Penegakkan Diagnosis serta Tatalaksana Meningitis Tuberculosis Ali Hanapiah (102016237) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Semester V Angkatan2016 Jalan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat E-mail :
[email protected] Abstrak Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari meningen dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis . Ini adalah bakteri yang menyebabkan TBC. Bakteri menyebar ke otak dan tulang. Patogenesis Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mulamula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primerg belakang dari tempat lain di tubuh, biasanya paru-paru. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian obat anti tuberkulosis dan untuk pencegahan dapat dilakukan secara primer, sekunder dan tersier. Kata kunci: meningitis, meningitis tuberkulosis Abstract Meningitis is an inflammation of the protective membranes of the brain and spinal cord known as meninges. Inflammation of meninges can be caused by viruses, bacteria or microorganisms and the causes are most rarely caused by drugs. Tuberculous meningitis is caused by Mycobacterium tuberculosis. This is the bacteria that causes tuberculosis. Bacteria spread to the brain and bone. Pathogenesis TB meningitis results from infection with menogens. In the course of TB meningitis through 2 cups. At first it formed in the brain or meninges due to the spread of hematogenous bacilli during rear primergic infection from elsewhere in the body, usually the lungs. Treatment can be done with the help of anti-tuberculosis drugs and for repairs can be done with primary, secondary and tertiary. Keywords: meningitis, tuberculosis meningitis
1
Pendahuluan Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari meningen dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan. Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi kegawatdaruratan. Klasifikasi meningitis dibuat berdasarkan agen penyebabnya, yaitu meningitis bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis parasitik dan meningitis non infeksius. Meningitis bakterial merupakan meningitis yang disebabkan infeksi bakteri dan merupakan kondisi yang serius yang dapat jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan otak dan bahkan kematian. Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosis.1
Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum untuk mengetahui bagaimana keadaan umum pasien apakah tampak sakit ringan, sedang, atau berat. Kesadaran Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesadaran pasien. TTV (Tanda–tanda Vital) Untuk mengetahui keadaan tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi. Tujuan utama pemeriksaan fisik saraf adalah mengungkapkan
dan
menjelaskan
defisit
fungsi
serta
untuk
menjelaskan
kemungkinan lokasi anatomis dari lesi. Apakah masalah disebabkan oleh lesi pada otak, sumsum tulang belakang, saraf perifer, atau otot. Berikut beberapa hal yang perlu di periksa, yaitu: Tingkat kesadaran: Pemeriksaan tingkat kesadaran yang sekarang dipakai adalah skala dari Glasgow (Glasgow coma scale) yang lebih praktis karena patokan/kriteria yang lebih jelas dan sistematik. Cara pemeriksaan Glasgow coma scale (GCS), didasarkan pada respon dari mata, pembicaraan, dan motorik. Dimana masing-masing mempunyai nilai/score tertentu, mulai dari yang paling baik (normal) sampai dengan yang paling jelek. Jumlah/total scoring paling buruk adalah 3, sedangkan yang paling baik (normal) adalah 15. Koma : GCS < 7.
2
Tabel 1. Glasgow Coma Scale2
Tingkat kesadaran dapat dibedakan kedalam beberapa tingkatan, yaitu: Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta merontaronta. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila rangsang berhenti akan tertidur kembali. Sopor yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat sadar namun dapat dibangangunkan dengan rangsang yang kuat bila Didalam pemb enam
3
hal yang sebagai tenaga, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak menjawab pertanyaan dengan baik. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari penilaian GCS pasien: mekanisme dunia kese mengukur Nilai GCS Composmentis (15-14) Nilai GCS Apatis (13-12) Nilai GCS Delirium (1110).Nilai GCS Somnolen (9-7) Nilai GCS Sopor (6-5) Nilai GCS Semi Coma(4).Nilai GCS Coma (3) Selain itu, menurut dari buku panduan basic life support dengan GCS kita juga dapat menentukan derajat cedera kepala pasien, yang dapat kita nilai dari hasil penjumlahan nilai E, V dan M, setelah kita memeriksa pasien dengan menggunakan GCS (Glasglow Coma Scale). Derajat cedera kepala berdasarkan nilai GCS adalah sebagai berikut: arn yan GCS: 13-14 CKR (cedera kepala ringan) GCS: 9-12 - CKS (cedera kepala sedang) GCS:3-8 CKB (cedera kepala berat) Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal a. Kaku kuduk Cara: Pasien tidur telentang tanpa bantal. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Hasil pemeriksaan: Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum, atau fleksi leher normal/kaku kuduk negatif.
