Aktifitas Penambangan Dan Pengolahan Pt Trimegah Perkasa Utama.pdf

  • Uploaded by: siti rahma
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aktifitas Penambangan Dan Pengolahan Pt Trimegah Perkasa Utama.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 12,657
  • Pages: 70
AKTIVITAS PENAMBANGAN GRANIT DAN ANALISIS GEOMETRI PELEDAKAN DI QUARRY PT. TRIMEGAH PERKASA UTAMA KABUPATEN KARIMUN KEPULAUAN RIAU

KERJA PRAKTEK Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh

Tengku Giovanni Putra G.F

03121002080

Kukuh Tri Atmanto

03121002098

Arief Rizki Nugroho

03121002100

UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK 2015

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Distribusi keberadaan granit pada wilayah Sumatera dan sekitarnya tersebar hampir pada sebagian besar wilayah Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Kepulauan Lingga, dan Bangka Belitung (Setijidji, 2011). Pulau Karimun secara adminitratif berada di wilayah Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan akan granit sebagai bahan baku konstruksi terus mengalami peningkatan seiring perkembangan industri yang semakin pesat. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor : Kpts. 427/II/89 tanggal 20 September 1989 Tentang Pemberian Izin Pertambangan Daerah, Kepada PT Riaualam Anugerah Indonesia selaku pemilik lahan. Sedangkan kegiatan operasi produksi dilakukan oleh PT. Trimegah Perkasa Utama telah berlangsung sejak tahun 2006 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Karimun No.540/Distamben-LH/V/201/2006 Tentang Persetujuan Kerjasama Batu Granit. Penambangan granit dilakukan secara tambang terbuka dengan metode Quarry dimana pembongkaran granit dikakukan dengan peledakan kemudian fragmentasi hasil peledakan dipindahkan menggunakan metode konvensional berupa kombinasi alat gali-muat dan alat angkut. Target produksi PT. Trimegah Perkasa Utama sebesar 280.000 ton/bulan dengan sasaran pasar sebagian besar ekspor. Salah satu kriteria keberhasilan penambangan granit terletak pada aktivitas peledakannya, hal ini dikarenakan keberhasilan aktivitas peledakan berkaitan erat dengan pencapaian target produksi yang telah ditentukan. Keberhasilan aktivitas peledakan ditentukan dari perencanaan geometri peledakan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Geometri peledakan yang optimal dapat meningkatkan volume batuan yang diledakkan dan mengoptimalkan penggunaan bahan peledak sehingga dapat memperkecil nilai powder factor. Apabila aktivitas peledakan berlangsung optimal maka tahapan pengangkutan dan pengolahan granit akan berjalan efisien, sehingga akan mengoptimalkan produktifitas dan menurunkan biaya operasi berikutnya. 1

Universitas Sriwijaya

2

1.2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah: 1. Mengetahui aktivitas penambangan dan pengolahan granit secara umum di Quarry PT. Trimegah Perkasa Utama Job Site Desa Pangke Barat, Kecamatan Meral Barat, Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau, Indonesia. 2. Mengetahui secara khusus aktivitas peledakan, dan menganalisis geometri peledakan secara aktual dan teoritis.

1.3. Permasalahan 1. Bagaimana perbandingan geometri peledakan secara teoritis dan aktual terhadap efisiensi bahan peledak dan efektivitas peledakan. 2. Bagaimana pengaruh geometri peledakan terhadap Powder Factor yang dihasilkan.

1.4. Pembatasan Masalah Laporan Kerja Praktek ini membahas mengenai aktifitas penambangan granit oleh PT. Trimegah Perkasa Utama. Dimana pembahasan masalah dibatasi pada geometri peledakan aktual saat operasi produksi di Quarry PT. Trimegah Perkasa Utama.

1.5. Metodologi Penulisan Tahapan penulisan yang dilakukan dalam penyusunan laporan ini adalah : 1. Studi kepustakaan, merupakan pencarian bahan pustaka terhadap masalah yang akan dibahas seperti: a. Buku dan jurnal yang membahas dasar teori dan rumus-rumus yang akan digunakan. b. Laporan perusahaan yang digunakan untuk membahas tinjauan umum perusahaan dan data-data laporan kerja yang bersifat harian atau bulanan. 2. Metode kualitatif, dimana pada metode ini dilakukan wawancara langsung terhadap orang-orang yang bekerja pada lingkup penambangan antara lain : Kepala Teknik Tambang, Mine Planner, Surveyor, Operator dan Foreman.

Universitas sriwijaya

3

3. Metode kuantitatif, pada metode ini dilakukan pengamatan serta pengambilan data-data di lapangan, antara lain : a. Pengamatan Land Clearing dan pengupasan Top Soil b. Pengamatan penggalian dan pengangkutan lapisan tanah penutup c. Pengamatan pemberaian granit d. Pengamatan Loading dan Hauling granit yang sudah diberai e. Pengamatan Cycle Time aktivitas Loading dan Hauling f. Pengambilan data pengukuran Spacing dan Burden secara aktual g. Pengambilan data jumlah bahan peledak, jumlah lubang bor, kedalaman Subdrilling, kedalaman Stemming dan kedalaman lubang ledak. 4. Pengolahan data, yaitu melakukan pengolahan terhadap data yang telah diperoleh dari pengamatan sebelumnya dengan menggunakan perhitungan geometri peledakan menurut R. L. Ash, secara manual dan dengan bantuan Microsoft Office Excel. 5. Pengambilan kesimpulan dan saran, yaitu menyimpulkan hasil pengamatan lapangan dan pengolahan data sebelumnya.

Universitas sriwijaya

BAB 2 TINJAUAN UMUM

2.1. Sejarah Perusahaan PT. Trimegah Perkasa Utama adalah perusahaan kontraktor yang bergerak di bidang pertambangan (Mine Contractor) batu granit di Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. PT. Trimegah Perkasa Utama melakukan operasi produksi di lahan Kuasa Penambangan (KP) milik PT. Riaualam Anugerah Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor : Kpts. 427/II/89 tanggal 20 September 1989 tentang Pemberian Izin Pertambangan Daerah, kepada PT. Riaualam Anugerah Indonesia (Analisis Dampak Lingkungan Penambangan Batu Granit, PT. Riaualam Anugerah Indonesia Tahun 2013). Sejak

tahun

2006

PT.

Riaualam

Anugerah

Indonesia

menunjuk

PT.Trimegah Perkasa Utama untuk menjalankan operasi penambangan granit di lahan Kuasa Penambangan (KP) miliknya. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Karimun No.540/Distamben-LH/V/201/2006 tentang Persetujuan Kerja Sama Batu Granit. Luas Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) yang dikelola oleh PT. Trimegah Perkasa Utama adalah 168 ha. Adapun daerah seluas 95 ha adalah daerah penunjang dan 73 ha adalah luas daerah Quarry yang mencakup Bukit Potot 49 ha dan Bukit Jambang seluas 24 ha. ( Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batu Granit PT. Riaualam Anugerah Indonesia Tahun 2014).

2.2.

Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan granit yang dikelola oleh PT. Trimegah Perkasa

Utama berada di Bukit Potot, Desa Pangke Barat, Kecamatan Meral Barat Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia (Gambar 2.1).

4

Universitas Sriwijaya

5

Sumber : Dokumen Amdal PT. Riaualam Anugerah Indonesia

Gambar 2.1. Peta Lokasi Wilayah Penambangan

PT. Trimegah Perkasa Utama terletak di sisi Barat Pulau Karimun dan secara geografis terletak pada koordinat 1o3’2” - 1o3’39” Lintang Utara dan 103o18’44” - 103o20’10” Bujur Timur dengan koordinat IUP yang dapat dilihat pada Lampiran A. PT. Trimegah Perkasa Utama berjarak sekitar 50 mil laut dari Singapura dan sekitar 70 mil laut dari Batam. Hal ini memberikan keuntungan dalam proses pemasaran. Bagian utara area tambang merupakan kawasan hutan dan semak belukar serta terdapat kawasan pengapalan bahan galian C perusahaan lain, bagian selatan terdapat jalan raya beraspal berjarak lebih kurang 300 m dari area tambang, bagian barat berupa garis pantai berjarak lebih dari 500 m dari area tambang dan bagian timur merupakan area pertambangan bahan galian C dari perusahaan lain. PT. Trimegah Perkasa Utama berjarak  22 km dari pelabuhan Tanjung Balai dan berjarak  19 km ke arah barat dari pusat kota Tanjung Balai. Lokasi

Universitas Sriwijaya

6 ini dapat ditempuh selama  40 menit dari pusat kota dengan kendaraan roda empat melalui jalan yang beraspal dan jalan yang diperkeras dengan batu, secara umum lokasi wilayah penambangan PT. Trimegah Perkasa Utama mudah dijangkau. Sementara transportasi dari dan keluar pulau Karimun dapat dijangkau dengan menggunakan dua jalur transportasi yaitu jalur laut dan udara, untuk jalur transportasi laut melalui pulau Batam, Jambi (Kuala Tungkal), Riau (Buton), Malaysia (Kukup), Medan (Pelalawan) dan Singapura. Sedangkan jalur transportasi udara melalui Riau (Pekanbaru).

2.3. Iklim dan Cuaca Wilayah Kabupaten Karimun merupakan bagian kepulauan di Indonesia yang mempunyai iklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh perubahan angin yang melewatinya, Temperatur udara rata-rata 28,50C, dengan temperatur minimum 220C dan maksimum 34,40C, dengan curah hujan rata-rata 221,335 mm (Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tanjung Balai Karimun, 2012). Kelembaban udara mencapai 71,95-76,38% (Buku Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Penambangan Batu Granit, PT. Riaualam Anugerah Indonesia Tahun 1999). 2.4. Keadaan Geologi dan Stratigrafi Mengacu pada hasil pemetaan geologi oleh S. Koesoemadinata, K. Sutisna, T.C. Amin, Sukardi, dan B. Hermanto (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1994), Pulau Karimun dibentuk oleh berbagai jenis batuan beku, sedimen, dan metamorf yang berumur pra tersier, ditutupi oleh sedimen lepas sampai agak padu dari satuan alluvium tua dan alluvium muda yang berumur kuarter (Gambar 2.2). Sementara granit didaerah pulau Karimun berumur trias tengah-akhir, terdiri atas granit biotit, turmalin aplit, pegmatite dan greisens. Pulau Karimun secara geologi terletak pada zona busur Kepulauan (Sunda Platform), yang merupakan penerusan arah tenggara lempeng benua Eurasia dan hasil dari proses tektonik mesozoikum.

Universitas Sriwijaya

7

2.4.1. Stratigrafi Busur Kepulauan (Sunda Platform), yang merupakan penerusan arah tenggara lempeng benua Eurasia, merupakan hasil dari proses tektonik mesozoikum. Batuan tertua yang membentuk daerah ini adalah formasi malang yang terdiri kelompok batuan gunung api riodasitik, serpih hornfels, batu pasir, rijang, konglomerat dan batugamping. Batuan dalam keadaan segar, kompak, masif, keras dan pejal, umumnya mempunyai permeabilitas dan porositas rendah hingga kedap air. Lapisan pembawa air di satuan batuan ini hadir pada zona-zona pelapukan dan rekahan, sehingga tingkat peresapan dan akumulasi air tanah relatif kecil. Material endapan di atas batuan granit adalah endapan alluvium tua dan alluvium muda, berumur kuarter hingga resen berupa material-material bersifat lepas hingga semi padu dari hasil lapukan dan rombakan batuan yang lebih tua (granit karimun), dominan berupa pasir kuarsa. Litologi penyusun lainnya terdiri dari lempung, lanau, kerikil, terumbu koral, gambut dan sisa-sisa tumbuhan. Pada endapan alluvium ini terkandung pula bijih timah, menempati daerah dataran pantai yang sempit. Dari segi hidrogeologi, material pasir berbutir kasar-halus hasil lapukan granit tersebut bersifat lolos air (Permeable).

