Akl.2.docx

  • Uploaded by: Tiasih
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Akl.2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,306
  • Pages: 19
AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN “Perlakuan Akuntansi Pada Persekutuan: Likuidasi”

Kelompok 2 : Ni Kadek Dwi Vidyamaharani

(1607532035)

Kadek Erma Damayanti

(1707532135)

Made Evelyn Nadhea Kezia

(1707532140)

S1 NON REGULER – AKUNTANTASI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2019

1. PENGERTIAN LIKUIDASI Dalam arti sempit likuidasi berarti pelunasan kewajiban. Dalam arti luas suatu perusahaan yang kegiatan normalnya telah berakhir dan dalam perusahaan tersebut terjadi proses pengonversian atau pengubahan asset non -kas menjadi bentuk kas serta melakukan pelunasan atas kewajibannya, maka perusahaan tersebut dikatakan dalam keadaan likuidasi atau dalam proses likuidasi. Dengan demikian, dalam konteks persekutuan, likuidasi berarti pembubaran persekutuan dan usahanya yang pada umumnya diawali dengan kegiatan penjualan aset, pelunasan seluruh utang persekutuan, dan diakhiri dengan pembagian sisa kas jika masih ada kepada para sekutu sebagai pengembalian modalnya. Berdasarkan pengertian likuidasi yang telah dikemukakan, maka proses likuidasi persekutuan akan meliputi tiga tahap kegiatan pokok berikut ini. 1. Kegiatan menjual asset non-kas Pada tahap ini terjadi proses pengubahan aset nonkas menjadi bentuk kas yang disebut dengan realisasi. Apabila dalam realisasi terdapat laba (rugi), maka laba rugi realisasi, termasuk biaya yang timbul dalam proses likuidasi, harus didistribusikan kepada para sekutu sesuai ratio pembagian laba rugi di dalam persekutuan. Distribusi laba rugi realisasi dan biaya likuidasi dibebankan ke akun modal masing-masing sekutu. 2. Kegiatan pelunasan utang persekutuan Dalam hal persekutuan mempunyai utang kepada kreditor intern dan kreditur ekstern, pembayaran yang harus didahulukan (sebagai prioritas pertama) adalah pembayaran kepada kreditor ekstern. 3. Kegiatan pengembalian hak penyertaan (modal) sekutu Apabila kewajiban kepada kreditor ekstern telah diselesaikan dan persekutuan masih memiliki kas, maka kas yang ada harus dibagikan kepada para sekutu sebagai pelunasan utang dan pengembalian modal yang ditanamkan dalam persekutuan. Pengembalian modal sekutu hanya dilakukan kepada sekutu yang mempunyai modal bersaldo kredit dalam akun modalnya. Dalam halterdapat sekutu yang mempunyai modal bersaldo debit (defisit), dilain pihak ia memiliki piutang kepada persekutuan maka piutang tersebut harus digunakan untuk menutupdefisit modalnya. Bagaimana jika sekutu yang mempunyai modal bersaldo debit tetapi iatidak memiliki piutang kepada persekutuan? Jawabnya adalah sekutu yang lainmempunyai kewajiban untuk menutupnya terlebih dahulu, setelah itu sekutu yang bersangkutan berkewajiban untuk menyetor kas sejumlah defisit modalnya. Proses likuidasi dapat berlangsung dengan segera atau dalam waktu beberapa bulan, bahkan mungkin beberapa tahun. Dari segi akuntansi apabila suatu keputusan untukmelikuidasi persekutuan telah diambil maka catatan-catatan akuntansi harus disesuaikan danditutup. Laba rugi yang diperoleh dalam periode terakhir dimasukkan ke akun modal masing-masing sekutu. 2. JENIS LIKUIDASI Atas dasar pertimbangan tertentu misalnya jangka waktu realisasi likuidasi dapatdibedakan menjadi dua, yaitu:(1) likuidasi langsung atau sederhana dan (2) likuidasi bertahap. Likuidasi langsung biasanya diterapkan apabila realisasi dapat berlangsung secarasekaligus atau tidak memerlukan waktu yang relatif lama. Dalam likuidasi langsung pembayaran kembali modal sekutu dilakukan setelah realisasi berakhirsecara keseluruhan.Sebaliknya, apabila realisasi memerlukan waktu relatif lama atau tidak dapat berlangsung sekaligus, likuidasi bertahap merupakan alternatif yang sebaiknya dipilih. Pada likuidasi bertahap pembayaran kembali

