Akuntansi_pajak_atas_mata_uang_asing_nurrohman.docx

  • Uploaded by: Kennu Graharian
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Akuntansi_pajak_atas_mata_uang_asing_nurrohman.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,797
  • Pages: 38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak perusahaan baik besar maupun kecil bergantung pada pasar internasional dalam kegiatan jual beli produk dan jasa. Dengan harapan dengan masuknya sebuah perusahaan tersebut pada pasar internasional, para pengusaha akan dapat meningkatkan dan mengembangkan usaha dan tentu saja going concern perusahaan. Hampir setiap hari di media memuat berita tentang mengenai dampak kegiatan ekspor dan impor pada perekonomian

Indonesia

serta

pengaruh

aliran

modal

antarnegara

di

dunia.

Perusahaan yang beroperasi di pasar internasional dipengaruhi oleh bisnis normal yaitu seperti kurangnya permintaan atas produk mereka di pasar luar negeri, unjuk rasa buruh, dan transportasi yang tertunda dalam pengiriman produk mereka kepada pelanggan mereka yang diluar negeri. Disamping

itu

perusahaan

juga

dapat

mengalami

resiko

mata

uang

asing ketika melakukan transaksi dalam mata uang lain. Sebagai contoh, jika perusahaan Indonesia memperoleh mesin secara kredit dari perusahaan Cina, perusahaan Cina tersebut mungkin mengharuskan pembayaran dalam dollar US ($). Ini berarti perusahaan Indonesia tersebut terkadang harus menggunakan pedagang mata uang asing atau bank untuk menukarkan rupiah ke dollar US untuk membeli mesin tersebut. Selama proses tersebut perusahaan Indonesia dapat mengalami keuntungan atau kerugian kurs dari fluktuasi dalam nilai relatif terhadap dollar US. Dari latar belakang di atas, di buat makalah dengan judul “Akuntansi Pajak atas Mata

Uang Asing”untuk lebih memahami tentang transaksi mata uang asing dan perlakuan akuntansi pajaknya. 1

1.2 Rumusan Masalah 1.

Bagaimanakah laba rugi kurs mata uang asing?

2.

Bagaimana akuntansi pajak atas mata uang asing?

2

BAB II PEMBAHASAN 2.4

Laba Rugi Selisih Kurs Transaksi Dalam Mata Uang Asing Transaksi dalam mata uang asing adalah transaksi yang didenominasi (dinyatakan) atau

membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing. Keuntungan dan kerugian karena selisih

kurs bisa disebabkan oleh adanya fluktuasi nilai tukar atau kurs mata uang asing (terhadap mata uang domestik sebagai mata uang pelaporan) atau adanya kebijakan pemerintah di bidang moneter, seperti misalnya devaluasi atau revaluasi mata uang. Atas penghasilan berupa keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan sistem pembukuan atau metode akuntansi yang dianut oleh Wajib Pajak, dengan ketentuan sistem pembukuan tersebut ditetapkan secara taat asas atau konsisten. Di dalam akuntansi, selisih kurs mata uang asing dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, (1) selisih kurs dari transaksi dalam mata uang asing, (2) selisih kurs karena adanya kebijakan pemerintah seperti

misalnya devaluasi dan depresiasi luar biasa mata uang

domestik, dan (3) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan yang dinyatakan dalam mata uang asing. Selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan tidak termasuk dalam lingkup Undang-undang pajak pengahasilan, karena Undang-undang pajak tidak mengenal laporan keuangan gabungan atau laporan keuangan konsolidasi antara perusahaan Wajib Pajak dalam negeri dengan cabang atau anak perusahaan di luar negeri. Untuk tujuan penetapan pajaknya, pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri –dari kegiatan usaha, cabang, atau anak perusahaan di luar negeri- diperlakukan sebagai kredit pajak luar negeri (pasal 24 undang-undang pajak penghasilan). Sebaliknya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha, perwakilan, cabang anak perusahaan asing yang menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dipungut pajak penghasilan sebgaimana 3

halnya perusahaan Wajib Pajak dalam negeri dalam statusnya sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Perlakuan akibat laba atau rugi selisih kurs terdapat beberapa teori yang umum digunakan yaitu: 1.

Pembebanan lansung dalam perhitungan laba atau rugi pada periode terjadinya perubahan. Perubahan lansung ini menganut teori perspektif dua transaksi (two transactions perspective). Teori ini melekat bahwa transaksi yang menimbulkan selisish kurs. Sebagai contoh pembelian mesin secara kredit akan menimbulkan dua pencatatan, mesin di debit dan utang di kredit, antara utang dan mesin di anggap terpisah. Pembelian barang modal melalui impor, utang yang timbul dari transaksi tersebut dianggap terpisah dengan barang modalnya, bila dikemudian hari terjadi selisih kurs dari pembelian tersebut tidak boleh dikapitalisasi atau ditangguhkan pembebanannya. Peristiwa tersebut dipandang sebagai kerugian, karena tidak mempunyai manfaat ekonomi di masa mendatang dan kejadian tersebut sifatnya insidentil. Kelemahan dari perlakuan akuntansi dengan perspektif dua transaksi antara lain adalah: a.

Pendekatan ini mengabaikan segi keuntungan/kenaikan harga dari aset nonmoneter yang pembeliannya menimbulkan utang dan dibayar berdasarkan kurs saat pembayaran.

b.

Pembebanan kerugian yang besar akan mengakibatkan terdistorsinya laporan laba rugi.

2.

Penangguhan dan amortisasi selama periode berikut sesuai saat realisasi. Pada pendekatan ini kerugian akibat selisih kurs yang dimasukkan dalam akun selisih kurs yang ditangguhkan (deferred charges). Sebagai dasar pemikirannya yaitu keuntungan atau kerugian selisih kurs berkaitan erat dengan kebijakan perbelanjaan. 4

Keadaan kurs valuta asing menunjukan tren yang menarik dan dihadapkan risiko devaluasi, manajemen dihadapkan alternatif memperoleh pinjaman dari mata uang lokal (rupiah) dengan tingkat bunga yang tinggi atau dalam mata uang asing (dolar AS misalnya). Apabila dikemudian hari terjadi devaluasi atau selisih kurs, maka selisih tersebut harus dibebankan secara sebanding dengan sisa kemanfaatan pinjaman tersebut. Kelemahan perlakuan akuntansi dengan penangguhan yaitu: a.

Bila terjadinya penurunan nilai kurs terus-menerus dan lebih cepat dari yang diramalkan, ini berarti

kerugian telah terealisasi dan kurang bermanfaat dalam

penentuan laba rugi. b.

Selisih kurs yang ditangguhkan sebenarnya tidak mempunyai nilai realisasi, sehingga asset laporkan terlalu tinggi dari niali realisasi sesungguhnya.

3.

Dikapitalisasi ke dalam harga aset yang bersangkutan Teori ini mendasarkan pada perspektif satu transaksi (one transaction perspective) yaitu dengan menganggap bahwa kerugian yaitu bagian dari aset yang menimbulkan kerugian dari pembelian atau penjualan, selisih kurs tersebut yaitu bagian dari harga perolehan asset yang bersangkutan. Oleh karena itu, terjadinya selisih kurs tersebut harus dikapitalisasi dalam aset yang bersangkutan. Kelemahan perlakuan akuntansi dengan penangguhan yaitu: a.

Adanya kesulitan untuk menelusuri kembali kerugian dari valuta asing ke aset yang bersangkutan.

b.

Asset dinilai terlalu tinggi (overvalued) karena kkerugian yang dikapitalisasi belum tentu mencerminkan harga dari asset tersebut. Akuntansi selisih kurs menurut PSAK hanya digunakan untuk transaksi pos-pos

moneter dan transaksi lindung nilai (hedge). Sedangkan untuk transaksi nonmoneter tidak boleh digunakan dan harus dijabarkan dengan kurs historisnya. Dalam kondisi normal 5

pengakuan selisih kurs dibebankan saat tanggal neraca mengacu pada spot rate tanggal neraca atau kurs tengah Bank Indonesia dan selisihnya diakui sebagai kerugian atau laba pada tahun yang bersangkutan. Dalam keadaan yang luar biasa, yaitu terjadi devaluasi atau depresi rupiah diperbolehkan menggunakan alternatif pelaporan yang tercantum dalam PSAK No. 10, yaitu: “Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas lindung nilai dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aset yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan dengan nilai tercatat (carrying amount) aset tersebut sepanjang nilai tercatat asset yang telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aset tersebut.” Dalam hal terjadi devaluasi atau depresi luar biasa kerugian selisih kurs tersebut dikapitalisasi sepanjang tidak melebihi jumlah terendah nilai ganti dan jumlah yang bisa diperoleh kembali. Risiko pembiayaan dalam mata uang asing biasanya dilindung nilai. Karenanya, jika terjadi devaluasi atau depresi luar biasa dan fasilitas lindung nilai masih ada dan perhitungan selisih hanya pada lindung nilai. Penggunaan alternatif ini telah dijelaskan lebih lanjut dengan diterbitkan ISAK No. 4 bahwa depresiasi rupiah terhadap suatu mata uang asing dianggap melampaui batas-batas wajar dan merupakan depresiasi rupiah yang disetahunkan mencapai 133% dari rata-rata depresiasi rupiah tiga tahun takwim terakhir. Seperti penjelasan di atas yang didasarkan pada akuntansi konvensial sedangkan sesuai akuntansi pajak dengan mengacu pada Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa kerugian selisih kurs mata uang asing diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto usaha. Apabila mengacu pada surat edaran No. SE. 03/Pj 31/1997 tanggal 13 Agustus 6

1997 mengatur bahwa sistem pembukuan yang diperkenankan digunakan Wajib Pajak untuk mencatat peristiwa tersebut yaitu: a.

