ALTERNATIF PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA DI DAERAH ENDEMIS DI KABUPATEN TOLITOLI PROPINSI SULAWESI TENGAH Oleh: Titis Widaryani 090110289 L Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya 2003
ABSTRAK
Malaria adalah penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas, meliputi lebih dari 100 negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penyakit malaria marupakan salah satu penyakit menular utama di Indonesia. Masalah malaria diperkirakan akan menjadi hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena kejadian kesakitan dapat berlangsung berulang kali dan menyebabkan kelemahan fisik bagi penderitanya. Kerugian semakin terasa bila kelompok usia produktif yang terkena, mengingat mereka adalah tenaga pembangunan utama khususnya diluar Jawa Bali. (Tim Tropical Diseases Center, 1986). Penyakit malaria telah terkenal sejak lama dan telah dilaksanakan usaha untuk mengatasinya. Kegiatan pemberantasan malaria di luar Jawa Bali diantaranya penemuan penderita secara pasif (passive case detection), survey malariometrik, pengobatan penderita, pemberantasan vektor dengan penebaran ikan pemakan larva, larvaciding, pengendalian lingkungan, penyemprotan lingkungan dan pemolesan kelambu. Meskipun demikian hingga saat ini malaria masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah pedesaan di luar Jawa Bali. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama di Indonesia bagian Timur (Depkes RI, 1990). Secara epidemiologis, penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh adanya interkasi agenpejamu-lingkungan yaitu adanya nyamuk yang menjadi vektor malaria, adanya manusia yang rentan
terhadap
infeksi
malaria
serta
keadaan
lingkungan
yang
mendukung
berkembangbiaknya vektor, keadaan iklim terutama suhu dan curah hujan dan kontak antara manusia dan vektor. Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap agent malaria diantaranya faktor usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, keturunan, status gizi dan imunisasi. Faktor risiko tersebut penting diketahui karena akan mempengaruhi risiko terpapar oleh sumber penyakit malaria (Depkes RI, 1999).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kasus malaria di luar pulau Jawa-Bali terutama Indonesia bagian Timur masih menunjukan angka yang cukup tinggi, demikian juga yang terjadi di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Sejak tahun 1998, penyakit malaria menempati urutan pertama dari keseluruhan penderita rawat jalan yaitu tercatat 56.473 penderita malaria klinis. Hasil malariometrik yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 1998, dari 19.452 sediaan darah yang diperiksa, dinyatakan positif malaria sebanyak 1.750 (P.R= 9,0%). Parasite rate di Propinsi Sulawesi Tengah tahun 1998 sebesar 9,0% dan pada tahun 1999 meningkat menjadi 14,58%. Angka ini dengan prevalensi yang tinggi (High Prevalence Area = PR > 3%), dan ternyata malaria menempati urutan keempat tertinggi penyebab kematian pada pasien rawat inap di rumah sakit (Depkes Prop. Sulteng, 2000). Penyakit malaria di Kabupaten Tolitoli menempati urutan ke dua pada penderita rawat jalan dari 28 penyakit yang diamati setelah infeksi saluran pernapasan akut. (Dinkes Kabupaten Tolitoli, 2001). Jumlah penderita malaria klinis tahun 2000 sebanyak 5.641 kasus dengan AMI sebesar 32,56 per 1000 penduduk. Hasil malariometrik survey didapatkan P.R sebesar 2,47% pada tahun 1999 dan tahun 2000 meningkat menjadi 4,7%. Hasil pemeriksaan sediaan darah didapatkan slide positive rate (SPR) sebanyak 46,14% pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 meningkat menjadi sebesar 48.8% (316 SD positif dari 647 sediaan darah diperiksa) (Dinkes Kabupaten Tolitoli, 2001). Berdasarkan stratifikasi daerah, terdapat tinggkat endemisitas yang berbeda antar wilayah puskesmas dan desa yaitu puskesmas/desa dengan AMI tinggi, AMI sedang dan AMI rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko kejadian malaria serta penyusunan alternative program pemberantasan malaria berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling sebanyak 6 desa dengan stratifikasi desa AMI tinggi, AMI sedang dan AMI rendah. Besar sampel secara keseluruhan adalah 408 penduduk. Hasil penelitian menunjukan bahwa program pemberantasan malaria tidak seluruhnya dilaksanakan sesuai pedoman untuk daerah luar Jawa Bali. Tingkat kecukupan kegiatan perencanaan (adequacy of effort) sebesar 62,5% dan tingkat kecukupan pelaksanaan kegiatan
sebesar 59%. Evaluasi yang telah dilaksanakan adalah evaluasi output dan evaluasi terhadap dampak program yaitu AMI, PR, SR, dan SPR. Hasil analisis dengan menggunakan uji regresi logistik masing-masing variabel secara tunggal didapatkan bahwa variabel yang bermakana dengan p<0,25 adalah jenis kelamin, pengetahuan, sikap, riwayat malaria sebelumnya, pencarian pengobatan, kebiasaan diluar rumah pada malam hari, langit-langit rumah, kebersihan didalam dan diluar rumah. Pada analisis secara bersama didapatkan variabel yang bermakna dengan p<0,05 adalah riwayat malaria sebelumnya (p=0,000 ; OR=6,962), pencarian pengobatan (p=0,005 ; OR=0,291), pengetahuan (p=0,006 ; OR=6,056), kebiasaan di luar rumah pada malam hari lebih dari 2 jam (p=0,000 ; OR=8,150), penggunaan kelambu (p=0,000 ; OR=7,699), penggunaan obat anti nyamuk (p=0,000 ; OR=10,580), keberadaan ternak (p=0,001 ; OR=6,761) dan kebersihan didalam rumah (p=0,031 ; OR=2,286). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria adalah riwayat kesakitan malaria sebelumnya, pencarian pengobatan pertama kali, pengetahuan, kebiasaan diluar rumah pada malam hari, kebiasaan keberadan ternak dan kebersihan di dalam rumah. Alternatif program pemberantasan malaria yang disusun adalah upaya penyuluhan dengan melibatkan lintas sektor terkait dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya penurunan kejadian malaria. Bagi peneliti lainnya agar dapat dilanjutkan dengan uji coba penyuluhan dengan melibatkan lintas sektor dan program terkait.