4
Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher kaku kuduk positif. b. Brudzinski Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan : Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik. c. Kernig Cara: Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90o. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135o terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135o maka dikatakan kernig sign positif. d. Laseque Cara: Pasien berbaring terlentang. Angkat satu tungkai pasien dengan fleksi di sendi panggul sampai membentuk sudut 70o, sedangkan tungkai lain dalam keadaan lurus. Hasil Pemeriksaan : Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 70o, maka dikatakan laseque sign positif. Pemeriksaan refleks patologis Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliabel dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas. a. Refleks Klonus kaki Cara pemeriksaan: sanggah lutut pada posisi fleksi ringan. Lalu dengan tangan yang lain lakukan dorsofleksi tiba-tiba dan pertahankan beberapa saat.
5
b. Babinsky sign Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks. Reaksi: Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jarijari lainnya. Intepretasi: normal (-)2
Dalam skenario terdapat pemeriksaan fisik dengan tekanan darah 110/70, Heart rate 90 kali/menit, respirasi 20kali/menit dan suhu 37,4oC. GCS: 13.
Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan cairan otak Merupakan
kunci
diagnosis
untuk
meningitis
tuberkulosis.
Cairan
serebrospinal pada meningitis tuberkulosis jernih, tidak berwarna, dan bila didiamkan akan membentuk “cob web” atau “pellicle” atau sarang laba-laba. Tekanan sedikit meninggi dan jumlah sel kurang dari 500/ mm3 dengan dominan limfosit. Protein meninggi sampai 200mg% dan kadar glukosa menurun sampai dibawah 40mg%.
3
Kelainan CSS klasik pada meningitis tuberkulosis adalah sebagai berikut: (1) peningkatan tekanan lumbal; (2) peningkatan jumlah hitung leukosit antara 10- 500 sel/mm3 dengan dominan limfosit; (3) peningkatan konsentrasi protein berkisar 100500 mg/dl; (4) penurunan konsentrasi glukosa (konsentrasi glukosa rata-rata sekitar 40 mg/dl); dan (5) kultur positif Mycobacterium tuberculosis pada 75% pasien setelah 3-6 minggu biakan
Gambaran LCS pada meningitis TB :
Warna jernih / xantokrom
Jumlah Sel meningkat MN > PMN
Limfositer
Protein meningkat
Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan darah rutin
6
Darah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit. Selain itu perlu diperiksa juga jumlah dan hitung jenis leukosit serta peningkatan laju endap darah (LED).3 3. Tes tuberkulin Pemberian tuberkulin intradermal sebanyak 0,1 cc atau tes Mantoux berguna untuk diagnosis, terutama pada anak. 1 4. Tuberkel koroid Tuberkel koroid menandakan suatu proses tuberkulosis lanjut. Nampak sebagai fokus eksudat putih keabuan dibawah pembuluh darah retina. 1 5. Pemeriksaan radiologik3,4 -
Foto Thorak Hampir sebagian besar penderita meningitis tuberkulosis akan menunjukkan gambaran radiologik sesuai untuk suatu tuberkulosis.
-
Foto tengkorak Pada stadium akut meningitis tuberkulosis tidak akan menjumpai kelainan pada foto tengkorak. Pelebaran sutura menandakan suatu peninggian tekanan intrakranial.
-
Pemeriksaan CT Scan Dapat digunakan untuk diagnosis meningitis tuberkulosis, kelainan yang nampak adalah :
Tuberkuloma, dapat mengalami perkapuran dan kadang terlihat suatu “mass effect”
-
Hidrosefalus, terlihat dari pelebaran ventrikel.
Gambaran penyerapan abnormal dari kontras pada sisterna basalis.
Infark
Angiografi Pada fase akut meningitis tuberkulosis dapat dijumpai kelainan pembuluh darah berupa penyempitan segmental arteri pada daerah basis otak. Penyempitan ini terjadi akibat arteritis atau kompresi mekanik oleh eksudat kental.
