Alokasi Biaya Persediaan (blm yakin) Sebelum manajer dapat mengalokasikan biaya gabungan, dia harus melihat konteks apa yang perlu dilakukan. Beberapa konteks yang mengharuskan biaya gabungan dialokasikan ke produk atau jasa individual adalah: Perhitungan biaya persediaan dan harga pokok penjualan untuk tujuan akuntansi keuangan serta pelaporan kepada otoritas pajak penghasilan. Perhitungan biaya persediaan dan harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporan internal. Pembayaran kembali biaya kepada perusahaan yang segelintir, tetapi tidak semua, produk atau jasanya dibayar kembali menurut kontrak biaya plus dengan, misalnya agen pemerintah. Regulasi tarif untuk satu atau lebih produk yang dibuat secara gabungan atau jasa yang menjadi subjek regulasi harga. Perhitungan penyelesaian asuransi atas klaim kerusakan yang dilakukan berdasarkan informasi tentang biaya produk yang dibuat secara langsung. Litigasi dimana biaya produk gabungan merupakan input utama.
PENDEKATAN UNTUK MENGALOKASIKAN BIAYA Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya. Pendekatan 1, mengalokasikan biaya gabungan dengan menggunakan data berdasarkan pasar seperti pendapatan. Ada tiga metode yang menggunakan pendekatan ini: a. Metode nilai jual pada titik splitoff b. Metode nilai realisasi bersih (NRV) c. Metode NRV dengan persentase marjin kotor yang konstan. Pendekatan 2, mengalokasikan biaya gabungan dengan menggunakan ukuran fisik, seperti bobot atau volume produk gabungan. Biaya gabungan tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan setiap produk karena proses produksi secara serentak atau simultan menghasilkan beberapa produk. Penggunaan criteria manfaat yang diterima akan menyebabkan metode menurut pendekatan 1 lebih diinginkan karena pendapatan, secara umum, merupakan indicator yang lebih baik bagi manfaat yang diterima ketimbang ukuran fisik. Dalam proses produksi gabungan yang lebih sederhana, produk gabungan dijual pada titik splitoff tanpa diproses lebih lanjut. Metode Nilai Jual pada Titik Splitoff Metode nilai jual pada titik splitoff mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan berdasarkan total nilai jual relative pada titik splitoff dari total produk tersebut yang dibuat selama periode akuntansi. Metode nilai jual pada titik splitoff mengikuti criteria alokasi biaya manfaat yang diterima. Biaya dialokasikan ke produk sesuai dengan kemampuannya menghasilkan pendapatan. Metode ini bersifat langsung dan intuitif. Dasar alokasi biaya dinyatakan dalam istilah denominator umum yang dicatat secara sistematik pada sistem akuntansi. Untuk menggunakan metode ini, harga jual semua produk harus ditetapkan pada titik splitoff.
Metode Ukuran Fisik Metode ukuran fisik mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan berdasarkan bobot, volume, atau ukuran fisik relative lainnya pada titik splitoff dari total produk tersebut yang dibuat selama periode akuntansi. Menurut criteria manfaat yang diterima, metode ukuran fisik kurang begitu disukai ketimbang metode nilai jual pada titik splitoff. Hal ini karena ukuran fisik setiap produk tidak memiliki hubungan dengan kemampuan menghasilkan pendapatan dari setiap produk tersebut. Jika suatu perusahaan menggunakan metode ukuran fisik ketika menyusun laporan laba rugi lini produk, produk yang memiliki nilai jual yang tinggi akan menunjukkan “laba” yang besar, sementara produk yang memiliki nilai jual yang rendah akan menunjukkan kerugian yang sebanding dengan bobotnya. Namun, ukuran fisik yang dapat diperbandingkan bagi semua produk tidaklah selalu mudah untuk memperolehnya. Mari pertimbangkan biaya gabungan untuk memproduksi minyak dan gas alam, yaitu minyak berupa cairan dan gas yang dapat menguap. Dalam menggunakan ukuran fisik, minyak dan gas harus dikonversi menjadi satuan energy untuk minyak dan gas, yaitu British thermal units (BTUs). Jika beberapa ukuran fisik digunakan untuk mengalokasikan biaya gabungan, akan diperlukan bantuan dari personil teknis di luar akuntansi. Penentuan produk dari sebuah proses gabungan yang akan dilibatkan dalam penghitungan ukuran fisik dapat sangat mempengaruhi alokasi ke produk – produk tersebut. Output yang tidak memiliki nilai jual selalu diabaikan. Produk sampingan sering kali juga tidak dilibatkan dalam denominator yang digunakan pada metode ukuran fisik karena nilai jualnya lebih rendah dibandingkan produk gabungan atau produk utama. Pedoman umum bagi metode ukuran fisik hanya memasukkan output produk gabungan dalam perhitungan bobot.