Sumber : Dokumen Kementerian ESDM 1998

Gambar 2.2. Peta Geologi Regional Pulau Karimun Besar

Universitas Sriwijaya

8

2.4.2. Jenis Batuan Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan dapat diketahui bahwa sebagian besar jenis batu granit yang ada di lokasi tambang PT. Trimegah Perkasa Utama memperlihatkan hal-hal sebagai berikut. Batuan granit berwarna putih sampai abu-abu muda, bertekstur fanerik sampai porfirik, masif, terdiri atas komponen utama mineral kuarsa dan ortoklas dengan sedikit mineral biotit (sekitar 5%). Terdapat kondisi dimana blok batuan ini dipotong oleh urat kuarsa tipis setebal 3-15 mm, terdapat pula lapisan lapisan tanah yang telah mengisi rekahan granit pada lapisan paling atas. Kualitas batuan granit di daerah penelitian cukup baik dengan kekerasan yang berkisar antara 6 - 8 skala Mohs hal ini dikarenakan material kuarsa dan ortoklas merupakan komponen mineral dominan yang yang terdapat pada granit. (Buku Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Penambangan Batu Granit, PT. Riaualam Anugerah Indonesia Tahun 2013). 2.5. Topografi dan Geomorfologi Berdasarkan sejarah geologinya Pulau Karimun termasuk kawasan Tanah Sunda, yang meliputi pulau-pulau di Indonesia bagian barat, Semenanjung Malaya, serta paparan laut dangkal diantaranya. Proses pembentukan dataran yang mencakup pelapukan dan pengikisan untuk jangka waktu yang cukup lama, telah menghasilkan bentuk bentang alam atau topografi yang khas. Secara umum, bentuk topografi yang ada di wilayah Pulau Karimun adalah dataran rendah bergelombang dengan permukaan yang tertutup oleh tanah pelapukan yang cukup tebal , wilayah Pulau Karimun mempunyai kondisi Geomofologi yang dapat dibagi dua yaitu Satuan Morfologi Dataran dan Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah-Terjal. Satuan Morfologi Dataran (0-25 m) merupakan daerah dataran pantai dan dataran rendah sedikit bergelombang. Morfologi seperti ini menempati daerah pinggiran pantai, rawa-rawa serta pada beberapa daerah di sekitar sungai. Dari permukaan laut, satuan morfologi dataran memiliki elevasi berkisar dari 0-25 m. Di Pulau Karimun Besar, satuan ini menempati pada bagian Selatan, terdapat lahan yang bergambut (daerah Sei Raya dan sekitarnya), di bagian Barat dan Timur, yang dicirikan dengan terdapatnya aliran sungai yang relatif pendek

Universitas Sriwijaya

9

dengan kemiringan dasar sungai yang landai, dan sungai-sungai bersifat musiman. Satuan Morfologi ini terdiri dari endapan-endapan Alluvium muda dan tua, berupa pasir kuarsa dan material terumbu koral. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah-Terjal (25-437 m) merupakan bentang alam perbukitan bergelombang lemah - sedang yang memiliki pelamparan cukup luas, yaitu pada bagian Barat dan Timur pulau. Batuan penyusun Morfologi ini terutama material-material hasil lapukan dan rombakan dari granit yang terakumulasi pada lembah antar bukit dan dataran pantai. Sedangkan morfologi bergelombang sedang - terjal umumnya dijumpai pada bagian utara pulau. Kenampakannya dicirikan dengan tonjolan-tonjolan yang memiliki ketinggian yang kontras dengan daerah di sekitarnya, sebagai contoh Bukit Masjid, Gunung Jantan dan Gunung Betina. Aliran sungai yang pendek dan bersifat musiman banyak dijumpai pada daerah ini. Batuan penyusun Morfologi seperti ini sebagian besar adalah granit padu. Geomorfologi daerah penambangan PT. Trimegah Perkasa Utama berupa daerah perbukitan rendah sebagai sisa proses erosi di Pulau Karimun. Daerah penambangan PT. Trimegah Perkasa Utama terdiri dari dua rangkaian perbukitan yang dipisahkan oleh sebuah lembah. Rangkaian perbukitan pertama terdiri atas Bukit Potot A, Bukit Potot B dan Bukit Potot C, yang membentang dari barat barat laut dan timur - tenggara, dengan elevasi tertinggi terletak pada Bukit Potot C yaitu 98 m dari permukaan laut sebelum dilakukannya tahapan penambangan. Rangkaian perbukitan kedua terdiri atas Bukit Acai dan Bukit Mansur, yang membentang dengan arah barat - barat laut dan timur - tenggara dengan elevasi tertinggi terletak pada Bukit Acai yaitu 75 m dari permukaan laut. Lembah di antara dua rangkaian tersebut merupakan dataran yang relatif rendah, pada permukaannya mengalir sungai yang bermuara ke laut yang berada di barat.

2.6. Cadangan Batu Granit Menurut

Buku

Kerangka

Acuan

Analisis

Dampak

Lingkungan

Penambangan Batu Granit, PT. Riaualam Anugerah Indonesia Tahun 1999, total cadangan di Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) yang dikelola oleh PT. Trimegah Perkasa Utama berjumlah 27.332.285 m3 atau 71.063.941 ton (Specific

Universitas Sriwijaya

10 Gravity batu granit yaitu 2,6 ton/m3) dengan jumlah yang dapat ditambang sebanyak 25.903.921 m3 atau sebesar 67.350.194,6 ton (Lampiran B). 2.7. Produk Batu Granit Setelah melalui tahapan Crushing dan Screening produk dari hasil penambangan oleh PT. Trimegah Perkasa Utama terdiri dari empat jenis, yaitu batu Splid ukuran ¼” - ¾” atau 5 - 20 mm, Chipping ukuran 5/8” atau 5 - 14 mm, Dust ukuran 3/16’’ atau 0 - 5 mm, dan Quarry Waste ukuran 5/16’’ – 2’’ atau 0 - 40 mm. Produk-produk tersebut siap dipasarkan melalui proses pengapalan (Shipping). Produk-produk tersebut sebagian besar akan diekspor ke Singapura. 2.8. Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah aspek penting yang harus diperhatikan demi keselamatan dan keamanan pekerja dan peralatan mekanis dalam operasi produksi penambangan. Untuk pengelolaan K3 dilaksanakan dibawah tanggung jawab dan koordinasi Senior Quarry Manager, Kepala Teknik Tambang, dan Safety Officer, diantaranya : 1. Melengkapi setiap pekerja dengan alat pelindung diri sesuai standar dan kondisi lingkungan kerja masing-masing. 2. Safety talk atau Briefing akan pentingnya keamanan dan keselamatan kerja pada masing-masing departemen setiap hari sebelum memulai pekerjaan. 3. Mengawasi pelaksanaan penggunaan alat pelindung diri. 4. Menetapkan Standard Operational Procedure (SOP) untuk tiap jenis pekerjaan. 5. Menyediakan fasilitas P3K berupa first aid kit (P3K dan obat-obatan) 6. Melengkapi peralatan dan sarana kerja yang dapat menimbulkan bahaya dengan alat pelindung dan pengaman. 7. Inspeksi rutin atau mendadak ke setiap peralatan atau lokasi kerja yang memiliki potensi bahaya. 8. Alat Pelindung Diri (APD) yang utama di PT. Trimegah Perkasa Utama adalah: 1. Safety Helmet 2. Safety Mask

Universitas Sriwijaya

11

3. Safety Shoes 4. Safety Gloves 5. Safety Glasses

2.10. Struktur Organisasi PT. Trimegah Perkasa Utama PT. Trimegah Perkasa Utama mempunyai Board of Director yakni Mr. Eric Soh, Dr. Ho NY, Madam Pang KL. Director yakni Mr. Huang Hong Hee, General Manager yakni Wong Chong Kian yang membawahi Finance & Admin Manager dan Technical Chief & Safety serta Senior Quarry Manager yakni Ir. Toni Sopiandi yang membawahi HRD & GA Manager, Electrical Engineer, Workshop Supervisor, Load & Haulage Supervisor, Crusher Superintendent, Shipping Supervisor, Drilling & Blasting Supervisor. (Gambar 2.3)

Sumber: Dokumen PT. Trimegah Perkasa Utama

Gambar 2.3. Struktur Organisasi PT. Trimegah Perkasa Utama

Universitas Sriwijaya

BAB 3 DASAR TEORI

Pada kegiatan penambangan granit dengan metode Quarry, pembongkaran batuan dilakukan dengan melakukan operasi pemboran dan peledakan. Peledakan pada kegiatan penambangan merupakan salah satu cara yang efektif untuk pemberaian batuan yang bersifat keras. Tujuan dari kegiatan pemboran dan peledakan adalah memecah atau membongkar batuan padat menjadi material yang cocok untuk dikerjakan pada proses selanjutnya. Untuk mencapai peledakan yang optimum maka diperlukan pengetahuan mengenai keadaan batuan, pengaruh air, cuaca, pembuatan lubang ledak, pola pemboran, geometri peledakan, pola peledakan, dan Powder Factor.

3.1. Batuan Batuan adalah massa yang terdiri atas satu mineral atau lebih yang membentuk kerak bumi, baik dalam keadaan terikat (Massive) atau lepas (Loose), (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Mineral, 1997). Batuan bisa mengandung satu atau beberapa mineral yang bergabung menjadi satu. Ada yang disebut sebagai Monomineral Rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang hanya mengandung Kalsit dalam bentuk Granular, Kuarsit, yang hanya mengandung mineral Kuarsa. Di samping itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang disebut Polymineral Rocks (batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral), seperti granit atau Monzonit Kuarsa yang mengandung mineral Kuarsa, Feldspar, dan Biotit. Berdasarkan cara terbentuknya batuan di bumi, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Batuan Beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma 2. Batuan Sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi 3. Batuan Metamorf : sebagai hasil proses Metamorfisme Keadaan batuan di alam dapat ditemukan dalam berbagai jenis, tergantung proses geologi yang terjadi pada batuan tersebut. Selain itu tempat terbentuk, jenis batuan, struktur dan tekstur juga memberikan pengaruh pada keadaan suatu 12

Universitas Sriwijaya

13

batuan. Pengklasifikasian batuan biasanya terletak pada aspek sejarahnya Nature of Magma (asal-usul magma) dan terkait juga pula dengan beragam kriteria yang sangat potensial untuk dijadikan dasar pengklasifikasian batu tersebut.

3.2. Karakteristik Batuan Granit Granit merupakan batuan beku yang bersifat asam plutonik yang banyak terdapat di alam, batuan ini terjadi dari hasil pembekuan magma (Arifin, M dan Mursyid, 1999/1992). Adapun karakteristik batuan granit berdasarkan analisis laboratorium dan hasil determinasi adalah sebagai berikut : 3.2.1. Hasil Analisis Fisik Laboratorium : Kuat Tekanan (805 - 1.204,85) kg/cm2 Ketahanan Aus (0,045 - 0,080) mm/menit Penyerapan Air (0,080 - 0,16) % Bobot Jenis (2,60 - 2,61) gr/cm3 Kekekalan Bentuk (Baik/Tidak cacat) 3.2.2. Hasil Dari Determinasi Granit Warna

: Putih, keabu-abuan

Jenis batuan

: Batuan beku asam

Struktur batuan

: Massive

Tekstur batuan : a. Tingkat kristalisasi

: Hypokristalin

b. Besar butir

: Faneritik atau terlihat

c. Bentuk Kristal

: Anhedral

d. Hubungan antar kristal

: Inequigranular

Komposisi mineral : a. Kuarsa b. Mika c. Sanidin d. Amphibol e. Plagioklas f. Piroksen g. Biotit

Universitas Sriwijaya

14

3.3. Pemboran Kegiatan pemboran bertujuan untuk membuat lubang-lubang yang mana akan diisi oleh bahan peledak dengan memperhitungkan geometrinya (L.J. Carlos and L.J. Emilio, 1995). Dalam kegiatan pemboran, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu : a. Jenis batuan yang akan diledakkan menentukan pemilihan dari jenis alat bor yang akan digunakan, antara lain batuan dipecahkan oleh tumbukan (Percussive) atau batuan dipecahkan oleh kekuatan baji dari daya tekan yang terus-menerus. b. Ukuran lubang bor, faktor penting dalam menentukan ukuran (diameter) lubang ledak adalah besarnya produksi yang diinginkan. Diamater yang lebih besar akan memberikan laju produksi yang tinggi namun tetap harus memperhatikan batasan getaran yang diizinkan. c. Kondisi lapangan, sangat mempengaruhi pemilihan peralatan yang dipakai. Pada tambang terbuka lebih memungkinkan untuk memilih peralatan bor yang besar dan berat karena cukup mudah untuk dioperasikan. d. Peraturan atau Undang-Undang setempat, pekerjaan di daerah kota dekat gedung atau bangunan serta pada tambang bawah tanah akan dipengaruhi oleh batasan spesifik tentang getaran akibat peledakan yang diizinkan. Hal ini akan membatasi pula jumlah muatan per lubang ledak. Untuk memenuhi ketentuan di atas maka dipakai lubang bor berdiameter lebih kecil. e. Tinggi jenjang adalah parameter yang dihubungkan dengan ukuran-ukuran lainnya. Tinggi jenjang dapat ditentukan lebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau tinggi jenjang ditentukan setelah mempertimbangkan aspekaspek lainnya. 3.3.1. Pola Pemboran (Drill Pattern) Pola pemboran adalah pengaturan letak-letak lubang tembak atau rangkaianrangkaian lubang bor pada permukaan tanah (William Hustrulid, 1999). Ada beberapa macam pola pemboran yang sering dipakai pada tambang tebuka yaitu : a. Pola pemboran parallel (Paraller Pattern) Terdapat beberapa jenis pola peledakan parallel antara lain pola bujur sangkar (Square Pattern) dan pola persegi panjang (Rectangular Pattern) (gambar 3.1)