modal kepada sekutu dilakukan pada saat telah tersedia kas untuk itu, berapapun jumlahnya, meskipun realisasi belum seluruhnya dicapai. a. LIKUIDASI LANGSUNG/SEDERHANA Likuidasi langsung adalah pengonversian seluruh aset persekutuan ke dalam bentuk kas dengan sekali pendistribusian kas kepada sekutu sebagai penyelesaian akhir. Secara teknis, penerapanlikuidasi langsung akan lebih mudah dibandingkan likuidasi bertahap, karena dalam likuidasilangsung laba rugi realisasi seluruhnya telah dapat diketahui sebelum pembayaran kembali hak penyertaan sekutu dilakukan. Berikut ini data untuk beberapa contoh penerapan likuidasi langsung pada berbagai asumsi nilai realisasi aset. E, L, Z, dan A adalah sekutu pada persekutuan ELZA yang telah beroperasi selamasepuluh tahun. Mereka membagi laba rugi dengan rasio E: L:Z: A = 30%: 30%:20%:20%. Setelah persekutuan beroperasi selama sepuluh tahun, tepatnya pada tanggal 31 Oktober2012, semua sekutu memutuskan untuk melikuidasi persekutuan dengan menagih semua piutang dan menjual semua asset non-kas lainnya. Berikut ini laporan posisi keuangan persekutuan ELZA per 31 Oktober 2012.

Gambar 3.1 Pada contoh ini asset non-kas Rp360.000.000 dapat dijual atau direalisasi Rp280.000.000, sehingga persekutuan mengalami rugi Rp80.000.000. Rugi realisasi sebesar Rp80.000.000 untuk selanjutnya didistribusikan kepada masing-masing sekutu sesuai rasio pembagian laba rugi di dalam persekutuan. Laporan likuidasi persekutuan disajikan pada Peraga 1. Berdasarkan Peraga 1, tampak persekutuan telah mempunyai kas Rp300.000.000 setelah menjual asetnya. Selanjutnya kas yang tersedia tersebut dibayarkan kepada berbagai pihak yang terkait dengan prioritas pembayaran sebagai berikut ini.

1. Untuk melunasi kewajiban persekutuan kepada pihak eksternal. 2. Apabila pembayaran kewajiban kepada pihak eksternal telah terpenuhi dan persekutuan masih memiliki kas, maka kas yang ada harus digunakan untuk melunasi kewajiban persekutuan kepada pihak internal (kreditor internal). 3. Apabila pembayaran kewajiban kepada pihak internal telah terpenuhi dan persekutuan masih memiliki kas, maka kas yang ada harus dibayarkan atau didistribusikan kepada para sekutu sebagai pengembalian modalnya.

Gambar Peraga 1 Jurnal untuk mencatat likuidasi adalah sebagai berikut. Kas

Rp280.000.000

Modal,E

Rp24.000.000

Modal, L

Rp24.000.000

Modal,Z

Rp16.000.000

Modal, A

Rp16.000.000 Aset Lainnya

Rp360.000.000

(mencatat realisasi dan distribusi rugi)

Utang Dagang

Rp150.000.000

Kas

Rp150.000.000

(mencatat pembayaran utang dagang) Utang, L

Rp12.000.000

Utang, A

Rp10.000.000 Kas

(mencatat pembayaran utang kepada sekutu)

Rp22.000.000

Modal, E

Rp60.000.000

Modal, L

Rp39.000.000

Modal, Z

Rp25.000.000

Modal, A

Rp4.000.000 Kas

Rp128.000.000

(mencatat pengembalian modal kepada sekutu) Contoh 3: Diasumsikan nilai realisasi Rp240.000.000, terdapat sekutu bersaldo modal defisit akibat tidak dapat menyerap rugi realisasi dan sekutu tersebut masih memiliki piutang kepada persekutuan Pada contoh ini nilai realisasi Rp240.000.000, sehingga persekutuan mengalami rugi Rp120.000.000. Laporan likuidasi persekutuan disajikan pada Peraga 2 berikut ini.