Metode Nilai Realisasi Bersih (NRV) Dalam banyak kasus, produk diproses diluar titik splitoff produk tersebut dapat dipasarkan atau agar nilainya meningkat diatas nilai jualnya pada titik splitoff. Contoh, ketika minyak tanah disuling, bensin, minyak tanah, benzene, dan naphtha harus diproses lebih lanjut sebelum dapat dijual. Metode nilai realisasi bersih (NRV) mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan berdasarkan NRV relative total produk gabungan yang dibuat selama periode akuntansi. Metode NRV biasanya lebih disukai ketimbang metode nilai jual pada titik splitoff hanya jika nilai jual satu atau lebih produk pada titik splitoff tidak tersedia. Metode NRV sering kali diimplementasikan dengan menggunakan asumsi yang sederhana. Contoh, meskipun sering mengubah jumlah langkah pemrosesan di luar titik splitoff, perusahaan dapat saja mengasumsikan serangkaian langkah khusus semacam itu ketika mengimplementasikan metode NRV. Selain itu, meskipun harga jual produk gabungan juga sering bervariasi, perusahaan mengimplementasikan metode NRV dengan menggunakan serangkaian harga jual tertentu selama periode akuntansi.
Metode NRV dengan Persentase Marjin Kotor yang Konstan Metode NRV dengan persentase marjin kotor yang konstan mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan dengan cara sedemikian rupa sehingga persentase marjin kotor secara keseluruhan sama bagi setiap produk. Metode ini memerlukan tiga langkah. Langkah 1: Menghitung persentase marjin kotor secara keseluruhan bagi semua produk gabungan.
Langkah 2: Mengalokan persentase marjin kotor secara keseluruhan dengan nilai jual akhir total produksi setiap produk untuk menghitung marjin kotor setiap produk tersebut. Langkah 3: Mengurangi biaya yang dapat dipisahkan dari total biaya setiap produk yang akan ditanggung untuk memperoleh alokasi biaya gabungan. Metode NRV dengan persentase marjin kotor yang konstan sangat berbeda dengan dua metode alokasi biaya gabungan berdasarkan pasar lainnya. Metode nilai jual pada titik splitoff dan metode NRV hanya mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan. Tidak satupun dari metode itu yang memperhitungkan laba yang diperoleh baik sebelum maupun setelah titik splitoff ketika mengalokasikan biaya gabungan. Sebaliknya, metode NRV dengan persentase marjin kotor yang konstan merupakan metode alokasi biaya gabungan sekaligus metode alokasi laba. Total perbedaan antara nilai jual semua produk yang dibuat dan hanya terpisah semua produk mencakup biaya gabungan dan total marjin kotor. Marjin kotor lalu dialokasikan ke produk gabungan menurut metode NRV dengan persentase marjin kotor yang konstan untuk menentukan alokasi biaya gabungan sehingga setiap produk memiliki persentase marjin kotor yang sama.