Kurs tetap Pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat validasi.

b.

Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. Pada hal ini pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun. Penghasilan tersebut sebagai penghasilan rutin diselenggarkan secara taat asa, sehingga dipandang selisih kurs berhubungan dengan usaha Wajib Pajak.

Aturan mengenai perlakuan selisih kurs ini mengalami banyak perubahan, demikian pula SE. 03/Pj 31/1997 mengalami perubahan. Terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 597/KMK04/1997 tanggal 27 November 1997 yang mengatur tentang perlakuan pajak penghasilan terhadap selisih kurs valuta asing dalam tahun 1997 yaitu perubahan kerugian akibat selisih kurs boleh dibebankan langsung atau ditangguhkan dengan pembebanan kerugian selisih kurs selama lima tahun. Dalam hal pelaporan terdapat perbedaan antara PSAK dengan aturan perpajakan, karena pelaporan PSAK dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs tanggal neraca. Sedangkan untuk kepentingan pajak diperkenankan menggunakan dasar kurs tetap dan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs tanggal neraca. Kurs tetap dalam aturan pajak yaitu kurs historis/kurs pada saat transaksi awal, sehingga pada akhir tahunlaporan pos yang mengakibatkan selisih kurs dijabarkan dengan kurs historis, tidak dengan kurs berjalan. Modal untuk kepentingan rekonsiliasi fiscal yaitu: 1.

Menggunakan kurs tetap Apabila Wajib Pajak menggunakan kurs tetap dalam pelaporan pajaknya, maka selisih pos-pos moneter yang telah dijabarkan dalam kurs berjalan harus dikorekasi. Dengan 7

kurs tetap diartikan tidak adanya penyesuaian kurs berjalan tetapi tetap pada penjabaran kurs historis. Keuntungan atau kerugian dari keseluruhan penjabaran ke mata uang rupiah menurut aturan pajak dengan kurs tetap hanya terjadi saat realisasi, sebagai contoh pelunasan utang. Penetapan realisasi dalam kondisi pelunasan utang akan lebih mudah tetapi bagaimana menetapkan saat realisasi untuk tunai dalam valas, cek dalam valas, dan setara kas lainnya dalam valas. Namun, sementara pihak berpendapat bahwa saat realisasi yaitu saat penukaran valas menjadi rupiah. Tetapi pendapat tersebut juga dianggap tidak kuat, karena pada saat pelunasan utang, perubahan tidak menerima atau mengeluarkan valas dalam bentuk rupiah yang dianggapnya telah terjadi realisasi. Alasan lainnya yaitu valas sebagai alat pembayaran dapat langsung digunakan untuk transaksi tanpa harus dilakukan konversi ke dalam rupiah, sehingga validasi perubahan nilai valas untuk kas dan yang setara kas yaitu pada saat terjadinya perubahan nilai kurs di pasar uang. Selanjutnya apabila terjadi perubahan kurs pada setiap hari di pasar uang apakah hal tersebut diartikan sebagai terjadinya realisasi dan apakah pencatatannya dilakukan setiap hari? Jawabannya: tidak demikian, karena SPT tahunan hanya disampaikan untuk periode satu tahun, maka pencatatan perubahan kurs terhadap setara kas yang dilakukan pada akhir tahun. Dengan demikian walaupun dengan dasar kurs tetap, pada akhir tahun juga diperlukan penjabaran untuk kas dan setara kas dalam valas rupiah. Perlu diperhatikan kas dan setara kas terjadi realisasi saat perubahan kurs di pasar uang. Berdasarkan pengertian tersebut, rekonsiliasi dilakukan dengan jumlah pos moneter dikurangi dengan kas dan setara kas. 2.

Menggunakan kurs tengah Bank Indonesia Apabila Wajib Pajak menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs sebenarnya dalam pelaporan pajak. Untuk kepentingan laporan kepada para pemangku kepentingan, maka pos-pos moneter akan disesuaikan dengan kurs berjalan sedangkan untuk 8

kepentingan pajak memang peraturan pelaksanaan perpajakan tidak mengatur pos-pos manakah yang harus dijabarkan dalam kurs berjalan dengan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs tanggal neraca. Bagi perusahaan sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang pelaporan, yang melakukan transaksi dalam mata uang asing dihadapkan pada 4 pokok masalah akuntansi; karena nilai tukar dari mata uang domestik atau rupiah terhadap mata uang asing pada umumnya selalu berubah-ubah atau berfluktuasi. Ke empat pokok masalah akuntansi tersebut adalah:

1. Pengakuan awal efek transaksi 2. Pelaporan efek transaksi pada tanggal neraca berikut 3. Perlakuan atas keuntungan atau kerugian selisih kurs dan 4. Pengakuan efek penyelesaian utang atau piutang dalam mata uang asing pada tanggal jatuh temponya Ke empat pokok masalah akuntansi transaksi dalam mata uang asing tersebut jelas bersifat interaktif. Pada dasarnya, terdapat dua alternatif sudut pandang yang dapat digunakan oleh perusahaan dan/atau Wajib Pajak, yaitu: (1) sudut pandang satu transaksi –one transaction perspective dan (2) sudut pandang dua transaksi –two transactions perspectives. Sudut pandang dua transaksi menawarkan dua alternatif perlakuan akuntansi terhadap keuntungan atau kerugian selisih kurs sebagia berikut; (a) pengakuan segera (immediate recognition), atau (b) ditangguhkan sampai dengan terjjadinya pembayaran atau menyelesaikan transaksi. Untuk tujuan pelaporan keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) seperti dinyatakan dalam PSAK No. 10 dapat dikatakan memilih atau menganut sudut pandang dua transaksi. Untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang efek dan perbedaan dari masing-masing perspektif atau metode akuntansi selisih kurs mata uang asing tersebut secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut.

9

2.2

Metode Akuntansi Selisih Kurs Mata Uang Asing

2.2.1 Sudut Pandang satu Transaksi Dengan sudut pandang satu transaksi, suatu transaksi dalam mata uang asing tidak dapat dikatakan selesai sampai dengan terjadinya pembayaran (penerimaan atau pengeluaran kas) yang diperlukan untuk menyelesaikan utang atau piutang dalam mata uang asing. Selisish kurs yang timbul dari sejak terjadinya transaksi yang berakibat pada timblunya kewajiban atau piutang dalam mata uang asing, sampai dengan terjadinya pembayaran (penerimaan atau pengeluaran kas) dalam mata uang asing diperlakukan sebagai faktor penyesuaian (adjustment) terhadap: (1) biaya dan/atau aktiva, atau (2) pendapatan dan/atau kewajiban terkait, tergantung efek transaksi yang dinyatakan dalam mata uang asing tersebut. Contoh: PT. JMC adalah Wajib Pajak –badan dalam negeri yang menggunakan tahun kalender sebagai tahun pajaknya. Pada tanggal 1 Desember 2002, mengimpor sebuah mesin produksinya dari salah satu perusahaan di USA dengan harga US $10,000.00 pada saat kurs US dollar adalah Rp.9.000,00/US. Sesuai dengan kontraknya, pembayaran harus dilakukan pada tanggal 28 Pebruari 2003. Selanjutnya diumpamakan bahwa kurs US dollar adalah Rp.8.500,00/US pada tanggal 31 Desember 2002, dan Rp.8.750,00/US pada tanggal 28 Pebruari 2003. Dengan metode atau pendekatan satu transaksi, ayat-ayat jurnal yang diperlukan dalam tahun pajak 2002 berkaitan dengan transaksi pembelian mesin produksi impor, dengan harga yang dinyatakan dalam satuan mata uang asing (US dollar) tersebut adalah sebagai berikut (dalam ribuan rupiah): Tgl

Rekening & Deskripsi

Debit

01/12/02 Mesin Produksi Utang Pembelian Impor-Valas 31/12/02 Utang Pembelian Impor-Valas Mesin Produksi(*)

Kredit

Rp.90.000,00 Rp.90.000,00 Rp.5.000,00 Rp.5.000,00

(*)Apresiasi rupiah terhadap US dollar mengakibatkan utang pembelian

impor berkurang

menjadi Rp.85,00 juta. Selisih kurs sebesar Rp.5,00 juta diperlakukan sebagai penyesuaian 10

terhadap nilai perolehan mesin produksi dan bukan sebagai keuntungan –karena selisih kurs mata uang asing.

