BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) sering menimbulkan kecemasan sosial karena dapat menimbulkan “gap generation”, sebab anak-anak yang diharapkan sebagai kader-kader penerus serta calon-calon pemimpin bangsa banyak tergelincir dalam lumpur kehinaan, bagaikan kuncup bunga yang berguguran sebelum mekar menyerbakkan wangi. Sebab masa remaja adalah masa di mana segala sesuatu ingin dicoba. Segalanya ingin dirasakan. Walaupun cukup rumit dan banyak persoalan yang terjadi pada masa ini, sebagian besar remaja dapat berkembang menjadi remaja yang normal. Kenormalan ini dapat berupa krisis identitas yang relatif lunak; hubungan dengan keluarga, kelompok bermain, pemahaman terhadap apa yang dilihat dari media massa dan sistem pendidikan cukup baik. Remaja-remaja ini mempunyai kepercayaan diri, harga diri, dan mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah pribadinya. Di lain pihak ada remaja yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dalam keluarga, kelompok bermain, pengaruh media masa, hingga proses pendidikan berjalan tidak normal. Berbagai masalah, misalnya, dalam hal pelanggaran moral atau peraturan yang berlaku serta kejahatan. Bila individu ini sulit dikendalikan, maka hadirlah individu yang disebut sebagai remaja yang nakal. Kenakalan remaja sebagai suatu sifat kodrati yang tidak dapat dibedung atau ditiadakan, tetapi bisa ditangkal dengn cara-cara/usaha-usaha secara bijak, sehingga tidak berakibat fatal atau merugikan masyarakat banyak. Untuk itu upaya-upaya menangkal secara bijak, tepat dann efesien merupakan topik pembahasan yang akan diketengahkan, agar memperoleh tambahan masukan untuk menghasilkan terapi yang semakin akurat bagi pendidik pada khususnya dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui humaniora (ilmu-ilmu untuk memajukan manusia) sehingga mencapai kemanusiaan yang sesungguhnya.
1
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya, yaitu : 1) Kenakalan remaja perspektif KUHP dan HAM 2) Kenakalan remaja perspektif ilmu psikologi 3) Kenakalan remaja perspektif ilmu kritis
3. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memahami kenakalan remaja dari perspektif KUHP dan HAM, psikologi, serta ilmu kritis.
4. Study Kasus
http://news.okezone.com/read/2019/02/02/512/2012750/terlibat-tawuran-seorangpelajar-smk-tewas-dibacok
Seorang pelajar SMK
tewas setelah terlibat tawuran antara dua SMK berbeda
diwilayah Magelang, Jawa Tengah. Korban menderita luka parah akibat sabetan senjata tajam hingga kehilangan banyak darah.
2
Korban berinisial NA warga Desa Salam, Kabupaten Magelang. Dia tercatat sebagai pelajar kelas 3 SMK dan masih dibawah umur. Peristiwa tawuran yang merenggut nyawa korban terjadi di Jalan Munggur Mungkid, Kabupaten Magelang, pada Kamis 31 Januari pukul 17. 00 WIB. “Terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan para siswa dari dua sekolah menengah kejuruan. Mereka datang dari dua arah yaitu dari arah timur dan selatan,” kata Kapolres Magelang, AKBPYudianto Adhi Nugroho, Jumat (1/2/2019). Dua kelompok massa saling berhadap-hadapan yang dilanjutkan menyerang dengan senjata tajam. Massa juga membawa petasan dan dilempar ke kelompok lawan. Tak ayal, tawuran pecah di jalanan hingga jatuh korban jiwa. “Diawali dengan massa dari arah timur menyulut petasan diarahkan ke arah massa dari selatan. Setelah itu terjadi saling menyerang menggunakan senjata tajam dan ada salah seorang dari mereka jatuh bersimbah darah.” Ucap kapolres. Anggota Polres Magelang yang mendengar informasi tentang tawuran tersebut segera menuju lokasi kejadian. Polisi membubarkan tawuran dan mengamankan para pelaku berikut saksi salah satu pelaku yang harus berhadapan hukum tercatat masih di bawah umur. Anak tersebut berinisial NAP warga Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Sedangkan dua tersangka lainnya yakni LR (18), warga Kecamatan Mertoyuden Kabupaten Magelang, dan IP (19) warga Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang.