Gambar Peraga 2. Pada contoh ini, setelah distribusi rugi realisasi, modal sekutu A menjadi defisit sebesar Rp4.000.000 dan di sisi lain sekutu A memiliki piutang kepada persekutuan sebesar Rpl0.000.000. Dalam keadaan demikian, sebagian dari saldo piutang A kepada persekutuan, yaitu Rp4.000.000, harus digunakan untuk menutup defisit modalnya sebelum dilakukan pembayaran kepada para sekutu. Jurnal untuk mencatat likuidasi adalah sebagai berikut. Kas

Rp240.000.000

Modal, E

Rp36.000.000

Modal, L

Rp36.000.000

Modal, Z

Rp24.000.000

Modal, A

Rp24.000.000 Aset Lainnya

Rp360.000.000

(mencatat realisasi dan distribusi rugi)

Utang Dagang

Rp150.000.000

Kas

Rp150.000.000

(mencatat pembayaran utang dagang)

Utang, A

Rp4.000.000 Modal, A

Rp4.000.000

(mencatat penutupan defisit modal A dengan saldo piutangnya)

Utang, L

Rp12.000.000

Utang, A

Rp6.000.000 Kas

Rp18.000.000

(mencatat pembayaran utang kepada sekutu)

Modal, E

Rp48.000.000

Modal, L

Rp27.000.000

Modal, Z

Rp17.000.000 Kas

Rp92.000.000

(mencatat pengembalian modal kepada sekutu)

Contoh 3: Diasumsikan nilai realisasi Rp200.000.000, terdapat sekutu bersaldo modal defisit akibat tidak dapat menyerap rugi realisasi dan sekutu tersebut tidak memiliki piutang kepada persekutuan Pada contoh ini persekutuan mengalami rugi realisasi Rp160.000.000. Laporan likuidasi persekutuan disajikan pada Peraga 3. Pada laporan likuidasi sebagaiaman disajikan pada Peraga 3, tampak setelah seluruh kewajiban persekutuan kepada kreditor ekstern dipenuhi, persekutuan masih memiliki kas sebesar Rp70.000.000. Masalahnya, kepada sekutu mana kas yang ada tersebut harus dibayarkan? Pertanyaan ini timbul mengingat jumlah kas yang ada tidak cukup untuk memenuhi seluruh kewajiban persekutuan sebesar Rp72.000.000 (Rp12.000.000 + Rp36.000.000 + Rp15.000.000 + Rp9.000.000). Masalah ini tidak akan timbul apabila pada tahap ini A langsung menyetor kas kepada persekutuan sebesar Rp2.000.000 untuk menutup defisit saldo modalnya. Setoran langsung oleh A pada tahap ini akan menjadikan jumlah kas persekutuan sama dengan jumlah kewajibannya, yaitu Rp72.000.000. Masalah muncul apabila A tidak dapat menutup defisitnya sebesar Rp2.000.000, sementara itu sekutu yang lain menghendaki agar kas yang ada segera dibagikan.

Sesuai dengan asas keadilan di dalam persekutuan, pembayaran kepada sekutu hanya dilakukan kepada sekutu yang mempunyai modal (hak atas kekayaan persekutuan) bersaldo kredit setelah mempertimbangkan kemungkinan risiko atas defisit modal sekutu yang lain. Dengan kata lain, pembayaran kepada para sekutu dilakukan dengan asumsi awal A gagal menutup defisit modalnya. Asumsi kegagalan A untuk menutup defisit modalnya dibebankan sebagai risiko yang ditanggung oleh sekutu lain sesuai rasio pembagian laba rugi di dalam persekutuan. Pada kasus ini kas sebesar Rp70.000.000 tentunya harus dibayarkan kepada sekutu E, L, dan Z, mengingat sekutu tersebut mempunyai modal (hak atas kekayaan persekutuan) bersaldo kredit setelah mempertimbangkan kemungkinan risiko atas defisit modal sekutu A. Peraga 4 menyajikan skedul pembayaran kas kepada sekutu E, L, dan Z yang dipandang memenuhi asas keadilan di dalam persekutuan.