Universitas Sriwijaya

15

Sumber : William Hustrulid, 1999 Gambar 3.1. Denah pola pemboran Square Pattern dan Rectangular Pattern b. Pola pemboran zig zag (Stagerred Pattern) (Gambar 3.2)

Sumber : William Hustrulid ;1999 Gambar 3.2. Denah pola pemboran Staggered Pattern 3.3.2. Arah Pemboran (Drill Direction) Ada dua cara penentuan arah dalam membuat lubang bor pada tambang terbuka, yaitu pengeboran dengan lubang bor miring atau lubang bor tegak lurus (Gambar 3.3). Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang sebagai berikut. Untuk lubang tembak tegak adalah : Keuntungannya : a. Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika dibandingkan dengan lubang ledak miring. b. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit. c. Lebih mudah dalam pengerjaannya. Kerugiannya : a. Penghancuran sepanjang lubang tidak merata. b. Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah Stemming. c. Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang (Toe) d. Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang (Backbreak) dan getaran tanah. Untuk lubang tembak miring adalah :

Universitas Sriwijaya

16

Keuntungannya : a. Bidang bebas yang terbentuk semakin besar. b. Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus. c. Dapat mengurangi terjadinya Backbreak dan permukaan jenjang yang dihasilkan lebih rata. d. Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang. e. Hasil tumpukan (Much Pile Shape) yang lebih bagus. Kerugiannya : a. Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang sama antar lubang. b. Biaya operasi semakin meningkat. c. Sulit melakukan pemboran secara akurat (Human Error) khususnya bila membor yang lebih dalam.

Sumber : Herbert L Nichols, JR ; David A Day P.E Gambar 3.3. Denah arah pemboran miring (a) dan Pemboran vertikal (b) 3.4. Peledakan Urutan pekerjaan peledakan adalah pemboran, pemuatan atau pengisian bahan peledak, penyambungan rangkaian peledakan dan penyalaan atau peledakan. Dalam melaksanakan kegiatan peledakan maka perlu dipahami hal- hal berikut ini. 3.4.1. Peralatan dan Perlengkapan Peledakan Kegiatan peledakan membutuhkan beberapa peralatan dan perlengkapan peledakan dalam prosesnya, peralatan dan perlengkapan tersebut meliputi :

Universitas Sriwijaya

17

a. Peralatan Peledakan Adalah semua bahan atau alat-alat yang dapat digunakan lebih dari satu kali pemakaian dalam operasional peledakan, antara lain : 1) Mesin Bor dan Kompresor Sumber energi penghasil gaya adalah udara bertekanan tinggi (Pneumatic) yang dihasilkan dari kompresor dan sekaligus sebagai tenaga penggerak unit alat bor untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya, (Gambar 3.4). Konsumsi udara yang diperlukan tergantung pada ukuran mesin bor, makin besar ukuran mesin akan diperlukan konsumsi udara yang besar pula.

Gambar 3.4. Mesin Bor (Crawler Drill) dan Kompresor 2) Batang Bor dan Mata Bor Batang bor Extension Drill Steels menghubungkan DHT Hummer atau Shank Adaptor dengan Extension Rods. Selain itu batang bor jenis Extension Drill Steels dapat dipakai untuk mendapatkan kedalaman pemboran yang diinginkan. Panjang batang bor di PT. Trimegah Perkasa Utama adalah tiga meter (Gambar 3.5).

Universitas Sriwijaya

18

Gambar 3.5. Batang bor Extension Drill Steel Mata bor (Drill Bit) akan meneruskan energi putaran dan tekanan dari batang bor ke batuan (Gambar 3.6)

Gambar 3.6. Mata Bor 3) Mobil Mixer/Manufacturing Unit (MMU) Mobil Mixer/Manufacturing Unit adalah alat yang digunakan untuk pengisian lubang ledak secara mekanis (Gambar 3.7). MMU umumnya terdiri dari tiga kompartemen yang bermuatan butiran Ammonium Nitrate (AN), bahan bakar (solar), dan emulsi.

Universitas Sriwijaya

19

Gambar 3.7. Pengisian bahan peledak menggunakan MMU 4) Alat Pengaman Peledakan Peralatan pengamanan yang biasa digunakan dalam operasi peledakan diantaranya adalah radio komunikasi Portable atau Handy-Talk (HT) untuk pengawasan keamanan lokasi sekitar peledakan, sirine, serta bendera merah sebagai tanda area yang akan diledakkan. b. Perlengkapan Peledakan Perlengkapan peledakan adalah semua bahan atau alat-alat yang hanya dapat digunakan untuk satu kali peledakan, antara lain : 1) Detonator Biasa (Plain Detonator) Merupakan Detonator yang menjadi pemicu awal proses peledakan. Ukuran tabung Detonator biasa adalah diameter 6,40 mm dan panjang 42 mm dengan kandungan isian dasar adalah PETN atau TNT (Tri Nitro Toluene)

(Gambar

3.8).

Detonator

ini

selalu

digunakan

dengan

dikombinasikan dengan sumbu api atau Safety Fuse.

Universitas Sriwijaya

20

Gambar 3.8. Plain Detonator 2) Bahan Peledak Bahan peledak yang digunakan untuk pengisian lubang tembak adalah jenis emulsi/Dabex dengan perbandingan 70% Matrix dan 30% Ammonium Nitrate Fuel Oil (ANFO), Ammonium Nitrate dapat dilihat pada (Gambar 3.9). Sedangkan primer menggunakan Booster 400 gram, satu kilogram Dynamite Daya Gel atau dengan menggunakan keduanya.

Gambar 3.9. Campuran bahan peledak (Ammonium Nitrate) 3) Detonator Nonel (In-Hole Delay) Detonator Nonel telah dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada Detonator listrik dan cocok untuk daerah dengan intensitas petir tinggi. Detonator Nonel diterima oleh konsumen lengkap dengan sumbu

Universitas Sriwijaya

21

signalnya yang dimana merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, Detonator ini memiliki panjang 18 meter dan waktu Delay 500 ms, (Gambar 3.10).

Gambar 3.10. Detonator Nonel 4) Sumbu Api (Safety Fuse) Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api dengan kecepatan tetap . Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan pembakar (Ignition Mixture) di dalam Detonator biasa, sehingga dapat meledakkan isian primer dan isian dasarnya (Gambar 3.11)

Gambar 3.11. Sumbu api (Safety Fuse) 5) Sumbu Ledak (Detonating Cord) Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN, dengan kecepatan detonasi 21.000 ft per detik. Memiliki

Universitas Sriwijaya

22

ketahanan terhadap air yang baik, ringan dan Fleksible, serta memiliki kuat tarik yang baik. Sumbu ledak lebih dikenal dengan sebutan Cordtex (Gambar 3.12).

Gambar 3.12. Sumbu ledak Cordtex 6) Booster (Pentolite Cast Booster) Merupakan bahan peledak dengan daya ledak paling tinggi diantara semua jenis handak yang dipakai di dunia pertambangan saat ini. Merupakan pencampuran proses pelelehan dari TNT (Tri Nitro Toluena) dengan PETN (Penta Erytrithol Tetra Nitrate) (Gambar 3.13).

Gambar 3.13. Booster (Pentolite Cast Booster) 7) Dynamite Dayagel Dahana Magnum Merupakan bahan peledak istimewa yang memiliki kekuatan tinggi dan beremulsi sensitif yang kuat, namun demikian memiliki sensitivitas

Universitas Sriwijaya

23

yang rendah terhadap impak mekanik. Dayagel Magnum merupakan bahan peledak kuat yang tahan terhadap air. Dayagel Magnum dikemas dalam Cartridge dari bahan Nylon Film yang apabila diperlukan dapat dipotong. (Gambar 3.14).

Gambar 3.14. Dayagel Dahana Magnum 8) Relay Connector (Surface Delay) Relay Connector merupakan perlengkapan peledakan yang digunakan untuk waktu tunda di atas permukaan, baik antar baris maupun antar lubang bor. Waktu tunda tersebut memiliki tujuan untuk meminimalisir terjadinya getaran tanah (Ground Vibration), mengurangi suara dari ledakan (Noise), serta untuk mengarahkan lemparan fragmentasi batuan hasil peledakan sesuai yang ditentukan dan menghindari terjadinya Fly Rock yang memiliki dampak terhadap lingkungan dan keamanan. Beberapa jenis Relay Connector yang umum digunakan diantaranya adalah Relay Connector MS17 (Gambar 3.14), Relay Connector MS-42 (Gambar 3.15), Relay Connector MS-67 (Gambar 3.16).

Universitas Sriwijaya

24

Gambar 3.14. Relay Connector MS-17

Gambar 3.15. Relay Connector MS-42

Gambar 3.16. Relay Connector MS-67

Universitas Sriwijaya

25

3.4.2. Sifat Bahan Peledak Bahan peledak merupakan suatu bahan berbentuk padat, atau cair, atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi dengan kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi, (Kepres RI No. 5 1988 ESDM). Sifat-sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan yaitu kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, bobot isi, tekanan detonasi, ketahanan tehadap air, sifat gas beracun. a. Kekuatan (Strength) Kekuatan suatu bahan peledak adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur energi yang terkandung di dalam bahan peledak dan kerja yang dapat dilakukan oleh bahan peledak tersebut. Kekuatan suatu bahan peledak dapat dinyatakan dalam persen (%) dengan Straigth Nitroglycerin Dynamite sebagai bahan peledak Standard yang mempunyai bobot isi (Specific Gravity) sebesar 1,2 gr/cc dan kecepatan detonasi (Velocity of Detonation) 12000 fps. Pada umumnya semakin besar bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak maka kekuatannya juga semakin besar. Besaran-besaran lain yang perlu diketahui untuk menghitung kekuatan bahan peledak adalah : 1) Absolute Weight Strenght (AWS) Merupakan besaran yang menunjukkan nilai absolut energi untuk setiap satuan massa bahan peledak tertentu. Contoh : ANFO (0,85 gr/cc) = 3.7 MJ/kg 2) Absolute Bulk Strenght (ABS) Merupakan besaran yang menunjukkan nilai absolut energi yang dihasilkan setiap satuan Volume suatu jenis bahan peledak. Contoh : ANFO (0,85 gr/cc) = 912 kal/cc. 3) Relative Bulk Strenght (RBS) Merupakan besaran yang menunjukkan nilai relatif energi yang dihasilkan suatu bahan peledak setiap satuan Volume terhadap energi yang dihasilkan ANFO setiap satu satuan Volume. 4) Relative Weight Strenght (RWS) Merupakan perbandingan energi efektif bahan peledak bila dibandingkan ANFO. Nilai ini didasarkan pada nilai ANFO 100, sehingga

Universitas Sriwijaya

26

bahan peledak yang memiliki nilai RWS 110 maka bahan peledak tersebut diindikasikan memiliki energi 10% lebih besar dari ANFO. b. Kecepatan Detonasi (Velocity of Detonation) Kecepatan detonasi merupakan kecepatan gelombang detonasi yang berada sepanjang kolom isian bahan peledak, dan dapat dinyatakan dalam m/s. Kecepatan detonasi suatu handak tergantung pada beberapa faktor, yaitu bobot isi bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari bahan penyusunnya dan bahan-bahan yang terkandung dalam bahan peledak. Untuk peledakan pada batuan yang sangat keras dapat menggunakan bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi yang tinggi, sedangkan pada batuan yang lunak dapat menggunakan handak dengan kecepatan detonasi yang rendah. Kecepatan detonasi bahan peledak yang komersial adalah antara 1500 - 8000 m/s. c. Kepekaan (Sensitivity) Kepekaan merupakan ukuran besarnya suatu Impuls yang diperlukan oleh suatu bahan peledak untuk memulai beraksi dan menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh isian. Kepekaan handak tergantung pada komposisi kimia, ukuran butir, bobot isi, pengaruh kandungan air, dan temperatur. Bahan peledak yang sensitif belum tentu bagus, namun bahan peledak yang mudah penyebaran reaksinya dan tidak peka adalah lebih menguntungkan dan lebih aman. d. Bobot Isi Bahan Peledak Bobot isi bahan peledak merupakan perbandingan antara berat dan Volume bahan peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi biasanya juga dinyatakan dengan istilah Specific Gravity (SG). e. Tekanan Detonasi Tekanan detonasi merupakan penyebaran tekanan golombang ledakan di dalam kolom isian bahan peledak, dan dinyatakan dengan kilobar (kb). Tekanan diakibatkan oleh ledakan di sekitar dinding lubang ledak dan intensitasnya tergantung pada jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD), derajat pengurungan, jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.

