Semua jenis tumbuhan yang hidup mempunyai kebutuhan yang hampir sama, mereka memerlukan sinar matahari, air, unsur hara untuk pertumbuhanya dan juga memerlukan ruangan sebagai tempat hidupnya. Dengan adanya kesamaan keperluan tersebut, dalam keadaan tertentu terjadi suatu interaksi tumbuhan untuk mendapatkan nutrisi, air, cahaya, dan ruangan (Napisah, 2013). Dalam rangka persiapan hidup, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan melakukan suatu jenis metabolisme sekunder yang produknya bisa diendapkan dalam organ tumbuhan tersebut maupun dieksudat keluar untuk menolak kompetitor lainya. Senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Peristiwa semacam ini disebut alelopati (Rahmania, 2012). Alelopati merupakan pengaruh langsung atau tidak langsung, menguntungkan atau merugikan dari suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain melalui produksi senyawa-senyawa kimia yang dikeluarkan ke lingkungan (Rice, 1984). Senyawa kimia yang dihasilkan tumbuhan dan mempengaruhi spesies lain disebut alelokemi; sedangkan keadaan khusus alelokemi yang melibatkan interaksi kimiawi negatif antara spesies tumbuhan yang berbeda disebut alelopati (Ross et al., 1995). Alelopati dapat bersifat sejati atau fungsional (Rice, 1984). Beberapa tumbuhan tertentu memiliki kemampuan alelopati yang diduga dapat mempengaruhi perkecambahan, pertumbuhan dan hasil panen tanaman budidaya lain. Senyawa alelopati ini terdiri dari tiga senyawa utama yaitu vitexin, isovitexin dan Cglucosylflavonoid (Fitter & Hay, 1998). Ketiganya termasuk dalam kelompok flavonoid yang merupakan golongan senyawa fenol (Harborne, 1987). Selain itu, produksi dan pengembangan ketahanan kimiawi (Sastroutomo, 1990) Ketahanan kimiawi ini dikenal sebagai suatu fenomena yang disebut dengan alelopati. Senyawa yang menyebabkan alelopati ini disebut zat allelokimia (Rice, 1984). Alelopati menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya namun, merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu. Sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsentrasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini (soerianegara, 2002). Proses pembentukan senyawa alelopati merupakan proses interaksi antar spesies atau antar populasi yang menunjukan suatu kemampuan organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi bersama organisme lain (Muller, 2008).
PEMBAHASAN Jenis-jenis gulma berpotensi besar mengeluarkan senyawa alelopati. Alelolopati meningkatkan agresivitas gulma dalam interaksi antara gulma dengan tanaman di sekitar habitantnya. Beberapa gula yang berpotensi mengeluarkan alelopati adalah alang-alang (Imperata cylindrical). Senyawa alelopati pada alang-alang biasanya dikeluarkan melalui akar (Izah, 2009). Alang-alang (Imperata cylindrical) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. Alang-alang (Imperata cylindrical) menyaingi tanaman lain dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya (root exudates atau leachates) dan dari pembusukan bagian vegetatifnya (Sastroutomo, 1990). Senyawa yang dikeluarkan dari bagian tersebut adalah golongan fenol. Dengan senyawa tersebut alang-alang memiliki kempuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat dan hasilnya semakin menurun. Metabolit yang telah ditemukan pada rimpag alang-alang (Imperata cylindrica) terdiri dari saponin, tannin, arundoin, fernenol, isoarborinol, silindrin, simiarenol, kampesterol, stigmasterol, Betasitosterol, skopoletin, skopolin, p-hidroksibenzaladehida, katekol, asam klorogenat, asam iso klorogenat, asam p-kumalat, asam neoklorogenat, asam asetat, asam oksalat, asam d-malat, asam sitrat, potassium (0,75% dari berat kering), sejumlah besar kalsium dan 5-hidroksitriptamin. Sedangkan pada daunnya mengandung polifenol (wijaya, 2001).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan pengaruh zat alelopati dari rimpang alangalang terhadap daya kecambah beih padi. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu pertama menyiapkan alat yang diperlukan seperti petridish, kertas saring, mortar, guting atau cutter, gelas ukur dan pinset, sedangkan bahan yang perlu disiapkan yaitu 500 benih padi, ekstrak rimpang alang-alang dan aquades. setelah itu, dilakukan pemilihan benih padi yang homogen dan gembur lalu, benih padi direndam dalam air selama 1 jam dan setiap 15 menit air diganti agar zat inhibitor pada benih tidak menghambat perkembangan benih. Selanjutnya bersihkan rimpang alang-alang dari tanah dan dicuci bersih. Lalu rimpang alang-alang berturut-turut ditimbang sebanyak 2.5, 5, 10 dan 15 gram kemudian digerus sampai halus dan ditambahkan aquades 50ml untuk setiap rimpang alang-alang yang telah digerus sebelum disaring menggunakan kertas saring untuk mendapatkan ekstraknya. Digunakan ekstrak rimpang alangalang sebagai senyawa alelopati karena alang-alang mengandung senyawa kimia seperti gugus organic, glukosa, asam amino, dan fenolat. Senyawa fenolat merupakan senyawa