28/02/03

Utang pembelian impor-valas

Rp.85.000,00

Mesin Produksi(*)

Rp.2.500,00

Kas

Rp.87.500,00

(*) Perubahan nilai tukar US dollar terhadap rupiah menjadi Rp. 8.750,00 membuat perusahaan harus membayar Rp.87,50 juta untuk melunasi utangnya. Selisish antara saldo utang pembelian impor menurut neraca per 31 Desember 2002 dengan kas yang dibayarkan untuk menyelesaikannya diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap nilai perolehan mesin produksi dan bukan sebagai kerugian karena selisih kurs mata uang asing

Seperti tampak pada ayat-ayat jurnal tersebut diatas, hasil akhir dari metode atau sudut pamdang satu transaksi adalah efek dari perubahan nilai tukar mata uang asing tidak diakui sampai dengan nilai perolehan mesin produksi dihapuskan, dan keuntungan atau kerugian yang timbul diperlakukan sebagai bagian dari beban depresiasi periodik. 2.2.3 Sudut Pandang Dua Transaksi Metode atau sudut pandang dua transaksi memperlakukan secara terpisah antara transaksi pembelian dan penjualan dengan utang dan piutang yang timbul sebagai akibat dari transaksi terkait. Sebagai konsekuensinya, selisih kurs mata uang asing yang timbul dari penjabaran utang dan piutang berdasar kurs yang sekarang berlaku (current exchange rate) tidak diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap hasil penjualan ekspor dan kos barang yang diimpor, melainkan sebagai keuntungan atau kerugian karena selisih kurs mata uang atau valuta asing. Persoalannya adalah kapan seharusnya keuntungan atau kerugian karena selisih kurs mata uang asing harus diakui? Dengan sudut pandang dua transaksi, terdapat dua alternative pendekatan yang dapat digunakan berkaitan dengan saat pengakuan keuntungan atau kerugian karena selisih kurs mata uang atau valuta asing: 1) Menangguhkan atau menunda pengakuannya sampai dengan keuntungan atau kerugian direalisasikan pada saat diselesaikannya utang atau piutang terkait; atau

11

2) Mengakui keuntungan atau kerugian segera dalam periode terjadinya transaksi, sebagaimana diwajibkan dalam PSAK No. 10. Contoh: Mengacu pada contoh soal sudut pandang satu transaksi tersebut diatas, maka ayat-ayat jurnal yang diperlukan menurut masing-masing alternative metode pengakuan atau pencatatan terhadap adanya keuntungan atau kerugian selisih kurs dalam transaksi mata uang asing sebagaimana dikemukakan tersebut diatas akan tampak sebagai berikut (dalam ribuan rupiah). (1) Keuntungan atau kerugian selisih kurs ditangguhkan pengakuannya Tgl Rekening & Deskripsi 01/12/02 Mesin Produksi Utang Pembelian Impor-Valas ($10,000 X Rp.9.000,00 ) 31/12/02 Utang Pembelian Impor-Valas Keuntungan Selisih Kurs-Tangguhan [$10,000 X (Rp.9.000,00-Rp.8.500,00)] 28/02/03 Utang Pembelian Impor-Valas Keuntungan Selisih Kurs-Tangguhan Kas Keuntungan Karena Selisih Kurs

Debit Rp.90.000,00

Kredit Rp.90.000,00

Rp.5.000,00 Rp.5.000,00 Rp.85.000,00 Rp.5.000,00 Rp.87.500,00 Rp.2.500,00

Kerugian sebenarnya terjadi pada tanggal 28 Pebruari 2003, karena kurs atau nilai tukar US dollar mengalami kenaikan (apresiasi) dari semula Rp.8.500,00 menjadi Rp. 8.750,00 per US dollar. Hal ini berarti utang pembelian-impor mengalami kenaikan dari semula Rp.85,00 juta menjadi Rp. 87,50juta atau rugi sebesar Rp.2,50 juta. Namun kerugian sebesar Rp.2,50 juta tersebut tidak dakui atau dicatat secara terpisah melainkan dikompensasikan langsung dengan keuntungan yang ditangguhkan dalam tahun 2002. Dengan demikian, keuntungan dalam suatu tahun pajak dikompensasikan dengan kerugian dalam tahun atau tahun-tahun pajak berikutnya, dan jumlah keuntungan netonya diakui dalam tahun pajak diselesaikannya utang-piutang terkait.

12

(2) Keuntungan atau kerugian selisih kurs diakui segera Tgl Rekening & Deskripsi 01/12/02 Mesin Produksi Utang Pembelian Impor-Valas ($10,000 X Rp.9.000,00) 31/12/02 Utang Pembelian Impor-Valas Keuntungan Selisih Kurs-MUA [$10,000 X (Rp.9.000,00-Rp.8.500,00)] 28/02/03 Utang Pembelian Impor-Valas Rugi Karena Selisih Kurs-MUA Kas

Debit Rp.90.000,00

Kredit Rp.90.000,00

Rp.5.000,00 Rp.5.000,00 Rp.85.000,00 Rp.2.500,00 Rp.87.500,00

Metode atau perlakuan akuntansi seperti dikehendaki dalam PSAK No. 10 ini dapat dikatakan konsisten dengan sudut pandang dua transaksi, yang melihat atau memperlakukan transaksi pembelian, transaksi penjualan, dan transaksi pinjaman berbeda dari transaksi pembayaran dan/atau penerimaan kasnya. Pada setiap transaksi bisa berakibat timbulnya keuntungan dan/atau kerugian karena selisih kurs mata uang asing, dan oleh karena itu harus diakui dalam periode atau tahun terjadinya transaksi. Tabel 2.1 berikut ini mengikhtisarkan perbedaan efek dari ketiga alternative pendekatan dan/atau metode akuntansi atas keuntungan atau kerugian karena selisih kurs yang terjadi pada transaksi yang dinyatakan dalam mata uang asing tersebut (dalam ribuan rupiah). Tabel 2.1 Efek Perbedaan Sudut Pandang Transaksi dan Metode Akuntansi Dua Transaksi Deskripsi Satu Transaksi Diakui Segera Ditangguhkan Nilai Perolehan Mesin Produksi Rp.87.500,00 Rp.90.000,00 Rp.90.000,00 Jumlah dibayar Rp.87.500,00 Rp.87.500,00 Rp.87.500,00 Keuntungan (Kerugian) Selisih Kurs 2002 Rp.5.000,00 0,00 Keuntungan (Kerugian) Selisih Kurs 2003 (Rp.2.500,00) Rp.2.500,00

Standar akuntansi keuangan (PSAK No. 10), seperti telah dikemukakan menganut sudut pandang dua transaksi dan metode pengakuan segera (immediate recognition) atas keuntungan atau kerugian karena selisih kurs dalam transaksi mata uang asing. Dengan sudut pandang dan metode akuntansi demikian, terdapat tiga tanggal yang krusial di dalam akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing: 13

1)

Tanggal Transaksi Mencatat efek transaksi (pembelian, penjualan, pinjaman) ke dalam nilai rupiah ekuivalen, dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal terjadinya transaksi.

2)

Tanggal Neraca berikutnya Menyesuaikan nilai rupiah ekuivalen dari utang atau piutang yang disajikan di dalam neraca,dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Mengakui efek perbedaan kurs yang berlaku pada tanggal transaksi dengan kurs yang berlaku pada tanggal neraca sebagai keuntungan atau kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

3)

Tanggal penyelesaian Pertama membuat penyesuaian utang-piutang dalam valuta asing atas perubahan kurs yang terjadi antara tanggal neraca (atau tanggal transaksi-dalam hal transaksi terjadi sesudah tanggal neraca) dan tanggal penyelesaian atau pembayarannya, dan mengakui perbedaan atau selisihnya sebagai keuntungan atau kerugian karena selisih kurs mata uang asing. Kedua, mencatat pembayaran/penerimaan kas untuk menyelesaikan utang atau piutang terkait.

Contoh: Sudut Pandang Dua Transaksi – Penjualan Ekspor PT. JEC adalah wajib pajak badan dalam negeri yang menggunakan tahun kalender sebagai tahun pajaknya. Pada tanggal 1 oktober 2002, perusahaan menjual produknya secara kredit kepada sebuah perusahaan importer di Australia dengan harga Rp.500,00 juta atau AUS $100,000.00. Sesuai dengan kntraknya, pembayaran akan dilakukan pada tanggal 1 april 2003. Nilai tukar atau kurs AUS $1,00 (mata uang asing) terhadap rupiah (mata uang domestik) yang relevan dalam transaksi penjualan eksportir ini adalah sebagai berikut: a)

Tanggal 1 oktober 2002 Rp.5.000,00

b)

Tangal 31 desember 2002 Rp. 5.375,00 dan

c)

Tanggal 1 april 2003 Rp.5.125,00 Tabel berikut ini menunjukkan ayat-ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat efek

transaksi penjualan ekspor dan penerimaan kasnya, masing-masing apabila transaksi dinyatakan dalam 14

rupiah-mata uang domestik dan dalam dollar Australia –mata uang asing- (jumlah dalam ribuan rupiah). Tabel 2.2 Jika transaksi dinyatakan dalam rupiah (mata uang domestik) Tgl Rekening & Deskripsi Debit Kredit 01/10/02 Piutang Dagang Rp.500.000,00 Hasil Penjualan-Ekspor Rp.500.000,00 31/12/02 Tidak ada pencatatan 01/04/03 Kas atau Bank Piutang Dagang

Rp.500.000,00 Rp.500.000,00

Perhatikan bahwa apabila transaksi dinyatakan dalam rupiah atau mata uang domestik, maka adanya fluktuasi atau perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Australia atau mata uang asing tidak perlu mengakibatkan timbulnya keuntungan dan/atau kerugian karena selisih kurs mata uang asing. Dalam kondisi demikian, transaksi penjualan di pasar luar negeri atau ekspor sama halnya dengan transaksi penjualan di pasar domestik; dalam arti tidak dihadapkan pada risiko perubahan nilai tukar mata uang (foreign exchange risk).