7
-
Elektroensefalografi
Dijumpai gambaran EEG abnormal berupa perlambatan difus, bentuk sinusoidal, teratur dengan aktivitas gelombang delta voltase tinggi. Selain itu dapat memperlihatkan terdapatnya lesi fokal sesuai dengan lesi infark atau fokus epileptik
Gambar 1. Perbandingan karakter CSS pada jenis meningitis yang berbeda5
Pemeriksaan Batang Tahan Asam (Ziehl Neelsen): Sputum yang diambil harus berasal dari trakea atau bronkus, bukan saliva (air liur)
Gambar 2. Basil tahan asam
8
Gambar 3. Interpretasi Diagnosis banding Meningitis bakteri Inflamasi pada dura mater
paling sering terjadi akibat infeksi bakteri
(biasanya streptokokus) yang terlokalisasi pada dura terdapat juga type bakteri penyebab lain Streptococcus pneumoniae, Group B Streptococcus, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Listeria monocytogenes. Organisme paling sering mendapatkan akses ke meninges melalui cacat tengkorak (misalnya, fraktur tengkorak) atau menyebar dari infeksi sinus paranasal atau osteomielitis kranial.6,7 Gejala klinis Tiga serangkai klasik meningitis bakteri terdiri dari: Demam, Sakit kepala, dan Leher kaku. Gejala lain dapat termasuk mual, muntah, photalgia (fotofobia), kantuk, kebingungan, lekas marah, delirium, dan koma. Pasien dengan meningitis virus mungkin memiliki riwayat gejala sistemik sebelumnya (misalnya, mialgia, kelelahan, atau anoreksia). Gejala meningitis bakteri dapat muncul dengan cepat atau beberapa hari. Biasanya mereka berkembang dalam 3 hingga 7 hari setelah paparan.8,9
Meningitis viral Meningitis virus adalah jenis meningitis yang paling umum, peradangan jaringan yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Ini sering kurang parah daripada meningitis bakteri, dan kebanyakan orang sembuh dengan sendirinya (tanpa perawatan). Namun, sangat penting bagi siapa saja yang mengalami gejala meningitis untuk segera mengunjungi penyedia layanan kesehatan karena beberapa jenis meningitis bisa sangat serius. Hanya dokter yang dapat menentukan apakah Anda memiliki penyakit, jenis meningitis, dan perawatan terbaik, yang kadang-kadang bisa menyelamatkan jiwa. Bayi yang berusia kurang dari 1 bulan dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah lebih cenderung memiliki penyakit parah akibat meningitis virus. Enterovirus lebih dari 85% dari semua kasus meningitis virus. Mereka adalah bagian dari keluarga virus Picornaviridae ("pico" untuk yang kecil, "rna" untuk asam ribonukleat) dan termasuk echovirus, coxsackievirus A dan B, poliovirus, dan
9
enterovirus bernomor. Enterovirus nonpolio adalah virus umum; mereka hampir sama lazimnya dengan rhinovirus (yang menyebabkan flu biasa) Enterovirus non-polio adalah penyebab paling umum dari meningitis virus di Amerika Serikat, terutama dari akhir musim semi hingga saat virus ini menyebar paling sering. Namun, hanya sejumlah kecil orang yang terinfeksi enterovirus yang benar-benar akan mengalami meningitis.9,10 Virus lain yang dapat menyebabkan meningitis adalah Virus gondong, virus herpes, termasuk, virus herpes simpleks, dan virus varicella-zoster (yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster ), virus campak, virus influenza, Arbovirus, seperti virus West Nile, Virus choriomeningitis limfositik. Gejala umum pada bayi: Demam, Sifat lekas marah, Makan yang buruk, Rasa kantuk atau sulit bangun dari tidur, Kelesuan (kekurangan energi). Gejala umum pada anak-anak dan orang dewasa: Demam, Sakit kepala, Leher kaku, Sensitivitas terhadap cahaya terang, Rasa kantuk atau sulit bangun dari tidur, Mual, Sifat lekas marah, Muntah, Kurang nafsu makan, dan Kelesuan (kekurangan energi) Kebanyakan orang dengan meningitis virus ringan biasanya sembuh dengan sendirinya dalam 7 hingga 10 hari. Gejala awal meningitis virus mirip dengan meningitis bakteri . Namun, meningitis bakteri biasanya parah dan dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti kerusakan otak, gangguan pendengaran, atau ketidakmampuan belajar.Patogen (kuman) yang menyebabkan meningitis bakteri juga dapat dikaitkan dengan penyakit serius lainnya, sepsis. Sepsis adalah respons tubuh yang luar biasa dan mengancam jiwa terhadap infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan, kegagalan organ, dan kematian.
