BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi seluruh wilayah Republik Indonesia. Gambaran keadaan masyarakat Indonesia pada masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai Indonesia Sehat 2011. Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal Program Pemberantasan Penyakit menitik beratkan kegiatan pada upaya mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mengurangi akibat buruk dari penyakit menular maupun tidak menular. Penyakit tidak menular yang masih pusat perhatian salah satunya adalah DBD. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes aegypti (Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue . Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti yang terinfeksi virus tersebut. Indonesia secara umum mempunyai resiko terjangkit penyakit DBD karena vektor penyebabnya yaitu nyamuk Ae. aegypti tersebar luas di kawasan
pemukiman maupun di tempat-tempat umum. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka pengendalian vektor sebagai salah satu upaya pemberantasan DBD masih merupakan upaya utama yang dilakukan guna memutus rantai penularan. Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan adalah pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Masyarakat diminta untuk tetap waspada terhadap penyakit DBD mengingat setiap tahun kejadian penyakit demam berdarah dengue di Indonesia cenderung meningkat pada pertengahan musim penghujan sekitar Januari, dan cenderung turun pada Februari hingga ke penghujung tahun. Perlu kita ketahui, KLB DBD dinyatakan bila : 1) Jumlah kasus baru DBD dalam periode bulan tertentu menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya 2) Timbulnya kasus DBD pada suatu daerah yang sebelumnya belum pernah terjadi 3) Angka kematian DBD dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya. Terjadinya KLB DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko, yaitu: 1) Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat
perindukan
nyamuk Aedes 2) Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus 3) Perluasan daerah endemik akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang etrjadi karena urbanisasi dan pembangunan tempat pemukiman baru 4) Meningkatnya mobilitas penduduk. Untuk menekan terjadinya KLB DBD, perlu membudayakan kembali Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus secara berkelanjutan sepanjang tahun
dan
mewujudkan
Gerakan
1
Rumah
1
Jumantik.
http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-dbd-ada-di11-provinsi.html 1.2 Rumusan Masalah Adapun untuk mengetahui rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Kejadian penyakit DBD 2. Sistem dalam penyakit DBD 3. Analisis kualitas lingkungan pada DBD 4. Analisis resiko kesehatan lingkungan pada DBD 5. Upaya pencegahan penyakit DBD 6. Faktor-faktor yang harus dikendalikan pada penyakit DBD 7. Nilai ambang batas yang harus dimonitori dan diawasi
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Defenisi Demam berdarah atau demam dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Nyamuk atau beberapa jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue. Demam dengue juga disebut sebagai "breakbone fever" atau "bonebreak fever" (demam sendi), karena demam tersebut dapat menyebabkan penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah. Penyakit demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan kepada manusia melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang pada umumnya mencari makan di malam hari, Aedes aegypti dan Aedes albopictus umumnya menggigit di pagi hari sampai sore hari menjelang petang.Jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sering ditemukan pada air selokan yang tidak mengalir, kolam, waduk, atau kamar mandi di rumah kita. Itu artinya serangga ini menjadikan air yang tenang sebagai media untuk berkembang biak. 2.2
Kejadian Penyakit DBD Biasanya gejala dari demam dengue adalah demam,sakit kepala, kulit
kemerahan yang tampak seperti campak dan nyeri otot serta persendian. Pada sejumlah orang, demam dengue dapat berubah menjadi satu dari dua bentuk yang mengancam jiwa. Yang pertama adalah demam berdarah, yang menyebabkan pendarahan, kebocoran pembuluh darah (saluran yang mengalirkan darah), dan rendahnya tingkat trombosit darah (yang menyebabkan darah membeku). Yang kedua adalah sindrom renjat dengue, yang menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.Terdapat empat jenis virus dengue. Virus dengue sendiri terbagi menjadi empat strain atau tipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Ketika Anda terjangkit salah satu tipe virus dengue untuk pertama kalinya dan berhasil pulih, maka tubuh Anda akan membentuk kekebalan seumur hidup terhadap tipe virus tersebut. Namun Anda belum sepenuhnya aman dari demam dengue karena masih