Pelaporan Nilai Persediaan (LCNRV) Metode lower of cost or net realizable value (LCNRV) Penurunan Nilai persediaan menjadi sebesar nilai bersih terealisasikan: -
Persediaan rusak
-
Persediaan telah usang
-
Harga jual menurun Nilai Realisasi Neto/Net Realizable Value(NRV)
NRV = Taksiran Harga Jual – Taksiran Biaya Penyelesaian – taksiran Biaya Penjualan METODE LOWER OF COST OR NET REALIZABLE VALUE (LCNRV) Metode ini dibutuhkan dengan beberapa alasan: 1. Nilai sediaan tidak lagi sebanding dengan cost; 2. Kurangnya data cost sediaan; 3. Penentuan segera nilai sediaan antara cost atau NRV 4. Cost dan manfaat 5. Kesederhaaan Nilai persediaan adalah nilai terendah antara cost dan NRV. Cost /biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi (aset) untuk memperoleh persediaan tertentu. NRV adalah taksiran harga jual (produk belum diselesaikan) dikurangi taksiran penyelesaian, dan dikurangi taksiran biaya penjualan. Tahap penentuan persediaan menggunakan metode LCNRV dilakukan sbb: 1.
Menentukan cost persediaan
2.
Menentukan taksiran nilai realisasi neto
NRV = Taksiran Harga Jual – Taksiran Biaya Penyelesaian – Biaya Penjualan 3. Membandingkan cost dengan NRV Perbandingan nilai yang lebih rendah antara cost dan NRV dapat dilakukan dengan 3 pendekatan: 1.
Individu produk
2.
Kelompok produk
3.
Keseluruhan produk
Illustration of LCNRV
Kemungkinan penerapan metode LCNRV menyebabkan cost persediaan dilaporkan kurang dari cost aktual persediaan atau sebaliknya. Jika penerapan metode LCNRV menunjukkan NRV lebih rendah dibandingkan dengan cost persediaan, maka kerugian harus diakui. 2 metode untuk mencatat jurnal penyesuaian atas penerapan metode LCNRV adalah: 1. Metode langsung /metode cost barang terjual/metode beban pokok penjualan (direct method) 2. Metode tak langsung/metode kerugian (indirect method)
Dengan menggunakan metode kerugian, entitas dapat pula menggunakan akun penyisihan penyisihan penurunan nilai persediaan pada NRVDengan menggunakan akun penyisihan ini maka nilai persediaan yang disajikan pada neraca adalah nilai persediaan yang berdasarkan NRV yaitu nilai persediaan berdasarkan cost/biaya-penyisihan. Penilaian terhadap nilai realisasi neto suatu entitas harus dilakukan secara berkala. Dimungkinkan terjadi kondisi dimana terdapat peningkatan nilai realisasi neto. Apabila suatu entitas telah melakukan penurunan nilai persediaan, dan pada periode selanjutnya terdapat peningkatan nilai realisasi neto, maka jumlah penurunan nilai dibalik. Apabila entitas menjual persediaannya, maka nilai tercatat dari persediaan harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut.
Pemulihan Kembali Nilai Persediaan (blm yakin) Ketika perekonomian membaik, nilai persediaan kemungkinan akan kembali normal atau naik. Kondisi ini memungkinkan NRV menjadi lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Continuing the Ricardo example, assume the net realizable value increases to €74,000 (an increase of €4,000). Ricardo makes the following entry, using the loss method. Contoh: Allowance to Reduce Inventory to NRV 4,000 Recovery of Inventory Loss
4,000
Penilaian Persediaan Persediaan harus dinilai berdasarkan : - biaya; atau - nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value). The lower of cost and net realizable value (LCR) atau 'mana yang lebih rendah, biaya atau nilai realisasi bersih' diterapkan dalam akuntansi karena akuntan bersikap konservatif. Arti konservatif dalam akuntansi adalah menampilkan angka yang paling buruk (suram) dalam Laporan Keuangan. Sikap konservatif dari akuntan adalah merupakan reaksi atas kecenderungan sikap manajemen yang selalu optimis. Akuntan menganggap biaya pembelian persediaan sebagai biaya yang maksimum sehingga bila terjadi kenaikan atau peningkatan nilai persediaan, akuntan tidak menaikkan nilai persediaan tersebut di dalam Laporan Keuangan. Tetapi bila terjadi penurunan nilai persediaan yang cukup berarti maka akuntan akan mencatat penurunan tersebut pada Laporan Keuangan. Dasar utama untuk pengukuran Persediaan adalah 'Biaya' , tetapi dalam keadaan tertentu Persediaan harus diukur bukan berdasarkan biaya, tetapi mana yang lebih rendah antara biaya dan nilai realisasi bersih. Keadaan tertentu itu adalah keadaan dimana biaya persediaan itu tidak akan diperoleh kembali (recoverable) misalnya adalah: 1. Barang rusak; 2. Barang telah usang; 3. Persediaan itu tidak dapat lagidijual pada harga jual yang normal (harga jual menurun). Nilai realisasi bersih .adalah perkiraan harga jual (market) dalam kegiatan usaha normal dikurangi perkiraan biaya penyelesaian dan perkiraan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan (biaya langsung penjualan), seperti komisi penjualan.