Tabel 2.3 Jika transaksi dinyatakan dalam dollar Australia (mata uang asing) Tgl Rekening & Deskripsi Debit Kredit 01/10/02 Piutang Dagang Rp.500.000,00 Hasil Penjualan-Ekspor Rp.500.000,00 (A$100,000 X Rp.5.000,00) 31/12/02 Piutang dagang – valas Rp.37.500,00 Keuntungan karena selisih kurs MUA Rp.37.500,00 [A$100,000 X (Rp.5.375,00-Rp.5.000,00)] 01/04/03 Kerugian karena selisih Kurs MUA Rp.25.000,00 Piutang Dagang-Valas Rp.25.000,00 [A$100,000 X (Rp.5.375,00-Rp.5.125,00)] Kas – Valas Rp.512.500,00 Piutang Dagang – Valas Rp.512.500,00

15

Contoh: Sudut Pandang Dua Transaksi – Pembelian Impor PT. RTC adalah wajib pajak badan dalam negeri yang menggunakan tahun kalender sebagai tahun tahun pajaknya. Pada tanggal 1 Nopember 2002, perusahaan membeli dengan cara mengimpor langsung bahan baku secara kredit dari perusahaan ekspotir di Hongkong dengan harga HK $100,000.00 atau Rp.100,00 juta. Sesuai dengan kontraknya, pembayaran harus dilakukan pada tanggal 31 januari 2003. Kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar hongkong pada tanggal-tanggal yang relevan dengan transaksi pembelian impor bahan baku tersebut adalah sebagai berikut: (a) Rp.1.000,00 pada tanggal 1 Nopember 2002, (b) Rp.1.100,00 pada tanggal 31 desember 2002, dan (c) Rp.1.050,00 pada tanggal 31 januari 2003. Tabel berikut ini menunjukkan ayat-ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat efek transaksi pembelian impor dan pembayaran atau penyelesaianya, masing-masing apabila transaksi dinyatakan dalam rupiah atau mata uang domestic dan dalam dollar Hongkong atau mata uang asing. Perhatikan bahwa transaksi yang dinyatakan dalam mata uang domestic atau rupiah, seperti halnya pada transaksi penjualan ekspor tidak ada laba atau rugi (karena selisih kurs) yang harus diakui. Sementara itu, apabila transaksi yang dinyatakan dalam mata uang asing, kemungkinan adanya laba atau rugi (karena selisih kurs) harus dipertimbangkan masing-masing pada setiap akhir tahun buku, dan pada tanggal diselesaikannya kewajiban yang timbul dalam transaksi pembelian impor. Ini sama halnya dengan transaksi penjualan ekspor, kecuali pada transaksi pembelian impor risiko perubahan nilai tukar mata uang menyangkut kewaiban atau utang yang dinyatakan dalam mata uang asing. Impor risiko perubahan nilai tukar mata uang menyangkut kewajiban atau utang yang dinyatakan dalam mata uang asing.

Tabel 2.4 Jika transaksi dinyatakan dalam mata uang domestik (dalam ribuan rupiah) Tgl Rekening & Deskripsi Debit Kredit 01/11/02 Persediaan Bahan Baku Rp.100.000,00 Utang Dagang-Impor Rp.100.000,00 31/12/02 Tidak ada pencatatan 31/01/03 Utang Dagang-Impor Kas

Rp.100.000,00 Rp.100.000,00

16

Tabel 2.5 Jika transaksi dinyatakan dalam mata uang asing (dalam ribuan rupiah) Tgl Rekening & Deskripsi Debit Kredit 01/11/02 Persediaan Bahan Baku Rp.100.000,00 Utang Dagang-Valas Rp.100.000,00 (HK$100,000 X Rp.1.000) 31/12/02 Kerugian Karena Selisih Kurs MUA Rp.10.000,00 Utang dagang-Valas Rp.10.000,00 [HK$100,000 X (Rp.1.100-Rp.1.000)] 31/01/03 Utang Dagang-Valas Rp.5.000,00 Keuntungan Karena Selisih Kurs MUA Rp.5.000,00 [HK$100,000 X (Rp.1.100-Rp.1.050)] Kas-Valas Rp.105.000,00 Kas Rp.105.000,00 Utang Dagang-Valas Rp.105.000,00 Kas-Valas Rp.105.000,00

Berdasarkan contoh-contoh tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa metode akuntansi yang paling tepat adalah metode yang didasarkan pada pendekatan atau sudut pandang dua transaksi dengan pengakuan segera atas keuntungan atau kerugian karena selisih kurs (seperti diatur dalam PSAK No. 10); terutama dalam kaitannya masalah pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan efek transaksi dalam mata uang asing sebagaimana tampak diikhtisarkan pada tabel dibawab ini. Tabel 2.6 Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Efek Transaksi Dalam Mata Uang Asing Pengakuan Awal Transaksi dalam mata uang asing dicatat berdasar kurs yang berlaku pada tanggal terjadinya transaksi. Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya  Aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan dilaporkan ke dalam mata uang rupiah berdasar kurs yang berlaku pada tanggal neraca  Aktiva dan kewajiban non-moneter dijabarkan dan dilaporkan ke dalam mata uang rupiah berdasar kurs yang berlaku pada tanggal terjadinya transaksi, dan  Aktiva dan kewajiban non-moneter yang dinilai berdasar nilai wajar dalam mata uang asing dijabarkan dan dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai wajar tersebut ditentukan. Pengakuan selisih Kurs Selisih (keuntungan atau kerugian) penjabaran aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing ke dalam mata uang rupiah pada tanggal neraca, dan keuntungan atau kerugian yang timbul karena selisih kurs dari transaksi dalam mata uang asing diakui sebagai elemen penghasilan bruto dalam tahun berjalan.

17

2.3

Transaksi Valuta Berjangka Perusahaan atau Wajib Pajak yang beroperasi di pasar global seringkali harus melakukan

pembelian atau penjualan valuta asing untuk penyerahan dan pembayaran pada tanggal tertentu di kemudian hari, berdasar kurs atau nilai tukar tertentu yang sudah ditetapkan atau seringkali disebut kontrak pembelian atau penjualan berjangka. Menurut tujuannya kontrak pembelian atau penjualan valuta berjangka dapat dibedakan kedalam tiga kategori: 1) Memproteksi nilai bersih aktiva atau kewajiban dalam mata uang asing, 2) Memproteksi diri terhadap komitmen dalam mata uang asing tertentu, dan 3) Spekulasi di pasar valuta asing Oleh karena substansi ekonomi dari kontrak atau transaksi valuta berjangka bereda tergantung pada tujuannya, maka standar akuntansi yang diberlakukan oleh organisasi profesi akuntansi juga berbeda untuk tujuan yang ada dengan tujuan yang lain. Perusahaan atau wajib pajak melakukan transaksi valuta berjangka dengan bank atau pedagang valuta asing. Kurs mata uang asing dalam transaksi valuta berjangka (forward exchange rate) berbeda dari kurs yang berlaku sekarang (spot rate), karena adanya perbedaan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi nilai tukar dari suatu mata uang terhadap mata uang lain, pada saat sekarang (spot rate) dan di masa depan (future atau forward exchange rate). Jika forward rate lebih tinggi dari spot rate, maka selisihnya disebut premi atas transaksi valuta berjangka; artinya valuta asing dijual dengan premi di pasar valuta berjangka. Sebaliknya, apabila forward rate lebih rendah dari spot rate, maka selisihnya disebut diskonto atas transaksi valuta berjangka; yang berarti valuta asing dijual dengan diskonto di pasar valuta berjangka. Pada umumnya, premi dan diskonto atas transaksi valuta berjangka diamortisasi berdasar metode garis lurus dan diakui sebagai penghasilan atau beban bunga selama masa berlakunya kontrak transaksi atau pembelian valuta berjangka.