Meningits tubeculosis
Etiologi Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada jaringan yang menutupi otak dan sumsum
tulang
oleh Mycobacterium
belakang
(meninges).
tuberculosis . Ini
Meningitis
adalah
bakteri
tuberkulosis yang
disebabkan
menyebabkan
TBC
( TB ). Bakteri menyebar ke otak dan tulang belakang dari tempat lain di tubuh, biasanya
10
paru-paru. Meningitis tuberkulosis sangat jarang terjadi di Amerika Serikat. Sebagian besar kasus adalah orang yang melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dari negara lain di mana TB umum.13 Orang yang memiliki yang berikut memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengembangkan meningitis TB: HIV / AIDS, Minumlah alkohol secara berlebihan, TB paru-paru, dan Sistem kekebalan tubuh melemah.
Anatomi dan fisiologi Anatomi Fisiologi Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningeal yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tíga lapis, yaitu: Pia meter yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini. Arachnoid: Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter . Dura meter Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
Gambar 2. Anatomi otak
Epidemologi Sepertiga dari populasi dunia terinfeksi dengan tuberkulosis laten, dengan risiko 10% mengalami bentuk aktif dari tuberkulosis sepanjang hidupnya. Diperkirakan 9,6 juta kasus tuberkulosis terjadi di seluruh dunia sepanjang tahun 2014, dengan angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa. Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua setelah India dengan jumlah kasus 10% dari total kasus di seluruh dunia. Data dari World Health Organization (WHO)
11
menunjukkan angka insidensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 395 kasus per 100.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 10% kasus merupakan infeksi oportunistik dari infeksi HIV. Tingkat kematian akibat penyakit ini sekitar 40 dari 100.000 jiwa.13
Faktor risiko Migrasi manusia memainkan peran besar dalam epidemiologi TB. Pemindahan besar-besaran manusia selama perang dan kelaparan telah menghasilkan peningkatan kasus TB dan distribusi geografis yang berubah. Dengan munculnya perjalanan udara, TB memiliki keberadaan global. Di Amerika Serikat, prevalensi TB, kebanyakan pada orang yang lahir di luar negeri, terus meningkat. Setelah terinfeksi TB M, koinfeksi HIV adalah faktor risiko terkuat untuk pengembangan menjadi TB aktif; risikonya diperkirakan sebesar 10% per tahun, dibandingkan dengan 5-10% risiko seumur hidup di antara orang dengan TB tetapi tidak dengan infeksi HIV. Walaupun pasien yang terinfeksi HIV dan TB berisiko lebih tinggi terhadap TBM, gambaran klinis dan hasil TB tampaknya tidak diubah oleh HIV. Pergi ke Ketentuan CNS Terkait HIV-1 - Meningitis untuk informasi lebih lengkap tentang topik ini. Pasien yang terinfeksi HIV, terutama mereka yang menderita AIDS, berisiko sangat tinggi untuk mengembangkan TB aktif ketika terpapar pada orang dengan TB yang rentan terhadap obat atau yang resistan terhadap obat. Mereka memiliki insiden TB yang resistan terhadap obat yang lebih tinggi, sebagian karena Mycobacterium aviumintrasellulare, dan memiliki hasil yang lebih buruk. Faktor predisposisi lain untuk pengembangan TB aktif termasuk malnutrisi, alkoholisme, penyalahgunaan zat, diabetes mellitus, penggunaan kortikosteroid, keganasan, dan trauma kepala. Para tunawisma, orang-orang di fasilitas pemasyarakatan, dan penghuni fasilitas perawatan jangka panjang juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan TB aktif dibandingkan dengan populasi umum.
Patogenesis Patogenesis Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadí pada TB 12
kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasí darí nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi darí infeksi. Kerusakan lapisan dural dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dl. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkarn meningitis. Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi. Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa BTA masuk tubuh =>Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna =>Multiplikasi =>Infeksi paru focus infeksi lain =>Penyebaran hematogen =>Meningens =>Membentuk tuberkel =>BTA tidak aktif / dormain Bila daya tahan tubuh menurun =>Rupture tuberkel meningen =>Pelepasan BTA ke ruang =>subarachnoid =>meningitis.15
Medikamentosa Pemberian terapi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan basil tahan asam melalui apusan atau kultur, baik dari sputum, darah maupun CSS. Hal ini karena bahkan pemeriksaan terbaik sekalipun mungkin tidak dapat menemukan basil tuberkulosis pada pasien meningitis tuberkulosis, infeksi HIV dan anak kecil. Oleh karena itu, pada kondisi seperti ini atau pada pasien dengan sakit berat dimana dicurigai tuberkulosis, maka penilaian klinis dapat digunakan untuk memulai pemberian terapi empiris sembari menunggu hasil akhir pemeriksaan seperti kultur yang membutuhkan waktu lama atau bahkan ketika hasil pemeriksaan negatif.
