PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU Material Requirements Planning (MRP)
Spesifikasi Bill-of-Material Unit yang akan diproduksi sering dispesifikasikan dalam bill-of-material (BOM), yang telah diperkenalkan pada Bab 4. Bill-of-material adalah sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Sebuah resep dapur yang menspesifikasi campuran bahan dan jumlah maupun kumpulan gambar lengkap untuk pesawat terbang keduanya merupakan bill-of- material (walaupun lingkup mereka berbeda). Bill-of-material untuk produk A di Contoh 1 mencakup produk B dan C. Produk yang berada di atas segal a tingkatan dinamakan induk; sedangkan yang berada MENGELOLA OPERASI KELAS DUNIA Bill-of-material tidak hanya menspesifikasikan kebutuhan produksi, tapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Bila bill-of-material digunakan dengan cara ini, biasanya dinamakan daftar pilih. BILL OF MATERIAL YANG BERUPA MODUL (MODULAR BILLS). Bill-of-material dapat diatur di seputar modul produk. Modul bukan merupakan produk akhir yang akan dijual, tapi merupakan komponen yang dapat diproduksi dan dirakit menjadi satu unit produk. Modul-modul ini mungkin merupakan komponen inti dari suatu produk akhir atau pilihan produk. Bill-of-material untuk modul-modul tersebut disebut modular bill. Bill-of-material kadangkala diatur sebagai modul (bukannya bagian dari satu produk akhir karena penjadwalan produksi dan produksi sering didukung oleh pengaturan di seputar modul-modul yang berjumlah relatif sedikit dan bukannya bertumpuk produk hasil perakitan akhir. Misalnya, suatu perusahaan dapat membuat 138.000 produk akhir yang berlainan. Perusahaan meramalkan, mempersiapkan jadwal produksi utama, dan membuat keempat puluh modul, dan bukannya konfigurasi produk akhir sebanyak 138.000. Keempat puluh modul ini dapat dirakit sesuai pesanan khusus pada saat perakitan akhir. BILL UNTUK PERENCANAAN DAN PHANTOM BILLS. Ada lagi jenis bill-of-material yang lain. Yaitu meliputi bill untuk perencanaan dan phantom bills. Bill untuk perencanaan diciptakan agar dapat menugaskan induk buatan kepada bill-ofmaterialnya. Hal ini menguntungkan asal kita telah menetapkan: (1) dimana kita akan mengelompokkan sub-sub perakitan agar jumlah bahan yang akan dijadwalkan dapat berkurang, dan (2) di mana kita ingin mengeluarkan 'peralatan' kepada departemen produksi. Misalnya, mungkin tidaklah efisien bagi perusahaan untuk mengeluarkan pasak bagi setiap sub perakitan. sehingga kita menyebutnya 'peralatan' dan membuat suatu bill untuk perencanaan. Bill ini juga menspesifikasikan peralatan yang akan digunakan. Bill untuk perencanaan mungkin juga dikenal dengan sebutan pseudo biIl atau angka peralatan. Phantom bill-ofmaterials adalah bill-of-material untuk komponen, biasanya sub-sub perakitan yang hanya ada untuk sementara waktu. Bill ini langsung bergerak ke perakitan lainnya. Sehingga. bill ini diberi kode agar diperlakukan secara khusus; lead time-nya nol, dan ditangani sebagai bagian integral dari bahan induknya. Phantom bill tidak pernah dimasukkan ke dalam persediaan.
