Algae.docx

  • Uploaded by: Sherina
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Algae.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,688
  • Pages: 46
1

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mikroorganisme merupakan semua makhluk yang berukuran beberapa mikron atau lebih kecil lagi. Yang termasuk golongan ini adalah bakteri, cendawan atau jamur tingkat rendah, ragi yang menurut sistematik masuk golongan jamur, ganggang, hewan bersel satu atau protozoa, dan virus yang hanya nampak dengan mikroskop elektron (Dwidjoseputro, 1990). Mikroorganisme umumnya terdapat di mana-mana, seperti di dalam tanah, di lingkungan akuatik, berkisar dari aliran air sampai lautan, dan atmosfer (Pelczar dan Chan, 1986). Mikroorganisme tersebut mempunyai beberapa peranan salah satunya mikroorganisme yang hidup dalam tanah dapat membantu pembentukan struktur tanah yang mantap, karena mikroorganisme tanah dapat mengeluarkan (sekresi) zat perekat yang tidak mudah larut dalam air (Hardjowigeno, 1992). Adanya keprihatinan yang besar di antara masyarakat akan kualitas lingkungan telah membantu dicurahkannya minat yang kian besar untuk mempelajari ekologi mikroba. Sebagai contoh mikroorganisme memegang peranan yang menentukan dalam menguraikan sampah yang berasal dari manusia dan industri yang dibuang ke dalam air dan tanah. Mereka mampu melaksanakan daur ulang terhadap banyak macam bahan. Kualitas dan produktivitas perairan alamiah saling berkaitan, terutama dengan populasi mikrobanya. Udara bersih serta bebas debu mengandung sedikit mikroorganisme. Dengan demikian nyatalah bahwa penilaian terhadap kualitas lingkungan mempunyai kaitan yang rumit dengan flora mikroba yang ada (Pelezar dan Chan, 2005).

2

I.2 Rumusan Masalah 1. Jelaskan biologi dan siklus hidup algae! 2. Jelaskan biologi dan siklus hidup protozoa! 3. Apakah peranan algae dan protozoa dalam kehidupan? 4. Jelaskan morfologi dan klasifikasi virus! 5. Apakah perbedaan virus tumbuhan dengan hewan?

I.3 Tujuan 1. Mengetahui biologi dan siklus hidup algae. 2. Mengetahui biologi dan siklus hidup protozoa 3. Mengetahui peranan algae dan protozoa dalam kehidupan 4. Mengetahui morfologi dan klasifikasi virus 5. Dapat membedakan virus tumbuhan dengan hewan.

3

BAB II ISI II.1 Biologi dan Siklus Hidup Algae. 1. Deskripsi Alga Tumbuhan yang terdapat di laut merupakan organisme pada tingkat trofik terendah atau produsen primer pada suatu ekosistem perairan laut. Tumbuhan laut ini dapat melakukan fotosintesis serta menghasilkan senyawa organik yang dibutuhkan oleh kehidupan berbagai organisme dalam perairan. Faktor utama yang mempengaruhi kehidupan tumbuhan laut yaitu cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis dan substrat untuk melekat (Suantika dkk, 2007, h.2.49). Rumput laut merupakan tumbuhan yang tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Semua bagian dari tumbuhan rumput laut disebut thallus. Rumput laut dikenal dengan nama algae dan berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi dua golongan yaitu mikro alga dan makro alga. Mikro alga berukuran kecil tidak dapat dilihat oleh mata secara langsung, membutuhkan alat bantu berupa mikroskop, berbeda dengan makroalga yang berukuran besar dapat 14 dilihat langsung oleh mata. Kelompok alga tersebut sebagian besar hidup di laut dan ada yang melekat di dasar laut atau melayang-layang mengikuti gerakan arus laut (Suantika dkk, 2007, h.2.49).

2. Morfologi Alga Morfologi tumbuhan alga tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan tanaman ini memiliki morfologi yang mirip,walaupun sebenarnya berbeda. Tubuh makroalga umumnya disebut “tallus”. Talus merupakan tubuh vegetatif alga yang belum mengenal diferensiasi akar, batang dan daun sebagaimana yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi. Talus makroalga umunya terdiri atas “blade” yang memiliki bentuk

4

seperti daun, “stipe” (bagian yang menyerupai batang) dan “holdfast” yang merupakan bagian talus yang serupa dengan akar. Beberapa jenis makroalga, “stipe” tidak dijumpai dan “blade” melekat langsung pada “holdfast” (Sumich, 1992 dalam Palalo, 2013, h.13).

Gambar 2.1 Morfologi makroalga (Afrianto dkk, 1993 dalam Zainuddin, 2011) Bentuk talus makroalga bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya. Percabangan talus ada yang dichotomous (bercabang dua terus menerus), pectinate (berderet searah pada satu sisi talus utama), pinnate (bercabang dua-dua pada sepanjang talus utama secara berselang seling), ferticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama dan adapula yang sederhana dan tidak bercabang (Aslan, 1998 dalam Palalo, 2013, h.14).

Gambar 2.2 Tipe percabangan makroalga, (1). Tidak bercabang, (2). Dichotomous,(3). Pinnate alternate, (4). Pinnate distichous, (5). Tetratichous, (6).Ferticillate, (7). Polystichous, (8). Pectinate, (9). Monopodial, (10). Sympodial (Seryobudiandi dkk, 2009)

5

3. Klasifikasi Alga Makroalga yang berukuran besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga merah). Makroalga ini berfungsi sebagai produsen primer pada suatu perairan, selain hal tersebut makroalga memiliki peran untuk menfiksasi bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan cahaya matahari yang dimanfaatkan langsung oleh herbivor (Asriyana dan Yuliana, 2012 dalam Lase, 2014, h.5).

a. Alga hijau (Chlorophyceae) Ganggang hijau atau Chlorophyta sesuai dengan namanya, kelompok dari alga ini berwarna hijau berasal dari pigmen pada kloroplas. Kloroplas mengandung pigmen yang digunakan untuk fotosintesis,

yaitu klorofil-a dan klorofil-b

serta berbagai

karotinoid. Alga hijau menghasilkan dinding sel yang sebagian besar terdiri dari karbonhidrat yang berselulosa. Kelompok alga ini memiliki bentuk yang sangat beranekaragam, tetapi bentuk yang umum dijumpai adalah seperti benang (filamen) dengan atau tanpa sekat dan berbentuk lembaran (Suantika dkk, 2007, h.2.53). Perkembangbiakannya dilakukan secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan yang dilakukan secara seksual, yaitu isi dari sel tumbuhan pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu-getar dua. Setelah gamet ini lepas ke dalam air, mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel berkembang menjadi tumbuh-tumbuhan baru yang dikenal sebagai sporofit (sorophyte), tetapi biasanya melalui fase benang terlebih dahulu. Perkembangbiakan yang dilakukan secara aseksual,yaitu setiap sel dari tumbuhan sporofit membentuk zoospora berbulugetar empat (spora adalah sel perkembangbiakan yang berbeda

6

dengan biji, terutama karena sel ini tidak berisi embrio sehingga tumbuhan siap berkembang). Zoospora ini setelah dilepas tumbuh langsung menjadi gametofit, yakni tumbuhan yang menghasilkan gamet. Perkembangbiakan aseksual dapat terjadi juga dengan cara fragmentasi yang membentuk tumbuh-tumbuhan tidak melekat (Romimohtarto dan Juwana, 2001, h.59). Chlorophyta merupakan divisi terbesar dari semua divisi alga, sekitar 6500 jenis anggota divisi ini telah berhasil diidentifikasi. Divisi Cholorophyta tersebar luas dan menempati beragam substrat seperti tanah yang lembab, batang pohon, batuan basah, danau, laut hingga batuan bersalju. Sebagian besar (90%) hidup di air tawar dan umumnya merupakan penyusun komunitas plankton. Sebagian kecil hidup sebagai makro alga di air laut (Palalo, 2013, h.13). Indonesia tercatat sedikitnya 12 marga alga hijau, yang banyak di antaranya sering dijumpai di perairan pantai. Berikut ini adalah marga-marga alga hijau tersebut. 1) Caulerpa yang dikenal beberapa penduduk pulau sebagai anggur laut terdiri sari 15 jenis dan lima varietas. 2) Ulva mempunyai Talus berbentuk lembaran tipis seperti sla, oleh karenanya dinamakan sla laut. Ada tiga jenis yang tercatat, salah satu diantaranya Ulva reticulata. Alga ini biasanya melekat dengan menggunakan alat pelekat berbentuk cakram pada batu atau pada substrat lain. Daunnya tipis dan lebar 0,1 mm tebalnya, bentuk dan ukurannya tidak teratur. Daun yang lebar dapat mencapai ukuran 400 cm². 3) Valonia (V.ventricosa) mempunyai talus yang membentuk gelembung berisi cairan verwarna ungu atau hijau menhkilat, menempel pada karang mati atau batu karang. Alga ini berbenang hijau bercabang dan beruas, garis tengahnya kira-