berpotensi menderita penyakit ini kembali oleh tipe virus yang berbeda. Dia hanya akan terlindung dari tiga jenis virus lainnya dalam waktu singkat. Jika kemudian dia terkena satu dari tiga jenis virus tersebut, dia mungkin akan mengalami masalah yang serius. Wilayah yang memiliki tingkat sanitasi buruk, seperti di kota-kota berpenduduk padat yang terletak di negara-negara berkembang (salah satunya Indonesia), adalah wilayah yang sering dilanda permasalahan demam dengue. Selain populasi penduduk yang terus bertambah, penyebaran virus dengue juga didukung oleh mobilitasnya yang terus meningkat. Pada kasus yang jarang terjadi, demam dengue juga menyebabkan hidung dan gusi mengeluarkan darah yang jumlahnya sangat sedikit (berbeda dengan pendarahan yang terjadi pada hemorrhagic dengue fever yang mana volume darah yang dikeluarkan cukup banyak). Virus dengue memerlukan masa inkubasi sama seperti virus lain pada umumnya. Masa inkubasi adalah jarak waktu antara virus pertama kali masuk ke tubuh sampai gejala mulai muncul. Pada demam dengue, gejala biasanya baru dirasakan setelah 4-10 hari sejak masuknya virus melalui gigitan nyamuk. Sering kali kita sulit membedakan antara gejala demam dengue dengan sakit demam biasa. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung padakematian. Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian. Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi. Pada awal sakit, dimana penderita infeksi virus dengue timbul gejala panas, tidak dapat dibedakan apakah akan menjadi varian klinis Demam Dengue atau
Demam Berdarah Dengue. Pada saat panas turun, penderita Demam Berdarah Dengue ditandai dengan penampilan klinis yang memburuk. Penderita tampak sakit berat, gangguan hemostatik yang berupa gejala perdarahan menjadi lebih prominen dan kebocoran plasma yang ditandai dengan adanya defisit cairan yang ringan berupa peningkatan PCV ≥ 20 % sampai gangguan sirkulasi/syok Beberapa dokter biasanya mampu mengenali demam dengue hanya dari gejala-gejala yang pasien rasakan, terlebih lagi jika mereka sudah sering menangani penyakit ini. Untuk memperkuat diagnosis, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan virus dengue di dalam tubuh. Karena banyaknya kondisi lain yang bisa menyebabkan gejala serupa dengan demam dengue, maka pemeriksaan darah penting untuk dilakukan. Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus dengue tersebut. Terdapat beberapa tindakan pencegahan demam dengue. Orang-orang dapat melindungi diri mereka dari nyamuk dan meminimalkan jumlah gigitan nyamuk. Para ilmuwan juga menganjurkan untuk memperkecil habitat nyamuk dan mengurangi jumlah nyamuk yang ada. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%.
https://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah_Dengue
2.3 Sistem dalam penyakit DBD Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologi. Faktor tersebut adalah agent (agen), host (manusia), environment (lingkungan) dan keberadaan vektor.
Timbulnya penyakit DBD bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor host (manusia) dengan segala sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis),adanya agent sebagai penyebab dan environment (lingkungan) yang mendukung. Serta didukung oleh keberadaan vektor dengue yaitu Ae.aegypti dan Ae.albopictus 7. Dalam teori keseimbangan, interaksi ketiga unsur tersebut harus dipertahankan. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka akan menimbulkan penyakit.
Pada
kondisi
normal,keseimbangan
interaksi
tersebut
dapat
dipertahankan, melalui intervensi alamiah terhadap salah satu unsur tersebut, atau melalui intervensi buatan manusia dalam bidang pencegahan maupun dalam bidang meningkatkan derajat kesehatan. a. Agent (penyebab) Penyebab demam berdarah dengue (DBD) adalah virus dengue. Virus ini merupakan virus RNA berantai tunggal yang positif sense. Secara taksonomi virus ini termasuk kelompok arbovirus yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yang semuanya terdapat di Indonesia yaitu Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, dan Dengue-4. b. Vektor DBD Penularan penyakit melalui perantara gigitan serangga biasa dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007). Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menjadi vektor utama penularan penyakit DBD di Indonesia. Namun dalam keadaan KLB spesies Aedes scutellaris dan Aedes polynesiensis juga turut berperan sebagai vektor penyakit DBD. c. Host Host atau penajmau ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut : 1.