PEMBERIAN KODE TlNGKAT RENDAH. Pemberian kode tingkat rendah atas suatu bahan dalam bill-of-material diperlukan bila ada produk-produk yang serupa satu sama lainnya di bill-of-material. Pemberian kode tingkat rendah berarti suatu produk diberi kode pada tingkat terendah di mana produk itu ada. Misalnya, bahan D di Contoh 1 diberikan kode pada tingkatan terendah di mana bahan itu digunakan. Bahan D dapat diberi kode sebagai bagian dari B dan terjadi di tingkat 2. Tetapi karena D juga merupakan baian dari F, dan F berada di tingkat 2, bahan D ini menjadi komponen tingkat 3. Pemberian kode tingkat rendah memungkinkan kita menghitung dengan mudah kebutuhan akan suatu bahan. Bila pada bill-of-material tercantum beribu-ribu bahan dan kebutuhan bahan dihitung secara teratur, maka diperlukan cara penghitungan yang mudah dan cepat. Arsip Persediaan yang Akurat Pengetahuan mengenai apa yang ada dalam persediaan merupakan hasil dari manajemen persediaan yang baik, sebagaimana dibahas pada Bab 9. Manajemen persediaan yang baik merupakan sesuatu yang sangat diperlukan agar suatu sistem MRP dapat berhasil. Bila perusahaan belum mencapai keakuratan arsip paling tidak 99%, maka perencanaan kebutuhan bahan baku (MRP) ini tidak akan berhasil. Pesanan Pembelian yang Sudah Jatuh Waktu Pengetahuan mengenai pesanan yang telah terjadi harus ada sebagai suatu hasil sampingan dari departemen pembelian dan pengendalian persediaan yang terkelola dengan baik. Pada saat pesanan pembelian dibuat, catatan mengenai pesananpesanan itu dan tanggal pengiriman terjadwal harus tersedia untuk karyawankaryawan departemen produksi. Hanya dengan data pembelian yang baik, manajer dapat menyiapkan rencana produksi yang baik dan secara efektif melaksanakan sistem MRP. Lead Time untuk Setiap Komponen Manajemen harus menentukan kapan produk dibutuhkan. Kemudian baru dapat ditentukan waktu pembelian, produksi, atau perakitan. lni berarti karyawan departemen produksi menentukan waktu menunggu, bergerak, mengantre, memasang, dan memproduksi untuk setiap komponen. Bila digabungkan, waktuwaktu di atas menjadi suatu lead time. Bila bill-of-material untuk bahan A (contoh 1) dijalankan, sisi dan lead time bill itu akan ditambahkan ke setiap komponen (waktu di garis mendatar), maka tersedialah struktur produk dengan fase waktu. MANFAAT MRP Pada model-model persediaan di Bab 9, pertanyaan yang dijawab adalah mengenai berapa banyak yang harus dipesan dan kapan pemesanan akan dilakukan. Permintaan dependen membuat penjadwalan dan perencanaan persediaan menjadi kompleks, sekaligus menjadi menguntungkan. Beberapa keuntungan dari MRP adalah: 1.Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen. 2.Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja. 3.Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik. 4.Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar. 5.Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen. 6.
Bila sistem MRP yang luar biasa ini diterapkan pada proses manufaktur berulang, maka dapat dihasilkan pergantian persediaan sebanyak 150 kali per tahun. STRUKTUR MRP Walaupun kebanyakan sistem MRP itu terkomputerisasi, analisis MRP bersifat langsung dan serupa antara sistem terkomputerisasi satu dengan yang lainnya. Jadwal produksi utama, bill-of-material, arsip persediaan dan pembelian, serta lead time untuk masingmasing merupakan pembentuk sistem perencanaan kebutuhan bahan baku. Contoh 2 dan 3 hanya memperhatikan produk A dan penyelesaiannya dalam 8 minggu. Lima puluh unit A diperlukan di minggu 8. Biasanya ada permintaan untuk beberapa produk. Bila tersedia beberapajadwal produk, kesemuanya merupakan elemen pembentukjadwal produksi utama dan rencana kebutuhan bahan baku neto seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.4. MANAJEMEN MRP Rencana kebutuhan bahan baku tidak bersifat statis. Dan karena sistem MRP semakin terintegrasi ke dalam JIT, sekarang akan kita bahas mengenai dua hal. Dinamika MRP Bill-of-material serta rencana kebutuhan bahan baku dirubah dengan cara mengubah rancangan, jadwal, dan proses produksi. Demikian pula, perubahan terjadi dalam sistem MRP pada saat dibuat perubahan terhadap jadwal produksi utama. Tanpa memperhatikan penyebab perubahan, model MRP dapat dimanipulasi untuk merefleksikan perubahanperubahan yang terjadi. Dengan cara ini, kita bisa memperbarui jadwal. Walaupun penghitungan ulang berkala MRP kelihatannya enak, banyak perusahaan yang merasa tidak ingin menanggapi perubahan kecil meskipun mereka sadar akan perubahan itu. Perubahan yang berkala ini dikenal dengan system nervousness. Perubahan yang berkala dapat menimbulkan bencana di departemen pembelian dan produksi bila diterapkan. Konsekuensinya, karyawan depaliemen operasi diharapkan dapat mengurangi nervousness itu dengan mengevaluasi kebutuhan dan pengaruh perubahan sebelum membatalkan permintaan ke departemen lainnya. Karyawan departemen operasi memiliki 2 alat yang tersedia untuk membatasi system nervousness. Alat yang pertama adalah pembentukan pagar waktu. Pagar waktu memungkinkan satu segmen jadwal utama diarahkan menjadi "yang tidak akan dijadwal ulang". Segmen jadwal utama ini oleh karena itu tidak dirubah selama pembaharuan berkala atas jadwal. Alat yang kedua adalah Pegging. Pegging berarti melacak ke atas bill-of-material mulai produk komponen sampai ke produk induknya. Dengan melakukan pegging ke atas, perencana produksi dapat menentukan penyebab terjadinya kebutuhan dan memberi penilaian mengenai perlunya pengubahan jadwal. Dengan MRP, para manajer operasi dapat bereaksi atas dinamika dunia nyata.