3
https://news.okezone.com/read/2019/01/15/512/2004726/pelajar-solo-ini-buat-grupwhatsapp-khusus-untuk-janjian-bolos-sekolah
Sebanyak 12 pelajar yang terdiri dari delapan pelajar SMA dan empat pelajar SMP tertangkap saat membolos oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Solo, Selasa (15/1/2019). Di HP pelajar yang tertangkap itu, petugas Satpol PP menemukan grup WhatsApp (WA) khusus para siswa yang suka bolos sekolah. Grup itu bernama ‘Bolo-dewe’. Admin grup tersebut berinisial YD, siswa salah satu SMA di Solo. YD mengaku baru beberapa bulan lalu membentuk grup WA tersebut. lewat grup WA itu dia mengkoordinir member grup untuk membolos satu hari sebelumnya. Besok paginya Pukul 06.30 WIB, ia meminta konfirmasi lagi ke kawan-kawan di grup itu untuk memastikan akan membolos dan berkumpul di mana. Jika tertangkap, dia berdalih membolos karena bangun kesiangan. Ia mengaku baru sekali ini tertangkap dan kini jera setelah tertangkap Satpol PP. Kabid Tribun Tranmas, Agus Sis Wuryanto, saat ditemui Solopos.com diruang kerjanya mengatakan, para pelajar yang tertangkap kedapatan sedang bersantai di warung makan pada saat jam sekolah.
4
“Para pelajar sering kali beralasan terlambat sehingga tidak masuk sekolah. Alasan klasiknya ya kesiangan, tetap kami amankan di markas Satpol PP untuk kami lakukan pembinaan,” ujarnya. Ia menambahkan operasi siswa bolos dilakukan di seluruh kecamatan di kota Solo. Operasi dilakukan Pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WIB dengan sasaran lokasi yang sering digunakan untuk nongkrong. Menurutnya, para siswa yang tertangkap lalu dibina di markas Satpol PP dan diminta membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi lagi perbuatan mereka. Kemudian guru sekolah para pelajar itu dipanggil untuk menjemput mereka. Siswa yang tertangkap bolos untuk kali kedua diwajibkan lapor ke markas Satpol PP setiap hari dan sekolah siswa tersebut harus bekoordinasi dengan Satpol PP. Para siswa yang tertangkap lantas dibawa ke Griya PMI, Mojosongo, untuk melihat kaum tunawisma agar siswa menyadari dampak dari membolos. Selain dibina, HP mereka diperiksa untuk memastikan tidak ada konten porno. Siswa yang kedapatan memiliki video porno akan dipanggil orang tauanya. Berdasarkan data yang dihimpun Solopas.com, pada 2019, Satpol PP menangkap 49 siswa yang membolos dari berbagai kawasan di Kota Solo.
5
https://lifestyle.okezone.com/read/2019/01/08/196/2001323/video-viralsegerombolan-murid-sekolah-menghisap-rokok-saat-guru-mengajar
Kelakuan anak-anak sekarang kadang di luar batas wajar. Beberapa hal yang mereka kerjakan kadang merusak moral dan dianggap tidak pantas untuk dilakukan. Salah satunya yang kini sedang ramai dibahas. Adalah sekelompok murid sekolah menengah atas yang kedapatan merokok di dalam kelas. Parahnya lagi, momen itu mereka lakukan selagi guru mrngajar di depan kelas. Akun Twitter @hati2dimedsos yang membagikan video singkat tersebut. video itu kini sudah ditonton sebanyak 64 ribu kali. Sampai video ini diberitakan Okezone, sudah banyak netizen yang membahas keburukan ini dan belum ada keterangan lebih lanjut terkait lokasi dan sanksi yang diberikan. Dapat dijelaskan sedikit, dalam video tersebut perekam video dengan bangga memperlihatkan teman-temannya yang sedang merokok di kelas. Ekspesi anak muda oitu pun bangga dan bahagia saat menghembuskan asap rokok tersebut. Tidak hanya satu atau dua orang yang merokok, tetapi ada sekitar 5 murid yang melakukan hal tidak terpuji ini. Mereka seperti sadar bahwa apa yang dilakukan tidak
6
akan membuat sang guru marah dan samapi video ini selesai pun memang ada reaksi apa-apa dari sang guru. Jika didengar lebaih detail, si perekam video juga mengatakan bahwa temantemannya itu suka sekali menonton porno dan tak jarang mereka juga melihat video tak senonoh itu didalam kelas. Melihat video ini, netizen pun geram. Banyak dari mereka yang kemudian murka dan menganggap apa yang sudah di lakukan itu adalah contoh yang buruk.