Contoh: Penghitungan pengukuran persediaan berdasarkan metode mana yang lebih rendah, biaya atau nilai realisasi bersih (Lower of Cost and Net Realizable Value = LCR) menurut AAS sebagai berikut: Persediaan barang 'A biayanya Rp. 1.000.000.- dan pada akhir tahun harga pasar barang 'A' itu turun menjadi Rp. 750.000.-. Diperkirakan beban penjualan adalah Rp. 250.000.-. Penilaian harga pokok barang tersebut berdasarkan nilai realisasi bersih adalah: Rp. 750.000.Rp. 250.000.- = Rp. 500.000.- Metode mana yang lebih rendah, biaya atau nilai realisasi bersih dipergunakan hanya pada akhir periode atau hanya diterapkan pada persediaan akhir,
yang dapat diterapkan pada setiap macam barang (individual item basis) atau secara keseluruhan (agregate basis), seperti berikut: BARANG
JUMLAH AKHIR
BIAYA / UNIT (COST)
NRB (NRV) / UNIT
TOTAL TOTAL NRB
LOWER OF C & NRV
40 12 6 25
Rp. 1.000 Rp. 2.000 Rp. 5.000 Rp. 4.000
Rp. 500 Rp. 2.500 Rp. 4.000 Rp. 4.400
40.000 24.000 30.000 100.000
20.000 24.000 24.000 100.000
Dalam ribuan A B C D
20.000 30.000, 24.000 110.000
INDIVIDUAL ITEM BASIS :
194.000
-
AGREGATE BASIS :
194.000
184.000
168.000 -
Agricultural Inventory & Biologilcal Assets Special Valuation Situations / Penilaian Situasi Spesial (khusus) Berdasarkan aturan LCNRV dapat dibenarkan dalam situasi ketika biaya sulit untuk ditentukan, item dapat segera dipasarkan dengan harga pasar yang berlaku, dan unit produk yang dipertukarkan. Terdapat dua situasi umum di mana Nilai realisasi bersih adalah aturan umum: o Aset pertanian o Komoditas yang dilakukan oleh broker-pedagang. Agricultural Inventory(Persediaan Pertanian) Agricultural Inventory dibagi menjadi dua tipe yaitu, pertama, Aset biologis yang dikategorikan Aset tidak Lancar. Aset biologis adalah hewan yang hidup atau tanaman, seperti domba, sapi, pohon buah-buahan, atau tanaman kapas. Biological Assets (Aset biologis), diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan dilakukan dengan mengurangi nilai wajar terhadap biaya untuk menjual (NRV). Pada umumnya, perusahaan mencatat keuntungan atau kerugian akibat perubahan NRV aset biologis dalam pendapatan pada saat hal tersebut terjadi. Tipe kedua, yaitu Agricultural produce. Agricultural produce adalah produk yang di panen dari aset biologis, seperti wol dari domba, susu dari sapi perah, mengambil buah dari pohon buah, atau kapas dari tanaman kapas. Hasil pertanian yang diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual (NRV) pada titik panen. Setelah dipanen, NRV menjadi biaya.