7

kira 1 mm, tumbuh ke aras membentuk sebuah talus yang permukaan atasnya berbentuk kubah. 4) Dictyosphaera (D.cavernosa) dan jenis-jenis marga ini di Nusa Tenggara Barat dinamakan bulung dan dimanfaatkan untuk sayuran. 5) Halimeda terdiri dari 18 jenis, marga alga ini berkapur dan menjadi salah satu penyumbang endapan kapur dilaut. Halimeda tuna terdiri dari rantai bercabang dari potongan tipis berbentuk kipas. 6) Chaetomorpha mempunyai talus atau daunnya berbentuk benang yang menggumpal. Jenis yang diketahui adalah C.crassa yang sering menjadi gulma bagi budidaya rumput laut. 7) Codium hidup menempel pada batu atau batuan karang. 8) Marga Udotea tercatat dua jenis dan banyak terdapat di perairan Sulawesi, seperti di Kepulauan Spermonde dan Selat Makasar. Alga ini tumbuh di dasar pasir dan terumbu karang. 9) Tydemania (T.expeditionis) tumbuh di paparan terumbu karang yang dangkal dan di daerah tubir pada kejelukan 5-30 m di perairan jernih. 10) Bernetella (B.nitida) menempel pada karang mati dan pecahan karang di paparan terumbu. 11) Burgensia (B.forbesii) mempunyai talus berbentuk kantung silendrik berisi cairan warna hijau tua atau hijau kekuningkuningan, menempel di batu karang atau pada tumbuhtumbuhan lain. 12) Neomeris (N.annulata), tumbuh menempel pada substrat dari karang mati di dasar laut. N.annulata hidup didaerah pasut di seluruh perairan Indonesia (Romimohtarto dan Juwana, 2001, h.63-66).

8

9

Tabel 2.1 Klasifikasi Phyllum Chlorophyta

b. Alga cokelat (Phaeophyceae) Alga coklat merupakan tumbuhan laut dan hanya sebagian kecil saja yang hidup di air tawar, memiliki ukuran terbesar bila dibandingkan dengan kelompok rumput laut lain dan bentuknya beragam. Alga cokelat ini terdiri dari klorofil yang ditutupi oleh pigmen kuning dan cokelat yaitu santofil, karotin, dan fukosantin (Suantika dkk, 2007, h.2.52). Alga cokelat mempunyai cakupan luasan di perairan yang lebih dalam dan pigmen cokelat lebih efisien melakukan fotosintesis dibandingkan pigmen warna hijau. Variasi bentuk dari rumput laut cokelat cukup banyak. Beberapa diantaranya mempunyai

10

ukuran yang lebar, dan panjang dan umumnya banyak dijumpai di rataan terumbu karang yang berhadapan langsung dengan samudera (Setyobudiandi dkk, 2009, h.5). Tumbuhan tersebut ada yang membentuk benang kecil dan halus (Ectocarpus), berbentuk seperti sosis yang kopong dan kasar dengan panjang 30 cm atau lebih (Scytosiphon), kemudian yang bertangkai pendek dan bertalus lebar (Laminaria, Costaria dan Alaria, beberapa diantaranya mempunyai lebar 2 meter), bentuknya bercabang banyak (Fucus Agregia), dan dari Pasifik terdapat alga berukuran raksasa dengan tangkai yang panjang dengan daun seperti kulit yang panjang (Macrocystis, Nerocystis, Pelagophycus). Bentuk alga cokelat ini melekat pada substrat dengan alat perekat yang bercabang banyak, tetapi sebenarnya tidak memiliki akar. Alat perekat ini tumbuh tangkai (stipe) yang panjang dan silindrik, didalam rongga tangkai akan berakhir dengan bentuk berupa bola berongga diujungnya. Bola ini berisi gas seperti halnya tangkai, sehingga tumbuhan ini dapat mengapung dan mendapatkan sinar matahari yang cukup. Pada ujung bola terdapat daun seperti pita atau lamina. Bola dan tangkai berongga ini membuat bagian atas tumbuhan

berada

didekat

permukaan,

sehingga

daun

mendapatkan sinar matahari yang cukup. Seperti alga besar lainnya, tumbuhan alga cokelat memiliki bagian yang ulet, lentur, dan licin sehingga mampu menghadapi pengaruh gelombang badai dan arus keras yang sering terjadi dengan mengeluarkan daya tahan sekecil-kecilnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001, h.65-68). Kelompok alga cokelat memiliki bentuk yang bervariasi tetapi hampir sebagian besar jenis-jenisnya berwarna cokelat atau pirang. Warna tersebut tahan dan tidak berubah walaupun

11

alga ini mati atau kekeringan. Hanya pada beberapa jenis warnanya misal pada sargassum, warnanya akan sedikit berubah menjadi hijau kebiru-biruan apabila mati kekeringan. Ukuran talus atau rumpun beberapa jenisnya sudah lebih tinggi dari jenis-jenis alga merah dan hijau, misal dapat mencapai sampai sekitar tiga meter (Wanda, 1988 dalam Palalo, 2013, h.18). Alga cokelat berkembang sangat baik diperairan dingin, karena alga ini merupakan tumbuhan khas pantai berbatu didaerah lintang tinggi. Sedangkan Sargassum dan alga lain dari ordo Fucales merupakan alga dari perairan tropik dan subtropik. Indonesia memiliki 8 marga alga coklat yang ditemukan, yakni: 1) Cystoseira sp yang hidup menempel padaa batu didaerah rataan terumbu karang dengan alat perekatnya yang berbentuk cakram kecil. Alga ini mengelompok bersama dengan komunitas Sargassum dan Turbinaria. Perairan pantai Malaysia terdapat jenis Cystoseira prolifera yang berukuran besar dan terdapat di paparan terumbu dan pantai berbatu. 2) Dictyopteris sp, hidup melekat pada batu dipinggir luar terumbu karang. Jenis alga ini dapat dietmukan di Selat Jawa, Selat Sunda, dan Bali . 3) Dictyota (D. Bartayresiana) tumbuh menempel pada batu karang mati didaerah terumbu karang. Warnanya cokelat tua dan mempunyai talus

bercabang yang terbagi dua.

Talusnya yang pipih, lebarnya 2 mm, tersusun oleh tiga lapis sel. 4) Hormophysa (H.triquesa), hidup menempel pada batu dengan alat perekatnya berbentuk cakram kecil. Alga ini

12

tersebar luas di perairan Indonesia, dan hidup bercampur dengan Sargassum dan Turbinaria di terumbu karang. 5) Hydroclathrus (H.claratus) tumbuh melekat pada batu dan pasir di daerah terumbu karang dan tersebar luas di perairan Indonesia. 6) Padina (P.australis) tumbuh menempel dibatu pada daerah terumbu karang, baik ditempat terbuka di laut maupun ditempat terlindung. 7) Sargassum hidup melekat pada batu atau bongkahan karang. Warnanya bermacam-macam dari cokelat muda sampai cokelat tua. Alat perekatnya terdiri dari cakram pipih. Cakram ini muncul tangkai yang pendek silindrik tegak. Tangkai yang pendek muncul poros silindrik panjang. Masing-masing poros dapat mencapai 1 m panjangnya di bawah litoral Sargassum hidup. 8) Turbinaria mempunyai cabang silindrik dengan diameter 23 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1-1,5 cm panjangnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001, h.72-75).

Lebih dari 500 spesies yang telah teridentifikasi, dengan 250 genera. Alga cokelat memiliki struktur anatomi dan morfologi yang kompleks, sebagian lebih kompleks lagi dibandingkan dengan lumut dan lumut hati. Walaupun ekologi dan

kandungan

biokimianya

berbeda

dari

tumbuhan

sebenarnya, dua kelompok ini mempunyai kesamaan yang luar biasa dalam penyusun struktur tubuh dan daur hidupnya (Mauset, 1998, h.603).

13

Tabel 2.2 Klasifikasi Phyllum Phaeophyta/Ochrophyta

c. Alga merah (Rhodophyceae) Alga merah di perairan tropik, umumnya terdapat di daerah bawah litoral dengan cahaya yang sangat kurang. Umumnya alga merah berukuran kecil, memiliki pigmenpigmen kromatofor yang terdiri dari klorofil dengan santofil, karotena, fikoeritrin dan fikosianin. Sekelompok tumbuhan ini ada yang disebut koralin yang dapat menyerap zat kapur dari air laut dan strukturnya menjadi sangat keras. Biasanya koralin dapat dijumpai pada terumbu karang dan membentuk kerak merah muda pada batu karang dan batu cadas (Suantika dkk, 2007. h.2.50). Alga merah mendominasi tumbuhan laut. Warna yang dimiliki alga merah paling mencolok jika dibandingkan dengan kelompok lainnya, ada yang berwarna merah ungu, violet, coklat, dan hijau. Pigmen dari kromatofor terdiri dari klorofil, santofil, karotin dan sebagai tambahan fikoeritrin merah atau fikosianin. Alga merah ini meskipun berukuran kecil, namun bentuknya beranekaragam dibandingkan alga coklat dan jumlahnya lebih banyak. Sifat yang dimiliki oleh alga merah yang sangat menarik dari perkembangbiakan yang tidak memiliki spora atau gamet. Hal ini menyimpang dari kebiasaan perkembangbiakan jasad hidup didalam air (Romimohtarto dan Juwana, 2001, h.75-78).