7
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Kenakalan Remaja Deliquency berasal dari kata Latin delinqueren yang artinya lalai (neqlect) dan hal ini dapat diinterprestasikan secara luas sebagai, kelalaian yang dilakukan oleh remaja. Ada kesepakatan umum di antara negara-negara di dunia ini beranggapan, bahwa sesuatu perbuatan yang anti sosial, yang dalam perundang-undangan pidana disebut sebagai kenakalan bila dilakukan oleh remaja.1 Kenakalan anak menurut Benyamin Fine meliputi: Perbuatan dan tingkah laku yang melanggar norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan, ketertiban dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, yang dilakukan oleh anak-anak yang berumur dibawah 21 tahun (Simanjuntak, dalam Sumiyanto, 1994:22)2 Musen dan kawan-kawan (Nur Yaddien, 2008:11) menyatakan, bahwa kenakalan remaja yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Juvenile Delinquency atau perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh remaja adalah setiap perbuatan yang melanggar hukum pidana yang bila dilakukan oleh orang dewasa disebut kejahatan (crime) dan bila dilakukan oleh anak umur tertentu disebut kenakalan. Tingkah laku delinquency pada umumnya dikenal sebagai istilah lain dari crime yang dilakukan oleh anak muda atau remaja berupa tingkah laku yang tidak patut (tercela) sampai dengan melakukan kejahatan. Pada lain pihak ada yang menyebut deliquency sebenarnya bentuk tingkah laku kenakalan remaja, akan tetapi batasan arti dari pada kenakalan tidak lebih dari pemberian arti atas pertimbangan psikologis.
1
Kayum, Lestaluhu, Legal Pluralism, Analisis Kriminologis terhadap Kenakalan Remaja, vol 2 no 1. hlm. 71 2
Rahman Taufiqrianto Dako, Jurnal Inovasi: Kenakalan Remaja, Volume 9, No.2, Juni 2012 Issn
1693-9034, hlm. 2
8
Yang memandang kurang tepat apa bila remaja diberikan julukan penjahat kecil meskipun tingkah lakunya sudah meningkat pada perbuatan kejahatan. Seringkali timbul kesimpangsiuran dalam mempergunakan istilah crime yang dipergunakan untuk menyatakan kejahatan terhadap pelaku delinquency (Nur Yaddien, 2008:12). Masalah kejahatan atau kenakalan remaja yang sering diidentikkan dengan Juvenile Delinquency itu kalau diterjemahkan kata demi kata bahwa Juvenile adalah anak sedangkan Deliquency kejatan. Apabila terjemahan Juvenile Delinquency diartikan dengan kejahatan remaja ini akan membawa pengaruh terhadap perkembangan jiwa anak, lagi pula anak merasah dirinya telah diberi julukan pejahat dan akan menimbulkan isolasi diri, padahal istilah tersebut digunakan untuk orang dewasa. Adapun mereka dalam berbuat belum dapat memikirkan akibat-akibat negatif yang akan terjadi baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat dan tidak merasakan bahwa tingkah lakunya keliru, karena motifasi dari tindakannya belum disadari (Nur Yaddien, 2008:14).3
2. Kenakalan Remaja menurut KUHP dan HAM Menurut KUHP Pasal 45-47 menyebutkan bahwa “belum dewasa ... umurnya belum 16 tahun.” Dalam sistem perundang-undangan negara kita sendiri terdapat beraneka ragam penafsiran terhadap istilah dibawah umur, termasuk istilah remaja tersebut. Seperti yang diatur dalam Pasal 330 sub (1) BW, yang ditulis oleh Subekti,4 amengenai batas usia remaja disebutkan sebagai berikut : “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 Tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu bubar sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.”