Gambar Praga 3

Gambar Praga 4

Jurnal untuk mencatat likuidasi adalah sebagai berikut. Kas

Rp200.000.000

Modal, E

Rp48.000.000

Modal, L

Rp48.000.000

Modal, Z

Rp32.000.000

Modal, A

Rp32.000.000

Aset Lainnya

Rp360.000.000

(mencatat realisasi dan distribusi rugi)

Utang Dagang

Rp150.000.000

Kas

Rp150.000.000

(mencatat pembayaran utang dagang)

Utang, A

Rp10.000.000 Modal, A

Rp10.000.000

(mencatat penutupan defisit modal A dengan saldo piutangnya)

Utang, L

Rp12.000.000 Kas

Rp12.000.000

(mencatat pembayaran utang kepada sekutu)

Modal, E

Rp35.250.000

Modal, L

Rp14.250.000

Modal, Z

Rp8.500.000 Kas

Rp58.000.000

(mencatat pengembalian modal kepada sekutu)

Kas

Rp2.000.000 Modal, A

(mencatat tambahan setoran A)

Rp2.000.000

Modal, E

Rp750.000

Modal, L

Rp750.000

Modal, Z

Rp500.000 Kas

Rp2.000.000

(mencatat pengembalian modal kepada sekutu)

b. LIKUIDASI BERTAHAP Dalam likuidasi langsung diasumsikan seluruh asset non-kas dapat dijual (direalisasi) secara sekaligus atau dalam waktu yang relatif singkat dan distribusi kas kepada sekutu dilakukan setelah proses realisasi selesai secara keseluruhan. Pada kasus lain sangat dimungkinkan penjualan aset tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memakan waktu yang relatif lama sehingga pengumpulan kas juga memakan waktu yang relatif lama. Pada situasi yang demikian para sekutu dapat meminta pembayaran untuknya berdasarkan kas yang tersedia meskipun persekutuan belum dapat merealisasi asetnya secara keseluruhan. Likuidasi yang demikian disebut likuidasi bertahap atau berangsur (installment liquidation) karena pembayaran kepada sekutu dilakukan secara bertahap sesuai jumlah kas yang tersedia. Secara teknis tidak ada masalah untuk melakukan pembayaran secara bertahap kepada masing-masing sekutu dengan ketentuan (a) semua kreditor telah dibayar secara penuh atau persekutuan telah menyisihkan kas dalam jumlah yang cukup untuk menutup semua kewajiban persekutuan; dan (b) pembayaran kepada sekutu dihitung sedemikian rupa supaya di kemudian hari tidak terdapat satu sekutu pun yang harus mengembalikan kepada persekutuan atas pembayaran yang telah diterimanya. Ketentuan terakhir ini akan dapat dipenuhi dengan cara membuat safe payments scedule (skedul pembayaran yang aman bagi semua sekutu). Istilah ‘pembayaran yang aman’ mengandung arti masing-masing sekutu terbebas dari kewajiban untuk mengembalikan kepada persekutuan atas pembayaran yang telah diterimanya jika di kemudian hari diketahui timbul kewajiban, biaya-biaya, dan atau adanya kebutuhan untuk menyesuaiakan modal sekutu. Skedul safe payments selalu dibuat setiap kali persekutuan akan membagikan kas yang ada kepada sekutu sampai dengan rasio modal masing-masing sekutu mencerminkan rasio pembagian laba rugi di dalam persekutuan. Dua asumsi yang digunakan pada setiap kali membuat skedul safe payments adalah sebagai berikut ini. 1. Semua sekutu tidak mampu secara personal untuk melakukan berbagai pembayaran kepada persekutuan. 2. Semua asset non -kas yang ada tidak dapat dijual sehingga mengakibatkan kerugian bagi persekutuan. Selain itu, pada saat menghitung safe payments, persekutuan harus menyisihkan sejumlah kas untuk menutup kemungkinan timbulnya biaya-biaya likuidasi, kewajiban yang belum dicatat, dan berbagai kontinjensi lainnya. Kas yang disisihkan untuk menutup berbagai kontinjensi tersebut merupakan rugi kontinjensi bagi sekutu dan harus diperhitungkan pada saat menghitung safe payments. Contoh 4: Likuidasi bertahap Ardian, Sasa, dan Kaka adalah sekutu pada persekutuan Ardian dan Rekan yang membagi laba rugi dengan rasio Ardian:Sasa:Kaka = 50%:30%:20%. Setelah persekutuan beroperasi selama sepuluh tahun, semua sekutu sepakat untuk melikuidasi persekutuannya. Proses likuidasi dimulai pada tanggal 1 Juli 2012. Dalam likuidasi disepakati semua kas yang tersedia, kecuali kas yang dicadangkan untuk kontinjensi sebesar Rp10.000.000, dibagikan kepada sekutu pada setiap akhir bulan sampai proses likuidasi berakhir.