Seberapa sering manajer ingin menerapkan pengubahan-pengubahan pada perusahaaan, perlu ditentukan oleh penilai profesional. MRP Dan JIT MRP dapat dianggap sebagai teknik perencanaan dan penjadwalan, dan just-in-time (JIT) dapat dianggap sebagai cara menggerakkan bahan baku secara cepat. Keduanya dapat diintegrasikan secara efektif. Tahap pertama adalah mengurangi paket MRP dari mingguan menjadi harian atau bahkan jam-jaman. Paket ini berarti unit waktu dalam sistem MRP Contoh-contoh yang ada di bab ini menggunakan paket waktu mingguan, walaupun di masa kini perusahaan menggunakan paket waktu harian atau sepuluh harian. Kedua, rencana penerimaan yang menjadi bagian rencana pemesanan perusahaan dalam suatu sistem MRP dikomunikasikan melalui area perakitan untuk tujuan produksi dan digunakan pada produksi berurut. Ketiga, persediaan bergerak di dalam pabrik dengan dasar JIT. Keempat, pada sa at produk setesai diproduksi, produk dipindahkan ke persediaan seperti biasa. Penerimaan produk ini menurunkan jumlah yang diperlukan untuk rencana pemesanan perusahaan selanjutnya pada sistem MRP Terakhir, suatu sistem yang dikenal dengan sebutan back flush digunakan untuk mengurangi saldo persediaan, Backjlush berarti kita menggunakan bill-of-material untuk mengurangi persediaan, berdasarkan pada penyelesaian produksi suatu produk. Dalam ban yak hal penggabungan sistem MRP dengan JIT di dalam pabrik memberikan manfaat yang terbaik dari keduanya. Penggabungan ini menghasilkan jadwal utama yang baik dan gambaran kebutuhan yang akurat dari sistem MRP plus penurunan persediaan barang dalam proses karena penggunaan JIT. Meskipun demikian, penggunaan sistem MRP dengan paket- kecil saja sudah bisa sangat efektif dalam mengurangi persediaan. TEKNIK - TEKNIK PENENTUAN UKURAN LOT Sepanjang pembahasan MRP telah diperkenalkan penentuan lot standar untuk unitunit produksi kita. Hal inijelas pad a rencana pemesanan persediaan di Contoh 3 di mana kita memproduksi apa yang kita butuhkan, tidak lebih dan tidak kurang. Tujuan dari sistem MRP adalah menghasilkan unit-unit pada sa at dibutuhkan, tanpa stok pengaman dan tanpa antisipasi pesanan mendatang berikutnya. Prosedur semacam ini konsisten dengan as as ukuran lot yang kecil, pemesanan rutin, tingkat persediaan yang rendah-JIT, dan permintaan yang dependen. Meskipun demikian, bila biaya pemesanannya signifikan atau manajemennya tidak dapat menerapkan falsafah JIT, lot standar ini bisa jadi merupakan teknik yang sangat memakan biaya. Seperti yang kita lihat pada Bab 9, ada cara-cara alternatif dalam menentukan ukuran lot, yaitu dengan EOQ. Malahan, ada beragam cara penentuan ukuran lot dalam sistem MRP Banyak sistem MRP yang dijual meliputi pilihan teknik-teknik penentuan ukuran lot. Berikut ini akan kita bahas beberapa diantaranya. LOT STANDAR (LOT DEMl LOT). Contoh 3 menggunakan teknik lot standar di mana kita memproduksi tepat sejumlah yang diperlukan. Contoh 4 menggunakan kriteria lot standar dan menentukan biayanya. ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ). Seperti telah dibahas pada Bab 9, EOQ dapat digunakan sebagai teknik penentuan ukuran lot. Akan tetapi sebagaimana