Umur, Misalnya usia lanjut lebih rentang unutk terkena penyakit karsinoma, jantung dan lain-lain daripada yang usia muda.
2.
Jenis Kelamin (sex), Misalnya ,penyakit kelenjar gondok, kolesistitis, diabetes melitus cenderung terjadi pada wanita serta kanker serviks yang hanya terjadi pada wanita atau penyakit kanker prostat yang hanya terjadi pada laki-laki atau yang cenderung terjadi pada laki-laki seperti hipertensi, jantung, dll.
3.
Ras, suku (etnik). Misalnya pada ras kulit putih dengan ras kulit hitam yang beda kerentangannay terhadapa suatu penyakit.
4.
Genetik (hubungan keluarga). Misalnya penyakit yang menurun seperti hemofilia, buta warna, sickle cell anemia, dll.
5.
Status kesehatan umum termasukstatus gizi, dll
6.
Bentuk anatomis tubuh
7.
Fungsi fisiologis atau faal tubuh
8.
Keadaan imunitas dan respons imunitas
9.
Kemampuan interaksi antara host dengan agent
10. Penyakit yang diderita sebelumnya 11. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri
2.4
Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya
penyakit, hali ini Karen faktor ini datangnya dair luar atau bisas disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi: 1. Lingkungan Biologis (flora & fauna) Mikro organisme penyebab penyakit Reservoar, penyakit infeksi (binatang, tumbuhan). Vektor pembawa penyakit umbuhan & binatang sebagai sumber bahan makanan, obat dan lainnya 2. Lingkungan Fisik Yang dimaksud dengan lingkunganfisik adalah yang berwujud geogarfik dan musiman. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi, dll. 3. Lingkungan Sosial Ekonomi Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya bebagai penyakit.
2.5
Faktor- faktor yang harus dikendalikan Pengendalian demam berdarah dengue didasarkan pada pemutusan rantai
penularan. Dalam hal demam berdarah dengue, komponen penularan terdiri dari virus, Aedes aegypti, dan manusia. Karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pengendalian ditujukan kepada manusia dan terutama vektornya (Soedarmo, 2009). Pencegahan dan pengendalian Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan berdasarkan manajemen penyakit berbasis lingkungan. Dengan mempelajari patogenesis penyakit dapat ditentukan pada titik mana atau simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa mengetahui patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan, sulit melakukan pencegahan. Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008). Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit DBD. Sampai saat ini belum ada ditemukan obat anti virus dengue yang efektif maupun vaksin yang dapat melindungi diri terhadap infeksi virus dengue. Oleh karena itu perlu pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. Tujuannya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan vektor menghilang (Soegijanto, 2008). Pada umumnya terdapat empat cara pengendalian vektor, yaitu dengan cara kimiawi, biologis, radiasi, dan mekanik/pengelolaan lingkungan (Soegijanto, 2008). 1. Pengendalian cara kimiawi Insektisida dapat digunakan terhadap nyamuk Aedes aegypti dewasa atau larva. Insektisida yang digunakan antara lain, dari golongan organoklorin, organophospor, karbamat, dan piretroid. Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang digunakan untuk larva yaitu dari golongan
organophospor (themepos) dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukannya (abatisasi). 2. Pengendalian biologis Disebut juga pengendalian hayati yang dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusiaaffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Romanomarmis inyengari dan R. Culciforax merupakan parasit larva nyamuk dari golongan cacing nematoda. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati larva nyamuk ditempat perindukannya. 3. Pengendalian cara radiasi Pengendalian ini dilakukan dengan meradiasi nyamuk jantan dengan bahan radioaktif dengan dosisi tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina tidak akan menghasilkan telur yang fertil. Pengendalian lingkungan Menurut WHO, 2004 pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan. Modifikasi lingkungan: transformasi jangka panjang dari habitat vektor berupa perbaikan suplai dan persediaan air bagi daerah yang persediaan air tidak adekuat karena hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti akibat dari penggunaan wadah yang besar yang tidak mudah dibersihkan, tanki atau reservoir diatas atau bangunan pelindung jairingan pipa air, maupun tanki penyimpanan di bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk. Manipulasi lingkungan: perubahan sementara habitat vektor sebagai hasil dari yang