Taksiran Nilai Persediaan Penilaian Persediaan Metode Lower Cost or Market (LCM) Metode Lower Cost or Market digunakan apabila terjadi penurunan manfaat atau kegunaan persediaan barang tersebut. Penyebab penurunan manfaat dari persediaan adalah barang cacat, rusak, perubahan model, dan lainnya.
Harga pasar dalam konteks LCM sebagai dasar pengukuran atau penilaiaan persediaan adalah harga pokok pengganti sekarang, baik dengan cara membeli maupun dengan cara reproduksi dengan syarat harga pasar tersebut : (1) tidak melebihi batas atas dan (2) tidak melebihi batas bawah.
Dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerapkan penggunaan metode lower cost or market adalah sebagai berikut : -
Setelah menerapkan harga pokok pengganti, tentukan batas atas dan batas bawah Bandingkan Harga pengganti, batas atas dan batas bawah kemudian pilih nilai tengah dari ketiganya untuk menentukan harga pasar Memilih yang paling rendah diantara cost dan harga pasar, untuk menentukan harga yang akan disajikan dineraca
Kemudian, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerapkan penggunaan metode Lower Cost or Market adalah sebagai berikut : Dalam metode LCM, bila terjadi penurunan persediaan di bawah cost-nya harga pasar sekarang lebih kecil dari costnya maka persediaan harus disajikan di dalam laporan keuangan sebesar harga pasarnya. Untuk mencatat penurunan persediaan tersebut dapat digunakan : Metode langsung dalam metode ini harga pokok yang terdapat dalam persediaan akhir, diganti langsung dengan harga pasarnya. Sehingga kerugian nilai persediaan tidak Nampak di neraca, karena dimasukan dalam rekening cost of good sold. Metode Cadangan dalam metode ini harga pokok yang terdapat dalam persedian akhir, tidak diganti melainkan dibuatkan rekening cadangan untuk menampung kerugian penurunan nilai persediaan tersebut. Sehingga kerugian penurunan nilai persediaan Nampak di neraca, karena rekening cadangan tersebut sebagai pengurang rekening persediaan. Pada metode LCM, nilai persediaan diakui sebesar nilai yang lebih rendah diantara harga pokok historis dan harga pasar. Metode LCM dapat diterapkan untuk melakukan penilaiaan persediaan : 1. Secara keseluruhan 2. Perkelompok 3. Individual
Penilaian Persediaan Dengan Metode Laba Kotor Metode ini digunakan untuk menentukan nilai persediaan akhir, karena metode yang lain sudah tidak dapat digunakan karena data yang diperlukan tidak tersedia. Tujuan penggunaan metode laba kotor digunakan untuk menaksirkan harga pokok persediaan dalam keadaan sebagai berikut :
Untuk menentukan harga pokok persediaan pada suatu periode tanpa harus melakukan perhitungan fisik persediaan. Untuk menaksirkan harga pokok persediaan barang yang rusak karena suatu sebab. Misalnya terbakar. Untuk menaksirkan harga pokok persediaan yang catatannya tidak lengkap.
Kemudian, langkah-langkah yang harus dilakukan didalam menerapkan metode laba kotor adalah sebagai berikut : -
Menaksirkan prosentase laba kotor berdasarkan pengalaman masa lalu Menentukan taksiran harga pokok penjualan dengan mengurangi penjualan bersih dengan laba kotor
Harga pokok produksi = Penjualan–Laba Kotor Menetukan barang siap jual dengan menjumlahkan persediaan awal dengan pembelian Persediaan Awal + Pembelian Menentukan taksiran harga pokok persediaan akhir dengan mengurangi persediaan siap dijual dengan taksiran harga pokok penjualan. Persediaan akhir = Barang siap dijual–Harga pokok penjualan
Penilaian Persediaan Dengan Metode Eceran Metode eceran merupakan metode penilaiaan persediaan yang didasarkan kepada taksiran. Taksiran harga pokok dalam metode ini ditentukan dengan melihat hubungan antara harga perolehan dengan harga pokok eceran. Metode eceran digunakan pada toko pengecer atau supermarket. Metode ini dipih karena jenis usaha tersebut tidak untuk menggunakan metode historis, baik melalui perhitungan fisik maupun mengikuti mutasi persediaan dengan sistem perpetual.