2.3.1 Hedging Nilai Bersih Aktiva atau Kewajiban Perusahaan atau Wajib Pajak yang mempunyai piutang atau aktiva lain yang didenominasi dalam mata uang asing lebih besar daripada kewajibannya yang juga didenominasi dalam mata uang asing yang sama dihadapkan pada risiko perubahan kurs dari nilai aktiva bersihnya (exposed net asset 18

position). Sebaliknya, perusahaan atau wajib pajak yang mempunyai kewajiban yang didenominasi dalam mata uang asing dalam jumlah lebih besar daripada piutangnya yang didenominasi dalam mata uang asing yang sama dihadapkan pada risiko perubahan kurs dari kewajiban nettonya (exposed net liability position). Untuk melindungi atau menghindari kerugian terhadap nilai bersih aktiva atau kewajiban dalam mata uang asing sebagai akibat dari perubahan kurs mata uang asing tersebut. Perusahaan atau wajib pajak bias melakukan transaksi pembelian atau penjualan valuta asing dalam bentuk kontrak pembelian atau penjualan berjangka atau hedging. Hedging adalah suatu transaksi yang didesain untuk menyeimbangkan utang atau kewajiban dengan piutang dalam mata uang asing, sehingga diperoleh suatu keseimbangan risiko yang timbul dari fluktuasi kurs mata uang asing. Misalnya, suatu perusahaan Wajib Pajak dalam negeri mengimpor bahan baku dari sebuah perusahaan eksportir di USA dengan harga yang harus dibayar dalam US dollar. Transaksi demikian membuat perusahaan dihadapkan pada risiko kerugian sebagai akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Untuk melindungi dirinya dari risiko fluktuasi nilai US dollar, perusahaan bisa membuat kontrak pembelian US dollar untuk penyerahan dikemudian hari pada tanggal jatuh temponya utang dalam mata uang dollar AS tersebut. Demikian pula sebaliknya, perusahaan Wajib Pajak dalam negeri yang mempunyai piutang dalam mata uang asing dapat melindungi dirinya dari risiko kerugian karena fluktuasi atau perubahan nilai tukar mata uang asing terkait dengan cara membuat kontrak penjualan atau pembelian valuta asing untuk penyerahan di kemudian hari pada tanggal jatuh temponya piutang dan/atau kewajiban dalam mata uang asing.

Contoh: Hedging Nilai Bersih Aktiva atau Kewajiban dalam Mata Uang Asing PT. SHS adalah wajib pajak-badan yang menggunakan tahun kalender sebagai tahun bukunya. Perusahaan memproduksi da menjual suatu jenis barang yang bahan bakunya masih harus diimpor. Berikut adalah ikhtisar transaksi impor dan pembelian valuta asing berjangka untuk menutup risiko kerugian sebagai akibat dari adanya kewajiban dalam mata uang asing, yang timbul dari transaksi pembelian impornya.

19

(1) Tanggal 1 Oktober 2002, pembelian impor bahan baku secara kredit dengan jangka waktu 4 bulan dari eksportir di USA dengan harga US$ 100,000. (2) Tanggal 1 Oktober 2002, membuat kontrak pembelian valuta berjangka dengan bank berupa dollar Amerika sebesar US$100,000 untuk penyerahan 4 bulan. (3) Tanggal 01 Pebruari 2003, (a) diterima valuta asing sebesar US$100,000 dari bank; (b) dibayar utang pembelian impor kepada perusahaan eksportir di USA sebesar US$100,000; dan (c) dibayar harga beli valuta asing kepada bank sesuai dengan kurs yang ditetapkan di dalam kontrak. Kurs rupiah terhadap US dollar yang terkait dengan hedging adalah sebagai berikut: Tanggal 01 oktober 2002 (tanggal transaksi) 31 Desember 2002 (akhir tahun pajak) 01 pebruari 2003 (tanggal penyelesaian)

Spot rate Rp.9.000,00 Rp.9.750,00 Rp.9.500,00

Forward rate Rp.9.250,00 -

Berdasar informasi nilai tukar mata uang US dollar tersebut, maka ayat-ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi yang berhubungan dengan hedging nilai bersih aktiva dan/atau kewajiban dalam mata uang asing adalah sebagai berikut: (1)

Tanggal 1 oktober 2002 (tanggal transaksi-dalam ribuan rupiah) No (1)

(2)

Rekening & Deskripsi Persediaan Bahan Baku Utang Dagang-Valas(US$) (US$100,000 X Rp.9.000,00) Piutang Bank-Valas (US$) Premi atas kontrak valuta berjangka Utang pembelian valuta berjangka (US$100,000 X Rp9.250,00)

Debit Rp.900.000,00

Kredit Rp.900.000,00

Rp.900.000,00 Rp.25.000,00 Rp.925.000,00

Ayat jurnal nomor -1 untuk mencatat transaksi pembelian impor yang dinyatakan dalam mata uang asing, sedang ayat jurnal nomor -2 untuk mencatta transaksi pembelian valuta berjangka (hedging). Premi atas kontrak pembelian valuta berjangka merupakan selisih antara spot rate (Rp.9.000,00) dengan forward rate (Rp.9.250,00), dan dicatat atau diakui sebagai pengurang atas utang pembelian valuta berjangka. Piutang kepada bank (pedagang valuta asing) dinyatakan dalam US

20

dollar, sedang utang pembelian valuta berjangka atau kewajiban kepada bank dinyatakan dalam mata uang domestik atau rupiah. Sebagaimana tampak pada perbandingan kurs rupiah terhadap US dollar pada tanggal 1 oktober dan 31 desember 2002, rupiah mengalami depresiasi terhadap US dollar. Sebagai akibatnya, harus diakui adanya kerugian atas kewajiban atau utang yang dinyatakan dalam US dollar; namun sebaliknya harus juga diakui adanya keuntungan atas piutang yang dinyatakan dalam US dollar. Hedging yang dilakukan untuk melindungi nilai bersih kewajiban dalam mata uang asing, yang membuat harus diakuinya kerugian sebagai akibat melemahnya rupiah relatif terhadap US dollar (Rp.75,00 juta) seluruhnya dapat ditutup oleh keuntungan karena selisih kurs atas piutang dalam US dollar (mata uang asing). Satu-satunya efek terhadap penghasilan dalam tahun pajak 2002 adalah adanya beban atau biaya bunga (amortisasi premi atas kontrak pembelian valuta berjangka) sebesar Rp.18,75 juta. Ayat jurnal nomor -3 dan -4 berikut ini harus juga dibuat untuk menyesuaikan nilai utang dan piutang dalam mata uang asing sebagai akibat dari terjadinya perubahan kurs, sedang ayat jurnal nomor -5 diperlukan untuk mencatat amortisasi premi atas pemeblian valuta berjangka. (2)

Tanggal 31 desember 2002 (akhir tahun pajak-dalam ribuan rupiah) No (3)

(4)

(5)

Rekening & Deskripsi Piutang bank valas (US$) Keuntungan karena selsiih kurs MUA [US$100,000 X (Rp.9.750,00-Rp.9.000,00)] Kerugian karena selisih kurs MUA Utang Dagang – Valas (US$) [US$100,000 X (Rp.9.750,00-Rp.9.000,00)] Beban Bunga Premi atas pembelian valuta berjangka (3/4 X Rp.25,00juta)

Debit Rp.75.000,00

Kredit Rp.75.000,00

Rp.75.000,00 Rp.75.000,00 Rp.18.750,00 Rp.18.750,00

Mata uang domestik atau rupiah menguat relatif terhadap US dollar, dari semula Rp.9.750,00 pada tanggal 31 desember 2002 menjadi Rp.9.500,00 pada tanggal 1 pebruari 2003. Diperlukan lebih sedikit rupiah untuk mendapatkan US dollar yang sama pada tanggal 1 pebruari 2003 dibandingkan dengan rupiah yang diperlukan pada tanggal neraca (31 desember 2002). Dalam periode 21

ini, atas aktiva yang dinyatakan dalam US dollar harus diakui adanya kerugian dan atas kewajiban atau utang yang dinyatakan dalam US dollar harus diakui adanya keuntungan. Pembelian valuta berjangka dilakukan untuk melindungi nilai bersih kewaiban dalam mata uang asing tersebut. Untuk tahun pajak 2003, efek netonya adalah berupa saling hapus antara kerugian (atas piutang) dengan keuntungan karena selisih kurs (atas utang) dalam mata uang asing sebesar Rp.25,00 juta. Efek satusatunya terhadap penghasilan dalam tahun 2003 adalah adanya beban bunga (amortisasi premi atas kontrak pembelian valuta berjangka sebesar Rp.6,25 juta (1/4 X Rp.25,00 juta). Pada akhirnya, perusahaan melunasi harga beli valuta asing kepada bank berdasar kurs yang telah disepakati sebesar Rp.925,00 juta; menerima valuta asing sebesar US$100,000; dan menggunakannya untuk melunasi utang kepada eksportir di USA. Secara garis besar, ayat-ayat jurnal tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

(3)

Tanggal 1 pebruari 2003 (tanggal penyelesaian-dalam ribuan rupiah) No (6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

Rekening & Deskripsi Kerugian Karena Selisih Kurs MUA Piutang Bank-Valas (US$) [US$100,000 X (Rp.9.750,00-Rp.9.500,00)] Utang Dagang-Valas (US$) Keuntungan karena selisih kurs MUA [US$100,000 X (Rp.9.750,00-Rp.9.000,00)] Beban Bunga Premi atas pembelian valuta berjangka (1/4 X Rp.25,00juta) Utang Pembelian Valuta Berjangka Kas (US$100,000 X Rp.9.250,00) Kas-Valas (US$) Piutang Bank-Valas (US$) (US$100,000 X Rp.9.500,00) Utang dagang-Valas (US$) Kas-Valas(US$) (US$100,000 X Rp.9.500,00)