Universitas Sriwijaya

27

f. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance) Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak itu dalam menahan rembesan air dalam waktu tertentu tanpa merusak, mengurangi, dan merubah kepekaannya. Ketahanan bahan peledak dalam menahan rembesan air ini dapat dinyatakan dalam jam. Sifat ini sangat penting dalam kaitannya dengan kondisi kerja. Karena untuk sebagian besar jenis bahan

peledak

adanya

air

dalam

lubang

ledak

mengakibatkan

ketidakseimbangan kimia dan memperlambat reaksi pemanasan. Disamping itu, air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak. g. Sifat Gas Beracun (Fumes) Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas yaitu, Smoke atau Fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya mengandung uap air (H2O) dan asap berwarna putih (CO2). Sedangkan Fumes bewarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yang terdiri dari karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen. Fumes terjadi karena tidak terjadi kesimbangan oksigen dalam pembakaran (Oxigen Balance). 3.4.3. Geometri Peledakan Keberhasilan dalam suatu peledakan dapat dilihat salah satunya dengan ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk mendapatkan operasi peledakan yang optimal dan mendapatkan ukuran fragmentasi yang cocok maka harus dilakukan modifikasi tehadap geometri peledakan. a. Burden (B) Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat dan arah dimana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi dengan bidang bebas. Jarak Burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran. Burden dapat dihitung berdasarkan persamaan R.L. Ash. (3.1) : B=

................................................................................(3.1)

Universitas Sriwijaya

28

Dimana : B

= Burden (m)

Kb = Burden Ratio D

= Diameter lubang tembak

Kb = Kb std x AF1 x AF2 Menghitung nilai AF1 dengan persamaan (3.2) :

 SG. ANFOx (Ve. ANFO ) 2  AF1 =   2  SG.std x (Ve.std ) 

1 3

.................................................(3.2)

Menghitung nilai AF2 dengan persamaan (3.3) :  BJ .std  AF2 =   BJ .batuan 

1 3

......................................................................(3.3)

Dimana : Kb std = Burden Ratio Standard AF1

= Adjusment Factor terhadap bahan peledak

AF2

= Adjusment Factor terhadap densitas batuan

SG ANFO = Specific Gravity bahan peledak SG std = Specific Gravity Standard Ve ANFO = Kecepatan ledak bahan peledak Ve std = Kecepatan ledak Standard BJ std

= Densitas Standard

BJ batuan = Densitas batuan b. Spacing (S) Spacing dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara dua lubang tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan Spacing adalah apakah ada interaksi diantara yang berdekatan. Besarnya dapat ditentukan dengan persamaan (3.4) : .................................................................................(3.4) Dimana : S

= Spacing (m)

B

= Burden (m)

Ks = Spacing Ratio yang mempunyai nilai antara 1-2

Universitas Sriwijaya

29

Bila masing-masing lubang tembak diledakkan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks. Prinsip dasar yang digunakan dalam menentukan besarnya Spacing adalah : 1) Bila lubang tembak dalam satu baris dinyalakan secara beruntun (Delay), maka nilai Ks = 1 atau S = B 2) Bila lubang tembak dalam satu baris dinyalakan serentak, maka nilai Ks = 2 atau S = 2B 3) Bila lubang tembak terdiri dari beberapa baris dan dinyalakan secara beruntun untuk setiap baris dalam arah lateral terhadap baris lainnya secara serentak, maka pola pemborannya dibuat segi empat untuk mengatasi ketidakseimbangan tekanan. 4) Bila dalam baris-baris lubang tembak, setiap baris dinyalakan secara serentak dan antara baris yang satu dengan lainnya ditunda, maka pola pemborannya harus dibuat selang-seling (Staggered Pattern). c. Stemming (T) Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi Stemming adalah agar terjadi Stress Balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang besar. Sedangkan dalam penggunaan Stemming yang perlu diperhatikan adalah panjang Stemming dan ukuran material Stemming. Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan di bagian atas dan mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya Fly Rock dan Over Break pada bagian permukaan, juga akan menimbulkan Air Blast. Panjang Stemming dapat ditentukan dengan persamaan (3.5) : .................................................................................(3.5) Dimana : T

= Stemming (m)

Universitas Sriwijaya

30

B

= Burden (m)

Kt = Stemming Ratio (0,75-1,00) Ukuran material Stemming sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan, apabila bahan Stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil pemboran, kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material Stemming tersebut, sehingga energi yang seharusnya untuk menghancurkan batuan, banyak yang hilang keluar melalui lubang Stemming. d. Subdrilling (J) Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak Subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila Subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (Toe) karena batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang Subdrilling dapat ditentukan dengan persamaan (3.6) : ..................................................................................(3.6) Dimana : J = Subdrilling (m) B = Burden (m) Kj = Subdrilling Ratio (0,2-0,3) e. Kedalaman Lubang Tembak (H) Kedalaman lubang tembak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk menentukan kedalaman lubang tembak digunakan persamaan (3.7) : ................................................................................(3.7) Dimana : H

= Kedalaman lubang tembak (m)

B

= Burden (m)

Kh = Hole Depth Ratio (1,5-4,0) 3.4.4. Distribusi Bahan Peledak Agar sedapat mungkin seluruh energi bahan peledak pada saat peledakan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk sejumlah massa batuan yang

Universitas Sriwijaya

31

diledakkan, maka distribusi bahan peledak di dalam lubang bor merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu peledakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam distribusi bahan peledak adalah: a. Berat Bahan Peledak dalam Lubang Tembak Berat bahan peledak dalam kolom isian merupakan fungsi dari densitas pengisian (Loading Density) bahan peledak, diameter bahan peledak dan panjang kolom isian lubang tembak. Densitas pengisian bahan peledak ditentukan dengan cara perhitungan Volume silinder, densitas bahan peledak dan panjang kolom isian bahan peledak di dalam lubang tembak (Primary Charge). Perhitungan tersebut membutuhkan waktu dan tidak praktis bila diterapkan di lapangan, oleh karena itu dibuat tabel yang menunjukkan densitas pengisian dengan variasi diameter lubang ledak dan densitas bahan peledak. Densitas bahan peledak dinyatakan dalam satuan gr/cc dan densitas pengisian dinyatakan dalam satuan kg/m (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Densitas pengisian (Loading Density) bahan peledak Diameter Lubang Ledak

Densitas Bahan Peledak, gr/cc

mm

Inchi

0.7

0.8

0.85

0.9

1

1.15

1.2

1.25

1.3

76

3

3.18

3.63

3.86

4.08

4.54

5.22

5.44

5.67

5.9

89

31/2

3.35

4.98

5.29

5.6

6.22

7.15

7.47

7.78

8.09

102

4

5.72

6.54

6.95

7.35

8.17

9.4

9.81

10.21

10.62

108

41/4

6.41

7.33

7.79

8.24

9.16

10.54

10.99

11.45

11.91

114

41/2

7.14

8.17

8.68

9.19

10.21

11.74

12.25

12.76

13.27

121

43/4

8.05

9.2

9.77

10.35

11.5

13.22

13.8

14.37

14.95

127

5

8.87

10.13

10.77

11.4

12.67

14.57

15.2

15.83

16.47

130

51/8

9.29

10.62

11.28

11.95

13.27

15.26

15.93

16.59

17.26

140

51/2

10.78

12.32

13.03

13.85

15.39

17.7

18.47

19.24

20.01

152

6

12.7

14.52

15.42

16.33

18.15

20.87

21.78

22.68

23.59

159

61/4

13.9

15.88

16.88

17.87

19.86

22.83

23.83

24.82

25.81

165

61/2

14.97

17.11

18.18

19.24

21.38

24.59

25.66

26.73

27.8

Universitas Sriwijaya

32

178

7

17.42

19.91

21.15

22.4

24.88

28.62

29.86

31.11

32.35

187

73/8

19.23

21.97

23.34

24.72

27.46

31.58

32.96

34.33

35.7

203

8

22.65

25.8

27.34

29.13

32.37

37.22

38.84

40.46

42.08

210

81/4

24.25

27.71

29.44

31.17

34.64

39.83

41.56

43.3

45.03

229

9

28.83

32.95

35.01

37.07

41.19

47.37

49.42

51.48

53.54

251

97/8

34.64

39.58

42.05

44.53

49.48

56.9

59.38

61.85

64.33

270

105/8

40.08

45.8

48.07

51.53

57.26

65.84

68.71

71.57

74.33

279

11

42.8

48.91

51.97

55.02

61.14

70.31

73.36

76.42

79.48

286

111/4

44.97

51.39

54.61

57.32

64.24

73.88

77.09

80.3

83.52

311

121/4

53.18

60.77

64.57

68.37

75.96

87.36

91.16

94.96

98.75

349

133/4

66.96

76.53

81.31

86.1

95.66

110.01

114.79

119.56

124.36

381

5

79.81

91.21

96.91

102.61

114.01

131.11

136.81

142.51

148.21

432

17

102.6

117.26

124.59

131.92

146.57

168.56

175.89

183.22

190.55

Berat bahan peledak tersebut dapat dihitung dengan persamaan (3.8) : ..............................................................................(3.8) Dimana : E

= Berat bahan peledak setiap lubang (kg)

PC = Panjang kolom isian bahan peledak (m) PC = Kedalaman (H) - Stemming (J) (m) De = Loading Density (kg/m) De = ¼ π (D)2 x SG x 1000 D

= Diameter lubang ledak (m)

SG = Specific Gravity bahan peledak (ton/m3) b. Perhitungan Volume yang Akan Diledakkan Volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada dimensi Spacing, Burden, tinggi jenjang dan jumlah lubang ledak. Dimensi atau ukuran Spacing, Burden, dan tinggi jenjang memberikan peranan terhadap besar kecilnya Volume peledakan. Artinya Volume hasil peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar atau sebaliknya. Prinsip Volume yang akan diledakkan adalah perkalian Burden (B), Spacing (S), dan tinggi jenjang (Hjenjang) dengan persamaan (3.9) :

Universitas Sriwijaya

33

.......................................................(3.9) Menghitung nilai tonase dapat menggunakan persamaan (3.10) : .............................................(3.10) Dimana: V

= Volume batuan (m3)

T

= Tonase batuan (ton)

B

= Burden (m)

S

= Spacing (m)

Hjenjang

= Tinggi Jenjang (m)

N

= Jumlah lubang ledak

ρr

= Berat jenis batuan (ton/m3)

c. Penentuan Jumlah Lubang Ledak dengan Pola Peledakan V-Cut Dalam menghitung Volume batuan pada peledakan V-Cut digunakan persamaan (3.11) : P=

............................................(3.11)

Dimana: P

= Panjang jenjang (m)

W

= Sasaran produksi yang direncanakan (ton)

R

= Jumlah baris

B

= Burden (m)

Hjenjang

= Tinggi jenjang (m)

BJ

= Densitas batu granit 2,6 ton/m3

Dalam menentukan jumlah lubang tembak untuk V-Cut menggunakan persamaan (3.12) :

N=R

.............................................................................(3.12)

Dimana: N = Jumlah lubang tembak P = Panjang Jenjang (m) R = Jumlah baris S = Spacing (m)

Universitas Sriwijaya

34

d. Powder Factor Powder Factor adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material yang diledakkan atau dibongkar oleh sejumlah tertentu bahan peledak. Istilah lain dari Powder Factor adalah Specific Charge Weight. Perhitungan Powder Factor menurut R.L. Ash dalam buku “The Mechanics of Rock Breakage“ dengan persamaan (3.13) : PF =

.....................................................................................(3.13)

Dimana : PF = Powder Factor (kg/ton) W = Jumlah batuan atau material yang diledakkan (ton) E

= Berat bahan peledak (kg)

E

= De x PC x N

Dimana : De = Loading Density (kg/m) PC = Panjang kolom isian bahan peledak dari sebuah lubang tembak (m) N

= Jumlah lubang bor Secara umum Powder Factor dapat dihubungkan dengan unit hasil

produksi pada suatu operasi peledakan. Dengan Powder Factor dapat diketahui jumlah konsumsi bahan peledak yang dipakai untuk menghasilkan sejumlah batuan. 3.4.5. Pola Peledakan Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini dapat ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan (Calvin J. Konya, Edward J. Walter, 1991). Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : a. Box Cut, Yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk kotak (Gambar 3.17). b. Corner Cut, Yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya (Gambar 3.18).