Berikut ini laporan posisi keuangan persekutuan Ardian dan Rekan per 30 Juni 2012 (sesaat sebelum likuidasi).

Berikut ini peristiwa yang terjadi selama proses likuidasi berlangsung. Juli 2012: Piutang kepada Kaka ditutup ke saldo modalnya; piutang dagang dengan nilai buku Rp140.000.000 dapat ditagih Rp100.000.000; sediaan dengan kos Rp80.000.000 dapat dijual seharga Rp100.000.000; persekutuan menghapus goodwill karena sudah tidak bernilai; dan kas yang tersedia dibayarkan kepada sekutu. Agustus 2012: Peralatan bernilai buku Rp40.000.000 dijual seharga Rp30.000.000; sisa sediaan terjual seharga Rp90.000.000; persekutuan membayar biaya likuidasi Rp2.000.000; diketahui timbul utang dagang yang belum dicatat Rp4.000.000; dan kas yang tersedia dibayarkan kepada sekutu. September 2012: Tanah dapat dijual seharga Rp75.000.000; persekutuan membayar biaya likuidasi Rp2.500.000; dan kas yang tersedia dibayarkan kepada sekutu. Oktober 2012: Sisa peralatan dijual seharga Rp75.000.000; persekutuan menghapus sisa piutang dagang karena tidak dapat ditagih; dan kas yang tersedia dibayarkan kepada sekutu sebagai pembayaran final. Berdasarkan informasi yang ada, laporan likuidasi dapat dilihat pada Peraga 5. Penjelasan untuk laporan likuidasi sebagaimana disajikan pada Peraga 5 adalah sebagai berikut. Likuidasi periode Juli dan Agustus 2012 Pada akhir bulan Juli 2012, setelah persekutuan melunasi kewajibannya kepada kreditor eksternal, persekutuan masih memiliki kas Rp70.000.000. Dari jumlah tersebut, Rp10.000.000 diantaranya ditahan oleh persekutuan untuk kepentingan kontinjensi. Dengan demikian jumlah kas yang tersedia untuk dibayarkan kepada sekutu hanya Rp60.000.000, sedangkan kewajiban persekutuan kepada para sekutu