Debit Rp.25.000,00

Kredit Rp.25.000,00

Rp.25.000,00 Rp.25.000,00 Rp.6.250,00 Rp.6.250,00 Rp.925.000,00 Rp.925.000,00 Rp.950.000,00 Rp.950.000,00 Rp.950.000,00 Rp.950.000,00

Ayat jurnal nomor-6 dan nomor-7 dibuat untuk menyesuaikan nilai aktiva dan kewajiban atau utang yang dinyatakan dalam US$ tersebut (sesuai dengan nilai tukar rupiahmata uang domestik terhadap US$-mata uang asing). Ayat jurnal nomor-8 untuk mencatat 22

atau mengakui amortisasi premi atas pembelian valuta asing berjangka. Sedang ayat jurnal nomor-9 dan 10 untuk mencatat atau mengetahui efek penyelesaian transaksi pembelian valuta asing berjangka dengan pihak bank. Sementara itu, ayat jurnal nomor-11 diperlukan untuk mencatat efek transaski penyelesaian atau pembayaran utang dagang yang dinyatakan dalam US$ kepada ekspotir di USA. Pembukaan atau posting ayat-ayat jurnal transaksi dan penyesuaian tersebut diatas (nomor-1 sampai dengan nomor-11) kedalam rekening-rekening pembukuan terkait dengan transaksi pembelian impor (yang dinyatakan dalam mata uang asing) dan kontrak pembelian valuta berjangka akan tampak seperti diikhtisarkan pada tabel-13 tersebut dibawah ini( angka dalam kolom referensi menunjukkan nomor ayat jurnal terkait dalam ribuan rupiah). Perlu dipahami bahwa mekanisme hedging untuk melindungi resiko yang meliputi nilai bersih kewajiban atau utang (yang dinyatakan dalam mata uang asing) demikian itu, dapat juga dilakukan oleh perusahaan atau Wajib Pajak untuk melindungi nilai bersih aktiva atau piutangnya dinyatakan dalam mata uang asing. Dalam hal hedging dilakukan untuk memproteksi atau melindungi nilai bersih aktiva atau piutang yang dinayatakan dalam mata uang asing :maka tipe kontrak yang harus dibuat oleh perusaahaan atau Wajib Pajak adalah kontrak penjualan valuta berjangka. Sementara resiko yang berhunbungan dengan nilai bersih kewajiban atau utang dalam mata uang asing adalah kemungkingan terjadinya kenaikan nilai kewajiban (terjadi apabila mata uang domestik melemah relatif terhadap mata uang asing), resiko terkait dengan nilai bersih aktiva atau piutang (yang dinyatakan) dalam mata uang asing adalah berupa penurunan nilai bersih aktiva (terjadi apabila mata uang domestik memuat relatif terhadap mata uang asing). Dengan membuat kontrak penjualan valuta berjangka, maka kerugian yang kemungkinan terjadi pada nilai bersih aktiva atau piutang (yang dinyatakan) dalam mata uang asing sebagai akibat dari adanya perubahan nilai tukar mata uang asing terkait (menguatnya 23

mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing); akan ditutup atau dikompensasi dengan keuntungan yang diperoleh dari kontrak penjualan valuta berjangka. 2.3.2 Hedging Komitmen Tertentu-Dalam Mata UangAsing Perusahaan atau WajibPajak-dalam negeri bisa dihadapkan pada resiko perubahan kurs mata uang asing, sebelum melakukan suatu transaksi pembelian atau penjualan yang dinyatakan dalam mata uang asing. Sebagai contoh, perusahaan yang membuat kontrak pembelian atau penjualan jangka panjang yang tidak bisa dibatalkan dengan eksportir atau importir diluar negeri, dengan pembayaran yang akan dilakukan dalam bentuk mata uang asing. Dengan membuat kesepakatan harga sekarang untuk pembelian yang akan dilakukan dimasa depan, perusahaan atau Wajib Pajak dalam negeri mempunyai komitmen tertentu dalam mata uang asing; meskipun transaksi pembelian belum terjadi. Perusahaan tidak perlu membayar kepada eksportir di luar negeri sampai dengan diterimanya barang-barang terkait, sehingga dihadapkan dari perubahan kurs sebelum terjadinya transaksi pembelian. Tabel 2.7 Rekening-rekening terkait dengan Hedging Nilai Bersih Kewajiban-dalam Mata Uang Asing Utang Dagang- Valas (US$) Tgl Referensi (Jurnal) Debit Kredit Saldo Rp. 1/10/02 (1) 900.000,00 Rp.900.000,00 31/12/02 (4) 75.000,00 975.000,00 1/2/03 (8) Rp. 25.000,00 950.000,00 (11) 950.000,00 0,00

Tgl 1/10/02 31/12/02 1/2/03

Tgl

Piutang Bank- Valas (US$) Referensi (Jurnal) Debit Kredit (1) Rp. 900.000,00 (3) 75.000,00 (6) - Rp. 25.000,00 (10) 950.000,00 Utang Pembelian Valuta Berjangka Referensi (Jurnal) Debit Kredit 24

Saldo Rp.900.000,00 975.000,00 950.000,00 0,00

Saldo

1/10/02 31/12/02 1/2/03

(2) Saldo (9)

Tgl 1/10/02 31/12/02

Referensi (Jurnal) (2) (5)

Rp. 925.000,00

Rp.925.000,00 -

Rp.925.000,00 925.000,00 0,00

Premi Atas Kontrak Pembelian Valuta Berjangka

Debit Rp. 25.000,00 -

(8)

Tgl 1/02/03

Kredit Rp. 18.750,00 6.250.00

-

Kas-Valas (US$) Referensi (Jurnal) Debit (10) Rp. 950.000,00 (11) -

Saldo Rp. 25.000,00 6.250,00 0,00

Kredit Rp.950.000,00

Saldo Rp.950.000,00 0,00

Hutang tidak harus dilakukan dalam mata uang yang sama dengan risiko perubahan kurs yang dihadapi. Misalnya, perusahaan atau Wajib Pajak dapat melindungi dirinya dari resiko perubahan kurs atas komitmen dalam mata uang asing dengan suatu investasi dalam bentuk mata uang asing yang lain; sepanjang pasar kedua mata uang asing tersebut saling berhubungan satu sama yang lain dan mempunyai tendensi respon yang sama terhadap fakorfaktor yang mempengaruhi perubahan kursnya. Jadi, perusahaan atau Wajib Pajak dalam negeri dapat menginvestasi dananya dalam bentuk British Poundsterling, untuk melindungi dirinya dari resiko perubahan kurs atas komitmen dalam bentuk mata uang asing berupa US dollar. Metode akuntansi hedging untuk komitmen dalam mata uang asing tertentu berbeda dari hedging untuk transaksi dalam mata uang asing. Atas komitmen dalam mata uang asing tertentu, kontrak pembelian valuta berjangka dibuat atau disepakati sebelum terjadinya transaksi dalam mata uang asing. Pada hedging untuk komitmen dalam mata uang asing tertentu, pengakuan atas keuntungan karena selisih kurs ditangguhkan sampai dengan 25

terjadinya tanggal atau saat transaksi dalam mata uang asing terkait. Pada tanggal terjadinya transaksi dalam mata uang asing tersebut, keuntungan karena selisih kurs diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap harga pertukaran. Penundaan pengakuan atas keuntungan karena selisih kurs dimaksudkan agar tidak terjadi pengakuan yang terlalu awal. Sebaliknya, kerugian karena selisih kurs harus diakui segera atau tidak ditunda pengakuannya. Hedging atas komitmen dalam mata uang asing harus dikonversikan kedalam mata uang pelaporan untuk tujuan penyajiannya didalam pelaporan keuangan, neraca pada khususnya. Contoh Hedging Komitmen dalam Mata Uang Asing PT SHS adalah Wajib Pajak – badan dalam negeri yang menggunakan tahun kalender sebagai tahun pajaknya. Pada tanggal 1 Agustus 2002, perusahaan membuat kontrak pembelian suku cadang dari produsen di USA. Penyerahan barang harus dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2002. Sesuai dengan kontraknya, harga barang sebesar US$ 100.000 harus dibayar pada tanggal 1 Februari 2003. Pada tanggal 1 Agustus 2002, perusahaan juga membuat kontrak pembelian US$ dengan bank devisa sebesar US$ 100.000 untuk penyerahan pada tanggal 1 Februari 2003 (4 bulan setelah penyerahan barang) forward rate untuk masa 6 bulan ( 2 bulan sejak tanggal pengiriman barang plus 4 bulan jangka waktu kredit) adalah Rp. 890.000,00 per US dollar. Sedang nilai tukar atau kurs dollar terhadap mata uang domestik atau rupiah pada tanggaltanggal lain yang relevan dengan transaksi pembelian impor dan hedging atas komitmen dalam mata uang asing tersebut adalah sebgai berikut; Tanggal

Spot rate

Forward rate

1 Agustus 2002 (tanggal komitmen)

Rp. 8.500,00

Rp. 8.950,00 (6 bulan)