3
4
Op Cit., hlm. 81-82 Subekti, R. dan R.Tjitrosudibio, 2006. Kitab Undang-Undng Hukum Perdata (Burgelijk
Wetboek) Dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agrarian Dan UndangUndang Perkawinan. Cetakan ketigapuluh tujuh, Jakarta : Pradnya Paramita. Hal 90-91
9
Perkawinan menurut Pasal tersebut (Pasal 330 sub (1) KUHPerdata), adalah bukan termasuk perkawinan anak-anak. Dari bunyi Pasal tersebut pula nampak bahwa istilah dibawah umur adalah sama dengan belum dewasa. Terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang yang masih dibawah umur atau belum dewasa ini, juga diatur dalam Pasal 45 KUHPidana, seperti yang ditulis oleh R.Soesilo5, yang berbunyi sebagai berikut : “Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh: memerintahkan supaya sitersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan suatu hukuman; atau dengan memerintahkan, supaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu dua tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan; atau menghukum anak yang bersalah itu.”
Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ditegaskan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Dari ketentuan pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa belum dewasa itu sama pengertiannya dengan ketika umurnya belum mencapai 16 tahun, dimana sampai seusia itu seseorang yang melakukannyadan berbuat kesalahan, hakim dapat memutuskan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu: a. Anak itu dikembalikan kepada orang tuanya atau walinya, dengan tidak dijatuhi hukuman apa. 5
Soesilo. R. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Lengkap Komentar-
Komentarnya. Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetak Ulang. Bogor. Politeia hal. 61
10
b. Anak itu dijadikan anak negara, hal ini dilakukan apabila anak itu telah berbuat suatu kejahatan atau pelanggaran yang termasuk dalam Pasal 45 KUHPidana dan sebagai residivis. c. Anak itu dijatuhi hukuman seperti biasa, dalam hal ini ancaman hukuman dikurangkan dengan sepertiganya. Terlihat jelas belum adanya keseragaman mengenai pengertian dari istilah “remaja”, baik yang diberikan oleh para ahli maupun yang dikemukakan dalam undang-undang. Hal ini dapat kita lihat dari batasan usia yang diberikan yang dikategorikan sebagai remaja sangat bervariasi yakni berkisar antara 16 tahun sampai 21 tahun.
Sedangkan definisi kenakalan remajanya, sebagai berikut : Menurut M. Gold dan J. Petronio mendefinisikan kenakalan remaja adalah tindakan seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.6
Kenakalan remaja itu sendiri meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.7 Dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar
6
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
205 7
Dadan Sumara , Dkk, Kenakalan Remaja Dan Penanganannya, Jurnal Penelitian & Ppm Issn:
2442-448x Vol 4, No: 2, Hlm 347
11
hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undangundang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.8
Seorang kriminolog, Soedjono Dirjosisworo mengemukakan asas umum dalam penanggulangan kenakalan remaja (crime prevention) yang banyak dipakai oleh negaranegara yang telah maju, asas ini merupakan gabungan dua sistem, yakni:9 1. Cara Moralitas Dilaksanakan dengan menyebarluaskan ajaran-ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kejahatan. 2. Cara Abolisionistis Yaitu berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan dengan sebab musababnya, umpamanya diketahu bahwa faktor tekanan ekonomi (kemelaratan) merupakan salah satu faktor penyebab kejahatan, maka usaha untuk mencapai tujuan dalam mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi merupakan cara abolisionistis. Oleh karena tindakan delinkuen anak remaja itu banyak menimbulkan kerugian materil dan kesengsaraan batin, baik pada subyek pelaku sendiri maupun pada para korbannya, maka masyarakat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan tindak-tindak preventif dan penanggalngan secara kuratif.