telah diindikasikan di sini, EOQ lebih disukai bila permintaan yang ada relatif independen dan konstan, serta bukannya menurut pengetahuan kita. Asumsi untuk prosedur MRP, mohon diingat, adalah bahwa yang ada adalah permintaan dependen. Manajer operasi harus memanfaatkan informasi ini, dan bukannya mengasumsikan permintaan yang konstan. Rumus EOQ membuat rata-rata atas permintaan sepanjang jangka waktu yang lama. EOQ kami contohkan dengan Contoh 5. PENYEIMBANGAN PERIODE UNTUK KOMPONEN PEMBENTUK PRODUK (PART PERIOD BALANCING - PBB). Part Period Balancing ini merupakan pendekatan yang lebih dinamis dalam menyeimbangkan biaya pemasangan dan penahanan. PPB menggunakan informasi tambahan dengan mengubah ukuran lot agar tercermin kebutuhan ukuran lot berikutnya di masa mendatang. PPB berusaha untuk menyeimbangkan biaya pemasangan dan penahanan untuk permintaan yang diketahui. Penyeimbangan periode untuk komponen pembentuk produk ini mengembangkan periode ekonomis bagi komponen pembentuk produk (economic part period-EPP), yang merupakan rasio biaya pemasangan terhadap biaya penahanan. Untuk Jet Ski, EPP= $200/$5 = 40 unit. Dengan demikian, biaya penahanan 40 unit untuk satu periode pasti akan memakan biaya $200, persis sejumlah satu pemasangan. Sarna halnya, menahan 20 unit untuk dua periode juga akan memakan biaya $200 (2 periode x $5 x 20 unit). PPB hanya menambahkan kebutuhan sampai jumlah periode komponen mencapai hampir sebesar EPp, dalam kasus ini, 40. Perangkat lunak (software) komputer kita, POM for Windows, memiliki modul penentuan ukuran lot yang mencakup algoritme periodekomponen. Perangkat lunak ini menghasilkan biaya neto sebesar $800 bila digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan data yang ada pad a Contoh 4 dan 5. ALGORITME WAGNER-WHITIN. Prosedur Wagner-Whitin ini merupakan model pemrograman dinamis yang menambahkan beberapa kompleksitas kepada penghitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan jangka waktu yang tidak pasti, di luar itu tidak ada kebutuhan bahan baku neto. Meskipun demikian, prosedur ini memberikan hasil yang baik. Teknik ini jarang digunakan dalam praktik, namun, dengan meningkatnya pemahaman dan keahlian, teknik ini akan lebih banyak diterapkan. Modul perangkat lunak POM for Windows mencakup algortime WagnerWhitin. Bila teknik ini digunakan untuk memecahkan masalah yang data-datanya ada d Contoh 4 dan 5, modul ini memberikan hasil hitungan biaya: $700. IKHTISAR PENENTUAN UKURAN LOT. Contoh-contoh di atas tidak mengarahkan karyawan depaliemen operasi untuk mengambil kesimpulan mengenai teknik penentuan ukuran lot yang lebih disukai. Pertama, biaya dapat diubah dengan mengganti kebutuhan yang telah dijadwalkan. Biaya yang didapatkan mungkin tidak mengikuti pola contohcontoh di atas. Kedua, dalam teorinya, ukuran lot yang baru harus dihitung dengan masingmasing perubahan yang terjadi di hierarki MRP mana pun. Dalam praktiknya, ketidakstabilan yang terus-menerus dalam jadwal rencana pemesanan ini tidaklah diinginkan. Hasil bersihnya adalah bahwa semua ukuran lotnya salah karena'sistem produksinya tidak tanggap terhadap perubahan yang sering terjadi. Perubahan-perubahan seperti ini menyebabkan system nervousness yang telah disebutkan lebih awal pada bab ini. Secara umum, pendekatan lot standar harus digunakan bila bisa menghemat biaya. Lot standar merupakan tujuannya. Lot dapat dimodifikasi seperlunya untuk mentolelir seberapa banyak scrap (sisa) dapat terjadi, untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan proses (misalnya, proses pemanasan mungkin memerlukan