Tuberkulosis paru dan ekstraparu ditatalaksana dengan regimen antituberkulosis yang sama, yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol selama 2 bulan fase intensif 13
dan rifampisin, isoniazid selama 4 bulan fase lanjutan (2RHZE/4RH). Para ahli merekomendasikan pemberian terapi obat anti tuberkulosis pada meningitis tuberkulosis selama minimal 9 hingga 12 bulan. WHO dan PDPI mengklasifikasikan meningitis tuberkulosis (tuberkulosis ekstra paru, kasus berat) ke dalam kategori I terapi tuberkulosis. Pemberian rifampisin dan isoniazid pada fase lanjutan dalam kasus meningitis tuberkulosis umumnya diperpanjang hingga 7 atau 10 bulan. Namun, pada pasien ini diberikan terapi OAT awal berupa RHZES. Penambahan streptomisin merupakan tatalaksana tepat karena tuberkulosis dengan kondisi berat atau mengancam nyawa dapat diberikan streptomisin. Pada dewasa, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 5 (4-6) mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari rifampisin 10 (8–12) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 25 (20– 30) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari etambutol 15 (15–20) mg/kgBB, maksimum 1.600 mg/hari streptomisin 12-18 mg/kgBB.
Dosis kortikosteroid antara lain deksametason 0,4 mg/kgBB atau prednison 2,5 mg/kgBB.4,12,20,21 Pada anak, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 10 (7–15) mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari; rifampisin 15 (10–20) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 35 (30–40) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari; etambutol 20 (15–25) mg/kgBB, maksimum 1.000 mg/hari. Dosis kortikosteroid antara lain deksametason 0,6 mg/kgBB atau prednison 2-4 mg/kgBB. Pemberian deksametason intravena (kortikosteroid) pada pasien ini terbukti memperbaiki klinis pasien. Hal ini terlihat pada peningkatan kesadaran pasien setiap harinya. Peran kortikosteroid pada terapi meningitis tuberkulosis telah dilaporkan bermanfaat dalam sejumlah penelitian. Angka mortalitas menurun dengan
pemberian
kortikosteroid intravena. Terapi dengan deksametason atau prednisolon yang ditappering off selama 6-8 minggu direkomendasikan pada pasien meningitis tuberkulosis. Kortikosteroid sebaiknya diberikan intravena pada awalnya dan dilanjutkan dengan pemberian per oral sesuai klinis pasien. Respon jaringan terhadap inflamasi pada meningitis tuberkulosis adalah eksudat inflamasi mendorong struktur pada bagian dasar otak, nervus dan pembuluh darah di daerah ini. Vaskulopati mempengaruhi sirkulus Willisi, sistem vertebrobasiler, dan 14
cabang kecil dari arteri serebri media menyebabkan infark. Selanjutnya, eksudat di basal menghambat aliran cairan serebrospinal setinggi tentorium menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan hidrosefalus. Proses patofisiologi pada meningitis tuberkulosis ini yang mendorong penggunaan antiinflamasi kortikosteroid untuk memodifikasi kerusakan jaringan yang terjadi. Pemberian kortikosteroid dapat menekan respons inflamasi dalam ruang subaraknoid sehingga mengurangi risiko edema serebral, peningkatan tekanan intrakranial, gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera neuron. Selain itu, pemberian kortikosteroid terbukti memperbaiki outcome dengan penurunan tingkat mortalitas dan keparahan dari komplikasi neurologis. Deksametason dengan dosis 0,6 mg/kg/hari (anak) dan 0,4 mg/kg/hari (dewasa) ekuivalen dengan prednisolon dosis 24 mg/kg/hari (anak) dan 2,5 mg/kg/hari (dewasa). Keduanya merupakan kortikosteroid injeksi pilihan untuk diberikan pada kasus meningitis tuberkulosis. Durasi pemberian selama 4 minggu dengan tapering 2-4 minggu setelahnya Non medikamentosa Pencegahan Pencegahan Primer Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan
15
pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.17
Pencegahan Upaya pendidikan kesehatan harus diarahkan pada pasien untuk membuat mereka lebih mengetahui dan mengetahui semua aspek penyakit dan perawatannya. Pasien harus diberitahu tentang aturan dasar untuk mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain dalam keluarga atau masyarakat. Sedangkan satu ujung spektrum upaya pendidikan diarahkan pada perilaku yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat umum, ujung lainnya harus diarahkan untuk mendapatkan dukungan dari mereka yang memengaruhi kebijakan kesehatan dan pendanaan pemerintah dan lembaga. Untuk mencapai hal ini, kampanye informasi, pendidikan, dan komunikasi (KIE) harus dirancang untuk bertindak sebagai perantara antara 2 kelompok. Strategi ini termasuk pemasaran sosial, promosi kesehatan, mobilisasi sosial, dan program advokasi.