Universitas Sriwijaya

35 c. “V” Cut, Yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk huruf V (Gambar 3.19). Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : a. Pola peledakan serempak, Yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara serentak untuk semua lubang tembak. b. Pola peledakan beruntun, Yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris yang lainnya. Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah : 1) Mengurangi getaran 2) Mengurangi batu terbang (Fly Rock) 3) Mengurangi getaran akibat Air Blast dan suara (Noise) 4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

Gambar 3.17. Denah pola peledakan Box Cut

Universitas Sriwijaya

36

Gambar 3.18. Denah pola peledakan Corner Cut

Gambar 3.19. Denah pola peledakan V-Cut 3.4.6. Arah Peledakan Arah peledakan merupakan suatu penunjukkan arah dimana terjadinya perpindahan (Displacement) batuan ataupun runtuhan batuan hasil peledakan yang kemudian membentuk tumpukan. Dalam kegiatan peledakan penentuan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan, posisi alat-alat dan jalan tambang. 3.4.7. Rangkaian Peledakan Setelah bahan peledak dimasukkan ke dalam lubang ledak beserta proses Stemming, pekerjaan selanjutnya adalah menghubungkan lubang ledak yang satu

Universitas Sriwijaya

37

dengan lubang ledak yang lain (rangkaian peledakan). Detonator Nonel yang telah dipasang dengan Booster atau Dynamite di dalam lubang dihubungkan dengan Relay Connector yang berada di permukaan. Relay Connector tersebut dihubungkan tiap lubang dengan pola peledakan berdasarkan arah runtuhnya batuan yang diinginkan, misalnya perencanaan rangkaian pola peledakan V-Cut (Gambar 3.20). Kemudian kabel dari lubang yang merupakan Initiation Point dihubungkan dengan Relay Connector lainnya atau bisa juga dengan Nonel atau sumbu ledak Cordtex dan pada ujungnya dihubungkan dengan Plain Detonator sebagai pemicu ledakan dan juga sumbu api (Safety Fuse).

Gambar 3.20. Contoh lembar rencana pola peledakan V-Cut 3.4.8. Analisis Hasil Peledakan Untuk mengetahui apakah operasi peledakan telah berjalan sesuai rencana dan hasil peledakan telah sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu dilakukan analisis terhadap hasil peledakan. Secara umum analisis hasil peledakan meliputi : a. Fragmentasi Analisis terhadap fragmentasi bertujuan untuk mengetahui apakah hasil fragmentasi peledakan telah sesuai dengan ukuran kapasitas Bucket alat muat yang diinginkan dan sesuai dengan ukuran Hopper dari Crusher. Ukuran fragmentasi terlalu kecil atau terlalu besar/berbongkah maka perlu dilakukan modifikasi terhadap desain peledakan dengan alternatif sebagai berikut: 1) Memperbesar atau memperkecil geometri peledakan 2) Menambah atau mengurangi jumlah bahan peledak yang digunakan

Universitas Sriwijaya

38

3) Kombinasi dari keduanya. Dalam pemilihan alternatif di atas, sebaiknya dilakukan modifikasi terhadap geometri peledakan, hal ini sekaligus meningkatkan effisiensi peledakan. b. Back Break Back Break yang terjadi di sekitar lubang tembak akan merubah material di belakang lubang ledak menjadi retakan. Hal ini disebabkan karena tingginya temperatur dan tekanan gas-gas hasil reaksi peledakan serta tingginya tekanan detonasi. Ukuran daerah ini tergantung pada jenis bahan peledak dan material yang diledakkan. c. Flying Rock Flying Rock merupakan suatu gejala terlemparnya batuan akibat operasi peledakan yang disebabkan oleh energi peledakan yang kurang baik. Bila lemparan batuan dominan ke arah vertikal berarti kolom Stemming terlalu dangkal sedangkan apabila lemparan batuan dominan ke arah horizontal (jauh) berarti Burden terlalu kecil. d. Missfire Missfire adalah keadaan apabila bahan peledak yang sudah dimasukkan ke dalam lubang ledak tidak meledak. Hal ini mungkin disebabkan oleh bahan peledak itu sendiri, Detonator dan kawat penghantar. Untuk menghindari terjadinya Missfire perlu dilakukan perawatan perlengkapan peledakan selain ketelitian tim peledak. e. Getaran (Ground Vibration) Getaran yang timbul pada operasi peledakan perlu dikendalikan karena akan mempengaruhi kestabilan lereng dan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan bangunan.

Universitas Sriwijaya

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1. Kegiatan Penambangan Berdasarkan kondisi topografi dan bentuk cadangan batuan granit yang ada, maka sistem penambangan di PT. Trimegah Perkasa Utama menggunakan sistem Quarry Mining. Kegiatan penambangan yang dilakukan di PT. Trimegah Perkasa Utama meliputi kegiatan, Survey dan pemetaan, pembersihan lahan (Land Clearing), pengupasan tanah penutup (Top Soil), pemuatan tanah penutup, pengangkutan tanah penutup, penimbunan (Dumping), pengeboran dan peledakan, pemuatan batu granit, pengangkutan batu granit dan, pengontrolan kualitas air. Untuk Saat ini penambangan di PT. Trimegah Perkasa Utama dilakukan di Bukit Potot, setelah cadangan granit di Bukit Potot habis maka penambangan akan dilanjutkan ke Bukit Jambang. 4.1.1. Survey Dan Pemetaan Survey dan pemetaan di PT. Trimegah Perkasa Utama dilakukan untuk mengontrol kemajuan tambang, perencanaan peledakan, perencanaan tambang, mengetahui ketinggian Stockpile, dan update Layout penambangan yang berubah akibat aktivitas peledakan. Berdasarkan pengamatan dilapangan, Survey secara rutin dilakukan pada akhir bulan. Survey dilakukan oleh tim Surveyor dengan anggota 4 (empat) orang. Pencapaian target produksi juga bergantung dari kegiatan Survey, karena target produksi bisa direncanakan secara matang dengan menganalisis data-data Survey. Semakin akurat data yang diperoleh pada saat kegiatan Survey, maka perencanaan yang dilakukan akan semakin baik. Survey di PT. Trimegah Perkasa Utama dilakukan dengan menggunakan Total Station tipe HTS-325 buatan Singapura (gambar 4.1). Adapun perlengkapan lainnya adalah mistar atau penggaris yang digunakan sebagai pengkur ketinggian dan tripod yang digunakan sebagai penopang Total Station.

39

Universitas Sriwijaya

40

(a)

(b)

Gambar 4.1. (a) Total Station HTS-325 (b) Mistar Ukur 4.1.2.Pembersihan Lahan (Land Clearing) Pembersihan lahan bertujuan untuk membersihkan area penambangan sebelum dilakukan proses pengambilan endapan. Pembersihan lahan meliputi kegiatan pembabatan pepohonan dan tanaman yang berada di permukaan, serta perataan lapangan kerja. Lahan yang dibersihkan adalah lahan seluas 19 ha didaerah penambangan Bukit Potot. Alat yang digunakan untuk Land Clearing di PT. Trimegah Perkasa Utama adalah Bulldozer CAT D7G (Gambar 4.2). Bulldozer berfungsi untuk membersihkan pohon-pohon dan tanaman-tanaman liar di area penambangan. Berdasarkan pengamatan, pohon-pohon yang berada di area penambangan memiliki ketinggian rata-rata 10 meter dan diameter pohon rata-rata 70 cm. Pohon-pohon yang telah tumbang akan dikumpulkan dan didorong ke bawah lembah. Pohon-pohon yang berada di bawah lembah penanganannya akan diserahkan kepada masyarakat sekitar.

41

Gambar 4.2. Bulldozer CAT D7G 4.1.3.Pengupasan Tanah Penutup Tanah penutup yang berada di daerah penambangan terdiri dari tanah jenis lempung, lapukan granit di masa lampau, dan singkapan batuan granit hasil dari proses pembekuan intrusi magma. Pengupasan tanah penutup dilakukan secara Countinue sampai seluruh cadangan batuan granit tersingkap ke permukaan. Untuk tanah penutup yang bersifat lunak seperti lempung dan lapukan granit dikupas dengan menggunakan Excavator tipe HYUNDAI R210LC-7 (Gambar 4.3). Excavator HYUNDAI R210LC-7 yang digunakan berjumlah satu buah dan mempunyai kapasitas bucket 3 ton (Lampiran D). Dalam melakukan pengupasan tanah penutup, Excavator HYUNDAI R210LC-7 dikendalikan secara manual oleh seorang pekerja. Tanah yang mulanya padat, kemudian digemburkan oleh Bucket Excavator yang kemudian akan diangkut menggunakan Dump Truck ke Dumping Area yang berjarak 150 m dan berada di sebelah selatan dari tempat pengupasan.

42

Gambar 4.3 Pengupasan Tanah Penutup Dalam pengupasan tanah penutup akan dijumpai singkapan-singkapan granit yang berukuran Boulder (Gambar 4.4). Pada singkapan granit ini akan dilakukan Secondary Blasting untuk memperkecil ukuran bongkah.

Gambar 4.4 Singkapan Granit Batuan hasil Blasting kemudian diangkut ke Crusher untuk direduksi ukurannya. Apabila setelah proses Secondary Blasting masih terdapat bongkahan granit yang tidak dapat masuk ke dalam Crusher, maka bongkahan tersebut akan dihancurkan dengan menggunakan Breaker (Gambar 4.5).

43

Gambar 4.5 Breaker 4.1.4.Pemuatan Lapisan Tanah Penutup Kegiatan ini bertujuan untuk memindahkan tanah penutup ke dalam alat angkut, yang selanjutnya dibawa ke Disposal Area. Pemuatan material tanah penutup menggunakan Excavator jenis Backhoe HYUNDAI R210LC-7 (Gambar 4.6).

Excavator

HYUNDAI R210LC-7

menggunakan

roda

rantai

dan

menggunakan sistem kendali Hidraulic. Lapisan tanah penutup akan dimuat kedalam Dump Truck NISSAN UD CD520 dengan kapasitas Vessel 10 ton.

Gambar 4.6.Backhoe HYUNDAI R210LC-7

44

4.1.5. PengangkutanTanah Penutup Pengangkutan ini bertujuan untuk memindahkan tanah penutup yang telah digalidari Front penambangan menuju Disposal Area.Alat angkut yang digunakan adalah Dump Truck NISSAN UD CD520 (Gambar 4.7) dengan kapasitas Vessel 20 ton.

Gambar 4.7 Dump Truck NISSAN UD CD520 Pengangkutan tanah penutup setiap harinya dilakukan oleh satu buah alat angkut dan akan dilakukan penambahan alat angkut apabila ada alat angkut yang tidak sedang mengangkut hasil produksi. Pengangkutan tanah penutup menempuh jarak 150 m. Kondisi jalan angkut dari tempat pengupasan ke Dumping Area adalah jalan dengan permukaan yang ditutupi oleh serpihan granit yang telah dipadatkan. Dumping Area berada pada topografi yang lebih rendah oleh karena itu jalan yang ditempuh adalah penurunan. 4.1.6.Penimbunan Disposal (Dumping) Setelah penggalian tanah penutup, selanjutnya tanah penutup diangkut dan di bawa ke Disposal Area (Gambar 4.8) untuk dilakukan penimbunan. Ada pun tujuan dari kegiatan ini adalah memanfaatkan tanah hasil dari tanah penutup agar tidak merusak lingkungan sehingga dapat digunakan kembali sebagai lahan reklamasi pasca penambangan. Tanah penutup yang telah dikupas nantinya akan digunakan untuk untuk penutupan Pit pada saat penutupan tambang.