satu ukuran lot tertentu), atau lot pembelian bahan baku (misalnya, satu truk bahan kimia tertampung dalam satu ukuran lot). Walaupun begitu, kita harus berhati-hati sebelum memodifikasi ukuran lot kareni1 modifikasi ini dapat menyebabkan distorsi yang cukup mengganggu terhadap kebutuhan aktual pada tingkat yang lebih rendah di hierarki MRP Bila biaya pemasangannya signifikan dan permintaannya tidak terlalu ber golak, penyeimbangan periode komponen, Wagner-Whitin, atau bahkan EOQ pasti memberikan hasil yang memuaskan. Jika kita terlalu menekankan pada penentuan ukuran lot, maka akan timbul keakuratan yang menyimpang karena MRP itu sifatnya dinamis. Ukuran lot yang tepat dapat ditentukan hanya berdasarkan fakta, apa yang sebenarnya terjadi pada kebutuhan. PERLUASAN MRP Pada tahun-tahun belakangan ini telah bermunculan sejumlah perluasan dari MRP Pada bagian ini, kami akan mengulas beberapa diantaranya. CLOSED LOOP MRP. Perencanaan kebutuhan bahan baku yang closed loop mengindikasikan bahwa sistem MRP yang memberikan umpan balik kepada penjadwalan dari sistem pengendalian persediaan. Secara spesifik, dapat dijelaskan, bahwa sistem closed loop MRP memberikan umpan balik kepada rencana kapasitas, jadwal produksi utama, dan akhirnya kepada rencana produksi ditunjukkan lebih awal pada Gambar 10.1. Sebenarnya, semua sistem MRP komersial bersifat closed loop. PERENCANAAN KAPASITAS. Dalam mempertahankan penerapan sistem closed loop MRP, diperlukan laporan muatan untuk setiap pusat kerja. Laporan muatan menunjukkan kebutuhan sumber daya di pusat kerja untuk semua pekerjaan yang saat itu harus dikerjakan di pus at kerja yang bersangkutan, semua pekerjaan yang telah direncanakan, dan pesanan yang ditunggu. Gambar 10.5 menunjukkan bahwa pad a minggu 4 dan 6 muatan awal dalam pusat penggilingan melebihi kapasitas. Sistem closed loop MRP memungkinkan perencana produksi untuk memindahkan pekerjaan antar periode waktu agar muatan menjadi mulus atau paling tidak muatan tersebut sesuai dengan kapasitas. Sistem closed loop MRP kemudian dapat menjadwal ulang semua item pada rencana kebutuhan bahan baku neto. Taktik untuk memuluskan muatan dan minimisasi pengaruh pengubahan waktu antara mencakup hal-hal sebagai berikut: 1.Overlapping, di mana lead time memendek dan komponen dikirimkan ke operasi kedua sebelum keseluruhan lotnya selesai di operasi pertama. 2.Operations splitting, di mana untuk operasi yang sarna lot yang ada dikirimkan ke dua mesin yang berbeda. Hal ini menyebabkan pemasangan tam bahan, tetapi waktu pemrosesan menjadi lebih pendek karena hanya satu bagian lot yang diproses di masing-masing mesin. 3.Lot splitting, di mana pesanan dipecah dan sebagian pesanan dioperasikan mendahului jadwal. PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU II (MRP II). Pada sistem material requirements planning II ini ada cara yang tidak ada dalam manajemen penjadwalan dan persediaan. Teknik ini sangatlah kuat. Sekali suatu perusahaan menggunakan MRp, data persediaan dapat diargumentasikan berdasarkan jam kerja, biaya bahan baku (bukan jumlah bahan baku), biaya modal, atau variabel sumber daya lain. Bila MRP digunakan dengan cara ini, sistemnya dinamakan MRP