1 Oktober 2002 (tanggal transaksi)

Rp. 9.000,00

Rp. 9.200,00 (4 bulan)

Digambarkan dalam bentuk diagram waktu, efek transaski hedging atas komitmen dalam mata uang asing (US dollar) dan sesuai dengan informasi yang menyangkut nilai tukar 26

atau kurs mata uang asing (US dolar) terhadap mata uang domsetik (Rupiah) yang berlaku seperti diatas akan tampak sebagai berikut . perhatikan tanggal-tanggal relevan dan aktifitas akuntansi terkait pada setiap tanggal yang relevan tersebut, dengan mencermati ayat-ayat jurnal yang harus dibuat atau yang diperlukan sebagai mana tampak dibawah ini. Tanggal 2002 1 Agustus

2002

Aktivitas atau Transaksi  Membuat kontrak pembelian suku cadang dan mata uang asing (US$) untuk penyerahan dalam waktu 6 bulan  Penyerahan barang

1 Oktober

2002

 Akhir tahun pajak-Penyusunan Laporan Keuangan

31 Desember

2003

 Membeli US$ dan membayar utang dagang dari pembelian impor

1 Februari

Pada tanggal 1 Agustus 2002, di catat transaksi pembelian valuta berjangka (US dollar) untuk hedging atas komitmen dalam mata uang asing (US dollar) yang timbul dari kontrak pembelian suku cadang yang tidak bisa di batalkan. Premi atas Kontrak Pembelian Valuta Berjangka merupakan selisih antara spot rate dengan forward rate diamortisasi berdasar metode garis lurus selama berlakunya masa kontrak (6 bulan). Amortisasi sebesar Rp .15,00 juta untuk masa 1 Agustus s/d 1 Oktober di perlakukan : (1) di tangguhkan untuk kemudian di perlakukan sebagai penyesuaian atau koreksi nilai perolehan suku cadang, atau (2) alternatifnya di akui sebagai beban bunga dalam masa pajak 1 Agustus s/d 1 Oktober. Sedang amortisasi untuk masa pajak 1 Oktober 2002 s/d 1 Februari 2003 sebesar Rp.30,00 juta seluruhnya harus di perlakukan sebagai beban bunga. 27

Pada tanggal 1 Oktober 2002, rupiah melemah relatif terhadap US dollar, nilai piutang dalam mata uang asing disesuaikan dengan nilai ekuivalennya pada tanggal tersebut, dengan mengakui adanya keuntungan karena selisih kurs-tangguhan. Nilai perolehan persediaaan (suku cadang) kemudian disesuaikan dengan keuntungan dan kerugian karena selisih kurs-tangguhan, dan utang dagang valuta asing dicatat berdasar spot rate yang berlaku pada tanggal 1 Oktober 2002 (Rp 9.000,00 per US dollar). Mulai tanggal 1 Oktober 2002, perusahaan atau Wajib Pajak dihadapkan pada resiko perubahan kurs atas nilai bersih kewajiban atau utang dalam mata uang asing yang sudah di lindungi dengan kontrak pembelian valuta berjangka (hedging). Metode akuntansi selanjutnya sama dengan hedging atas nilai bersih kewajiban dalam mata uang asing, seperti dikemukakan pada contoh sebelumnya. Sedang ayat-ayat jurnal yang di perlukan untuk mencatat transaksi yang terjadi, masing-masing pada tanggal 1 Agustus dan 1 Oktober 2002 yang berhubungan dengan hedging atas komitmen tertentu dalam mata uang asing (US dollar) tersebut adalah sebagai berikut (rupiah dalam ribuan). Tgl 1/08/02

1/10/02

Rekening & Deskripsi Piutang Bank-Valas (US$) * Premi atas Pembelian Valuta Berjangka ** Utang pembelian valuta berjangka *(US$100.000 X Rp8.500,00) **[US$100.000 X (Rp8.950,00-Rp8.500,00)] Piutang Bank-Valas (US$) Keuntungan Selisih Kurs-Tangguhan* *[US$100.000 X (Rp9.000-Rp8.500)] Rugi Selisih Kurs-Tangguhan Premi atas Pembelian Valuta Berjangka (2/6 x Rp45,00 juta) Persediaan Suku Cadang Keuntungan Selisih Kurs-Tangguhan Utang Dagang-Valas (US$)* Rugi Selisih Kurs-Tangguhan *(US$100.000 X Rp9.000,00) 28

Debit Rp850.000,00 45.000,00

Kredit

Rp895.000,00

Rp50.000,00 Rp50.000,00 Rp15.000,00 Rp15.000,00 Rp865.000,00 50.000,00 Rp900.000,00 15.000,00

2.3.3 Spekulasi di Pasar Valuta Asing Perusahaan atau Wajib Pajak dapat melakukan spekulasi di pasar uang valuta asing, seperti halnya komoditas yang lain. Sebagai contoh, perusahaan atau Wajib Pajak berharap bahwa rupiah akan menguat relatif terhadap US dollar, yang berarti kurs (langsung) US dollar akan menurun.. Dalam situasi demikian, pwerusahaan tau Wajib Pajak bisa berspekulasi dengan menjual rupiah di pasar valuta asing berdasar kontrak berjangka, sehingga bisa di katakan berinvestasi dalam mata uang yang kuat. Substansi ekonomi dari kegiatan spekulasi mata uang asing adalah menciptakan risiko sebagai akibat dari perubahan kurs mata uang asing, sekaligus harapan untuk memperoleh keuntungan. Kurs yang di pakai sebagai dasar pengukuran rekening-rekening pembukuan yang terkait dengan kegiatan spekulasi dalam bentuk kontrak pembelian atau penjualan valuta berjangka adalah kurs masa depan (forward rate) untuk masa yang tersisa dalam kontrak atau transaksi valuta berjangka. Keuntungan atau kerugian karena selisih kurs dari kegiatan spekulasi dalam transaksi valuta berjangka merupakan selisih antara forward rate pada tanggal penandatanganan kontrak (tanggal penilaian terdahulu) dengan forward rate yang tersedia di pasar dalam sisa masa berlakunya kontrak. Pada umumnya, kontrak spekulasi dalam mata uang asing di jual sebelum tanggal penyelesaian; sehingga premi atau diskonto yang timbul tidak perlu dicatat terpisah. Contoh: Spekulasi di Pasar Valuta Asing PT JFC adalah Wjib Pajak-badan dalam negeri yang menggunakan tahun kalender sebagai tahun pajaknya. Perusahaan tidak mempunyai piutang, utang, atau komitmen dalam mata uang asing, namun melakukan kegiatan spekulasi dengan menjual valuta asing (US dollar) berdasar suatu kontrak penjualan valuta berjangka sebagai berikut.

29

(1) Tanggal 1 Oktober 2000, perusahaan menandatangani kontrak penjualan valuta berjangka 4 bualn berupa US dollar sebesar US$100,000 berdasar forward rate Rp8.200,00 per US dollar pada saat spot rate adalah Rp7.700,00 per US dollar. Dengan lain perkataan, kontrak kewajiban perusahaan untuk menyerahkan valuta asing berupa US dollar sebesar US$100,000 dan memberikan hak kepada perusahaan untuk menerima Rp820,00 juta (US$10,000 X Rp8.200) kelak pada tanggal 1 Februari 2003. (2) Tanggal 31 Desember 2002, forward rate di pasar valuta berjangka 1 bulan adalah Rp8.500,00/US dollar; sementara itu spot rate untuk US dollar adalah Rp8.000,00. (3) Tanggal 1 Februari 2003, perusahaan membeli US dollar di pasar valuta asing sebesar US$100,000 berdasar spot rate Rp8.400,00 dan menyerahkannya kepada bank, serta menerima rupiah dari bank sebesar Rp820,00 juta.

Ayat-ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat atau mengakui efek transaksi atau peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan dan atau aktivitas spekulasi di pasar valuta berjangka seperti tersebut di atas adalah sebagai berikut (rupiah dalam ribuan). Perhatikan bahwa melalui kegiatan spekulasi dipasar valuta berjangka, perusahaan sebagai Wajib Pajak bisa memperoleh keuntungan karena selisih kurs. Sudah barang tentu juga sebaliknya, perusahaan sebagai Wajib Pajak bisa menderita kerugian karena selisih kurs, tergantung pada fluktuasi nilai tukar atau kurs mata uang atau valuta asing yang terkait terhadap mata uang domestik di dalam transaksi spekulasi tersebut.