45

Gambar 4.8 Disposal Area Proses penimbunan pada Disposal Area ini dilakukan menggunakan Dump Truck untuk mengangkut tanah penutup ke Disposal Area dan kemudikan dilakukan perataan tanah buangan menggunakan sebuah Bulldozer CAT D7G. Lokasi Dumping Area berada di bagian selatan dari tempat pengupasan tanah penutup. 4.1.7.Pengeboran Pengeboran di PT. Trimegah Perkasa Utama dilakukan untuk membuat lubang ledak. Lubang ledak yang dibor memiliki kedalaman rata-rata 14,5 m dengan diameter lubang 5 Inch. Tahapan awal untuk membuat lubang ledak adalah membuat titik-titik bor. Setelah titik-titik bor selesai dibuat, maka dilakukan pemboran (Gambar 4.9).

Gambar 4.9 Pengeboran Untuk Primary Blasting

46

Pengeboran dilakukan dengan Crawler Drill untuk Primary dan Secondary Blasting. Untuk Primary Blasting diameter lubang bor adalah sebesar 5 Inch dan kedalaman rata-rata 14,5 m. Sedangkan untuk Secondary Blasting menggunakan mata bor berukuran 3 Inch dengan kedalaman disesuaikan dengan besarnya Boulder. Kemiringan lubang bor yang dibuat adalah sebesar 50 untuk Primary Blasting, sedangkan untuk Secondary Blasting lubang bor dibuat sesuai kondisi batuan. Pembuatan lubang ledak untuk Primary Blasting menggunakan pola Staggered. Pertimbangan dibuatnya lubang bor ini adalah keseragaman hasil fragmentasi batuan yang didapat sehingga sesuai dengan jenis alat muat yang digunakan untuk memuat batuan hasil peledakan. Alat muat yang digunakan adalah Backhoe VOLVO EC700C dengan kapasitas bucket 6 ton. Pertimbangan lainnya adalah fragmentasi batuan yang diinginkan, panjang Free Face, efektivitas peledakan, dan arah runtuhnya batuan. Pembuatan lubang ledak untuk Secondary Blasting (Gambar 4.10) ialah dengan membuat lobang berkedalaman ½ dari tinggi batuan yang akan diledakkan. Pertimbangan dalamnya lubang ledak didasarkan pada fragamentasi batuan yang diinginkan. Pemboran untuk Secondary Blasting menggunakan Crowler Drill dengan diameter lubang 3 Inch.

Gambar 4.10. Pengeboran untuk Secondary Blasting

47

4.1.8. Peledakan Batuan Peledakan batuan di PT Trimegah Perkasa Utama menggunakan sistem Non Electric. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO yang dicampur dengan Matrix sehingga berbentuk Emulsion. Bahan peledak jenis ini digolongkan sebagai bahan peledak kuat (High Explosive). Perbandingan AN dan FO yang digunakan adalah 94% untuk Ammonium Nitrat dan 6% untuk Fuel Oil. Sedangkan perbandingan ANFO dengan Matrix yang dicampur adalah 30% : 70%. Pencampuran ANFO dan Matrix dilakukan didalam Mobile Manufacturing Unit (MMU). Pengisian lubang ledak dengan bahan peledak di PT. Trimegah Perkasa Utama dilakukan oleh PT. Dahana. Bahan peledak yang telah dicampur didalam MMU akan dimasukkan kedalam lubang ledak dengan bantuan selang. Sebelum dilakukan pengisian bahan peledak, Booster sudah dimasukkan ke dalam lubang ledak. Peledakan menggunakan sistem peledakan V-cut pada Free Face (bidang bebas) yang memanjang. 4.1.9. Loading Granit Granit yang telah diledakkan akan dimuat kedalam Dump Truck menggunakan Backhoe VOLVO EC700C (Gambar 4.11 ) dengan kapasitas Bucket 6 ton sebanyak dua unit. Kedua Backhoe tersebut bekerja dalam satu Front penambangan. Penggunaan alat muat tergantung pada pola pemboran dan pola peledakan yang menentukan sebaran batuan hasil peledakan. Apabila pola peledakannya menggunakan pola V-cut maka batuan hasil peledakan akan tertumpuk pada suatu tempat sehingga alat muat yang efektif digunakan adalah Backhoe. Pemuatan dilakukan dengan sistem Top Loading (alat gali-muat berada pada level yang lebih tinggi daripada alat angkut pada proses pemuatan). Berdasarkan pengamatan, untuk mengisi Dump Truck CAT 740, Backhoe VOLVO EC700C memerlukan Passing rata-rata sebanyak 6 kali. Untuk mengisi Dump Truck Volvo A35E, Backhoe CAT 375 L memerlukan Passing rata-rata sebanyak 6 kali.

48

Gambar 4.11 Loading Granit Menggunakan Backhoe VOLVO EC700C 4.1.10. Hauling Granit Granit hasil dari proses peledakan akan diangkut menuju ke Crushing Plan. Granit diangkut dengan menggunakan Dump Truck Volvo A35E (Gambar dengan kapasitas Vessel 35 ton dan Dump Truck CAT 740 dengan kapasitas Vessel 40 ton. Menurut Widi Hartono, 2008 Fill Factor granit adalah sebesar 0,61 sehingga untuk Dump Truck Volvo A35E rata-rata mengangkut granit dengan berat 30 ton dan untuk Dump Truck CAT 740 mengangkut granit dengan berat rata-rata 35 ton. Jumlah Dump Truck yang digunakan untuk mengangkut granit dari Quarry ke Crusher adalah sebanyak 8 Dump Truck yakni 3 buah volvo A35E dan 5 buah DT CAT 740. Dalam sehari, satu buah Dump Truck mampu mengangkut rata-rata 1365 ton granit. Jalan yang harus ditempuh ialah jalan yang diperkeras dengan batu dengan jarak pengangkutan sekitar 1 km dengan Cycle Time rata-rata yang didapat berjumlah 13,49 menit untuk satu rate. Dalam satu hari pengangkutan granit dibagi menjadi 2 shift kerja yaitu shift siang dan shift malam. Shift siang dimulai pada pukul 07.00 – 16.00 dengan waktu istirahat pada pukul 12.00 – 13.00 dan waktu pemanasan alat selama 30 menit. Shift malam dimulai pukul 16.00 – 03.00 dengan waktu istirahat pada pukul 21.00 – 22.00.

49

Gambar 4.12 Pengangkutan Granit Menggunakan Dump Truck Volvo A35E 4.1.11. Pengolahan Batuan Granit (Crushing Plant) Kegiatan pengolahan batuan yang berlangsung pada Crushing Plant, yaitu memperkecil fragmen batuan dari bongkahan berdiameter maksimum ± 130 cm menjadi produk lebih kecil sesuai dengan permintaan pasar. Crushing Plant yang terdapat di PT. Trimegah Perkasa Utama terdiri dari dua unit pengolahan yaitu unit Crusher Jaques dan unit Crusher Nordberg. Pelaksanaan peremukan akan berlangsung dua tahap mulai dari tahap I (Primary Crushing) dengan memakai alat peremuk primer tipe Jaw Crusher dengan kapasitas maksimum 700 ton/jam untuk Jaw Crusher pada unit Jaques dengan Feed maksimum 130 cm. Sedangkan pada unit Nordberg dengan ukuran Feed maksimum 90 cm dengan kapasitas 400 ton/jam, yang dilengkapi dengan Vibrating Grizzly Feeder. Kemudian dilanjutkan dengan tahap II (Secondary Crushing) dengan memakai alat peremuk sekunder tipe Gyratory Crusher sebanyak masing-masing 1 unit pada unit Crusher Jaques dengan kapasitas 450 ton/jam dengan ukuran Feed maksimum 450 mm dan unit Crusher Nordberg dan masing-masing 2 unit Cone Crusher pada Jaques dan Nordberg dengan kapasitas 250 ton/jam dengan ukuran Feed maksimum yang masuk adalah 250 mm.

50

Gambar 4.13 Feeder Jaw Crusher Bongkah batu granit dari Dump Truck dituangkan ke Hopper pada Primary Crusher kemudian granit berukuran kurang dari 150 mm akan lolos kedalam lobang yang terdapat pada Grizzly menuju Belt Conveyor dan dibawa menuju Vibrating Screen yang memiliki Wire Mesh berukuran 40 mm, granit dan tanah yang terbawa yang memiliki ukuran lebih kecil dari 40 mm akan melewati saringan dan dipisahkan sebagai Quarry Waste, sedangkan yang memiliki ukuran diatas 40 mm akan di bawa menuju Surge Pile dengan menggunakan Primary Conveyor. Batuan yang berukuran lebih besar yang tidak lolos pada Grizzly dilakukan proses pengecilan dengan menggunakan Jaw Crusher dengan hasil fragmen antara 40 – 450 mm yang lalu dipindahkan dengan Belt Conveyor sebagai umpan menuju alat Secondary Crusher dan Tertiary Crusher yang menghasilkan produk yang terbentuk setelah melalui tahapan Crushing dan Screening. Produk dari hasil penambangan oleh PT. Trimegah Perkasa Utama terdiri dari empat jenis, yaitu batu Splid ukuran ¼” - ¾” atau 5 - 20 mm, Chipping ukuran 5/8” atau 5 - 14 mm, Dust ukuran 3/16’’ atau 0 - 5 mm, dan Quarry Waste ukuran 5/16’’ – 2’’ atau 0 - 40 mm. Produk-produk tersebut siap dipasarkan dengan pengapalan (Shipping). Produk-produk tersebut sebagian besar akan diekspor ke Singapura.

51

Gambar 4.14 Gyratory Crusher 4.1.11. Sistem Penyaliran Tambang Penanganan air di Front penambangan di lakukan dengan sistem Kurative (cara langsung). Penanganannya dengan membuat Open Sump (Gambar 4.15). Air dibiarkan masuk kedalam Front penambangan, kemudian akan dikeluarkan dengan menggunakan pompa menuju ke kolam penampungan. Air yang ada di daerah penambangan berasal dari air hujan dan air tanah. Air tanah dapat masuk ke Front penambangan disebabkan adanya kekar pada lapisan batuan granit.

Gambar 4.15. Kolam Penampungan

52

IV.1.12. Pemasaran Batu Granit Hasil produksi batu granit dari pengolahan Crusher digunakan untuk memenuhi permintaan kebutuhan pasar dalam negeri (domestik) untuk semua jenis dan ukuran produksi dan luar negeri untuk ukuran tertentu. Produk batu granit PT. Trimegah Perkasa Utama digunakan oleh konsumen untuk kepentingan kontruksi, baik kontruksi jalan maupun bangunan. Permintaan produk batu granit untuk konsumen dalam negeri terdiri dari dua daerah penjualan, yaitu lokal Kabupaten Karimun dan daerah antar pulau di sekitar Kabupaten Karimun. Konsumsi antar pulau lebih banyak dari pada untuk lokal Karimun. Penjualan antar pulau sendiri terdiri dari penjualan ke Batam, Pekanbaru, Bengkalis, Siak, Dumai, dan lain-lain. Permintaan produk batu granit untuk konsumsi luar negeri (ekspor) hanya untuk memenuhi kebutuhan negara Singapura. Sistem pemasaran granit di PT. Trimegah Perkasa Utama yaitu konsumen melakukan pemesanan granit ke perusahaan dan kemudian produk pesanan akan dikirim dengan menggunakan kapal tongkang sebagai alat angkut. PT. Trimegah Perkasa Utama memiliki pelabuhan Jetty yang berguna untuk memuat produk-produk yang telah dipesan konsumen kedalam kapal-kapal tongkang untuk selanjutnya dikirim. Adapun sistem pengangkutan produk granit dari Stock Pile menuju kapal tongkang terbagi atas dua yaitu pengangkutan menggunakan Belt Conveyor dan pengangkutan menggunakan Dump Truck Nissan UD CW66HED.

Gambar 4.16. Loading Produk Menggunakan Belt Conveyor

53

Untuk loading menggunakan Dump Truck Nissan UD CW66HED dengan kapasitas angkut 15 ton/rate yang menempuh jarak dari Stock Pile menuju dermaga sejauh 500 m.