8
Gumarso, Singgih D. et, al., Psikologi Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulya, 1988. hlm 19
9
Sudarsono, 1991. Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta.hlm.93
12
3. Kenakalan Remaja perspektif Ilmu Psikologi 1) Kenakalan Remaja Menurut Teori Psikoanalisa Teori psikoanalisa yang dipelopori oleh Freud mengemukakan kepribadian yang memiliki tiga unsur yaitu: a. Id Id merupakan dorongan-dorongan dasar manusia yang lebih banyak menekankan pada kebutuhan biologis manusia. b. Ego Ego merupakan proses logis dari pemenuhan kebutuhan. Sebagai proses logis, ego akan berusaha untuk melakukan transaksi-transaksi obyektif yang sesuai dengan kenyataan. c. Superego Superego merupakan sistem kontrol atas kebutuhan manusia. Superego diperoleh melalui proses belajar dan internalisasi nilai-nilai dan citra tradisi manusia yang diperoleh baik dari orangtua maupun masyarakat sekitar.10 Menurut teori psikoanalisa, kenakalan remaja disebabkan karena ego lebih tinggi daripada superego. Karena proses logis dari pemenuhan kebutuhan anak remaja yang tidak terkontrol oleh superego sehingga menyebabkan kenakalan remaja.
2) Kenakalan Remaja Menurut Teori Belajar Albert Bandura Albert Bandura memberikan sebuah pandangan tentang kemungminan peran lingkungan sosial yang memiliki peran sangat besar terhadap perilaku dan kognisi manusia. Antara lingkungan, pola pikir dan perilaku manusia memiliki konektivitas interaksi yang saling timbal balik.
10
Gerald Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikologi. Bandung: Reflika
Aditama, 2013. Hlm 14.
13
Manusia memiliki
pola pikir
yang memunculkan perilaku tertentu,
dan
perilakutersebut akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya dan berimbas balik kepada manusia secara kognisi dan perilaku. Proses timbal balik tersebut berlangsung terus menerus hingga menjadikan manusia berkembang melalui proses belajar imitasi dan modeling atas lingkungan serta menjadikan manusia seperti adanya saat ini. Menurut teori belajar kenakalan remaja merupakan hasil dari belajar imitasindan modeling atas lingkungan tempat dimana dia tinggal. Karena lingkungan tempat tinggal dapat berimbas timbal balik terhadap perilaku individu khususnya remaja.11
3) Kenakalan Remaja Menurut Teori Humanistik Konsep belajar teori humanistik yaitu proses memanusiakan manusa, dimana seorang individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali kemampuannya sendiri unruk diterapkan dalam lingkungan. A. Abraham Maslow Teori maslow didasarkan pada asumsi didalam diri individu ada dua hal: Suatu usaha yang positif untuk berkembang. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Berkaitan dengan pendapat tersebut Maslow mengemukakan adanya 5 tingkatan kunci kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok iniulah yang kemudian dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Karena sesungguhnya dalam teori humanistik ini sangat diperlukan motivasi. 5 tingkatan tersebut antara lain: aktualisasi diri, kebutuhan penghargaan, kebutuhan sosial, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan fisiologis. B. Carl Sam Rogers Rogers mengemukakan kebutuhan individu ada 4 yaitu: (1) pemeliharaan, (2) peningakatan diri, (3) penghargaan positif, (4) penghargaan diri yang positif. C. Arthur Combs
11
Muh Farozin dan Nur Fathiyah. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004. hlm 82
14
Arthur mengemukakan bahwa belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya.n ini adalah salah satu pandangan humanistik mengenai perasaaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang terpenting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau dirinya. Menurut teori Humanistik kenakalan remaja muncul disebabkan oleh adanya kepuasan diri dari remaja. Dia merasa puas aoabila melakukan suatu kenakalan karena individu berfikir bahwa yang terpenting adalah bahwa individu melihat dunia seperti yang dia lihat.12
4) Kenakalan Remaja Menurut Teori Perkembangan Psikososial Erik H. Erikson Tugas perkembangan anak pada usia 10-20 tahun (Remaja) yaitu identitas vs kekacauan identitas. usia remaja akan terjadi kebutuhan untuk mencari identitasnya melalui pernan yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya. Remaja memiliki relasi sosial intensif dan penuh makna. Orang tua, teman sebaya hingga selebritis memiliki andil dalam memberi peran untuk memebentuk identitas remaja. Kesetiaan akan terbentuk di masa remaja bila berhasil membawa peran secara kontinu untuk membentuk jati diri. Tugas perkembangan usia remaja adalah identitas vs kekacauan identitas, Menurut teori perkembangan psikososial Erik H. Erikson kenakalan remaja disebabkan oleh tugas perkembangan yang kacau, kekacauan identitas disebabkan oleh peranan yang diberikan lingkungan, orang tua, maupun selebritis.
5) Kenakalan Remaja Menurut Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget Pada usia remaja memasuki tahap perkembangan yaitu tahap operasional formal. Pada tahap ini, anak telah mulai mengembangkan pemikiran operasional abstrak. Pada usia remaja ini, kemampuanberfikir tidak harus membutuhkan pengamatan yang nyata 12
Sarlito W. Sarwono. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013. hlm 167
15
dan konkrit. Remaja dapat melakukan proses berfikir melalui bayangan dan rekaan semata. Bebrapa ahli membagi tahap operasioanl formal menjadi: Tahap operasional awal Pada awal perkembangan tahap operasioanl, remaja cenderung menggunakan kemampuan hipotesa abstrak unruk berfikir idelalistis dan subyektif. Tahap operasional akhir Akhir perkembangan kognitif remaja pada tahap formal akhir mengembalikan keseimbangan kognisinya kepada realitas, sehingga menjadikan remaja memiliki kemampuan berfikir yang lebih matang. Perkembangan kognitif remaja juga membawa dampak pada penggunaan bahasa dalam kehidupan bersosialisasi mereka. Tidak jarang mereka menggunakan kemampuan kognisi untuk memformulasikan bahasa olok-olok yang ironis. Remaja juga mengembangkan metafora untuk menggambarkan gagasan “folosofis”. 6) Kenakalan Reamaja Menurut Teori Kognisi Sosial Lawrance Kohlberg Kognisi sosial adalah bagaimana seseorang melihat mengamati dan berfikir mengenai dunia sosial mereka yang meliputi orang-orang sekitar mereka, l;ingkungan mereka, kelompok tempat mereka berada dan bagaimana hubungan dia dengan orang lain. Kohlberg mengemukakan bahwa kematangan biologis dan pengalaman sosial tentang seseorang dapat mempengaruhi cara berfikirmya. Remaja akan selalu berusaha mencapai keseimbangan dalam proses berfikir mereka dan hal tersebut dicapai dan dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan orang lain.
4. Kenakalan Remaja Perspektif Kritis Kenakalan remaja dalam perspektif Islam dikarenakan kurangnya penanaman potensi akhlak yang mulia dalam proses pembelajaran. Menurut Ibnu Miskawaih (salah satu pemikir Islam), anak secara natural tidak baik dan tidak buruk. Pemikiran seorang anak tak ubahnya seperti batu tulis yang bersih sejak lahirnya, dimana diatas batu itu
16
kita dapat menulis apa saja yag kita mau (Alavi, 2003: 52)13. Menurut Ibn Miskawaih pendidikan karakter harus sejalan dengan syariat agama yang merupakan faktor untuk meluruskan remaja, membiasakan mereka untuk melakukan perbuatan yang baik sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan, mengupayakan kebijakan, dan mencapai kebahagiaan melalui berpikir dan penalaran yang akurat 14. Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak bukan sekedar perbuatan, bukan pula sekedar kemampuan
berbuat,
juga
bukan
pengetahuan.
Akan
tetapi
akhlak
harus
menggabungkan dirinya dengan situasi jiwa yang siap memunculkan perbuatanperbuatan, dan situasi itu harus melekat sedemikian rupa sehingga perbuatan yag muncul darinya tidak bersifat sesaat melainkan menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari15. Kenakalan yang terjadi pada remaja menurut Al-Ghazali dikarenakan kurangnnya pendidikan akhlak yang diberikan kepada anak, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya dekadensi moral dalam berbagai bentuk, seperti penyalahgunaan obat-obat terlarang, pergalan bebas yang dilakukan pleh remaja, dan lain-lain. Seperti yang telah dituliskan Ibn Khaldun tentang pemikirannya yaitu “selalu ada generasi perintis lalu disusul generasi pembangun, dan disusul lagi oleh generasi penghancur, yaitu generasi yang telah keilangan rasa malu terhdap hukum agama dan soaial”. Maka geerasi atau remaja yang telah kehilangan rasa malu dan takut terhadap hukum agama dan sosial adalah generasi atau remaja yang rusak atau hancur. Masalahmasalah yang terjadi pada para remaja adalah perilakunya yang menyimpang dari norma agama, norma hukum ataupun norma sosial.