14

Dalam kondisi ini, alga merah dapat melakukan penyesuaian pigmen dengan kualitas pencahayaan sehingga dapat menimbulkan berbagai warna pada thalus. Warnawarna yang terbentuk antara lain: merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau. Secara umum, bentuk rumput laut ini berupa silinder yang berukuran sedang sampai kecil. Rumput laut ini ditemukan luas di seluruh perairan Indonesia yang dijumpai dari daerah intertidal sampai dengan rataan terumbu dan berasosiasi dengan jenis rumput laut lainnya. Reproduksi dapat terjadi secara seksual dengan karpogonia dan spermatia (Setyobudiandi, 2009, h.3). Daur hidup kebanyakan alga merah kurang diketahui, tetapi beberapa di antaranya telah dipelajari dengan baik dan luar biasa kompleks, hampir semuanya sedikit bersangkutan pada tahap multiseluler (alga hijau dan alga cokelat), akan tetapi tak satu pun yang memiliki lagi sel motil; flagella dan centriole tidak terdapat di setiap tahapan spesies. Terdapat begitu banyak variasi dan di sana tidak ada “ciri khas” daur hidup alga merah. Alga merah biasanya merupakan organisme multiseluler; hanya beberapa dari golongan

dari

spesies

uniseluler

(Porphyridium,

Rhodospora) yang telah diketahui. Ciri khas alga merah lebih sederhana dan kurang kompleks dibanding dengan alga cokelat. Seperti halnya alga cokelat, nenek moyang dari alga merah harus memiliki perbedaan dari nenek moyang alga merah yang sangat lebih muda, tentu saja sebelum multiselularitas berkembang. Banyak

spesies

alga

merah

tumbuh

menempel

menggunakan rhizoids di bebatuan, kerang, alga atau rumput laut lainnya. Banyak dari alga merah (lebih dari 40

15

genera) bersifat parasitik, biasanya pada alga merah lainnya (Mauset, 1998, h.608). Alga merah memiliki persebaran yang luas, tetapi paling banyak terdapat di perairan beriklim sedang. Jenis alga merah banyak yang mempunyai nilai ekonomi dan diperdagangkan sebagai komoditi rumput laut. Indonesia tercatat memiliki 17 marga terdiri dari 34 jenis. Berikut ini marga dari alga merah tersebut. 1) Acanthropora mereka hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya. Luas sebaranya yang pertama di Indonesia dan yang kedua kurang meluas dan hanya terdapat ditempat tertentu seperti Kepulauan Seribu, sebelah utara Teluk Jakarta. 2) Actinotrichia (A.fragilis) hidup menempel pada karang mati, persebarannya luas. Terdapat juga di padang lamun. 3) Amansia (A.glomerata) tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu karang dan hidup melimpah di padang lamun. 4) Amphiroa (A.fragilissima) tumbuh menempel pada padang pasir atau menempel pada substrat lainnya di padang lamun. 5) Chondrococcus (C. Hornemannii) tumbuh melekat pada substrat batu di terumbu katang yang senantiasa terendam air. 6) Corallina tumbuh dibagian luar terumbu yang biasa terkena ombak langsung. Sebarannya tidak begitu luas, terdapat di pantai selatan Jawa. 7) Eucheuma adalah alga merah yang merupakan alga dengan mempunyai taky yang silindrik berdaging dan

16

kuat dengan bintil-bintil atau duri yang mencuat ke samping pada beberapa jenis. 8) Galaxaura tumbuh melekat pada substrat batu di terumbu karang. 9) Gelidiella (G.acerosa) merupakan alga yang muncul di permukaan air dan pada saat air surut mengalami kekeringan. 10) Gigartina tumbuh menempel pada batu di terumbu karang, terutama di tempat yang masih tergenang air pada saat air surut terendah. 11) Gracilaria terdiri dari tujuh jenis, yakni G.arcuata, G.coronopifolia, G.foliifera, G.eucheumioides, G.gigas, G.salicornia, dan G.verrucosa. 12) Halymenia hidup melekat pada batu karang yang selalu tergenang air. 13) Hypnea hidup di habitat berpasir atau berbatu, ada pula yang bersifat epifit. 14) Laurencia hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang. 15) Rhodymenia (R.Palmata) hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang. 16) Titanophora (T.pulchra) terdapat di perairan Sulawesi. 17) Porphyra adalah alga kosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari perairan subtropik sampai daerah tropik, tetapi sebaran menegaknya sangat terbatas. Alga ini hidup diatas batuan karang pada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi (Romimohtarto, 2001, h.75-79).

17

Tabel 2.3 Klasifikasi Divisi Rhodophyta

G. Habitat Alga Alga umumnya hidup terestrial didalam tanah, maupun lautan. Dalam lingkungan akuatik, alga tumbuh sebagai bentos, perifiton atau fitoplankton. Alga yang melekat pada permukaan batuan disebut litoftik, jika alga terdapat di dalam batuan disebut epipelik. Perifiton adalah organisme yang melekat pada tumbuh-tumbuhan. Perifiton adalah epifit jika melekat pada permukaan tumbuhan akuatik dan endofitik jika hidup di dalam tumbuhan yang lain (Sulisetijono, 2000 dalam Zainuddin, 2011 h.20). Menurut (Hutabarat dan Evans, 1985 dalam Palalo, 2013 h.28) bahwa penyebaran tumbuh-tumbuhan hijau terbatas pada daerah litoral dan sublittoral dimana masih terdapat sinar yang cukup untuk untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesa. Makroalga umumnya dijumpai pada tempat yang cocok untuk tempat menempel. Sebagai contoh, daerah pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky shore) adalah tempat yang cocok bagi kehidupan mereka, sehingga kita sering menjumpai banyaknya makroalga yang hidup di daerah ini. Sebaran jenis makroalga di perairan disebabkan oleh kecocokan habitatnya. Habitat rumput laut umumnya adalah pada rataan terumbu karang. Mereka menempel pada substrat benda keras berupa pasir, karang, pecahan karang mati atau kulit kerang. Sesuai dengan lingkungan terumbu karang, tempat tumbuh rumput laut kebanyakan jauh dari muara sungai. Kedalamannya mulai dari garis pasang surut terendah sampai sekitar 40 meter.

18

Habitat alga ini umumnya pada terumbu karang maka sebaran jenis makroalga mengikuti pula sebaran terumbu karang. Sedangkan untuk kehidupan terumbu karang diperlukan kejernihan yang tinggi yaitu bebas dari sedimentasi dan salinitas yang tinggi yaitu 30‰ atau lebih. Perairan Indonesia semakin ke timur semakin tinggi kecerahan dan salinitasnya, karena itu struktur dan kondisi terumbu karangnya semakin baik dan menyebabkan keanekaragaman rumput laut semakin tinggi (Direktorat Jendral Perikanan, 1997 dalam Palalo, 2013 h.28).

H. Manfaat alga Alga dimanfaatkan manusia dalam banyak cara. Negara yang memiliki alga merah dan alga cokelat, organisme ini digunakan sebagai pupuk. Banyak alga mensintesis vitamin A dan D dengan dimakannya alga oleh ikan, maka vitamin-vitamin itu disimpan dalam organ (umpamanya hati) ikan itu dan diekstraksi ataupun digunakan secara langsung sebagai sumber yang kaya akan vitamin bagi konsumsi manusia (seperti misalnya minyak ikan paus). Alga dimanfaatkan sebagai makanan, terutama di negara-negara Timur. Orang Jepang membudidayakan dan memanen Porphyra, suatu ganggang

merah,

sebagai

tanaman

pangan.

