirkan ke dunia ini memiliki hak untuk medapatkan pengasuhan yang baik, kasih sayang, dan perhatian. Anak juga memiliki hak mendapatkan pendidikan yang baik di keluarga maupun di sekolah, juga mendapatkan nafkah. Bagaimanapun juga, tidak wajib seorang anak menafkahi dirinya sendiri, sehingga ia harus kehilangan hak-haknya sebagai anak, karena harus membanting untuk menghidupi diri atau bahkan untuk keluarganya. Dalam kasus kekerasan terhadap anak ini, siklus kekerasan dapat berkembang dalam keluarga. Individu yang mengalami kekerasan orangtuanya, akan melakukan hal yang sama pada anaknya kelak. Oleh karena itu penting untuk disadari bahwa perilaku mereka merupakan hal yang dapat ditiru

oleh anak-anak mereka, sehingga mereka mampu menghidari perilaku yang kurang baik. 2. Kedua, guru. Peran seorang guru di tuntut untuk menyadari bahwa pendidikan bukan saja membuat anak menjadi pintar, tetepi juga harus melatih sikap, dan mental anak didiknya. Peran guru dalam memahami siswanya sangat penting. Sikap arif, bijaksana dan toleransi sangat di perlukan, sehingga ia dapat bertindak dan bersikap bijaksana dalam mehadapi anak didiknya. 3. Ketiga, masyarakat. Anak-anak kita ini selain berhadapan dengan orangtua dan guru, mereka tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat. Untuk itu diperlukan kesadaran dan kerja sama dari berbagai elemen dalam masyarakat untuk turu memberikan nuansa pendidikan yang positif bagi anak-anak. Salah satu elemen tersebut adalah stasiun TV., karena pengaruh media terhadap perilaku anak cukup besar. Berbagai tayangan kriminal di TV , tanpa kita sadari telah menampilkan potret-potret kekerasan yang dapat mempengaruhi mental dan kepribadian anak. Penyelengara TV bertanggung jawab untuk memberikan tayangan yang mengandung edukasi yang positif. 4. Keempat, pemerintah. Pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap permasalahan rakyatnya, termasuk untuk menjamin masa depan bagi anak-anak kita sebagai generasi penerus.

Related Documents

Anak-anak
May 2020 56
Anak Anak
May 2020 46
Anak
October 2019 50
Anak
June 2020 42
Anak
November 2019 56
Anak
June 2020 32

More Documents from ""