Gambar 4.17. Loading Granit Menggunakan Dump Truck Nissan UD CW66HED.

4.2. Geometri Peledakan Kegiatan

peledakan

dikatakan

berhasil

apabila

pekerjaan

tersebut

menghasilkan produk sesuai dengan yang direncanakan. Tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dalam suatu operasi peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting untuk menilai keberhasilan suatu operasi peledakan, dimana ukuran keseragaman material lebih baik dibandingkan dengan material yang banyak berukuran halus atau yang menghasilkan banyak bongkahan. Dalam kenyataannya perhitungan geometri peledakan secara teori berbeda dengan praktek di lapangan, karena perlu penyesuaian keadaan di lapangan oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol seperti struktur geologi dan kondisi lapangan. 4.2.1. Perhitungan Geometri Peledakan Secara Teori Dalam perencanaan peledakan secara teori untuk merancang peledakan pada penambangan batu granit yang dilakukan di PT. Trimegah Perkasa Utama, yang didasarkan

untuk

mendapatkan

fragmentasi

menggunakan metode R.L. Ash sebagai berikut :

yang

diinginkan,

dengan

54

Kb x D

1. Burden (B)

=

2. Spacing (S)

12 = B x Ks

(ft)

3. Kedalaman lubang tembak (H) = B x Kh 4. Subdrilling (J)

= B x Kj

5. Stemming (T)

= B x Kt

Di mana : Kb = Burden Ratio Ks = Spacing Ratio Kh = Hole Depth Ratio Kj = Subdrilling Ratio Kt = Stemming Ratio D

= Diameter lubang bor (Inch) Bobot isi batu granit di lokasi penambangan di PT. Trimegah Perkasa

Utama adalah 2.6 ton/m3 (Lampiran D). Rencana kegiatan peledakan batu granit menggunakan bahan peledak jenis emulsi , dengan SG 1,28 (Du Pont, 1986) (Lampiran E) dan Ve 5300 m/s. (Katalog Produk Dahana) (Lampiran F). Penentuan Burden tergantung dari harga Kb yang berkaitan dengan berat jenis batuan dari bahan peledak yang menggunakan rumus :

Kb

= Kbstandard x AF1 x AF2

 SG. ANFO x (Ve. ANFO ) 2  AF1    SG.std x (Ve. std ) 2   1,28 x (17388) 2  AF1   2   1,2 x (12000)   1,3083

 BJ std  AF2     BJ batuan 

1

3

 160 lb / cuft     162,31lb / cuft   0,9952

1

3

1

3

1

3

55

Sehingga : Kb = Kbstandard x AF1 x AF2 = 25 x 1.3083 x 0.9952 = 32,5526 Dimana : Kb std

= Burden Ratio Standard (25)

AF1

= Faktor koreksi terhadap bahan peledak

AF2

= Faktor koreksi terhadap densitas batuan

BJ std

= Bobot isi batuan Standard (160 lb/cuft)

BJ batuan = Bobot isi batuan yang akan diledakkan (lb/cuft) SG std

= Berat jenis bahan peledak Standard (1,20)

SG ANFO = Berat jenis bahan peledak yang akan digunakan Ve std

= Kecepatan detonasi dari bahan peledak Standard (12.000 fps)

Ve ANFO = Kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan (fps). Diameter lubang bor yang digunakan adalah 5 Inch, sehingga geometri peledakan dapat dihitung sebagai berikut : 1) Burden (B) Burden (menurut R.L. Ash) adalah jarak antar lubang bor atau lubang tembak yang relatif tegak lurus terhadap Free Face atau dapat dikatakan jarak antar lubang tembak dalam suatu kolom dengan perhitungan dalam persamaan. Kb x D B= 12 32,5526 x 5” B=

= 13,5636 ft 12

B = 4,1 m 2) Spacing (S) Besar dari Spacing ditentukan oleh harga Ks, yang secara teori ditentukan berdasarkan pada cara peledakannya. Sistem peledakan yang diterapkan pada PT. Trimegah Perkasa Utama adalah sistem Delay (tidak serentak antar lubang), maka nilai Spasing dengan Burden. Jarak spasi yaitu : S = B x Ks

56

= 4,1 m x 1 = 4,1 m 3) Stemming (T) Kedalaman Stemming tergantung dari harga Kt yang besarnya 0,5 - 1. Pada perhitungan Kt yang digunakan adalah 0,70 karena nilai tersebut diperkirakan telah dapat mengontrol Air Blast. Stemming berperan penting dalam pengendalian Fly Rock oleh karenanya pemilihan kedalaman Stemming perlu pengkajian yang mendalam dan perlu dilakukan percobaan berulang-ulang. Perhitungan kedalaman Stemming menurut R. L Ash adalah sebagai berikut. T = B x Kt = 4,1 m x 0,70 = 2,87 m 4) Subdrilling (J) Besar Subdrilling tergantung dari harga Kj yang digunakan. Harga Kj (Subdrilling Ratio) adalah ≥ 2. Harga Kj yang pada perhitungan ini adalah 0,3 karena batuan yang diledakkan adalah batuan beku yang sifatnya Massive, sehingga besarnya Subdrilling adalah : J = B x Kj = 4,1 m x 0,3 = 1,23 m 5) Kedalaman Lubang Tembak (H) Kedalaman lubang tembak bergantung dari nilai Kh yang digunakan. Nilai Kh berkisar antara 1,5-4,0. Pada perhitungan ini nilai Kh yang diambil adalah sebesar 3,75 didasarkan pada penyesuaian dengan ketinggian Bench yang telah direncanakan oleh PT. Trimegah Perkasa Utama yaitu rata-rata berkisar 14 meter. H = B x Kh = 4,1 m x 3,75 = 15,375 m 6) Ketinggian Jenjang (Hjenjang) Ketinggian jenjang merupakan hasil pengurangan antara kedalaman lubang tembak dan Subdrilling. Kedalaman jenjang dipakai dalam mencari Volume batuan yang terbongkar dari proses peledakan.

57

Hjenjang = H - J = 15,375 m - 1,23 m = 14,145 m 7) Panjang Kolom Isian (PC) Panjang kolom isian adalah panjang atau kedalaman lubang ledak yang akan diisi dengan bahan peledak. PC = H - T = 15,375 m - 2,87 m = 12,505 m 8) Loading Density (De) Loading Density atau densitas pengisian adalah jumlah bahan peledak per meter kolom isian. De = ¼ π x (D)2 x (SG) x 1000 = ¼ x 22/7 x (0,127m)2 x 1,28 ton/m3 x 1000 kg/ton = 16,22 kg/m 9) Kebutuhan Bahan Peledak untuk Setiap Lubang E = PC x De = 12,505 m x 16,22 kg/m = 202, 84 kg/lubang Setelah geometri peledakan diketahui, maka untuk menghitung Volume batuan yang akan peledakan dan kebutuhan lubang tembak, menggunakan rumus berikut : W P= R x B x Hjenjang x BJ Dimana : P

= Panjang jenjang (meter)

W

= Sasaran produksi yang direncanakan

R

= Jumlah baris

B

= Burden (meter)

Hjenjang = Tinggi jenjang (meter) BJ

= Densitas batu granit (2,6 ton/m3)

sehingga :

58

Diketahui bahwa target produksi perbulan adalah 280.000 ton, sementara proses peledakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam seminggu sehingga target produksi setiap peledakan adalah 23.333 ton. Mengacu pada lebar Bench yang ada pada lokasi Quarry PT. Trimegah Perkasa Utama maka jumlah baris diasumsikan sebanyak 3 baris. 23.333 P = 3 x 4,1 x 14,145 x 2,6 = 51,58 m Jadi panjang jenjang untuk setiap peledakan adalah 62,29 meter. Penentuan jumlah lubang tembak untuk V-cut adalah : P N= R   S 

 51,58  N= 3   4,1  = 38 lubang Maka jumlah lubang tembak untuk setiap baris adalah 38 = 12 lubang 3

Jadi jumlah lubang dalam satu baris adalah 14 lubang tembak dan total lubang tembak yang diperlukan adalah 42 lubang. Volume batuan yang terbongkar = B x S x Hjenjang x N = 4,1 m x 4,1 m x 14,145 m x 38 = 9110,89 m3 Tonase batuan yang terbongkar

= B x S x Hjenjang x N x BJ = 4,1 m x 4,1 m x 14,145 m x 38 x 2,6 ton/m3 = 23688,32 ton

Berat bahan peledak yang digunakan untuk setiap kali peledakan (Etotal) adalah : Etotal = PC x De x N = 12,505 m x 16,22 kg/m x 38

59

= 7707,58 kg Sedangkan Powder Factor yang akan diperoleh adalah sebagai berikut :

Berat Bahan Peledak Powder Factor (PF) = Volume Batuan Terbongkar Powder Factor ( PF ) 

7707,58 9110,89

 0,8459 kg / m 3

Atau bisa juga dengan menggunakan persamaan : Berat Bahan Peledak Powder Factor (PF) = Tonase Batuan Terbongkar 7707,58 23688,32  0,3253 kg / ton

Powder Faktor ( PF ) 

Perhitungan-perhitungan di atas dapat dilihat dibawah ini (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Geometri Peledakan Menurut R.L. Ash Burden

4,1

meter

Spacing

4,1

meter

Kedalaman

15,375

meter

Subdrilling

1,23

meter

Tinggi Jenjang

14,145

meter

Jumlah Lubang

38

holes

2,87

meter

12,505

meter

Loading Density

16,22

kg/m

Handak/Lubang

202,84

Kg

Total Handak

7707,58

Kg

Volume Batuan

9110,89

m3

Tonnage Batuan

23688,32

Ton

Stemming Charge

PF

0,8485

kg/m3

PF

0,3253

kg/ton

60

Pehitungan-perhitungan di atas (Tabel 4.1) akan dibandingkan dengan perhitungan secara aktual di lapangan. Nantinya akan terlihat perbandingan antara geometri peledakan secara teori dan geometri peledakan aktual terhadap tonase batuan yang dapat diledakkan, Powder Factor, dan penggunaan bahan peledak. 4.2.2. Perhitungan Geometri Peledakan Secara Aktual Perhitungan geometri peledakan secara aktual di lapangan di PT. Trimegah Perkasa Utama mendasarkan pada perhitungan geometri peledakan oleh R.L. Ash. Dalam pelaksanaannya hasil perhitungan dengan cara R.L. Ash ternyata harus selalu dicoba di lapangan untuk memperoleh gambaran dan perubahan ke arah geometri peledakan yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya. Percobaan di lapangan dilakukan dengan cara Trial and Error sampai diperoleh geometri peledakan yang optimum. a. Peledakan Tanggal 3 Agustus 2015 Lokasi

: RL - 07

Diameter Mata Bor : 5” Geometri Peledakan 1.

Burden (B)

=3m

2.

Spacing (S)

=4m

3.

Kedalaman (H)

= 14 m

4.

Sub Drilling (J)

=1m

5.

Tinggi Jenjang (Hjenjang)

=H-J = 14 m - 1 m = 13 m

6.

Jumlah Lubang (N)

= 80 lubang

7.

Stemming (T)

= 2,75 m

8.

Charge (PC)

=H-T = 14 m - 2,75 m = 11,25 meter

9.

Ammonium Nitrate (AN)

= 3650 kg

10. Dynamite

= 60 kg

11. Loading Density (De)

= 15,2 kg/m

12. Emultion Blend/Lubang

= PC x De

61

[FO(6%)+AN+Emultion]

= 11,25 m x 15,2 kg/m = 171 kg/lubang

13. (AN+Emultion)/Lubang

= 94% x Emultion Blend/Lubang = 0,94 x 171 kg/lubang = 160,74 kg/lubang

14. Total AN+Emultion

= (AN+Emultion/Lubang) x N

[AN(30%)+Emultion(70%)] = 160,74 kg/lubang x 80 lubang = 12859,2 kg 15. Emultion

= 70% x (Total AN+Emultion) = 0,7 x 12859,2 kg = 9001,44 kg

16. Total Explosive

= AN + Dynamite + Emultion = 3650 kg + 60 kg + 9001,44 kg = 12711,44 kg

17. Volume Batuan

= B x S x Hjenjang x N = 3 m x 4 m x 13 m x 80 = 12480 m3

18. Tonnage Batuan

= B x S x Hjenjang x N x 2,6 = 3 m x 4 m x 13 m x 80 x 2,6 ton/m3 = 32448 ton Total Explosive

19. Powder Factor (PF)

= Volume Batuan Terbongkar =

12711,44 kg 12480 m3

= 1,019 kg/m3 Total Explosive 20. Powder Factor (PF)

= Tonnage Batuan Terbongkar =

12711,44 kg 32448 ton

= 0,3917 kg/ton b. Peledakan Tanggal 07 Agustus 2015

62

Lokasi

: RL + 18 & +30

Diameter Mata Bor : 5” Geometri Peledakan 1.