Ganggang

merah

menghasilkan dua produk polisakarida yang penting yaitu karegen (lumut Irlandia) dan agar. Keduanya ini digunakan untuk bahan pengemulsi, pembentuk sel, dan pengental dalam banyak makanan kita. Spesies alga ada yang menjadi parasit pada tumbuhan tingkat tinggi, sebagai contoh ganggang hijau Cephaleuros menyerang daun teh, kopi, lada, cengkeh, jeruk dan lain-lain di daerah tropika dan menimbulkan amat banyak kerusakan (Pelczar, 2013, h.238-239). Secara ekologi, komunitas makroalga mempunyai peranan dan manfaat terhadap lingkungan sekitarnya yaitu sebagai tempat asuhan dan perlindungan bagi jenis – jenis ikan tertentu (nursery grounds), tempat pemijahan (spawning grounds), sebagai tempat mencari makanan alami

19

ikan – ikan dan hewan herbivor (feeding grounds). Dalam segi ekonomi, makroalga sebagai produk alam merupakan komoditi yang sangat baik untuk dikembangkan mengingat kandungan kimia yang dimilikinya. Makroalga dimanfaatkan secara luas baik dalam bentuk raw material (material mentah) seluruh bagian tumbuhan maupun dalam bentuk olahan. Dalam bentuk raw material di Indonesia digunakan sebagai lalapan, sayuran, manisan dan asinan, kemudian dari segi biologis, makroalga mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan produktivitas primer, penyerap bahan polutan, penghasil bahan organik dan sumber produksi oksigen bagi organisme akuatik di lingkungan perairan (Bold and Wynne, 1985 dalam Lase, 2014. h.4-5).

I. Faktor lingkungan 1. Suhu Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejela-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. Suhu di perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28-31⁰C. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang dilepas pantai (Nontji, 2002, h.53-55). Air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara.Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air yang sangat dipengaruhi temperatur. Semakin naik temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2004 dalam Lase, 2014, h.12).

20

Menurut (Chapman, 1997 dalam Palalo, 2013, h.24), perubahan suhu yang ekstrim akan mengakibatkan kematian bagi makroalga, terganggunya tahap-tahap reproduksi dan terhambatnya pertumbuhan. Selanjutnya menurut (Luning, 1990 dalam Palalo, 2013, h.24) secara fisiologis, suhu rendah mengakibatkan aktifitas biokimia dalam tubuh thalus

berhenti,

mengakibatkan

sedangkan rusaknya

suhu

enzim

yang dan

terlalu hancurnya

tinggi

akan

mekanisme

biokimiawi dalam thalus makroalga. Beberapa jenis alga memiliki suhu optimum yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kisaran tersebut. 2. Salinitas Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah zat padat yang larut dalam suatu volume air dan dinyatakan dalam per mil, di perairan samudera salinitas biasanya berkisar antara 34-35‰. Adanya pengenceran yang terjadi diperairan pantai, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah, sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi (Nontji, 2002, h.59). Makro alga umumnya hidup dilaut dengan salinitas antara 30-32 ‰, namun banyak jenis makro alga hidup pada kisaran salinitas yang lebih besar. Salinitas berperan penting dalam kehidupan makroalga. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis (Luning, 1990 dalam Palalo, 2013, h.25). 3. Derajat keasaman (pH) Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan

kelangsungan

hidup

organisme

karena

akan

21

menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004 dalam Lase, 2014, h.14). Derajat keasaman (pH) mempengaruhi pertumbuhan alga. Menurut (Marianingsih, 2013, h.4) Pertumbuhan makroalga dapat berlangsung terus-menerus pada kisaran pH 7-8, kuat arus ideal untuk pertumbuhan makroalga adalah 20-40, dan pada kedalaman air 30-90 cm makroalga masih dapat hidup, karena sinar matahari masih dapat menembus sampai dasar perairan sehingga makroalga dapat melakukan fotosintesis. 4. Oksigen terlarut (DO) Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya sampai ke badan air tersebut (Suin, 2002 dalam Lase, 2014, h.14). Konsentrasi DO air laut bervariasi, di laut lepas bisa mencapai 9,9 mg/l, sedangkan di wilayah pesisir konsentrasi DO akan semakin berkurang tergantung kepada kondisi lingkungan sekitar. Konsentrasi DO di permukaan air laut dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka kelarutan gas akan semakin rendah (Zottoli, 1972 dalam Papalia, 2013, h.475).

II.2 Biologi dan Siklus Hidup Protozoa Ilmu yang mengkaji tentang hewan bersel satu yang hidup sebagai parasit pada manusia disebut protozoologi. Protozoa adalah jasad renik hewani yang terdiri dari satu sel, hidup sendiri-sendiri dari satu sel hidup sendiri-sendiri atau berkelompok membentuk koloni. Protozoa banyak terdapat di alam antara lain di dalam air laut, air tawar, tanah, dan di dalam tubuh organisme lain.

22

A. Pengertian Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni/kelompok. Tiap Protozoa merupakan kesatuan yang lengkap, baik dalam susunan maupun fungsinya.sanggup melakukan semua fungsi kehidupan yang pada jasad lebih besar dilakukan oleh sel-sel khusus. Arti penting protozoa : 1. Sebagai mata rantai penting dalam rantai makanan untuk komunitas dalam lingkungan akuatik Contoh : zooplankton (hewan) hidup dari fitoplankton (tumbuhan) yang fotosintetik 2. Sebagai protozoa saprofitik dan protozoa pemakan bakteri B. Morfologi Ukuran dan bentuk protozoa sangat beragam, Beberapa berbentuk lonjong atau membola, ada yang memanjang, ada pula yang polimorfik (menpunyai berbagai bentuk morfologi pada tingkat-tingkat yang berbeda dalam daur hidupnya). Beberapa protozoa berdiameter sekecil 1 urn; yang lain 600 urn atau lebih {Amoeba proteus). Struktur dari sel protozoa terdiri dari dua bagian: 1. Sitoplasma, dan Sitoplasma terdiri dari : Ektoplasma,Endoplasma. Sel protozoa yang khas terbungkus oleh membran sitoplasma. Banyak yang dilengkapi dengan lapisan luar sitoplasma, yaitu ektoplasma, yang dapat dibedakan dari sitoplasma bagian dalam, atau endoplasma. Kebanyakan struktur selular terdapat dalam endoplasma. 2. Nukleus Nukleus atau inti adalah bagian terpenting yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan untuk reproduksi serta untuk mengatur metabolisme. Nukleus terdiri dari membran inti (selaput inti) yang meliputi serabut inti (retikulum) halus yang berisi cairan dan kariosom. Dalam nukleus yang berbentuk vesikel, butir-butir kromatin berkumpul membentuk butiran tunggal. Struktur inti, terutama susunan kromatin

23

dan kariosom berperan dalam membedakan spesies dari protozoa. Pelikel adalah lapisan yang meliputi membran sitoplasma sel. Pada beberapa spesies ameba pelikel ini merupakan lapisan yang tipis dan tidak kompak. Banyak protozoa membentuk struktur kerangka yang memberikan kekakuan kepada sel-selnya. Lapisan penutup yang longgar ini yang ada di sebelah luar pelikel dinamakan cangkang atau cangkerang (shell), terdiri dari bahan organik yang diperkuat dengan zat-zat anorganik seperti kalsium karbonat atau silika. Adanya pelikel, dan bukannya dinding sel, sebagai penutup merupakan salah satu ciri pembeda yang utama dalam kelompok protete ini. Banyak protozoa dapat membentuk sista, yang untuk sementara merupakan seludang. Dengan cara ini, bentuk-bentuk vegetatif, atau trofozoit, melindungi dirinya terhadap bahaya dari alam sekitarnya, misalnya kekeringan dan kehabisan makanan atau keasaman perut di dalam inangnya.

C. Reproduksi Protozoa mempunyai dua cara berkembang biak yaitu: 1. Cara aseksual a. Pembelahan binier / belah pasang (binary fission) Apa bila keadaan lingkungan baik, maka protozoa akan mengadakan pembelahan diri yang dimulai dari kariosom, kemudian nukleus dan seterusnya sitoplasma. Biasanya dari satu parasit menjadi dua dan seterusnya. Cara ini hanya terjadi pada bentuk Trofozoit (Vegetatif). Cara reproduksi satu sel menjadi dua sel ini disebut juga sebagai endodiogenik, yaitu satu inti akan membelah menjadi dua lalu di ikuti oleh sitoplasma. b. Skizogomi Pada perkembangbiakan ini endopoligenik yaitu inti membelah menjadi banyak, lalu diikuti oleh sitoplasma. Dalam hal ini satu sel akan berkembangbiak menjadi beberapa sel baru. Pembelahan ini teratur dan sitoplasma juga mengikutimpembelahan ini secara teratur.