Prognosis Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati: makin dini penyakit ini didiagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Usia penderita juga mempengaruhi prognosis, anak dibawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang buruk. Sayangnya pada 10-30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. 16
Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis, obatilah bila diagnosis sudah sangat mungkin.16 Komplikasi Komplikasi terjadi pada 81 pasien (78%). Komplikasi yang paling umum adalah: hiponatremia 49%, hidrosefalus 42%, stroke 33%, kelumpuhan saraf kranial 29%, kejang epilepsi 28%, diabetes insipidus 6%, TB 3%, mieloradikulopati 3% dan sindrom hipotalamus 3%. Komplikasi iatrogenik yang paling umum adalah hepatotoksisitas terkait dengan pengobatan anti-TB pada tujuh pasien. Dua puluh tiga pasien (22%) meninggal. Pada tindak lanjut terakhir satu pasien (1%) tetap dalam keadaan vegetatif persisten, 14 pasien (13%) memiliki kecacatan parah dan 12 pasien (12%) cacat sedang. Komplikasi yang paling umum pada 81 korban jangka panjang adalah gangguan kognitif (12%) dan epilepsi (11%). Komplikasi neurologis dan sistemik meningitis tuberkulosis sering terjadi dan merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas jangka panjang.
Kesimpulan Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis ekstraparu neurologis tersering yang mengancam jiwa. Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan adanya trias meningitis dan kecurigaan tuberkulosis secara klinis. Pemberian terapi harus segera dan tepat untuk mengurangi tingkat mortalitas. Terapi berupa obat anti tuberkulosis, dan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi dalam subaraknoid.
Daftar pustaka 1. Huldani. Diagnosis dan penatalaksana meningitis tuberculosis. Diunduh dari http://eprints.ulm.ac.id/206/1/HULDANI%20-
17
%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN%20MENINGITIS %20TUBERKULOSIS.pdf. 31 desember 2018-12-31 2. Juwono T. Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek. Jakata: EGC, 2000.h.1-9, 17-20 3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Ed 7. Jakarta: EGC,2007.h.922-23 4. Davey P. Infeksi Sistem Saraf Pusat dalam: At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga,2002.h.362-3. 5. Meisadona
G,
Soebroto
AD,
Estiasari
R.
Diunduh
dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_224Diagnosis%20dan%20Tatalaksan a%20Meningitis%20Bakterialis.pdf. 31 desember 2018 6. Diunduh dari https://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html. 27 Desember 2018 7. Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#a4. 27 Desember 2018 8. Diunduh dari https://www.medscape.com/answers/232915-10652/what-arethe-signs-and-symptoms-of-bacterial-and-viral-meningitis. 27 desember 2018 9. Diunduh dari https://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html. 27 Desember 2018 10. Diunduh dari https://www.cdc.gov/meningitis/viral.html 31 Desember 2018 11. Wan
C.
Viral
meningitis.
Diunduh
dari
https://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview#a2. 31 Desember 2018 12. Meningitis-tuberculosis.
Diunduh
dari
https://medlineplus.gov/ency/article/000650.htm. 31 desember 2018 13. Pemula G, Azhary R, Aprilliana E, Mahdi PD. Pentalaksanaan yang tepat pada
meningitis
tuberkulosis.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/847/pdf. 31 Desember 2018. 14. Ramachandran
TS.
Tuberculous
meningits.
Diunduh
dari
https://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview#a4. 31 Desember 2018
18
15. Meningitis
tuberkulosa.
Diunduh
http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/.
dari 31
Desember 2018 16. Wilson, Martin, Fauci, etc. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.h.44-7. 17. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.76-8. 18.
19