Metode eceran agar dapat digunakan, memerlukan informasi sebagai berikut :
1. 2. 3. 4.
Harga eceran dan harga pokok persediaan awal Harga eceran dan harga pokok pembeliaan bersih Perubahan harga jual sebagai akibat adanya mark up dan mark down Penjualan
Pos-pos khusus yang berhubungan dengan metode harga eceran dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3.
Pos-pos yang berhubungan dengan pembelian adalah sebagai berikut : Biaya angkut pembelian diperlakukan hanya menambah cost saja Retur pembelian diperlakukan mengurang cost dan retailnya Potongan pembelian diperlakukan mengurangi cost saja Barang rusak, cacat atau aus diperlakukan mengurangi cost dan retailnya. Pos-pos yang berhubungan dengan penjualan adalah sebagai berikut: Retur penjualan diperlakukan mengurangi retail saja Potongan penjualan tidak diperhitungkan Potongan penjualan untuk karyawan diperlakukan mengurangi retail saja.
Pengungkapan & Analisa Pengungkapan Persediaan : PSAK 14 revisi 2008 “paragraf 35” laporan keuangan mengungkapkan: a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk rumus biaya yang digunakan; b) total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang sesuai bagi entitas; c)
jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual;
d)
jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan;
e) jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 33; f) jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 33; g) kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang diturunkan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 33; dan h)
nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.
Analisa Persediaan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan akuntansi terkait pengukuran, penyajian, dan pengungkapan persediaan dalam laporan keuangan dan membandingkannya dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 14 (Revisi 2014). Adanya pilihan aturan persediaan dalam standar akuntansi keuangan mengakibatkan manajer memiliki diskresi dalam pemilihan metode pencatatan dan pengungkapan persediaan, sehingga dapat menimbulkan asimetri informasi antara agen dan prinsipal. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data dan informasi laporan keuangan baik laporan posisi keuangan (neraca) dan catatan atas laporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang listed di Bursa Efek Indonesia dan pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak. Dari hasil sampling yang sudah dilakukan, dalam penelitian ini Penulis menggunakan 8 data dan informasi persediaan untuk perusahaan-perusahaan sub sektor garmen dan tekstil dengan menggunakan data laporan keuangan selama 3 tahun (20132015). Dari hasil penelusuran laporan keuangan diketahui bahwa kebijakan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan persediaan 8 perusahaan telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan PSAK 14. Namun demikian, masih terdapat pengungkapan persediaan yang masih belum sepenuhnya memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam PSAK 14.
SAK ETAP terkait Persediaan SIFAT PERSEDIAAN Istilah persediaan didefinisikan dalam PSAK 14 (paragraf 7) sebagai aset yang: 1. Dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha normal 2. Dalam proses produksi untuk dijual 3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa Persediaan perusahaan dagang terdiri atas barang yang diperoleh untuk dijual kembali, sedangkan dalam perusahaan manufaktur, persediaannya terdiri dari barang jadi, pekerjaan dalam proses, bahan baku dan perlengkapan pabrik. Persediaan merupakan aset lancar. Aset tidak lancar tidak diperlakukan sebagai bagian dari persediaan. PENGUKURAN PSAK 14 mengatur bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah (paragraf 8). Dengan demikian, dalam menentukan persediaan, baik biaya maupun nilai realisasi neto harus ditentukan terlebih dahulu. Setelah dibuat perbandingan, nilai terendah dari keduanya digunakan sebagai nilai persediaan.