24

2. Cara seksual Pada

pembiakan

seksual,

dibentuk

sel

kelamin

yaitu

makrogametosit dan mikrogamet yang setelah belah reduksi menjadi makrogamet dan mikrogamet. Setelah terbentuk zigot (zygosis= menjadi satu), lalu membentuk ookinet lalu menjadi ookista yang didalamnya terbentuk sporozoit, proses ini disebut sporogoni. 3. Pembiakan aseksual dan seksual bergantian. Cara ini dapat terjadi pada sporozoa D. Fisiologi Stadium trofozoit (trophos=makan) disebut juga bentuk vegetatif atau proliferatif, dapat bergerak aktif, berkembang biak secara belah pasang akan tetapi pada umumnya tidak resisten terhadap perubahan lingkungan sehingga untuk masuk kepada hospes perlu berubah menjadi bentuk kista yang lebih resisten. Perubahan bentuk dari trofozoit menjadi kista disebut enkistasi. Stadium juga ditemukan di daerah kutub daratan tinggi dan bahkan di perairan hangat (30 sampai 56°C) sumber air panas. Akan tetapi, kebanyakan protozoa mempunyai temperatur optimum untuk tumbuh antara 16 sampai 25°C. dengan maksimumnya 36 sampai 40°C. Bagi protozoa yang mempunyai pigmen fotdsintetik (oleh beberapa dianggap algae), cahaya itu perlu sekali. Tetapi protozoa itu nonfotosintetik. Beberapa protozoa memperoleh nutrien organik terlarut melalui membran sitoplasma, sebagaimana bakteri. Protozoa yang lain adalah holozoik; artinya mereka menelan makanan sebagai partikelpartikel padat melalui rongga mulut. Makanan yang ditelan itu biasanya ialah bakteri, ganggang, atau protozoa lain. Pada protozoa yang tergolong parasit, maka dapat hidup dari sel-sel inangnya dan zat alirjaringannya. Parasit itu bahkan dapat memasuki selsel inangnya, hidup dari sitoplasma dan nukleusnya. Akibatnya inang dapat mengalami keadaan patologis. Kadang kala interaksi dapat secara timbale balik memberi keuntungan kepada kedua organisme yang berasosiasi itu. Asosiasi (hubungan) seperti demikian dinamakan mutualisms, Misalnya flagelata tertentu yang hidup dalam usus rayap dan

25

mencernakan selulose dalam kayu menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan rayap tersebut. Jika flagelata dihilangkan, maka rayapnya mati; kalau flagelatanya dibuang dari usus rayap, mereka juga mati. Jadi flagelata itu dilengkapi dengan lingkungan terlindung dan persediaan makanan. E. Patologi dan gejala klinis Protozoa patogen dapat merugikan hospes dengan cara berkembangbiak, penyerangan, pengrusakan sel dan dengan pengaruh toksin dan enzimnya. Gejala umum sistemik seperti demam, serta gejala seperti splenomegali dan limfadenopati sering dijumpai. Stadium pertama infeksi mungkin akut dan mematikan, atau berkembang menjadi stadium laten yang menahun, yang kadang-kadang diselingi dengan kambuhnya gejala. Sebaliknya, infeksi dari semula mungkin berjalan subklinis dengan atau fanpa serangan gejala yang terjadi sewaktu-waktu.

F. Klasifikasi Protozoa yang berperan sebagai parasit pada manusia dalam dunia kedokteran dibagi dalam 4 kelas, yaitu: 1. Rhizopoda (rhiz = akar; podium = kaki) Dari kelas rhizopoda ini dapat dibagi menjadi 4 genus berdasarkan morfologi dari intinya, namun hanya dua genus yang penting yaitu: a. Entamoeba Histolytica Parasit ini menyebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah tropis dan subtropis dari pada di daerah beriklim sedang. Hospes Hospes dari parasit ini adalah manusia dan kera. Di cina, anjing dan tikustikus liar merupakan sumber infeksi bagi manusia. Penyakit yang disebabkannya disebut amebiasis. Patologi dan gejala klinik Dapat menyebabkan tinja disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah. Bentuk klinis yang dikenal adalah :

Amebiasis

intestinal terdiri atas amebiasis kolon akut (disentri ameba) dan

26

amebiasis kolon menahun Amebiasis ekstra-intestinal disebabkan amebiasis kolon yang tidak diobati dan menjalar keluar.

Epidemiologi Terdapat diseluruh dunia, terutama daerah tropikyang sanitasi dan sosioekonominya buruk. Emebiasis ditularkan oleh pengandung kista (melalui air, makanan, sayuran, lalat) yang biasanya sehat tetapi berperan pentung dalam penyebaran penyakit karena tinjanya merupakan sumber infeksi. Jadi tidak ditullarkan oleh penderita amebiasis akut. Penyebaran parasit tergantung beberapa faktor diantaranya adanya sumber infeksi (penderita ataupun hospes reservoir); keadaan lingkungan (iklim, curah hujan, suhu, kelembapan, sinar matahari, sanitasi dan sebgainya), tersedianya vektor (bagi parasit yang membutuhkan vektor, keadaan penduduk (padat/jarang,

kebiasaan,

pendidikan,

sosial

ekonomi,

dan

sebagainya).

b. Entamoeba coli Hospes : manusia. Amoeba ini ditemukan kosmopolit. Di Indonesia frekuensinya antara 8 – 18 %. Ameba ini hidup sebagai komensal di rongga usus besar. Dalam daur hidupnya terdapat bentuk vegetatif dan bentuk kista. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Patologi dan gejala klinik E.coli tidak patogen.

2. Flagellata Parasit dari kelas ini merupakan protozoa yang mempunyai satu atau lebih flagel yang mempunyai kekuatan untuk bergerak. Flagelata dibagi menjadi dua kelompok; bentuk-bentuk seperti tumbuhan

27

{fitoflagelata) dan bentuk-bentuk Fitoflagelata

mengandung

Zooflagelata

adalah

seperti

klorofil

heterotrof.

hewan (zooflageiata).

dan

bersifat

Kesemuanya

fotosintetik.

membelah

secara

membujur dan beberapa mempunyai tingkatan reproduksi seksual. Sitoplasma pada flagelata dikitari oleh pelikel yang nyata sehingga membantu memberi bentuk kepada organismenya. Selain flagela, dari organisme itu menonjol membran yang berombak-ombak yang digunakan untuk gerak alih dan atau mengumpulkan makanan. Sejumlah f'agelata menginfeksi manusia, menimbulkan penyakit pada alat kelamin, usus, dan penyakit sistemik, Kebanyakan flagelata usus mempunyai stadia trofik dan terensistasi. Flagelata usus terdapat dalam usus halus, juga ada dalam "cecum" (kantung yang menuju usus besar) dan usus besar. Beberapa, seperti Giardia lamblia, satu-satunya protozoa usus yang menimbulkan disentri atau diare/ terutama ditemukan di dalam duodenum (usus dua belas jari). Penularannya berlangsung terutama melalui makanan atau minuman yang tercemar dan melalui kontak dari tangan ke mulut. Trichomonas vagina/is menimbulkan satu tipe vaginitis, yaitu peradangan pada vagina dengan keluarnya cairan dan disertai rasa panas seperti terbakar dan rasa gatal. Organisme itu tidak mempunyai stadium sista dan menyebar sebagai penyakit kelamin. Selain flagelata usus, kelompok kedua yaitu hemoflagelata (atau bentuk-bentuk darah dan jaringan) dipindah sebarkan pada manusia oleh serangga-serangga pengisap darah, di situ menimbulkan infeksi-infeksi yang ganas dan kadang kala mematikan. Genus

yang

dikenal

Trypanosomiasis

iaiah

mencakup

Trypanosoma

penyakit

tidur

dan Afrika,

Leishmania. sedangkan

Leishmaniasis menyebabkan lesio (luka patologis) pada kulit ataupun jeroan bergantung kepada spesiesnya. Yang termasuk kelas flgelata yang penting : a. Giardia lamblia

28

Hospes penyakit ini adalah manusia dan hospes reservoirnya adalah tikus . Penyakit yang di timbulkan disebut giardiansis atau lambliasis.

Patologi dan gejala klinis Dengan batil isap yang cekung, stadium trofozoit melekat pada permukaan epitel usis, sehingga menimbulkan gangguan fungsi usus dalam penyerapan sari makanan terutama dalam penyerapan lemak, karoten folat dan vitamin B12. Kelainan fungsi usus kecil menimbulkan gejala kembung, abdomen membesar, tegang, mual, anoreksia, feses banyak dan berbau busuk, dan penurunan berat badan. Epidemiologi Ditemukan kosmopolit, prevalensinya 2 – 25 % atau lebih. Transmisi terjadi dengan tertelannya kista matang. Makanan/ minuman yang terkontaminasi tinja, lalat dan penjaja makanan merupakan sumber infeksi atau melalu orang yang terinfeksi ke orang yang tidak terinfeksi. Giardia lamblia juga dianggap sebagai parasit yang ditularkan melalui seks dan banyak ditemukan pada penderita AIDS.

b. Trichomonas vaginalis Hospes : manusia. Menyebabkan penyakit trikomoniasis vagina dan pada pria prostatitis. Parasit ini berhabitat pada vagina, pada uretra, epididimis, dan prostat pada laki-laki.

Patologi dan gejala klinis Ditularkan ke dalam vagina mulai berkembangbiak bila flora bakteri, pH dan keadaan fisiologi vagina sesuai. Parasit menyebabkan degenerasi dan deskuamasi sel epitel disusul serangan leukosit. Sekret vagina mengalir keluar dan menimbulkan keputihan

29

tergantung beratnya infeksi dan stadium penyakit. Rasa pedih waktu kencing merupakan infeksi tambahan. Infeksi dapat menjalar dan menyebabkan uretritis.

Epidemiologi Ditemukan pada semua bangsa/ ras dan semua musim. Pada wanita parasit lebih sering ditemukan pada kelompok usia 20 – 49 tahun, berkurang pada usia muda dan lanjut usia dan jarang pada anak gadis.

3. Ciliata Kelas ciliata adalah golongan protozoa yang mempunyai silia, terdiri dari benang yang berasal dari ektoplasma yang pendek dan halus dan sangat panjang. Silia adalah bulu getar yang dapat bergerak di sekitar alur-alur mulut atau ronggarongga mulut, silia menimbulkan efek pusaran air yang membantu pengumpulan makanan.Kebanyakan siliata

membagi

diri

dengan

pembelahan

biner

melintang.

Reproduksi seksual berlangsung dengan konjugasi dua sel. Juga, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya di dalam setiap sel paling sedikit terdapat satu makronukleus dan satu atau lebih mikronukleus.Kebanyakan siliata hidup bebas. Yang termasuk kelas cilliata yang penting adalah Balantidium coli

Hospes : hospes

definitif dari parasit ini adalah babi dan beberapa spesies kera yang hidup di daerah tropik. Parasit ini kadang-kadang menginfeksi manusia manusia dan menyebabkan penyakit balantidiasis atau disentri balantidium. Penyakit ini termasuk dalam penyakit zoonosis. Patologi dan gejala klinis Penyakit yang ditimbulkan hampir sama dengan E. hystolitica. Di selaput lendir usus besar, bentuk vegetatif membentuk abses keci yang pecah dan menjadi ulkus. Biasanya disertai sindrom disentri. Penyakit dapat terjadi menahun dengan dire diselingi konstipasi, sakit perut, tidak nafsu makan, muntah.

30

Kadang-kadang dapat menimbulkan infeksi ekstraintestinal yang menyebabkan peritonitis, uretritis.

Diagnosis dapat ditegakan

dengan menemukan stadium trofozoit atau kista dalam tinja penderita. Epidemiologi Banyak ditemukan pada babi yang dipelihara (60 – 90%) penularan pada babi mudah sekali dan dapat menular ke manusia. Cara infeksi pada manusia terjadi dari tangan ke mulut atau melalui tangan (misal saat membersihkan kandang babi) terkontaminasi tinja babi yang mengandung kista kemudian kista tertelan sehingga infeksi. Stadium kista dan trofozoit dapat ditemukan di dalam tinja. Stadium kista dalam tinja pada suhu kamar dapat hidup selama 1-2 hari.

4. Sporozoa Semua sporozoa hidup sebagai parasit pada satu atau lebih spesies hewan. Bentuk-bentuk dewasanya tidak mempunyai organ untuk pergerakan tetap. Mungkin pada satu stadium, bergerak dengan cara meluncur. Sporozoa ini tidak dapat menelan partikel-partikel padat, tetapi hidup dari sel atau zat alir tubuh inangnya. Yang termasuk kelas sporozoa yang penting : a. Toxoplasma gondii

Hospes definitif : kucing dan binatang

sejenisnya. Hospes perantara : manusia, burung dan mammalia lain.

Menyebabkan

toksoplasmosis akuisitas.

toksoplasmosis

kongenital

dan

Patologi dan gejala klinik. Invasi

biasanya terjadi di usus. T. gondii menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes kecuali sel darah merah. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh, tergantung pada umur (pada bayi lebih berat daripada dewasa), virulensi strain toxoplasma, jumlah parasit dan organ yang diserang. Epidemiologi

31

Di Indonesia , pada manusia berkisar 2 – 63 %. Keadaan toksoplasmosis

dipengaruhi

oleh

banyak

faktor

seperti

kebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing yang dipelihara, tikus dan burubf sebagai hospes perantara, vektor seperti lalat, lipas. b. Plasmodium Sporozoa yang paling penting ialah yang menimbulkan malaria. Malaria adalah penyakit asal nyamuk pada manusia yang disebabkan oleh sporozoa yang tergolong genus Plasmodium yang menginfeksi hati dan sel-sel darah merah, Inang akhir bagi parasit tersebut ialah nyamuk anofelin betina; reproduksi seksual parasitnya terjadi dalam inang ini. Hospes perantara adalah manusia, hospes definitif ; nyamuk Anopheles betina. Siklus hidup berlangsung secara seksual (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk anopheles betina, dan secara aseksual (schizogoni) di dalam tubuh manusia. Cara infeksi dari malaria adalah dengan 2 cara: 1. Kongenital, melalui plasenta ibu hamil yang mengandung plasmodium yang di tularkan kepada janin dalam kandungan. 2. Akuisita, yang dapat melalui beberapa cara, yaitu: a) Secara alami melalui tusukan nyamuk anopheles betina yang mengandung stadium sporozoit, b) Secara induced, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tak sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah, seperti transfusi atau suntikan.

Empat spesies Plasmodium menimbulkan bentuk-bentuk malaria pada manusia sebagai berikut: 1) Plasmodium vivax tersiana

Nama penyakit : malaria vivaks/ malaria

32

Distribusi geografik : terdapat di daerah sub stropik, daerah dingin (Rusia). Di Indonesia, spesies menyebar di seluruh kepulauan dan pada umumnya daerah endemic mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies lain.

2) Plasmodium malariae Nama penyakit : malaria malariae/ malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Distribusi geografik : terdapat di daerah tropic dan sub stropik, tetap

frekuensi

cenderung

rendah

di

beberapa

daerah.

Epidemiologi : frekuensinya di suatu daerah di Indonesia sangat rendah 3) Plasmodium ovale

Nama penyakit : malaria ovale Distribusi

geografik : terdapat di daerah tropic Afrika Barat, Pasifik Barat dan di beberapa bagian lan di dunia. Di Indonesia terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor. Epidemiologi : frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. 4) Plasmodium falciparum Nama penyakit : malaria falsiparum

Distribusi geografik :

terdapat di daerah tropic terutama Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia menyebar di seluruh kepulauan.

Siklus Hidup Protozoa Untuk mempertahankan jenisnya, Protozoa berkembang biak dengan cara aseksual/vegetatif dan seksual/generatif. Reproduksi secara aseksual, yaitu dengan cara membelah diri atau pembagian selnya sama. Pembelahan ini dapat terjadi, baik secara membujur atau melintang pada sepanjang selnya sehingga menghasilkan anak-anak sel yang dapat

33

berukuran sama atau tidak sama. Jika pada proses pembelahan diri (pembagiannya) menghasilkan dua anak sel, maka disebut pembelahan biner, namun apabila terbentuk banyak anak sel dinamakan pembelahan bahu

rangkap

(multipel

fission). Beberapa

kelompok

Protozoa

bereproduksi secara seksual, yaitu dengan cara penggabungan atau penyatuan fisik

sementara

antara

dua

individukemudian

terjadi

pertukaran nukleus. Dengan demikian, akan terjadi perpaduan sifat yang dibawa oleh kedua individu tersebut dan menghasilkan satu individu baru. Cara pembiakan ini disebut dengan konjugasi. II.3 Peranan Algae Dan Protozoa dalam Kehidupan Beberapa Algae yang Menguntungkan dan Merugikan 1. Algae yang Menguntungkan  Chlorella dimanfaatkan sebagai bahan makanan tambahan (food supplement) karena mengandung protein yang tinggi.  Spirogyra dimanfaatkan sebagai bahan sayuran, karena dapat berfotosintesis.  Navicula dimanfaatkan sebagai penyerap trinitrogliserin (TNT) pada bahanpeledak. Selain Itu dimanfaatkan sebagai campuran semen dan sebagai bahan penggosok.  Laminaria dimanfaatkan di bidang industri tekstil (bahan pembuat gel, seperti hand and body), bidang makanan (ice cream), dan dimanfaatkan untuk membuat obat-obatan karena menghasilkan garam sodium, potassium, dan iodine.  Gelidium dimanfaatkan sebagai bahan pembuat agar-agar yang dapat dimakan.  Eucheuma dimanfaatkan sebagai bahan pembuat agar-agar untuk keperluan laboratorium.  Gracillaria dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk es rumput laut.

34

2. Algae yang Merugikan  Algae hijau dapat mengganggu suatu perairan yang terlalu subur, karena algae ini dapat merubah warna airnya dan menimbulkan bau.  Algae merah bila terbanyak jumlahnya di laut akan menyerap O2, sehinggamenyebabkan populasi hewan yang ada di laut (ikan) akan berkurang / mati. Peranan Protozoa dalam Kehidupan Manusia 1. Peran yang Menguntungkan Protozoa

yang

hidup

di

air

tawar

dan

air

laut

merupakan zooplankton yang menjadi salah satu sumber makanan bagi hewan

air

termasuk

udang,

ikan,

kepiting

yang

secara ekonomis bermanfaat bagi manusia. Peran protozoa lainnya adalah dalam mengontrol jumlah bakteri di alam karena protozoa merupakan pemangsa bakteri. Foraminifera, kerangkanya yang telah kosong mengendap di dasar laut membentuk tanah globigerina, yang bergunasebagai

petunjuk

adanya

minyak

bumi. Radiolaria,

kerangkanya jika mengendap di dasar laut menjadi tanah radiolaria yang dapat digunakan sebagai bahan penggosok.

2. Peran yang Merugikan Protozoa

dapat

ditemukan

di

mana-mana

karena

termasuk organisme kosmopolit. Oleh karena itu, beberapa jenis protozoa dapat

mengancam

kesehatan

manusia

karena

dapat

menyebabkan penyakit. Protozoa yang merugikan manusia sebagai penyebab penyakit antara lain: a. Toxoplasma gondii, penyebab toksoplasmosis. b. Plasmodium sp, penyebab penyakit malaria.

35

c. Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodosiense, penyebab penyakit tidur. d. Leishmania sp, penyebab penyakit kalaazar. e. Trichomonas vaginalis, penyebab penyakit pada alat kelamin wanita. f. Entamoeba histolytica, penyebab penyakit disentri.

II.4 Mengetahui Morfologi dan Klasifikasi Virus Virus pertama kali digambarkan sebagai “agensia yang dapat melewati filter”. Ukurannya yang amat kecil memungkinkan virus melewati filter, yang didesain untuk menyaring bakteri. Tidak seperti bakteri, fungi dan parasite, virus bersifat parasite obligat intraseluler. Dengan istilah tersebut diartikan virus hanya dapat hidup didalam sel hidup. Virus sangat bergantung pada alat-alat kelengkapan sel inangnya untuk memperbanyak diri (bereplikasi). Jadi

cara

virus

berkembang

biak

adalah

dengan

cara

merakit

komponenkomponen tubuhnya, bukan dengan cara membelah diri seperti bakteri. Karena bersifat parasit, virus mampu menimbulkan berbagai ragam penyakit. Penyakit oleh virus bisa menular dan menimbulkan kematian, seperti rabies, demam berdarah, cacar, hepatitis dan influenza.

A. Struktur Virus Ukuran virus dinyatakan dengan nanometer (nm), dimana 1 nanometer adalah satu perseribu micron. Virus yang penting secara klinis berukuran antara 18 nm (Parvovirus) hingga 300 nm (Poxvirus). Ukuran Poxvirus tersebut kira-kira adalah ¼ ukuran Staphylococcus. Virion (partikel virus) terdiri dari genom asam nukleat yaitu DNA atau RNA yang dibungkus oleh lapisan protein (kapsid) atau dibungkus oleh amplop virus (envelope). Virion juga mengandung enzim esensial tertentu atau enzim tambahan atau protein lainnya. Kesatuan antara kapsid dengan genomnya membentuk nukleokapsid yang dapat sama dengan virion atau dikelilingi oleh amplop

36

virus. Struktur dan anatomi virus dapat terlihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Struktur virus dan perbedaan antara virus yang telanjang (naked virus) dan virus yang beramplop (enveloped virus). Sumber: https://www.quora.com, diunduh tanggal 8 September 2017

Jadi selubung luar dari virion dapat berupa kapsid atau envelope (amplop). Struktur tersebut melindungi dan sebagai sarana yang membawa virus bertransmisi dari satu sel inang ke sel inang lainnya. Struktur permukaan kapsid maupun amplop akan memperantarai perlekatan dengan sel target. Jika kapsid atau amplop virus rusak akan membuat virus menjadi inaktif. Antibodi yang terbentuk untuk melawan struktur permukaan virus akan mencegah infeksi oleh virus tersebut. Kapsid adalah struktur yang kaku untuk melindungi virion dari lingkungan yang mengancam. Virus berkapsid biasanya tahan terhadap pengeringan, asam dan deterjen, termasuk asam dan empedu pada saluran pencernaan. Bentuk kapsid dapat berupa bentuk batang atau heliks, ikosahedral atau lebih kompleks. Kapsid dibentuk oleh sejumlah

37

kapsomer yang terikat satu sama lain dengan ikatan non-kovalen. Bentuk kapsid dapat terlihat pada gambar 2.3 dibawah ini. Amplop virus adalah selaput yang komposisinya terdiri dari lipid, protein dan glikoprotein. Struktur membrane hanya bisa bertahan pada kondisi lingkungan yang cair. Amplop virus mudah sekali rusak oleh pengeringan, suasana asam, deterjen, dan pelarut seperti eter, sehingga membuat virus menjadi inaktif. Akibatnya virus-virus beramplop biasanya ada pada lingkungan yang cair dan biasanya ditularkan dalam bentuk cair, droplet pernafasan, darah dan jaringan. Sebagian besar, virus beramplop tidak bisa bertahan hidup pada kondisi mengancam misalnya di saluran pencernaan.

Gambar 2.2 Kapsid dengan bentuk Heliks (Virus mosaic tembakau) dan ikosahedral (Adenovirus) dan bentuk yang lebih kompleks (Bakteriofaga) Sumber : http://slideplayer.com/slide/9291732/diunduh 4 Maret 2019 B. UKURAN VIRUS Untuk mengetahui ukuran tubuh virus, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut : 1. Observasi langsung menggunakan mikroskop Mikroskop electron berbeda dengan mikroskop cahaya yang biasa di laboratorium. Mikroskop electron menggunakan berkas elektron dan lensa elektromagnetik, sedangkan mikroskop cahaya menggunakan gelombang cahaya dan lensa kaca. Pengamatan virus dengan mikroskop electron pertama kali dilakukan sekitar tahun 1930. Untuk pengamatan virus digunakan ekstrak atau sayatan ultratipis dan jaringan makhluk hidup yang terinfeksi.

38

2.Filtrasi melalui selaput Kolodion yang mempunyai porositas bertingkat sediaan virus dilewatkan melalui serangkaian selaput yang ukurannya. Ukuran virus dapat diperkirakan berdasarkan selaput mana yang bisa dilewati dan selaput mana yang menahan partikel virus. 3. Sedimentasi dalam Ultrasentrifugasi Partikel virus disuspensikan kedalam suatu cairan, kemudian partikel akan mengenda dengan kecepatan yang sebanding ukuran partikel. Hubungan antara partikel dan bentuk partikel dengan laju pengendapan memungkinkan penentuan ukuran partikel.

4. Pengukuran Perbandingan Metode ini menggunakan teknik acuan, yaitu membandingkan ukuran suatu virus dengan ukuran virus tertentu yang dijadikan sebagai acuan. Contoh virus acuan antara lain bakteriofaga yang memiliki ukuran 10 Virus memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, 1/1.000.000 mm). Virus yang berukuran kecil memiliki diameter tubuh kurang lebih 20 nm (lebih kecil dari ribosoma). Misalnya Poliovirus yang menyerang susunan saraf pusat. Apthovirus yang menyebabkan penyakit kaki dan mulut p Coksackie B Virus yang menyerang jantung, hati, pancreas dan selaput pleura manusia. Sementara itu, virus yang berukuran besar memiliki ukuran tubuh antara 150 atau lebih, misalnya Parainfluenza virus yang menyerang saluran pernafasan. Paramyxovirus yang menyebabkan penyakit gondong. Morbilivirus yang menyebabkan penyakit campak dan TMV yang menyebabkan penyakit mosaic pada tembakau. Untuk melihat perbandingan ukuran virus dengan sel inang dan ukuran bakteri, dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut.

39

Gambar 2.3 Perbandingan ukuran virus dengan sel inang dan bakteri SUMBER : http://www.slideserve.com/kevork

C. Klasifikasi Virus Virus amat beragam, dari mulai virus yang memiliki struktur yang sederhana dan kecil (misalnya Parvovirus dan Picornavirus) hingga virus yang relative berukuran besar dan kompleks seperti Poxvirus dan Herpesvirus).

Penamaannya

dapat

menggambarkan

ciri

karakteristiknya, penyakit yang ditimbulkannya, atau bahkan jaringan atau letak geografis dimana virus tersebut pertama kali ditemukan. Picornavirus, misalnya pico artinya “kecil” ; rna “asam ribonukleat” karena virus ini berukuran kecil dan asam nukleatnya RNA. Togavirus (bahasa Yunani ‘Toga” artinya mantel, yang merujuk pada amplop virus

yang

membungkus

virionnya).