direncanakan
untuk
menghasilkan
kondisi
yang
tidak
disukai
dalam
perkembangbiakan vektor. Modifikasi lingkungan misalnya, pemberian lobang pada pot/vas bunga untuk saluran air keluar, bunga hidup dalam wadah air harus diganti setiap hari dan dibersihkan sebelum dipakai kembali, penyimpanan air rumah tangga harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat yang harus ditempatkan kembali dengan benar setelah mengambil air, ban bekas yang terkena air hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk untuk itu sebaiknya diisi dengan tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman maupun pembatas jalan. Menurut Soegijanto, 2008 sekarang yang digalakkan oleh pemerintah yaitu 3M yaitu: 1) Menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali 2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa 3) Menanam/menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat menampung air hujan. Dari semua cara pengendalian tersebut diatas tidak ada satupun yang paling unggul. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dilakukan kombinasi dari beberapa cara tersebut diatas. Namun, yang paling penting dari semua hal tersebut adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkugannya dan memahami mekanisme terjadinya penularan DBD, sehingga dapat berperan aktif menanggulangi penyakit DBD (Soegijanto, 2008).
2.6
Nilai Ambang batas yang harus dimonitor dan di awasi
Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat, diperlukan survei yang meliputi survei nyamuk, survei jentik serta survei perangkap telur (ovitrap). Data-data yang diperoleh, nantinya dapat digunakan untuk menunjang perencanaan program pemberantasan vektor. Dalam pelaksanaannya, survei dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode , yakni : 1. Metode Single Larva Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik disetiap tempat-tempat yang menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis jentiknya. 2.
Metode Visual Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat genangan air tanpa mengambil larvanya. Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk Aedes aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran sebagai berikut: 1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang diperiksa. HI = Jumlah rumah yang positif jentik x 100% Jumlah rumah yang diperiksa 2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari seluruh kontainer yang diperiksa CI = Jumlah kontainer yang positif jentik x 100% Jumlah kontainer yang diperiksa 3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus rumah
BI = Jumlah kontainer yang positif jentik x 100% 100 rumah yang diperiksa Density figure (DF) adalah kepadatan jentikAedes aegypti yang merupakan gabungan dari HI, CI dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel menurut WHO Tahun 1972 di bawah ini : Density figure (DF)
House
Container
Breteau
Index (HI)
Index (CI)
Index (BI)
1
1-3
1-2
1-4
2
4-7
3-5
5-9
3
8-17
6-9
10-19
4
18-28
10-14
20-34
5
29-37
15-20
35-49
6
38-49
21-27
50-74
7
50-59
28-31
75-99
8
60-76
32-40
100-199
>41
>200
9
>77
Sumber: WHO (1972) Keterangan Tabel : DF = 1
= kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang DF = 6-9 = kepadatan tinggi. Berdasarkan hasil survei larvadapat ditentukan Density Figure. Density Figure ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian dibandingkan dengan tabel Larva Index. Apabila angka DF kurang dari 1 menunjukan risiko
penularan rendah, 1-5 resiko penularan sedang dan diatas 5 risiko penularan tinggi.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil
kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu: · Menguras · Menutup tampungan air · Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
Mengatasi perdarahan
Mencegah keadaan syok
Menambah cairan tubuh dengan infus
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk. 3.2
SARAN Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit
DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demamn berdarah. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus,tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
ANALISIS KESEHATAN LINGKUNGAN VEKTOR
DBD
KELOMPOK 3 EUNIKE MEYSUTO
( 175059012 )
FYNA ERINDA SASBERIA
( 175059004 )
MELLA EKA PUTRI
( 175059072 )
MONICA KRISTY TAMBUNAN
( 175059060 )
RINI NURAENI
( 165059135 )
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA