Step 7 : 1. Mengapa pasien mengalami diare 5x dalam sehari?
2. Mengapa pasien mengalami kembung disertai nyeri perut intermiten, demam, muntah mengandung makanan dengan warna kuning kehijauan? Nyeri perut : Nyeri perut berselang dapat disebabkan oleh proses inflamasi (disebabkan karena adanya suatu bakteri atau virus yang menyerang bagian perut, yaitu rotavirus, adenovirus, Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC)); sehingga menimbulkan limfosit memperketat pertahanan tubuh dan menyebabkan inflamasi yang menyebabkan nyeri), gangguan motilitas (karena distensi maka akan terjadi gangguan motilitas motilitas menurun peristaltik menurun perlambatan pengosongan usus) dan kelainan mukosa, regangan, nyeri colic sifatnyahilang timbul karena adanya spasme otot, sumbatan terpelintirnya organ berongga.
Demam : Muntah dengan warna hijau :
Pada saat makanan masuk, memicu untuk mengeluarkan getah empedu untuk pencernaan makanan pada usus halus, sehingga pada saat terjadi muntah, maka akan terbawa pula getah empedu yang di sekresikan dan muntah akan berubah menjadi kuning kehijauan.
3. Mengapa feses berupa red currant jelly?
4. Mengapa pasien mengalami penurunan pengeluaran urin?
Sumbatan usus atau obstruksi usus dapat menyebabkan distensi cairan dan elektrolit dalam lumen usus, hal ini dapat merangsang aktivitas sekresi cairan dalam lumen usus dan bahkan sejumlah besar protein hilang dari peredaran darah, sebagian masuk ke usus dan sebagian masuk ke dinding usus yang dapat menyebabkan edema dinding usus dan volume plasma berkurang pada distensi yang berlebihan. Akibat tidak sebandingnya peningkatan laju kecepatan absorbsi dengan peningkatan distensi pada usus sehingga mengakibatkan berkurangnya volume cairan dalam pembuluh darah dan mengakibatkan penurunan aktivitas ginjal sehingga proses diuresis menurun Kencing sedikit. Muntah
Kehilangan getah lambung
Ambilan makan berkurang
Kehilangan K
Hipovolemi darah
kehilangan Na
Ekskresi H2O menurun
Kehilangan H
HCO3 di
Na di plasma menurun
Alkalosis
non respiratorik
Renin angiotensin II ADH tinggi
malnutrisi
5. Mengapa pasien mengalami susah BAB dan kentut?
Karena terjadinya suatu infeksi yang menyebabkan adanya invaginasi, sehingga plaq peyer teraktivasi penuh untuk membunuh bakteri atau virus, dan mengakibatkan feses tertahan di ileum sehingga menyebabkan pembesaran atau distensi usus. 6. Mengapa masa ditemukan berbentuk sosis di bagian kanan atas dan perut kosong di bagian kanan bawah? Karena infeksi plaq peyer teraktivasi peristaltik pada usus halus meningkat invaginasi terjadi penumpukan feses distensi usus halus usus halus membesar, melintir atau memutar sehingga terbentuk sausage shape mass pada region upper right abdominalps
7. Mengapa ditemukan distensi abdomen, metallic sound, hipertimpani, hiperperistaltik?
Distensi : Metallic sound : Gejala umum obstrusi ileus berupa syok, oliguri, dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorisme dan kelebihan cairan di usus(hipertimpani). Hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus, dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi ( metallic sound ). 8. Mengapa dilakukan pemeriksaan RT ditemukn pseudopartio dan darah? Vena dan arteri pada usus memperdarahi secara tangensial dan karna distensi tekanan terhadap pembuluh darah lebih cepat terjadi. Akumulasi cairan intraluminal meningkat karna sekresi aktif dan penurunan absorbs sehingga sel darah merah mulai keluar dari kapiler. Darah akan terakumulasi pada dinding usus dan lumen usus 9. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan? a. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3). b. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Foto polos abdomen Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi.
Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika ada fasilitas USG.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi.
c. BARIUM ENEMA Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejalagejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance.
d. ULTRASONOGRAFI ABDOMEN Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi kanan abdomen..
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik .
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi ileocolic.
Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif.
e. CT SCAN Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan.
10. Apa diagnosis dari scenario? OBSTRUKSI ILEUS ET CAUSA INTUSUSEPSI 11. Apa etiologi dari scenario? ETIOLOGI OBSTRUKSI USUS 1) Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. 2) Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit crohn. 3) Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia. 4) Neoplasma 5) Intususepsi 6) Volvulus 7) Benda asing, kumpulan cacing askaris 8) Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik. 9) Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik, dan hematoma. (mansjoer, 2000) 12. Bagaimana patofisiologi dari scenario?
PATOGENESIS INTUSUSEPSI
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai “lead point” atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi).
Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi.
Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi.
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen.
Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool.
13. Apa factor resiko dari scenario? 14. Apa saja komplikasi dari scenario? 15. Short bowel syndrome : suatu kondisi di mana nutrisi tidak benar diserap (malabsorpsi) akibat penyakit usus yang parah atau operasi pengangkatan sebagian besar usus kecil. Ketika sebagian usus kecil dihilangkan dengan pembedahan, atau karena cacat yang terjadi sebelum lahir (cacat bawaan), kemungkinan permukaaan usus tidak cukup luas untuk menyerap nutrisi makanan. Strangulasi : menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat
melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septik. (4)
16. Apa tatalaksana scenario tersebut? 1. TINDAKAN NON OPERATIF Hydrostatic Reduction Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal.
Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya : 1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.
2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup. 3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas : (1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien (2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.
4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung. 5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi. Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari pelakunya.
Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah sakit. Pneumatic Reduction
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya :
1)
Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan dengan kuat.
2)
Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.
3) Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati
melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas. 4) Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine
dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas. 5) Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon
(0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan. 2. TINDAKAN OPERATIF Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera dilakukan.
Prosedur operatif:
Insisi 1) Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit sebelum insisi kulit. 2) Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa dibuat sejajar, di bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi.
Diseksi Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia transversalis.
1) Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi (Gambar 13). Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.
2) Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsi harus dinilai dengan hati-hati (Gambar 14).
Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi. Umumnya, ileum terminal yang direduksi muncul kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang tidak perlu. Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah normal (Gambar 15).
3) Menutup 4) Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan benang absorbable 3-0. 5) Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.