Ambient Enviroment.docx

  • Uploaded by: Aya Mulya
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ambient Enviroment.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,989
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perilaku manusia yang dipahami sebagai pembentuk Arsitektur tapi juga Arsitektur dapat membentuk perilaku manusia. Seperti yang telah dikemukakan oleh Winston Churchill: “We shape our buildings; then they shape us” – Winston Churchill (1943) Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kebutuhannya sendiri, kemudian bangunan itu membentuk perilaku manusia yang hidup dalam bangunan tersebut. Bangunan yang didesain oleh manusia yang pada awalnya dibangun untuk pemenuhan kebutuhan manusia tersebut mempengaruhi cara manusia itu dalam menjalani kehidupan sosial dan nilai-nilai yang ada dalam hidup. Hal ini menyangkut kestabilan antara arsitektur dan sosial dimana keduanya hidup berdampingan dalam keselarasan lingkungan.Ambient condition atau Ambient Enviroment dalam hal pengertian atau definisi memiliki banyak pendapat. Beberapa pendapat tersebut adalah pendapat dari para ahli mengenai Ambient Condition tersebut. Adapun pendapat mereka diantaranya : 

Menurut Ancok (1989) keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.



Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.



Sarwono (1992) Tiga faktor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising yaitu : Volume, Perkiraan, Pengendalian



Menurut Holahan (1982) Kebisingan dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus diasosiasikan dengan stress.



Crook dan Langdon mengatakan terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik, dan kesehatan mental. Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu. Menurut Rahardjani (1987) dan Anconk (1988) beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi prilaku, seperti : kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.

1.2 Rumusan Masalah 1. Pengaruh kebisingan terhadap prilaku 2. Pengaruh Temperatur terhadap prilaku 3. Pengaruh kualitas udara/angin terhadap prilaku 4. Pengaruh pencahayaan dan warna terhadap prilaku 5. Pengaruh stress terhadap prilaku

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh kebisingan terhadap prilaku Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan frekuensi pendengaram baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki “, misalnya yang yang merintangi terdengarnya suara – suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. Dari segi kualitas, bunyi dapat dibedakan menjadi dua yaitu frekuensi yang dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (hertz) yaitu jumlah getaran dalam satu detik yang sampai ke telinga dan intensitas atau arus energi yang dinyatakan dalam desibel (DB) yaitu perbandingan antara kekuatan dasar bunyi dengan frekuensi yang dapat diterima oleh telinga normal (Suma’mur, 1995). Menurut Wilson (1989), bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar akibat perubahan kerapatan dan tekanan udara. Dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menmbulkan ketulian. Sumber

bising adalah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu

pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga,alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Menurut Babba (2007), kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan, yaitu : a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu :



Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise). Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam. Contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.



Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.

b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu : 

Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.



Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubahubah. Contoh kebisingan lalu lintas.



Kebisingan impulsif (Impulsive noise), kebisingan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.

Menurut Suharsono (1991), tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang diukur dengan satuan decibel (dB) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi Pada Skala Kebisingan Tertentu Tingkat

Contoh Sumber Bunyi

Skala Intensitas

0 – 20

Gemerisik daun, Suara gemerisik lainnya

Sangat tenang

20 – 40

Percakapan didalam perpustakaan

Tenang

40 – 60

Suara radio pelan, percakapan keras, dan gaduh Sedang

Bising (dB)

kantor 60 – 80

Jalan, Suara radio keras

80 – 100

Peluit polisi, Jalan Raya, Pabrik tekstil, pekerjaan Sangat keras mekanis

Keras

100 – 120

>120

Ruang ketel, mesin turbin uap, mesi diesel besar, Sangat kereta bawah tanah

keras

Ledakan bom, mesin jet, mesin roket

Menulikan

amat

Sumber : Suharso (1991)

Suma’mur (1993), mengemukakan bahwa selain dibedakan menurut tingkatannya kebisingan juga dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut: a. Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas seperti suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spektrum yang berfrekuensi sempit, contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas. b. Kebisingan terputus-putus, seperti suara lalu lintas, suara pesawat udara yang tinggal landas. c. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti: pukulan martil, tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain.

Berdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam tiga kategori yaitu audible noise, occupational noise, dan impuls noise (Gabriel JF, 1996) 1. Audible noise (bising pendengaran), bising ini disebabkan oleh frekuensi bunyi atau 31,5 – 8.000 Hz. 2. Occupational noie (bising berhubungan dengan pekerjaan), bising yang disebabkan oleh bunyi mesin ditempat kerja. 3. Impuls Noise (impact noise = bising impulsive), bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak. Misalnya pukulan palu, ledakan, mriam, tambakan bedil dan lain –lain.

Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB), menyebutkan Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika di tempat kerja 85 dB(A) (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu pemajnan perhari satuan Intensitas Kebisingan dalam dBA 8

Jam

85

4

Jam

88

2

Jam

91

1

Jam

94

30

Menit

97

14

Menit

100

7,5

Menit

103

3,75

Menit

106

1,88

Menit

109

0,94

Menit

112

28,12

Detik

115

14,06

Detik

118

7,03

Detik

121

3,52

Detik

124

1,76

Detik

127

0,88

Detik

130

0,44

Detik

133

0,22

Detik

136

0,11

Detik

139

Catatan : tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB).

Dari factor volume, suara yang semakin keras akan dirasakan mengganggu. Suara kendaraan dijalan raya 17 meter (70dB) sudah mulai mengganggu pembicaraan melalui telepon dan suara truk pengaduk semen. Sarworno (1992) kondisi fisik dipengaruhi oleh 3 faktor secara psikologis, yaitu Volume, Perkiraan, Pengendalian

Dalam factor perkiraan, kesan gangguan dari kebisingan dapat diperkirakan datangnya bunyi dan besar kerasnya bunyi secara teratur kecil nilainya . Namun, beberapa bunyi yang datang secara tiba tiba atau tidak dapat diperkirakan, akan menimbulkan kesan gangguan yang lebih besar, Faktor kendali dalam kebisingan amat terkait dengan perkiraan. Seseorang dapat mengendalikan volume dan intesnitas suatu kebisingan agar tetap dirinya dan lingkungan dapat merasa nyaman.

Dampak Kebisingan Menurut Babba (2007) kebisingan dengan intensitas tinggi dapat berdampak buruk pada kesehatan antara lain : a. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang pertama timbul akibat bising, fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Selain itu kebisingan dapat juga meningkatkan tekanan darah. Pada berbagai penelitian diketahui bahwa pemaparan bunyi dapat menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada awal pemaparan terhadap bunyi. Kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu : 

Sistem Internal Tubuh, Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan seperti: kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh), gastrointestinal , saraf , musculoskeletal (otot, tulang) dan endokrin (kelenjar).



Ambang pendengaran, Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa didengar. Semakin rendah level suara terlemah yang didengar berarti semakin

rendah nilai ambang pendengaran, dan semakin baik pendengarannya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran bersifat sementara. 

Gangguan pola tidur ,Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan dapat mengganggu tidur dan menyebabkan tidur menjadi tidak lelap. Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum terlelap kemudian ada gangguan suara yang akan mengganggu tidurnya, maka orang tersebut akan mudah marah, tersinggung dan berperilaku irasional. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan kelelahan .

b. Gangguaan psikologis Gangguan fisiologis apabila terjadi terlalu lama dapat menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. c. Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. d. Komunikasi Kebisingan dapat menganggu pembicaraan dan kebisingan mengganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain. Pengaruh akibat terpapar kebisingan keras lainnya adalah adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah (Pulat, 1992). Menurut Chanlett (1979), selain berdampak pada gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainnya, yaitu: gangguan tidur dan istirahat, mempengaruhi kapasitas kerja pekerja. Dari segi fisik gangguan kebisingan dapat berupa pupil yang membesar, dari segi psikologis kebisingan dapat menimbulkan stress, penyakit mental, dan perubahan sikap atau kebiasaan.

2.2 Pengaruh Temperatur terhadap prilaku Berdasarkan teori psikologi lingkungan, manusia dan lingkungan merupakan dua faktor yang terus berinteraksi dan terus saling mempengaruhi, perilaku manusia bisa merubah lingkungan misalnya manusia menebang hutan, sebaliknya lingkungan sangat berpengaruh terhadap bagaimana manusia berperilaku. Ada 4 cara bagaimana lingkungan mempengaruhi manusia. Lingkungan menghalangi perilaku.Sehubungan dengan hal itu kita juga membatasi apa yang hendak kita lakukan, misalnya tembok di kamar kita membatasi kemana kita melangkahkan kaki atau anak yang tinggal diperkotaan tidak pernah melihat laut, sungai, hutan kurang mempunyai rasa menghargai terhadap alam 1. Lingkungan mengundang dan mendatangkan perilaku. Misalnya ketika di masjid kita diharuskan untuk tenang 2. Lingkungan membentuk diri. Perilaku yang dibatasi oleh lingkungan dapat menjadi bagian yang menetap dalam diri yang menentukan arah perkembangan kepribadian di masa yang akan datang. 3. Lingkungan mempengaruhi citra diri. Contohnya seorang raja akan menganggap bahwa dirinya sangat berharga dengan "membaca" pesan kemewahan yang ada di istananya, atau juga seoprang gembel merasa betapa rendah dirinya jika dia "menginterpretasikan" keadaan rumahnya yang kumuh dan kotor. Berikut ada beberapa hal baik fisik maupun nonfisik yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu: 