(pihak internal) berjumlah Rp430.000.000 (Rp10.000.000 + Rp170.000.000 + Rp170.000.000 + Rp80.000.000). Oleh karena pada saat ini saldo hak masing-masing sekutu belum mencerminkan rasio pembagian laba rugi di dalam persekutuan (Rp170.000.000 : Rp180.000.000 : Rp80.000.000 belum mencerminkan 50% : 30% : 20%), maka pembagian kas berdasarkan rasio modal, rasio pembagian laba rugi, atau dibagi sama besar, akan mengakibatkan pembayaran kas secara tidak adil, karena selain tidak memperhitungkan kemungkinan rugi kontinjensi di masa yang akan datang, juga tidak mempertimbangkan hak prioritas yang dimiliki oleh masing-masing sekutu. Untuk mencapai keadilan dalam pembayaran kas kepada sekutu dan menjamin pembayaran secara aman, maka diperlukan perhitungan safe payments. Peraga 6 menyajikan perhitungan yang dimaksud. Berdasarkan Peraga 6, jumlah kas yang tersedia sebanyak Rp60.000.000 seluruhnya dibayarkan kepada sekutu Sasa. Oleh karena persekutuan mempunyai utang kepada Sasa sebesar Rp10.000.000, maka pertama-tama dibayarkan sejumlah Rp10.000.000 untuk melunasi utang, dan sisanya Rp50.000.000 dibayarkan sebagai pengembalian modal. Situasi yang sama terjadi pada akhir bulan Agustus 2012. Pada akhir bulan Agustus 2012, persekutuan memiliki kas Rp124.000.000. Dari jumlah tersebut, Rp10.000.000 diantaranya ditahan oleh persekutuan untuk kepentingan kontinjensi. Dengan demikian jumlah kas yang tersedia untuk dibayarkan kepada sekutu hanya Rp114.000.000, sedangkan kewajiban persekutuan kepada para sekutu berjumlah Rp324.000.000 (Rp147.000.000 + Rp106.200.000 + Rp70.800.000). Selain itu, saldo hak masing-masing sekutu belum mencerminkan rasio pembagian laba rugi di dalam persekutuan (Rp147.000.000 : Rp106.200.000 : Rp70.800.000 belum mencerminkan 50% : 30% : 20%). Peraga 7 menyajikan perhitungan safe payments untuk akhir bulan Agustus 2012.

Gambar praga 5 Likuidasi periode September dan Oktober 2012 Pada akhir bulan September 2012, persekutuan memiliki kas Rp82.500.000. Dari jumlah tersebut, Rp10.000.000 diantaranya ditahan oleh persekutuan untuk kepentingan kontinjensi. Dengan demikian jumlah kas yang tersedia untuk dibayarkan kepada sekutu hanya Rp72.500.000, sedangkan kewajiban persekutuan kepada para sekutu berjumlah Rp232.500.000 (Rp116.250.000 + Rp69.750.000 + Rp46.500.000). Oleh karena saldo hak masing-masing sekutu telah mencerminkan rasio pembagian laba rugi di dalam persekutuan (Rp116.250.000 : Rp69.750.000 : Rp46.500.000 = 50% : 30% : 20%), maka pembagian kas sebesar Rp72.500.000 kepada sekutu didasarkan pada rasio pembagian laba rugi persekutuan. Situasi yang sama terjadi pada akhir bulan Oktober 2012. Pembagian kas sebesar Rp85.000.000 kepada sekutu dilakukan berdasarkan rasio pembagian laba rugi persekutuan.

Gambar praga 6 Pada Peraga 6, setelah dibebani kemungkinan risiko rugi jika sisa asset non-kas tidak dapat direalisasi dan kemungkinan rugi kontinjensi, saldo modal Ardian menunjukkan defisit Rp15.000.000. Oleh karena perhitungan safe payments berasumsi (lihat kembali asumsi dalam pembuatan safe payments sebagaimana telah dikemukakan) sekutu tidak mampu secara personal untuk melakukan pembayaran kepada persekutuan, maka defisit Ardian dibebankan kepada sekutu bersaldo modal positif (Sasa dan Kaka) dengan rasio 30 : 20.

Gambar Praga 7 Jurnal yang diperlukan untuk mencatat likuidasi adalah sebagai berikut ini. Juli 2012 Modal, Kaka

Rp20.000.000

Piutang, Kaka (mencatat penutupan piutang kepada Kaka ke saldo modalnya)

Rp20.000.000

Kas

Rp100.000.000 Piutang Dagang

Rp100.000.000

(mencatat penerimaan piutang dagang)

Kas

Rp100.000.000 Sediaan

Rp80.000.000

Modal, Ardian

Rp10.000.000

Modal, Sasa

Rp6.000.000

Modal,

Rp4.000.000

(mencatat penjualan sediaan dan distribusi laba)

Modal, Ardian

Rp10.000.000

Modal, Sasa

Rp6.000.000

Modal, Kaka

Rp4.000.000

Goodwill

Rp20.000.000

(mencatat penghapusan goodwill )