13
Alavi, S.M. Zianuddin, 2003. Pemikiran Pendidikan islam Pada Abad Klasik dan
Pertengahan. Penerbit Angkasa, Badung 14
Zulkifli Safri. 2017. Jurnal: Tinjauan Filsafat Pendidikan Ibn Miskawaih Terhadap
Fenomena Kenakalan remaja. Vol 2 No 1. 15
Moh. Mukhlas. Jurnal: Aktualisasi Konsep Akhlak Al-Ghazali dalam Pembinaan Remaja.
Vol. 3 No. 1 Shafar 1428. At-ta’dib.
17
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya kenakalan pada remaja, diantaranya16: 1. Faktor dalam diri anak, yaitu predisposing faactor, lemahnya pertahanan diri, kurangnya kemampuan penyesuaian diri, dan kurangnya dasar-dasar keimanan diri pada remaja. 2. Faktor lingkungan, Lingkungan adalah faktor yang paling mempengaruhi prilaku dan watak anak, jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk maka akhlanyapun akan seperti itu adanya sebaliknya jika dia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik pula. Rasulullah bersabda : ُ ِين َخ ِلي ِل ِه فَ ْليَ ْن » ظ ْر أ َ َحد ُ ُك ْم َم ْن يُخَا ِل ُل ِ قَا َل « ْال َم ْر ُء َعلَى د-صلى هللا عليه وسلم- َع ْن أَ ِبى ه َُري َْرة َ َع ِن النَّ ِب ِى “Dari Abu Hurairah t dari nabi r bersabda : seseorang itu atas din saudaranya. Maka lihatlah salah seorang diantara kalian, siapa yang ditemani”. (HR. Ahmad) 3. (Keluarga) pedidikan dan pembinaan dari orang tua, Orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap akhlak dan prilaku anaknya, Yahudi atau Nasrani anaknya tergantung dari orang tuanya, pembinaan dari orang tua adalah faktor terpenting dalam memperbaiki dan membentuk generasi yang baik. Begitupun dengan kerusakan moral pada remaja juga tidak terlepas dari kondisi dan suasana keluarga. Keadaan keluarga yang carut-marut dapat memberikan pengaruh yang sangat negatif bagi anak yang sedang/sudah menginjak masa remaja. Karena, ketika mereka tidak merasakan ketenangan dan kedamaian dalam lingkungan keluarganya sendiri, mereka akan mencarinya ditempat lain Rasulullah bersabda : ْ ى – صلى هللا عليه وسلم – « ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَدُ َعلَى ْال ِف ، ط َر ِة ُّ َع ْن أ َ ِبى ه َُري َْرةَ – رضى هللا عنه – قَا َل قَا َل النَّ ِب سانِ ِه َ َص َرانِ ِه أ َ ْو يُ َم ِج ِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِودَانِ ِه أ َ ْو يُن
16
Deby Undratama. 2018. Skripsi: Konsep Pendidikan Islam Dalam Menanggulangi kenakalan
Remaja. UIN Raden Intan Lampung.