Nama

Papovavirus

menggambarkan kelompok family virus tersebut (papilloma, polyoma dan vakuolating virus). Nama “Retrovirus (“retro” artinya “terbalik) menggambarkan sintesa langsung DNA dari template RNA nya,

40

sedangkan Poxvirus dinamakan dari penyakit yang ditimbulkannya yaitu Smallpox atau cacar air. Adenovirus (dari adenoid / tonsil) dan Reovirus (saluran pernafasan=respiratory tract, enteric dan orphan) adalah nama organ tubuh dimana virus pertama kali ditemukan. Coxsackievirus ditemukan pertama kali di Coxsackie New York. Juga nama Togavirus, Bunyavirus adalah tempat-tempat di Afrika dimana virus tersebut pertama kali diisolasi. Virus juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyakit (misalnya Hepatitis), jaringan target, yang menjadi tempat penularannya (misalnya enteric, respiratory) atau vector pembawanya (misalnya Arbovirus; dari kata Arthropod – borne virus = virus yang ditularkan oleh vector arthropoda). Klasifikasi yang paling konsisten dan terkini adalah klasifikasi yang didasarkan pada karakteristik fisik dan biokimiawi seperti ukuran, morfologi (misalnya ada atau tidak adanya amplop virus), macam genom, dan replikasinya. Virus DNA yang berhubungan dengan penyakit manusia ada 6 famili, dan Virus RNA dapat dibagi menjadi sedikitnya 13 famili.

Salah satu penggolongan virus berdasarkan Asam Nukleatnya dapat terlihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

41

Gambar 2.4 Penggolongan virus penyebab penyakit pada manusia berdasarkan Asam Nukleatnya Sumber : http://ezzahhidayati.blogspot.co.id/2011/04/sistem-taksonomivirusuniversal. html, diunduh 4 Maret 2019

D. Reproduksi Virus Virus hanya dapat berkembang biak pada sel atau jaringan hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, atau sel tumbuhan untuk bereproduksi. Cara reproduksi virus disebut replikasi. Tahapan replikasi virus (Gambar 2.5) terdiri atas: a. Mengenali sel target b. Perlekatan pada sel target

42

c. Penetrasi ( masuk kedalam sel target) d. Pelepasan selubung e. Replikasi dan sintesa komponen virus yang terdiri dari : 1. Sintesa mRNA awal dan protein nonstructural : gen untuk sintesa enzim dan protein pengikat asam nukleat 2. Replikasi genom 3. mRNA akhir dan sintesa protein struktural 4. Modifikasi protein pasca translasi f. Perakitan virus g. Bertunas dan pelapisan dengan selubung amplop h. Pelepasan virus Model reproduksi virus yang beramplop maupun yang tidak beramplop dapat terlihat pada gambar 2.5 dan 2.6 dibawah ini :

Perlekatan dan penetrasi merupakan interaksi spesifik virus dan inang. Dalam hal ini virus akan mengenali dan akan melekat pada sel targetnya. Terdapat reseptor khusus yang memperantarai pengenalan virus oleh sel inang. Ligan pada virus akan dikenali oleh reseptor ada inang dan menempel pada reseptor sel inang dapat berupa pili, flagella, komponen membran atau protein pengikat pada bakteriofag. Pada virus influensa, ligan berupa glikoprotein dan pada eritrosit dan virus polio, ligan berupa lipoprotein. Virus yang beramplop biasanya masuk kedalam sel inang melalui fusi (penyatuan) antara lipid di

43

membrane sitoplasma sel dengan amplop virus, sementara virus yang tidak beramplop masuk melalui proses yang disebut viropexis, yang mirip dengan fagositosis. Perasukan dan pelepasan selubung merupakan tahap lanjut setelah virus menempel pada permukaan sel inang. Pada bakteriofag, perasukan berlangsung melalui ekor fag yang berkontraksi sehingga terjadi cengkraman pada bagian ekor membran sel bakteri. Selaput ekor berkontraksi dan DNA virus masuk melalui pori-pori pada ujung ekor. Setelah masuk sel target, kapsid virus akan terurai dan mengeluarkan asam nukleatnya kedalam sel inang. Replikasi dan Sintesis komponen virus. Proses selanjutnya yaitu produksi messenger RNA (=mRNA) terjadi dalam beberapa cara tergantung pada sifat genom virusnya. Pada virus DNA , mRNA dapat dibuat dengan menggunakan RNA polymerase sel inang untuk mentransrip langsung DNA virus. Pada virus RNA, tidak dapat dilakukan transkrip langsung, karena enzim polymerase sel inang tidak dapat bekerja pada molekul RNA. Virus RNA memproduksi mRNA melalui beberapa cara. Pada virus RNA yang berutas ganda, mula-mula satu utas akan ditranskrip oleh enzim polymerase virus menjadi mRNA. Pada virus RNA yang berutas tunggal, ada 3 jalur membentuk mRNA, yaitu : 1) Kalau utas tunggalnya berkonfigurasi (+) sense, utas tersebut dapat berfungsi langsung sebagai mRNA. 2) Kalau konfigurasinya (-) sense, mula-mula harus ditranskrip, dengan memakai enzim polymerase virus, kedalam (+) sense yang kemudian dapat bertindak sebagai mRNA. Setelah memproduksi mRNA virus, sel inang akan menghasilkan protein virus.

44

Beberapa diantara protein tersebut adalah enzim (terutama polymerase asam nukleat) yang memungkinkan terjadinya replikasi asam nukleat virus lebih banyak lagi. Protein lain adalah protein structural yang nantinya akan membentuk kapsid virus. Elemen yang terpisah tersebut selanjutnya akan dirakit untuk membentuk partikel-partikel virus. Perakitan virus pada virus DNA berlangsung di dalam nukleus, sedangkan pada virus RNA berlangsung dalam sitoplasma sel inang. Pelepasan virus Partikel-partikel virus akan dilepaskan dari sel inang dengan cara pelepasan lytic, dan sel inang akan mati, atau dalam proses yang disebut pertunasan (budding) dimana nukleokapsid bergabung dengan membrane sel inang, yang nantinya akan menjadi amplop virus.

II. 5 Perbedaan Virus Tumbuhan Dengan Hewan 1. Virus Hewan Faktanya, tidak ada satu bakteri pun yang tidak mengandung virus. Virus yang menginfeksi bakteri adalah bakteriofag. Bakteriofag dapat berkembang cepat (menduplikasi diri menjadi banyak) sehingga dalam waktu yang singkat dapat menghancurkan banyak bakteri. Bakteriofag memiliki inti asam nukleat berbentuk DNA ganda berpilin atau tunggal berpilin atau RNA rantai tunggal. Contoh bakteriofag adalah E. coli. 2 . Virus tumbuh-tumbuhan Terlihat tanaman yang awalnya sehat tiba-tiba menjadi sakit, kamu perlu waspada. Karena sebagian besar penyakit pada tumbuh-tumbuhan disebabkan oleh virus. Kalau serangan virus ini terjadi pada tanaman yang ditumbuhkan untuk keperluan penjualan, tentu saja dapat mengakibatkan kerugian secara ekonomi yang sangat besar, misalnya, virus yang menyerang tanaman kentang dan tembakau. Bahan genetik dari virus tumbuh-tumbuhan adalah RNA. Virus ini dapat memasuki

45

bagian dalam sel secara aktif atau dapat melalui luka, misalnya luka akibat gosokan pada daun. Di alam virus ditularkan secara kontak langsung atau melalui vektor. Sejumlah besar virus dapat juga ditularkan melalui serangga. Virus sering memperbanyak diri di dalam saluran pencernaan serangga (virus persisten). Virus dapat menginfeksi tumbuhan lain setelah terjadi masa inkubasi di dalam serangga. Sementara itu, virus yang nggak persisten dapat ditularkan melalui gigitan serangga secara langsung.

46

BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan 1. Secara keseluruhan tanaman alga memiliki morfologi yang mirip,walaupun sebenarnya berbeda. Memiliki siklus hidup yang khas. 2. Ukuran dan bentuk protozoa sangat beragam, Beberapa berbentuk lonjong atau membola, ada yang memanjang, ada pula yang polimorfik (menpunyai berbagai bentuk morfologi pada tingkattingkat yang berbeda dalam daur hidupnya). Beberapa protozoa berdiameter sekecil 1 urn; yang lain 600 urn atau lebih. Memiliki siklus hidup yang khas. 3. Peranan algae dan protozoa dalam kehidupan. Beberapa Algae

yang menguntungkan dan merugikan, begitupun protozoa. 4. Ukuran virus dinyatakan dengan nanometer (nm), dimana 1 nanometer adalah satu perseribu micron. Virus yang penting secara klinis berukuran antara 18 nm (Parvovirus) hingga 300 nm (Poxvirus). Ukuran Poxvirus tersebut kira-kira adalah ¼ ukuran Staphylococcus. Virion (partikel virus) terdiri dari genom asam nukleat yaitu DNA atau RNA yang dibungkus oleh lapisan protein (kapsid) atau dibungkus oleh amplop virus (envelope). 5. Perbedaan virus hewan dan tumbuhan yaitu virus hewan bersumber dari hewan dan virus tumbuhan bersumber dari tumbuhan.

More Documents from "Sherina"

Bab Ii Gastritis.docx
November 2019 12
Algae.docx
November 2019 21
Ba Cctv.docx
November 2019 11
Job Desc It.docx
November 2019 22