Temperatur Hubungan antara temperatur lingkungan dengan fungsi fisik dan psikis manusia sangat komplek. Di Indonesia mempunyai dua musim yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau, temperatur sangat panas yang disebabkan oleh keadaan matahari yang tepat di atas katulistiwa dan suhunya mencapai 28-31 derajat celsius. Untuk mencapai kenyamanan fisik maka temperatur yang ideal adalah 23 derajat celsius, kelembaban 50-60% dan kecepatan angin 2-3 m/detik.Suhu yang tidak nyaman atau yang terlalu panas akan mempengaruhi manusia baik secara fisik maupun psikis, seperti suhu tubuh manusia akan naik, kerja pembuluh darah akan meningkat, aliran darah yang deras dan tubuh menjadi berkeringat. Detak jantung akan meningkat jika seseorang bekerja dalam suhu yang tinggi

penguapan keringat dingin di muka kulit dan darah mengalir ke permukaan sehingga kulit menjadi kemerah-merahan. Jika seseorang berada dalam suhu yang tinggi secara terus menerus dapat menurunkan volume darah sehingga mengakibatkan keringat keluar, pembuluh darah membesar, akibatnya tekanan darah akan menurun otak kekurangan oksigen dan orang akan pingsan, kejang-kejang atau bahkan koma. Akhirnya jika terusmenerus dalam waktu yang lama pada waktu yang lama maka seseorang bisa mati. 

Polusi udara Polusi udara menurut Veitch & Arkkelin mempunyai banyak sumber seperti : a. Carbon Dioksida (CO2) berbentuk gas yang tak berwarna, berasal dari metabolisme binatang termasuk manusia yang dikeluarkan lewat pernafasan. b. Corbon Monoksida (CO) berasal dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya asap kendaraan bermotor. CO ini bisa mengakibatkan masalah kesehatan walau dalam keadaan konsentrasi yang rendah seperti gangguan pendengaran, Parkinson, epilepsi, kelelahan, sakit kepala, kerusakan memori dan bahkan sintomp-sintomp psikotik yang lain. c. Sulfur dan Nitrogen Oksides (SO2 & NO2) berasal dari pembakaran fosil fual sebanyak 45 % dan sisanya dari peleburan bijih, akibat fisik dari zat ini adalah danggun sistem pernafasan sedangkan akibat psikologisnya belum diketahui. d. Asap rokok, Lewtas5 menyatakan bahwa asap tembakau (rokok) sebagai kontributor utama pada polusi udara di ruangan. Asap yang dihasilkan oleh tembakau mempunyai kepekatan yang tinggi dar beberapa partikel yang biasa disebut dengan Tar dan asap yang meliputi Nitrogen, oksigen, CO2, dan CO dalam konsentrasi yang lebih kecil. Asap rokok yang di identifikasikan mengandung 4.720 senyawa nitrates dalam tembakau yang membantu untuk pengembangan Hydrogen Cyanida (HCN), Nitric Oxide (NO) Nitrogen Dioksida. Asap rokok juga dianggap sebagai penyebab utama penyakit jantung koroner dan kanker paru-paru.

Tingkat kenyamanan thermal bagi tubuh manusia, berikut ini : 1) Sejuk nyaman, antara suhu 20,5°c – 22,8°c 2) Nyaman optimal, antara suhu 22,8°c – 25,8°c 3) Hangat nyaman, antara suhu 25,8°c – 27,1°c

Berikut ada beberapa pengarug suhu terhadap manusia agar menciptakan suatu hubungan yang kondusif antara suhu dengan perilaku, yaitu : Tubuh manusia akan selalu mempertahankan keadaan optimal dengan sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang dialami di luar tubuh. Namun kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar bila tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh. 

Suhu 20°c Denyut jantung normal, suhu dalam kondisi nyaman.



Suhu 25°c Tubuh berkeringat.



Suhu 38°c – 41°c Tubuh kelelahan, keringat mengucur deras, panas, kulit kering, suhu tubuh , pingsan, kerusakan pada organ tubuh dan kematian.

Akibat dari suhu lingkungan yang terlalu tinggi terhadap tingkah laku sosial yaitu meningkatnya agresivitas. Sebaliknya, bila suhu terlalu rendah, tubuh akan mengaktifkan mekanisme yang dapat membangkitkan dan mempertahankan panas seperti, metabolisme. Menggigil, dan menyempitkan pori-pori. Dampak perilaku sosial yang disebabkan oleh suhu rendah dapat dilihat pada perilaku orang yang tinggal di tempat yang suhunya lebih rendah, lebih cenderung bersikap dingin. 2.3 Pengaruh kualitas udara/angin terhadap prilaku Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara disekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah. Pemanasan oleh matahari, maka udara memuai. Tekanan udara yang telah memuai massa jenisnya menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun. Udara disekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah. Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dikarenakan konveksi

Gambar 1. Siklus Angin Heins Frick (1998) mengatakan bahwa angin dan pengudaraan terus menerus mempersejuk ruangan. Udaya yang bergerak menghadilkan penyegaran terbaik karena dengan penyegaran tersebut terjadi proses penguapan yang menurunkan suhu pada kulit manusia dengan demikian juga dapat digunakan angin untuk mengatur udara dalam ruang. Mangunwijaya Y.B. (1998) mengatakan bahwa pergantian udara ideal apabila volume ruang 5m2/porang, udara dapat diganti sebanyak 15 m2/orang bila volume lebih kecil 5 m2/orang maka pergantian udaranya adalah 25 m2/orang/jam. Rudi Gunawan (1981) mengemukakan pengaruh-pengaruh buruk diatas, sebagai berikut : 1. Berkurangnya kadar oksigen diudara dalam ruang kediaman 2. Bertambah kadar asam karbon dari pernafasan manusia 3. Bau pengap yang diakibatkan dari bau yang dikeluarkan oleh kulit, pakaian,dan aroma mulut 4. Suhu udara dalam ruang naik karena panas yang dikelaurkan oleh manusia 5. Kelembaban ruang dalam bertambah karena penguapan air dari kulit dan pernafasan manusia. Kenyamanan termal bagi iklim tropis pada suatu ruangan dapat dicapai apabila frukturasi suhu didalam bangunan relative sama dengan fluktuasi suhu diluar ruangan (Givone, 1989). Mangunwijaya Y.B. (1994) mengemukakan secara umum suhu ruangan yang ideal adalah diantara 20-25 C kelembaban 40-60% dan gerak udara 15-20 cm/detik.

Standar kenyamanan termal untuk kecepatan udara yang digunakan ada tiga yaitu : 1. Lippsmeir (1997:38) menyatakan bahwa patokan untuk kecvepatan angin ialah 

0.25 m/s ialah nyaman, tanpa dirasakan adanya gerakan udara.



0.25 – 0.5 m/s ialah nyaman, gerakan udara terasa.



1.0 – 1.5 m/s aliran udara ringan sampai tidak menyenangkan



Diatas 1.5 m/s tidak menyenangkan.

2. Lechner (2001:70) menyatakan ‘’jangkauan yang nyaman untuk kecepatan angin berkisar antara 20 hingga 60 kaki/menit (fpm) kurang lebih 0.6 mph – 2 mph 3. Menurut MENKES NO.261/MENKES/SK/11/1998, laju angin ruangan yaitu 0.15 sampai 0.25 m/s

2.4 Pengaruh Pencahayaan dan Warna terhadap Prilaku Teori pencahayaan telah diungkapkan oleh Kerlen dan Benya (2007) bahwa berdasarkan sumbernya, pencahayaan dibagi menjadi dua : a. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Pencahayaan alami umunya dibagi dua: 1. Sunlight : yaitu cahaya matahari langsung, umunya memiliki intensitas yang tinggi dan sudut penyebaran cahaya yang sempit. Cahaya jenis ini harus selalu dijaga agar jumlahnya tetap terkendali, sehingga tidak menimbulkan silau dan radiasi panas yang terlalu tinggi. 2. Daylight : yaitu cahaya matahari tidak langsung yang disebarkan oleh partikel-partikel atmosfer termasuk awan, umumnya memiliki intensitas yang sedang sampai dengan rendah dan sudut penyebaran cahaya yang lebar (mendekati difu/merata ke segala arah). Cahaya jenis ini umumnya lebih disukai untuk digunakan sebagai pencahayaan alami dalam bangunan, karena tidak terlalu menimbulkan silau dan radiasi panas yang tinggi. Pencahayaan dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Ruang yang cenderung minim pencahayaannya membuat orang menjadi malas dan jika terlalu terang dapat menyebabkan silau dan menyakitkan mata.

b. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari sumber cahaya buatan manusia yang dikenal dengan lampu atau luminer. Pencahayaan buatan membutuhkan energi untuk diubah menjadi terang cahaya. Segi efisiensi menjadi pertimbangan yang sangat penting selain menjadikan pencahayaan buatan sesuai dengan kebutuhan manusia. Fungsi pokok pencahayaan buatan : 1. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. 2. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. 3. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. 4. Memberikan pencahyaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. 5. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. Berikut beberapa istilah menurut Satwiko (2004:66) yang harus diketahui agar mempermudah kita untuk memahami pencahayaan : a. Cahaya Buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang bersuber dari alat yang diciptakan oleh manusia. b. Kontras (contras) adalah perbedaan antara luminan (kecerahan, brightness) benda yang kita lihat dan luminan permukaan disekitarnya c. Pencahayaan langsung (direct lighting) yaitu pencahayaan dengan mengarahkan sinar langsung ke bidang kerja atau objek. d.

Pencahayaan Tak-langsung (indirect lighting) yaitu pencahayaan dengan cara memantulkan sinar lebih dulu.

e. Pencahayaan umum (general lighting) yaitu pencahayaan merata untuk seluruh ruangan dan dimaksudkan untuk memberikan terang merata, walau mungkin minialagar tidak terlalu gelap. f. Pencahayaan kerja (task lighting) adalah pencahayaan fungsional untuk kerja visual tertentu, biasanya disesuaikan dengan standar kebutuhan penerangan bagi jenis kerja bersagkutan.

g. Pencahayaan aksen (accsent lighting) yaitu pencahayaan yang secara khusus diarahkan ke objek tertentu untuk memperkuat penampilannya (fungsi estetik). h. Pencahayaan ambien (ambient lighting) adalah cahaya keseluruhan dalam suatu ruang yang merupakan efek gabungan dari pencahayaan umum, akses, dan lain-lain. Selain pencahayaan langsung ke bidang kerja, pencahayaan langsung ke dinding banyak dilakukan hal ini juga dapat menghasilkan pencahayaan tidak langsung ke bidang kerja. Bila ingin menciptakan penerangan lembut pada dinding, lampu di letakkan pada jarak agak jauh dari dinding untuk menghindari timbulnya efek lingkaran cahaya terang (hot spot). Faktor pencahayaan juga bisa dipengaruhi oleh desain interior bangunan dan juga psikologi dari orang yang ada didalamnya (Wirantiko, 2015). Setiap wilayah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dari setiap bangunan di masing-masing daerah tersebut. Mulai dari tempat tinggal, tempat ibadah, bahkan tempat-tempat umum seperti gedung pertemuan dan sejenisnya. Tentu hal ini juga berkaitan dengan posisi sumber pencahayaan terhadap objek. Manusia yang ada di tempat tersebut juga memiliki tingkat psikologi yang berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh budaya dan latar belakang proses panjang terbetuknya masing-masing wilyah tersebut. Reflektansi adalah presentase dari energi cahaya yang dipantulkan oleh suatu permukaan terhadap cahaya yang mengenainya atau cahaya yang datang pada bidang. Di dalam buku IES Lighting Hanbook (1984) dinyatakan bahwa dinding dan langit-langit yang terang, baik yang netral maupun berwarna, akan lebih efisien daripada dinding yang gelap dalam penghematan energi dan mendistribusikan cahaya secara merata. Warna yang lebih terang akan memantulkan cahaya yang lebih banyak daripada warna gelap, sehingga warna ruangan juga berpengaruh terhadap kuat pencahayaan. Koefisien pantul dari cahaya ini disebut reflektansi. Pencahayaan dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Ruang yang cenderung minim pencahayaannya membuat orang menjadi malas dan jika terlalu terang dapat menyebabkan silau dan menyakitkan mata.

Interior pada Ordrupgaard Museum Extension, Karya Zaha Hadid Pada contoh di atas, dari segi lighting, terdapat perpaduan pencahayaan alami dan buatan di mana pencahayaan alami lebih kuat; segi penghawaan juga seperti pada pencahayaan, ada yang alami dan buatan. Interior pada bangunan ini memiliki kesan light atau ringan. Sehingga manusia dapat merasakan kenyamanan berada dalam ruangan ini. 2.5 Pengaruh stress terhadap prilaku Stress merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai hal yang membebani atau sangat melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan kesejahteraannya. Sumber-sumber stress adalah : 

Stressor atau frustasi eksternal



Stressor atau frustasi internal

Jenis-jenis stress adalah sebagai berikut : 1. Eustress merupakan jenis stress yang bisa memacu semangat seseorang. Saat stres jenis eustress ini muncul akan menyebabkan seseorang ingin melakukan sesuatu yang lebih baik lagi. Stres ini tidak menimbulkan efek negatif atau sering juga di kenal dengan istilah stress yang positif. 2. Distress sering dikenal dengan istilah stress negatif. Stress ini cukup mengganggu dan banyak orang menghindari stress yang satu ini. Distress bisa menyebabkan kondisi tubuh dan mental menjadi terpuruk dan dapat berujung pada depresi.

Pengaruh stress terhadap perilaku individu dalam lingkungan yaitu stress yang dialami oleh individu dapat memberikan dampak yang berbeda-beda, tergantung dari kemampuan individu untuk menghadapi stress. Pada umumnya, individu yang sedang mengalami stress akan kesulitan bahkan tidak mampu melakukan interaksi social dengan baik, sehingga menurunkanprilaku untuk membantu atau peduli dengan orang lain. Ketika seseorang mengalami stress, akan sangat mempengaruhi bahkan mengubah persepsi, kognisi, perilaku spasial. Pengaruh stress pun ada yang menguntungkan da nada yang merugikan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan organisasi diharapkan akan memancu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha untuk mengatasi stress Terdapat suatu menejemen stress dan teknik pengurangan stress, yaitu : 1. Pendekatan individual Seseorang dapat berusaha sendiri untuk mengurangi dan menghilangkan stressnya. 2. Pendekatan organisasional Strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stress karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis, Mohamad. 2016. Analisis Pengaruh Warna dan Ukuran Dinding Ruangan Terhadap Intensitas Pencahayaan. Universitas Jember. Ancok, D. 1988. Teknik Penyusunan skala Pengukuran. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada Angkouw. Rieka, Herry Kapugu. 2012. ‘Ruang Dalam Arsitektur Berwawasan Perilaku’. Media Matrasai. vol. 9. no. 1 Bell A., Noise : An Occupational Hazard and Public Nuisanc, WHO, Genewa, Switzerland, 1996 Calhoun, J.F dan Acocella, J. R.. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusian. Semarang: IKIP Press, 1990. Chanlett, E.T. 1979. Environmental Protection. Edisi Kedua. USA: McGraw- HillBook Company. Dwi Prasetya, Darmawan. 2007. ‘Pengaruh Komposisi Warna Pada Ruang Kerja Terhadap Stres Frick H. 1998. Dasar-dasar Eko Arsitektur. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Irwan Harwanto, 1998. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja pada Bagian Palet dan Bagian Inspecting PT Iskandartex. Surakarta: Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS. Jeffrey E.A. 1953. Climate and Architecture. Reinhold. USA. Kerja. Lintas Ruang. vol. 1. no. 1. hh. 07 – 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.51/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja Lakitan, B. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Lintje Setyawati, 1997. Kelelahan Kerja dan Permasalahannya. Surakarta: Seminar Sehari Manajemen K3 15 Juni 1997 di UNS. Mimi. 2011. Ambient Condition Dan Architectural Features. Blogspot. Dilihat 11 Maret 2019. < http://psilingkungan-mimiilmiyati.blogspot.com/2011/03/ambient-condition-danarchitectural.html>

S,

Dian.

Di

akses

melalui

https://www.academia.edu/30866129/ARSITEKTUR_and_PERILAKU.pptx pada tanggal 8 Maret 2019 jam 21.45 wita Siswanto, A., et al., Kebisingan, Balai Hiperkes dan KK, Jatim, 1991

Related Documents

Ambient
May 2020 9
Ambient Enviroment.docx
December 2019 9
Problemas Ambient A Is
October 2019 17
Crimes Ambient A Is
June 2020 11
Ambient Btex And Mtbe
November 2019 15
Costes Ambient Ales
November 2019 9

More Documents from ""

Lpj Pubdok Action 2018.docx
December 2019 18
Ambient Enviroment.docx
December 2019 9
Ekologi 2.docx
December 2019 14
Presentation3.pptx
December 2019 14
Superieur 1.pdf
August 2019 20