18
“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan firah. Maka bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, atau nasrani, atau majusi”. (HR. Bukhori) 4. Pemerintahan, dalam hal ini yang lebih spesfiknya adalah lembaga pendidikan atau sekolah. Seorang tabi’in terkenal Muhammad bin sirin berkata : ُ ِين فَا ْن ٌ إِ َّن َهذَا ْال ِع ْل َم د .ظ ُروا َع َّم ْن ت َأ ْ ُخذُونَ دِينَ ُك ْم “Sesungguhnya ilmi ini ( ilmu sanad) adalah agama maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama kamu”.[ muqoddimah sohih muslim] Sekolah yang kita lihat saat ini sangat jarang mendidik siswa untuk menjadi orang yang bertaqwa. Mereka hanya mengajarkan ilmu-ilmu dunia dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Maka sangat penting bagi para orang tua untuk memilihkan lingkungan sekolah yang baik untuk anak-anaknya. 5. Intervensi dan Layanan Dari berbagai perspektif mengenai kenakalan remaja, memiliki perannya tersendiri dalam pencegahan serta pengentasan kenakalan remaja. Dalam salah satu study kasus mengenai tawuran yang telah pemakalah sajikan dalam bab 1, pemakalah menggunakan layanan bimbingan pribadi sosial untuk memberikan pemahaman serta pengentasan mengenai tawuran pada peserta didik, dengan setting bimbingan kelompok. Dalam kasus ini konselor menggunakan bimbingan pribadi sosial, menurut Chaplin (2000: 406) menyatakan bahwa bimbingan pribadi sosial adalah sesuatu yang digunakan dengan menyangkut relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologi.
19
Sedangkan menurut Nurhisan (2002:21) menyatakan dengan jelas bahwa bimbingan dan konseling pribadi sosial adalah bimbingan dan konseling untuk membantu individu dalam memecahkan persoalan pribadi-sosial.17 Dalam bimbingan pribadi-sosial ini kita menggunakan teknik latihan asertif. Yang menurut Rich dan Schoedar merupakan suatu keterampilan yang dipelajari untuk menyesuaikan perilaku seseorang dengan tuntutan situasi interpersonal guna menemukan, mempertahankan, dan meningkatkan penguat atau mengurangi resiko memperoleh hukuman atau kehilangan penguat. Lazaraus (1973) adalah orang pertama yang mengidentifikasikan secara khsusus perilaku asertif. Pada prinsipnya asertif adalah kecakapan orang untuk berkata tidak, untuk meminta bantuan atau minta tolong orang lain, kecakapan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan positif maupun negatif, kecakakapan untuk melakukan inisiatif dan memulai pembicaraan.18 Dalam kasus ini konselor mengarahkan konseli agar mampu mengatakan tidak pada perilaku yang tidak tepat, seperti halnya dalam kasus ini adalah tawuran. Sikap asertif memengaruhi banyak segi kehidupan kita. Orang yang asertif cenderung memiliki konflik yang lebih sedikit dengan orang lain, artinya stres dalam hidup mereka berkurang. Mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan dan juga menolong orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.19
17
Nursalim, Mochamad, Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial, Ladang kata:Jogjakarta,
hlm. 17 18
Ibid., hlm. 106
19
Ibid., hlm. 108
20
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil penjabaran makalah mengenai kenakalan remaja dalam berbagai perspektif ini, kesimpulan yang dapat dipaparkan adalah : 1. Batasan umur seorang anak dikatakan remaja berkenaan dengan ketetapan yang berlaku dalam suatu masyarakat, atau jika berdasarkan KUHP adalah hingga usia 16 tahun, dan dalam islam disebut usia baligh. 2. Pelanggaran norma dan sosial yang dilakukan anak dibawah umur disebut kenakalan remaja, sedangkan untuk orang dewasa disebut dengan kejahatan. 3. Kejahatan memiliki berbagai definisi yang berbeda, berdasarkan hukum adalah perilaku yang melanggar norma sosial, sedangkan menurut psikologi didominasi oleh beberapa teori yang di antaranya pendapat Freud bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh id yang lebih dominan dibandingkan dengan ego dan superego. Dalam ilmu kritis, kenakalan remaja berkenaan dengan ketidakpatuhannya seorang hamba terhadap larangan-Nya yang tidak boleh dilakukan. 4. Dalam tema kenakalan remaja ini, pemakalah mengambil satu permasalahan dalam studi kasus yaitu mengenai tawuran. Dalam intervensi dan layanan konseling, pemakalah menggunakan bimbingan pribadi-sosial dengan setting kelompok serta menggunakan metode latihan asertif yaitu mengatakan TIDAK pada perilaku yang tidak tepat.
21