II, dan kata sumber daya digunakan sebagai pengganti kat a kebutuhan. Sehingga, MRP dapat digunakan untuk perencanaan sumber daya bahan baku. MRP DALAM INDUSTRI JASA Permintaan atas komponen dari banyak layanan jasa sifatnya dependen. Misalnya pada pembuatan dapur umum di perusahaan, rumah sakit, restoran, dan seterusnya. Selain itu, logika MRP digunakan secara luas dalam jaringan distribusi. Kini kita perkenalkan aplikasi-aplikasi ini. Contoh Restoran Di bisnis jasa restoran, setiap komponen yang berupa makanan, seperti roti atau sayur, sifatnya dependen terhadap permintaan atas makal)an-makanan. Makanan merupakan item terakhir dan roti serta sayur merupakan item komponen. Gambar 10.6 menunjukkan bill-of-material dan pohon struktur produk untuk makanan veal picante yang menjadi makanan pembuka yang paling laris di suatu restoran di New Orleans. Lihat bahwa komponen makanan ini (mencakup daging sapi muda, saus, dan linguini) disiapkan ol~h pekerja dapur yang berbeda-beda (lihat bagian a di Gambar 10.6). Penyiapan ini juga membutuhkan waktu yang berbeda-beda agar selesai. Gambar 10.6 (c) menunjukkan billof-labor untuk makanan dari daging sapi terse but itu. Gambar c ini memuat daftar pekerjaan yang harus dilakukan, pelaksanaan pesanan, dan kebutuhan tenaga kerja untuk setiap pelaksanaan pesanan (jenis tenaga kerja dan waktunya). MRP juga diterapkan di rumah sakit, terutama bila sedang dilakukan penanganan pembedahan yang memerlukan peralatan, bahan baku, dan perlengkapan. Park Plaza Hospital di Houston, misalnya, menggunakan teknik ini untuk meningkatkan manajemen persediaan pembedahannya yang mahal. Contoh Penerapan MRP pada Jasa Distribusi Pada jaringan distribusi seperti rantai taka eceran, manajer aperasi harus menjaga agar salurannya terus menerima pasakan barang. Penggunaan perencanaan sumber daya distribusi memberikan sarana untuk ini. DRP (Distribution Resource Planning) adalah rencana pemulihan stak yang terfase waktunya untuk semua tingkat jaringan distribusi Q. Prosedur dan lagikanya sama dengan MRP DRP memerlukan: 1.Kebutuhan bruta, yang jumlahnya sama dengan perkiraan permintaan atau ramalan penjualan. 2.Tingkat persediaan minimal yang diperIukan untuk mencapai tingkat pemenuhan permintaan konsumen. 3.Waktu antara (lead time) yang akurat. 4.Definisi dari struktur distribusi. STRUKTUR DRP. Bila yang digunakan adalah DRP, perkiraan permintaan menjadi kebutuhan brutonya. Kebutuhan neto ditentukan dengan cara mengalokasikan persediaan yang tersedia untuk kebutuhan bruto. Prosedur DRP dimulai dengan peramalan di setiap tingkat eceran (atau titik yang palingjauh darijaringan distribusi yang dipasok). Semua tingkat yang lain dihitung. Seperti dalam MRP, persediaan
kemudian diulas dengan tujuan yang di offset oleh waktu antara yang perIu. Jumlah daJam rencana pemesanan menjadi kebutuhan bruto pada tingkat berikutnya ke bawah rantai distribusi. Sistem DRP ini menetapkan kebutuhan pada setiap lokasi yang meminta pesanan (misalnya, setiap toko eceran) dan kebutuhan total sistemnya. Ketersediaan stok dan jadwal produksi menentukan penambahan pesanan, menurut ketersediaan dan permintaan sistem. RINGKASAN
MRP merupakan cara yang disukai dalam membuat jadwal produksi dan persediaan, bila permintaannya dependen. Agar MRP bisa berhasil, manajemen harus membuat jadwal utama, kebutuhan komponen, arsip persediaan dan pembelian yang persis sesuai, serta waktu antara (lead time) yang akurat. Dalam sistem MRP, produksi sering harus dilakukan secara lot demi lot (dalam ukuran lot standar), karena adanya hambatan dalam biaya pemesanan dan pengangkutan. Bila diterapkan secara benar, MRP dapat memberikan sumbangan besar dalam mengurangi persediaan dan juga pada saat yang sarna meningkatkan tingkat pemenuhan permintaan konsumen