Burden (B)

=3m

2.

Spacing (S)

=4m

3.

Kedalaman (H)

= 13,5 m

4.

Sub Drilling (J)

=1m

5.

Tinggi Jenjang (Hjenjang) = H - J = 13,5 m - 1 m = 12,5 m

6.

Jumlah Lubang (N)

= 49 lubang

7.

Stemming (T)

= 2,75 m

8.

Charge (PC)

=H-T = 13,5 m - 2,75 m = 10,75 m

9.

Ammonium Nitrate (AN) = 2125 kg

10. Dynamite

= 40 kg

11. Loading Density (De)

= 15,2 kg/m

12. Emultion Blend/Lubang = PC x De [FO(6%)+AN+Emultion] = 10,75 m x 15,2 kg/m = 163,4 kg/lubang 13. (AN+Emultion)/Lubang = 94% x Emultion Blend/Lubang = 0,94 x 163,4 kg/lubang = 153,596 kg/lubang 14. Total AN+Emultion

= (AN+Emultion/Lubang) x N

[AN(30%)+Emultion(70%)] = 153,596 kg/lubang x 49 lubang = 7526,204 kg 15. Emultion

= 70% x (Total AN+Emultion) = 0,7 x 7526,204 kg = 5268,34 kg

16. Total Explosive

= AN + Dynamite + Emultion = 2125 kg + 40 kg + 5268,34 kg

63

= 7433,34 kg 17. Volume Batuan

= B x S x Hjenjang x N = 3 m x 4 m x 12,5 m x 49 = 7350 m3

18. Tonnage Batuan

= B x S x Hjenjang x N x 2,6 = 3 m x 4 m x 12,5 m x 49 x 2,6 ton/m3 = 19110 ton Total Explosive

19. Powder Factor (PF)

= Volume Batuan Terbongkar =

7433,34 kg 7350 m3

= 1,011 kg/m3 Total Explosive 20. Powder Factor (PF)

= Tonnage Batuan Terbongkar =

7433,34 kg 19110 ton

= 0,39 kg/ton c. Peledakan Tanggal 10 Agustus 2015 Lokasi

: RL + 18

Diameter Mata Bor : 5” Geometri Peledakan 1.

Burden (B)

=3m

2.

Spacing (S)

=4m

3.

Kedalaman (H)

= 15 m

4.

Sub Drilling (J)

=1m

5.

Tinggi Jenjang (Hjenjang) = H - J = 15 m - 1 m = 14 m

6.

Jumlah Lubang (N)

= 61 lubang

7.

Stemming (T)

= 2,75 m

8.

Charge (PC)

=H-T

64

= 15 m - 2,75 m = 12,25 m 9.

Ammonium Nitrate (AN) = 3150 kg

10. Dynamite

= 60 kg

11. Loading Density (De)

= 15,2 kg/m

12. Emultion Blend/Lubang = PC x De [FO(6%)+AN+Emultion] = 12,25 m x 15,2 kg/m = 186,2 kg/lubang 13. (AN+Emultion)/Lubang = 94% x Emultion Blend/Lubang = 0,94 x 186,2 kg/lubang = 175,028 kg/lubang 14. Total AN+Emultion

= (AN+Emultion/Lubang) x N

[AN(30%)+Emultion(70%)]= 175,028 kg/lubang x 61 lubang = 10676,708 kg 15. Emultion

= 70% x (Total AN+Emultion) = 0,7 x 10676,708 kg = 7473,696 kg

16. Total Explosive

= AN + Dynamite + Emultion = 3150 kg + 60 kg + 7473,696 kg = 10683,696 kg

17. Volume Batuan

= B x S x Hjenjang x N = 3 m x 4 m x 14 m x 61 = 10248 m3

18. Tonnage Batuan

= B x S x Hjenjang x N x 2,6 = 3 m x 4 m x 14 m x 61 x 2,6 ton/m3 = 26644,8 ton Total Explosive

19. Powder Factor (PF)

= Volume Batuan Terbongkar =

10683,696 kg 10248 m3

= 1,043 kg/m3 Total Explosive

65

20. Powder Factor (PF)

= Tonnage Batuan Terbongkar =

10683,969 kg 26644,8 ton

= 0,401 kg/ton d. Peledakan Tanggal 12 Agustus 2015 Lokasi

: RL -50

Diameter Mata Bor : 5” Geometri Peledakan 1.

Burden (B)

=3m

2.

Spacing (S)

=4m

3.

Kedalaman (H)

=6m

4.

Sub Drilling (J)

=1m

5.

Tinggi Jenjang (Hjenjang) = H - J =6m-1m =5m

6.

Jumlah Lubang (N)

= 58 lubang

7.

Stemming (T)

= 2,75 m

8.

Charge (PC)

=H-T = 6 m - 2,75 m = 3,25 m

9.

Ammonium Nitrate (AN) = 775 kg

10. Dynamite

= 20 kg

11. Loading Density (De)

= 15,2 kg/m

12. Emultion Blend/Lubang = PC x De [FO(6%)+AN+Emultion] = 3,25 m x 15,2 kg/m = 49,4 kg/lubang 13. (AN+Emultion)/Lubang = 94% x Emultion Blend/Lubang = 0,94 x 49,4 kg/lubang = 46,436 kg/lubang 14. Total AN+Emultion

= (AN+Emultion/Lubang) x N

[AN(30%)+Emultion(70%)] = 46,436 kg/lubang x 58 lubang

66

= 2693,288 kg 15. Emultion

= 70% x (Total AN+Emultion) = 0,7 x 2693,288 kg = 1885,302 kg

16. Total Explosive

= AN + Dynamite + Emultion = 775 kg + 20 kg + 1885,302 kg = 2680,302 kg

17. Volume Batuan

= B x S x Hjenjang x N = 3 m x 4 m x 5 m x 58 = 3480 m3

18. Tonnage Batuan

= B x S x Hjenjang x N x 2,6 = 3 m x 4 m x 5 m x 58 x 2,6 ton/m3 = 9048 ton Total Explosive

19. Powder Factor (PF)

= Volume Batuan Terbongkar =

2680,302 kg 3480 m3

= 0,77 kg/m3 Total Explosive 20. Powder Factor (PF)

= Tonnage Batuan Terbongkar =

2680,302 kg 9048 ton

= 0,296 kg/ton 4.2.3. Perbandingan Geometri Peledakan Secara Teori dan Aktual Perbandingan perhitungan peledakan secara teori dan aktual menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada jumlah bahan peledak yang digunakan dan juga batuan hasil peledakan yang diperoleh. Pada perhitungan secara teori didapatkan batuan hasil peledakan yang diperoleh jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang terjadi secara aktual di lapangan begitu pula dengan jumlah bahan peledak yang digunakan.

67

Secara aktual penggunaan bahan peledak di lapangan lebih banyak jika dibandingkan dengan penggunaan bahan peledak menurut teori R.L. Ash. Volume batuan yang dihasilkan dari geometri peledakan secara aktual lebih kecil dibandingkan dengan geometri peledakan secara teori. Adanya faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol dalam peledakan seperti struktur geologi, sifat batuan, cuaca, sisipan batuan dan aliran air sangat mempengaruhi penentuan geometri peledakan dan hasil fragmentasi dan akibat dari peledakan yaitu Flying Rock, Air Blast dan Vibration. Geometri yang digunakan di lapangan tidak selalu sama dengan perhitungan geometri secara teori, karena secara teori dihitung dengan kondisi normal sedangkan pada kenyataannya di lapangan banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Perbedaan angka Spacing dan Burden yang digunakan dalam tiap peledakan dikarenakan perbedaan kondisi batuan yang akan diledakkan, adanya kehadiran kekar yang rapat akan menghasilkan Dust dan mengakibatkan Flying Rock jika digunakan Spacing dan Burden yang kecil dan rapat. Sebaliknya kehadiran kekar yang sedikit akan memungkinkan menghasilkan sedikit Boulder dan juga akan membutuhkan sistem Double Deck dalam proses pengisian Primer-nya. Selain itu adanya kekar pada batuan menghasilkan celah-celah kecil yang dapat diisi oleh air saat musim penghujan dan kemudian panas menjadi kosong dan kering kemudian siklus ini terus berlanjut membuat elastisitas batuan menjadi berkurang sehingga membuat batuan menjadi mudah lapuk dan jika digunakan geometri yang tidak sesuai dapat mengakibatkan Flying Rock. Adanya sisipan lempung juga sangat berpengaruh, batuan lunak biasanya bersifat meredam atau tidak meneruskan kecepatan peledakan, sehingga kekuatan peledakan menjadi berkurang dan dibutuhkan Spacing dan Burden yang lebih rapat dan kecil agar dihasilkan kekuatan yang besar. Semakin rapat jarak Spacing dan Burden yang ditentukan maka akan semakin banyak jumlah lubang per luas daerah yang tetap sehingga biaya pemboran dan peledakannya menjadi semakin tinggi.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Tahapan kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Trimegah Perkasa Utama meliputi Survey dan pemetaan, Land Clearing, pengupasan tanah penutup (Stripping Of Overburden), pemuatan tanah penutup (Overburden Loading), pengangkutan tanah penutup (Overburden Hauling), penimbunan (Disposal), pengeboran (Drilling), peledakan (Blasting), pemuatan dan pengangkutan batu granit, dan pengontrolan air dari penambangan batu granit. Sementara kegiatan pembebasan lahan dilakukan oleh PT. Riaualam Anugerah Indonesia. 2. Tahapan pengolahan yang dilakukan oleh PT. Trimegah Perkasa Utama meliputi proses Primary Crushing menggunakan Jaw Crusher dan Secondary Crushing menggunakan Gyratory Crusher dan Cone Crusher 3. Kegiatan peledakan batuan dilakukan dengan cara peledakan pada jenjang (Bench Blasting). Terdiri dari dua jenis peledakan yaitu Primary Blasting dan Secondary Blasting dengan sistem penyalaan Non-electric (Nonel). Bahan peledak yang digunakan berbasis emulsi dan sistem pengisian Primer adalah Bottom Priming dan juga Double Deck. 4. Perhitungan geometri peledakan secara aktual di lapangan pada kenyataannya berbeda dengan perhitungan geometri peledakan secara teori, ini dikarenakan adanya pengaruh faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol di lapangan, yakni struktur geologi, sifat batuan, cuaca, sisipan batuan dan aliran air sehingga geometri peledakan secara aktual di lapangan akan membutuhkan penggunaan bahan peledak yang lebih banyak dibandingkan dengan geometri peledakan secara teoritis. 5. Geometri peledakan secara teoritis menurut R.L. Ash menghasilkan volume dan tonase batuan yang lebih besar dengan penggunaan bahan peledak yang 68

Universitas Sriwijaya

69

lebih sedikit. Sehingga Powder Factor yang diperoleh dari geometri peledakan secara teoritis lebih kecil dibandingkan dengan nilai Powder Factor dari geometri peledakan secara aktual.

5.2. Saran Dari pengamatan di lapangan dan uraian serta pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, secara umum saran yang dapat diberikan adalah : 1. Harus melakukan pengontrolan data di lapangan mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan geometri peledakan yakni ukuran Burden, Spacing, Stemming, kedalaman lubang bor, dan pengisian Emultion Blend, agar hasil akhir proses Blasting seperti ukuran fragmentasi dapat tercapai sesuai target dan meminimalisir terjadinya Missfire, Air Blast maupun Flying Rock. 2. Untuk mencapai target produksi dan mengoptimalkan aktivitas penambangan, pihak PT. Trimegah Perkasa Utama harus melakukan perawatan yang rutin terhadap alat yang digunakan seperti mesin bor, alat gali, alat muat, alat angkut, dan alat peremuk (Crusher) karena semakin lama waktu pemakaian alat mekanis tersebut maka semakin berkurang tingkat efisiensi kerjanya.

Universitas Sriwijaya

Related Documents


More Documents from "raza qul"