30

Tgl 1/10/02

31/12/02

1/02/03

1/02/03

Rekening & Deskripsi Piutang Bank Utang Kontrak Penjualan Valas (US$) *(US$100.000 X (Rp8.200,00) Rugi Karena Selisih Kurs-MUA Utang Kontrak Penjualan Valas (US$) *[US$100,000 X (Rp8.500 – Rp8.200)] Kas-Valas (US$) Kas (US$100,000 X Rp8.400,00) Utang Kontrak Penjualan Valas (US$) Keuntungan Karena Selisih Kurs-MUA [US$100,000 X (Rp8.500 – Rp8.400)] Utang Kontrak Penjualan Valas (US$) Kas-Valas (US$) (US$100,000 X Rp8.400,00) Kas Piutang Bank

Debit Rp820.000,00

Kredit Rp820.000,00

Rp30.000,00 Rp30.000,00 Rp840.000,00 Rp840.000,00 Rp10.000,00 Rp10.000,00 Rp840.000,00 Rp840.000,00 Rp820.000,00 Rp820.000,00

Pada tanggal 1 Oktober 2002, diakui adanya utang atas kontrak penjualan atas valuta asing sebesar US $100.000 kepada bank. Utang tersebut dinyatakan dalam mata uang asing, tetapi harus dikonversikanke dalam rupiah sebagai mata uang pelaporan perusahaan Wajib Pajak-Badan dalam negeri. Untuk kegiatan spekulassi, rekening-rekening pembukuan terkait dalam transaksi valuta berjangka dijabarkan ke dalam rupiah berdasar forward rate yang berlaku dalam sisa masa kontrak, dan premi atau diskonto yang timbul tidak dicatat secara terpisah. Pada tanggal 31 Desember 2002, nilai utang yang dinyatakan dalam mata uang asing disesuaikan atau dinilai berdasar kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Oleh karena kurs US dollar mengalami kenaikan, maka nilai utang dalam mata uang asing sebesar Rp 30,00 juta tersebut merupakan kerugian karena selisih kurs mata uang asing yang harus diakui dalam masa pajak 1 Oktober s/d 31 Desember 2002. Pada tanggal 1 Februari 2002, perusahaan membeli US dollar di pasar valuta asing berdasar kurs Rp 8.400,00,- untuk diserahkan kepada bank. Utang dalam mata uang asing 31

(Utang Kontrak Penjualan Valuta Asing) diturunkan nilainya sesuai dengan nilai setaranya berdasar kurs yang berlaku sebesar Rp 8.400,00. Penurunan nilai utang dalam mata uang asing ini tidak lain adalah keuntungan karena selisih kurs yang harus diakui sebagai komponen penghasilan bruto dalam masa pajak 1 Januari s/d 1 Februari 2003. Dua ayat jurnal terakhir diperlukan untuk mencatat pembayaran atau pelunasan utang dalam mata uang asing dan penerimaan kas dari piutang bank. Hasil akhir dari kegiatan spekulasi dalam mata uang asing yang dilakukan oleh perusahaan, pada contoh ini adalah berupa kerugian neto sebesar Rp 20,00 juta yang diakui sebagai kerugian dalam tahun pajak 2002 sebesar Rp 30,00 juta dan keuntungan sebesar Rp 10,00 juta dalam tahun pajak 2003. Kerugian neto sebesar Rp 20,00 juta tersebut dapat pula diamati secara langsung pada transaksi tanggal 1 Februari 2003. Pada tanggal 1 Februari tersebut, perusahaan harus mengeluarkan uang sebesar Rp 840,00 juta untuk membeli US dollar, untuk memperoleh uang sebesar Rp 820,00 juta. Kerugian terjadi karena ternyata rupiah melemah relatif terhadap US dollar. Pada contoh diatas, kegiatan spekulasi dalam transaksi valuta berjangka dilakukan dengan cara menjual yang berakibat timbulnya kewajiban untuk menyerahkan valuta uang asing dikemudian hari. Sebaliknya, perusahaan dapat juga membuat kontrak berjangka untuk membeli yang akan berakibat pada timbulnya piutang atau penerimaan berupa valuta asing di kemudian hari. Apabila hal terakhir ini dilakukan oleh PT JFC, maka ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat kontrak ppembelian US dollar (transaksi valuta berjangka) tersebut pada tanggal 1 Oktober 2002 akan tampak sebagai berikut. Tgl 1/10/02

Rekening & Deskripsi Piutang Kontrak Pembelian Valas (US$)* Utang Bank *(US$100.000 x (Rp 8.200,00) 32

Debit Rp 820.000,00

Kredit Rp 820.000,00

Ayat-ayat jurnal yang diperlukan selanjutnya sama seperti tersebut pada contoh 2.7 , kecuali pada tanggal 31 Desember 2002 harus diakui adanya keuntungan karena selisih kurs, sebagai akibat dari adanya kenaikan nilai aktiva berupa piutang yang dinyatakan dalam mata uang asing. Tabel 2.8 tersebut dibawah ini mengikhtisarkan metode-metode akuntansi yang dapat digunakan untuk mengakui efek dari ketiga tipe transaksi dalam mata uang asing atau lebih spesifik lagi transaksi valuta berjangka. Perbedaan diantara kedua alternatif metode akuntansi tersebut terletak pada : (a) Kurs mata uang dipakai sebagai dasar pengukuran atau penilaian atas elemenelemen laporan keuangan yang dinyatakan dalam mata uang asing. (b) Perlakuan akuntansi atas keuntungan atau kerugian karena sellisih kurs dalam transaksi hedging atas komitmen tertentu dalam mata uang asing, dan (c) Alternatif perlakuan akuntansi terhadap premi dan/atau diskonto yang timbul dalam transaksi atau kontrak pembelian valuta berjangka. Tabel-2.8: Metode Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing Tipe Transaksi Kurs sebagai dasar Perlakuan Perlakuan Valuta Berjangka pengukuran atau akuntansi akuntansi Premi penilaian rekening Kauntungan atau atau Diskonto aktiva dan Kerugian Karena Dalam Transaksi kewajiban Selisih Kurs Valuta Berjangka Hedging nilai bersih Current spot rate Biasanya tidak ada Diamortisasi dalam aktiva atau utang keuntungan atau masa berlakunya kerugian neto kontrak Hedging komitmen Current spot rate Ditangguhkan s/d Ditangguhkan s/d tertentu dalam mata tanggal transaksi. tanggal transaksi, uang asing Diperlakukan atau Diakui sebagai faktor sebagai elemen penyesuaian harga laba-rugi tahun berjalan Spekulasi Current forward rate Diakui sebagai Tidak dicatat untuk sisa masa elemen secara terpisah dari kontrak penghasilan bruto utang atau piutang dalam tahun pajak mata uang asing berjalan 33

Matrik Efek Transaksi Dalam Mata Uang Asing Saling hubungan antara perubahan atau fluktuasi nilai tukar atau kurs mata uang asing terhadap mata uang domestik dan efeknya terhadap keuntungan atau kerugian karena selisih kurs seperti dikemukakan tersebut diatas, dapat dibuat suatu generalisasi, yang secara diagramatik hasilnya dapat digambarkan sebagaimana tampak pada gambar-1 tersebut di bawah ini. Gambar-1: Saling Hubungan antara Perubahan Kurs dan Efeknya terhadap Laba(Rugi) Karena Selisih Kurs Transaksi atau rekening Kurs mata uang asing Kurs mata uang asing dalam mata uang asing mengalami kenaikan mengalami penurunan (rupiah melemah) (rupiah menguat) Risiko atas aktiva bersih : (1) Kas-Valas KEUNTUNGAN KARENA KERUGIAN KARENA (2) Piutang-Valas SELISIH KURS MATA SELISIH KURS MATA (3) Piutang atas Kontrak UANG ASING UANG ASING Pembelian Valas Risiko atas utang bersih : (1) Utang-Valas KERUGIAN KARENA KEUNTUNGAN KARENA (2) Utang Obligasi-Valas SELISIH KURS MATA SELISIH KURS MATA (3) Utang atas Kontrak UANG ASING UANG ASING Penjualan Valas Sebagai contoh, suatu perusahaan yang memppunyai piutang dalam mata uang asing akan memperoleh keuntungan karena selisih kurs apabila kurs atau nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang domestik mengalami kenaikan, sebaliknya akan menderita kerugian apabila kurs mata uang asing dengan utang dalam mata uang asing yang sama, maka perusahaan akan terhindar dari risiko perubahan atau fluktuasi kurs atau nilai tukar mata uang asing, karena efek fluktuasi nilai tukar yang berakibat timbulnya sejumlah kerugian akan senantiasa diimbangi atau dikompensasi oleh efeknya yang berakibat pada keuntungan dalam jumlah yang sama.

34

2.4

Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah Wajib Pajak tertentu dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan

bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat. Wajib Pajak tersebut meliputi :

1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing; 2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi; 3. Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi; 4. Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait; 5. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri; 6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal; 7. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan 35

istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b UndangUndang PPh; atau 8. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program online wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

36

PENUTUP

Keuntungan dan kerugian karena selisih kurs mata uang asing bisa disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs atau oleh adanya kebijakan penerintah di bidang moneter. Pengakuan kerugian atau keuntungan selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs harus didasarkan pada sistem pembukuan yang digunakan dan dilakukan secara taat azas. Wajib Pajak yang ingin melakukan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib mendapatkan izin dari menteri keuangan kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja Sama, dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah.

37

DAFTAR PUSTAKA Harnanto, 2003, Akuntansi Perpajakan Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta Waluyo,2008, Akuntansi Pajak cetakan kesatu, Salemba Empat: Jakarta http://www.ortax.org/ortax/

38

More Documents from "Kennu Graharian"