Utang Dagang

Rp150.000.000

Utang Wesel

Rp100.000.000

Kas

Rp250.000.000

(mencatat pembayaran utang dagang dan utang wesel)

Utang, Sasa

Rp10.000.000

Modal, Sasa

Rp50.000.000

Kas (mencatat distribusi kas kepada Sasa)

Rp60.000.000

Agustus 2012 Kas

Rp30.000.000

Modal, Ardian

Rp5.000.000

Modal, Sasa

Rp3.000.000

Modal, Kaka

Rp2.000.000

Peralatan

Rp40.000.000

(mencatat penjualan peralatan dan distribusi rugi)

Kas

Rp90.000.000

Modal, Ardian

Rp15.000.000

Modal, Sasa

Rp9.000.000

Modal, Kaka

Rp6.000.000

Sediaan

Rp120.000.000

(mencatat penjualan sediaan dan distribusi rugi)

Modal, Ardian

Rp1.000.000

Modal, Sasa

Rp600.000

Modal, Kaka

Rp400.000

Kas

Rp2.000.000

(mencatat pembayaran biaya likuidasi)

Modal, Ardian

Rp2.000.000

Modal, Sasa

Rp1.200.000

Modal, Kaka

Rp800.000

Utang Dagang

Rp4.000.000

(mencatat utang dagang yang belum dicatat)

Utang Dagang Kas (mencatat pembayaran utang dagang)

Rp4.000.000 Rp4.000.000

Modal, Ardian

Rp42.000.000

Modal, Sasa

Rp43.200.000

Modal, Kaka

RP28.800.000 Kas

Rp114.000.000

(mencatat distribusi kas kepada sekutu)

September 2012 Kas

Rp75.000.000 Tanah

Rp50.000.000

Modal, Ardian

Rp12.500.000

Modal, Sasa

Rp7.500.000

Modal,

Rp5.000.000

(mencatat penjualan tanah dan distribusi laba)

Modal, Ardian

Rp1.250.000

Modal, Sasa

Rp750.000

Modal, Kaka

Rp500.000

Kas

Rp2.500.000

(mencatat pembayaran biaya likuidasi)

Modal, Ardian

Rp36.250.000

Modal, Sasa

Rp21.750.000

Modal, Kaka

Rp14.500.000

Kas (mencatat distribusi kas kepada sekutu)

Rp72.500.000

Oktober 2012 Kas

Rp75.000.000

Modal, Ardian

Rp17.500.000

Modal, Sasa

Rp10.500.000

Modal, Kaka

Rp7.000.000

Peralatan

Rp110.000.000

(mencatat penjualan peralatan dan distribusi rugi)

Modal, Ardian

Rp20.000.000

Modal, Sasa

Rp12.000.000

Modal, Kaka

Rp8.000.000

Peralatan

Rp40.000.000

(mencatat penghapusan piutang dagang)

Modal, Ardian

Rp42.500.000

Modal, Sasa

Rp25.500.000

Modal, Kaka

Rp17.000.000

Kas

Rp85.000.000

(mencatat distribusi kas kepada sekutu)

3. PROGRAM DISTRIBUSI KAS Skedul safe payments meupakan pendekatan efektif untuk menghitung jumlah pembayaran yang aman kepada sekutu dan mencegah pembayaran berlebihan kepada sekutu tertentu. Namun demikian, metode ini kurang efisien untuk diaplikasikan pada kasus likuidasi dengan tertalu banyak frekuensi angsuran pembayaran kepada sekutu, karena skedul safe payments harus selalu dibuat untuk setiap pembayaran kas kepada sekutu sampai dengan saldo modal sekutu mencerminkan rasio pembagian laba ruginya. Pendekatan skedul safe payments juga memiliki kekurangan sebagai alat perencanaan karena tidak memberikan informasi yang dapat membantu sekutu dalam memproyeksikan ‘kapan’ ia akan menerima distribusi kas. Program (rencana) distribusi kas merupakan pendekatan untuk mengatasi kelemahan pendekatan safe payments. Pada pendekatan ini rencana distribusi kas secara lengkap kepada masing-masing sekutu telah ditentukan sebelum proses likuidasi dimulai. Penyusunan program distribusi kas untuk likuidasi persekutuan melibatkan beberapa langkah berikut ini. 1. Mengevaluasi kemampuan maksimum sekutu dalam menyerap (memikul) kemungkinan rugi di masa yang akan datang dengan cara menjumlahkan hak sekutu, yaitu saldo modal ditambah saldo