yang dapat larut dalam air dan senyawa fenolat sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman (Aini, 2008). Jika suatu tanaman memiliki kadar konsentrasi fenolat dalam air banyak, maka potensial lingkangan akan naik yang menghambat difusi air dan oksigen ke dalam suatu tanaman. Jika suplai air dan oksigen ke dalam tanaman terhambat maka proses pembelahan dan perbesaran sel juga terhambat. Setelah itu disiapkan 4 petridish yang telah dialasi kertas saring kemudian, ditambahkan sebanyak 4 ml ekstrak rimpang alangalang dengan berbagai konsentrasi yaitu 5%, 10%, 20% dan 30%. Disamping itu, disiapkan juga 1 petrisdish yang telah dilapisi kertas saring dan diberi 4ml aquades yag berguna sebagai control. Langkah selanjutnya, susun 100 benih padi dalam setiap petridish dan inkubasi selama 48 jam untuk nantinya dihitung daya kecambah dari benih padi tersebut.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terlihat bahwa daya kecambah benih padi berbedabeda tergantung konsentrasi zat alelopati yang diberikan karena senyawa alelopati dapat mempengaruhi perbesaran sel, pembelahan sel yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan (Pelawi, 2016). Diketahui bahwa benih kontrol memiliki daya kecambah dengan rata-rata %, sedangkan pertumbuhan tertinggi dengan pemberian ekstrak rimpang alang-alang konsetrasi 10 % yaitu dengan persentase daya kecambah sebesar 100%. Sedangkan pertumbuhan terendah dengan pemberian ekstrak alang-alang konsentrasi 30% dengan persentase daya kecambah sebesar 43%. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Aini (2008), bahwa Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan mampu meningkatkan persentase kematian anakan gulma. Di samping itu terdapat kekeliruan dimana besar daya kecambah benih yang diberi konsentrasi ekstrak alang-alang 5% memiliki besar daya kecambah 89% yang mana lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi konsentrasi ekstrak alang-alang sebesar 10%. Hal ini terjadi karena suhu dan faktor pertumbuhan lainnya saat inkubasi tidak sama, Karena masing-masing dari benih dibawa oleh tiap orang di dalam kelompok sehingga benih tidak dalam keadaan lingkungan yang sama. Penghambatan perkembangan kecambah sejalan dengan tingginya konsentrasi zat alelopati yang diberikan pada benih. Penghambatan pertumbuhan ini terjadi disebabkan oleh adanya senyawa alelokimia di dalam ekstrak alelopati rimpang alang-alang, melalui penghambatan aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel. Sastroutomo (1990) mengungkapkan bahwa beberapa senyawa alelokimia yang bersifat menghambat pembelahan sel diantaranya adalah treponoid, flavonoid, dan senyawa fenol. Senyawa-senyawa tersebut mengakibatkan penghambatan sintesis asam ketoglutarat yang merupakan perkusor asam-asam amino, protein dan ATP pada tanaman sehingga mengakibatkan terganggunya pembelahan dan pembesaran sel. Mekanisme pengaruh alelokimia pada alang-alang terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dilakukan melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, menurut Einhellig (1995) dalam Rahayu (2003), proses pengaruh alelokimia diawali di membrane plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membrane, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran (Rahayu, 2003).
Aini, B. 2008. Pengaruh ekstrak alang-alang (Imperata cylindrica), Bandotan (Ageratum conyzoides) terhadap perkecambahan beberapa varietas kedelai (Glycine max L.). Jurnal Agroteknologi, (3): 64-78 Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung. Izah, L. 2009. Pengaruh ekstrak beberapa jenis gulma terhadap perkecambahan biji jagung (zea mays) [skripsi]. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Muller. 2008. Principles of ecology in plant. CAB: int. PUB Napisah, S. 2013. Pengaruh alelopati alang-alang (Imperata cylindrical) sengon buto (Enterolobium cyclocarfum), dan akasia (Acacia auriculiformis) terhadap perkecambahan kacang hijau. Jurnal penelitian pertanian Vol. 2(1): 11-28 Pelawi, Maria. 2016. Pengaruh dari Berbagai Sumber Alelopati Terhadap Pertumbuhan dan Perkecambahan Tanamn Jagung (Zea mays). Jurnal agroteknologi, vol. 1: 23-36 Rahayu, E S. 2003. Peranan Penelitian Alelopati dalam pelaksanaan Low External Input and Sustainable Agriculture (LEISA). [online] www.balittro.com Diakses pada 16 Maret 2019 pukul 11:09 WIB Rahmania, R. 2012. Pengaruh alelopati akasia (Acacia mangium) terhadap perkecambahan biji jagung (Zea mays). Yogyakarta: UGM Rice, 1984, Allelopaty. New York: New York Press. Ross, Cleon W., Salisbury., Frank B. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB. Sastroutomo, S S. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia. Jakarta Soerianegara. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Wijaya, F. 2001. Pemanfaatan alelopati pada Rimpang Alang-Alang (Imperata Cylindrica) sebagai herbisida organic pengendali gulma teki (cyperus rotundus). Jurnal Penelitian Universitas Sumatera