piutangnya kepada persekutua (jika ada), kemudian membagi hasil totalnya dengan rasio pembagian laba rugi sekutu yang bersangkutan. 2. Melakukan pemeringkatan kerentanan ( vulnerability ranking ) sekutu dalam menanggung kerugian maksimum. Peringkat terendah (peringkat satu) diberikan kepada sekutu yang mempunyai kemampuan menanggung rugi maksimum paling rendah. Peringkat tertinggi diberikan kepada sekutu yang mempunyai kemampuan menanggung rugi maksimum paling tinggi. 3. Menentukan urutan prioritas pembayaran kepada sekutu berdasarkan peringkat kerentanannya. Prioritas pembayaran pertama diberikan kepada sekutu yang memiliki peringkat kerentanan tertinggi, dan seterusnya. 4. Menentukan besarnya pembayaran kepada sekutu pada setiap prioritas pembayaran. Besarnya pembayaran pada setiap prioritas dihitung dengan cara mengalikan rasio pembagian laba rugi sekutu dengan selisih kemampuan menanggung rugi maksimum antar sekutu. Perhitungan yang demikian dilakukan sampai dengan masing-masing sekutu mempunyai kemampuan menanggung rugi maskimum sama besar. Contoh 5: Program distribusi kas Untuk mengaplikasikan program distribusi kas, kita gunakan kembali informasi pada persekutuan Ardian dan Rekan sebagaimana pada Contoh 4. Berdasarkan laporan posisi keuangan persekutuan Ardian dan Rekan, maka program distribusi kas dapat dilihat pada Peraga 8 berikut ini.

Gambar Praga 8 Melalui program distribusi kas sebagaimana disajikan pada Peraga 8, masing-masing sekutu telah dapat memperkirakan jumlah kas yang akan diterima pada setiap kali pembayaran, meskipun proses likuidasi belum dimulai. Berdasarkan Peraga 8, Ardian adalah sekutu paling rentan karena hak (ekuitas) Ardian di dalam persekutuan akan menjadi nol jika persekutuan mengalami rugi likuidasi Rp340.000.000, sedangkan sekutu yang lain masih memiliki ekuitas jika persekutuan mengalami rugi likuidasi Rp340.000.000 sebagaimana tampak pada perhitungan berikut ini.

Saldo hak (ekuitas) di dalam persekutuan

Ardian (50%)

Sasa (30%)

Kaka (20%)

170.000

180.000

80.000

Distribusi rugi jika rugi likuidasi Rp340.000.000 (170.000) Saldo hak (ekuitas) di dalam persekutuan

-

(102.000)

(68.000)

78.000

12.000

Sebaliknya, Sasa adalah sekutu yang paling tidak rentan terhadap rugi likuidasi, karena ekuitasnya di dalam persekutuan akan mampu menyerap kerugian likuidasi sampai dengan Rp600.000.000. Interpretasi ini dapat menjelaskan mengapa Sasa memperoleh prioritas pembayaran pertama dalam likuidasi persekutuan. Berdasarkan program distribusi kas yang telah dibuat dan jumlah kas yang tersedia untuk sekutu sebagaimana pada contoh 4, maka realisasi distribusi atau pembayaran kas pada setiap akhir bulan selama proses likuidasi disajikan pada Peraga 9 berikut ini.

Gambar praga 9 Pada Peraga 9 tampak jumlah realisasi pembayaran kepada Andrian, Sasa, dan Kaka masingmasing Rp120.750.000, Rp150.450.000, dan Rp60.300.000. Jumlah pembayaran kepada masing-masing sekutu tersebut sama dengan jumlah pembayaran kepada masing-masing sekutu pada likuidasi bertahap (lihat kembali laporan likuidasi pada Contoh 4).

More Documents from "Tiasih"

Akl.2.docx
December 2019 9
Document (2)(1).docx
December 2019 4