KARAKTERISTIK SUBSTRAT RAWA
O
L
E
H
RUT KRISTIANI HUKY (1813020044) MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA 2018/2019
KATA PENGANTAR Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki karya tulis kami di masa datang. Dengan menyelesaikan karya tulis ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga dengan adanya karya tulis ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan boraks dan formalin sebagai pengawet pada makanan. Dengan begitu maka kesehatan akan lebih terjamin dan tidak ada lagi muncul berbagai penyakit baru yang diakibatkan penggunaan bahan-bahan terlarang sebagai bahan baku makanan. Kami juga mengharapkan kinerja yang lebih baik dan tegas serta efektif dari pihak pengawas makanan yang merupakan bagian dari kepemerintahan, sehingga makanan yang dihasilkan dari Indonesia dapat lebih terjamin dan sehat
Kupang, 5 november 2018
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………………………………………………………………………………………………………………….. B. Rumusan masalah……………………………………………………………………………………………………………. C. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………………... BAB II ISI A. Pengertian rawa a. Rawa pasang surut……………………………………………………………………………………………………………… b. Rawa lebak …………………………………………………………………………………………………………………………. B. Karakterisitik substrat rawa……………………………………………………………………………………………….. a. Tanah gambut b. Tanah sulfat masam BAB III PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………… B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perairan darat adalah perairan yang terdapat di permukaan daratan dan umumnya letaknya lebih tinggi dari permukaan laut. Perairan darat ini pula mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, sampai setinggi air di permukaan taut. Di samping itu perairan darat biasanya hanya sedikit mengandung larutan mineral dibanding perairan laut. Karena keberadaannya di daratan, ekosistem ini masih terpengaruh oleh iklim daratan, seperti halnya musim hujan, kemarau, angin, dan lain-lain. Keadaan-keadaan inilah yang bertindak sebagai salah satu pendorong terjadinya perbedaan mendasar dari kehidupan dan peri kehidupan yang ada di dalamnya. Perairan darat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu perairan tergenang (lotik) dan perairan mengalir (lentik). a. Perairan Mengalir (lotik) Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakannya dari air menggenang walaupun keduanya merupakan habitat air tawar. Semua perbedaan itu tentu saja mempengaruhi bentuk serta kehidupan tumbuhan dan hewan yang menghuninya. Satu perbedaan mendasar antara danau dan sungai adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air yang mengisi cekungan itu, tetapi danau setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie, 1990:186) b. Perairan Menggenang (Lentik) Perairan menggenang dibedakan menjadi perairan alamiah dan perairan buatan. Berdasarkan proses terbentuknya perairan alamiah dibedakan menjadi perairan yang terbentuk karena aktivitas tektonik dan aktivitas vulkanik. Beberapa contoh perairan lentik yang alamiah antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga, sedangkan perairan buatan antara lain adalah waduk. B. Rumusan masalah a. Apa itu rawa? b. Bagaimana karakterisitik substrat di ekosistem rawa?
C. Tujuan a. Mengetahui apa itu rawa b. Mengetahui karakteristik substrat di ekosistem rawa
BAB II ISI A. Pengertian rawa Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem (Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa). Rawa adalah daerah dimana muka air di tanah berada dekat atau di atas permukaan, tanah yang jenuh air untuk jangka waktu tertentu sehingga kelebihan air dan mengakibatkan kadar oksigen tanah jadi terbatas, hal ini merupakan penentu utama jenis vegetasi dan proses perkembangan tanah. Dalam kondisi alami, lahan rawa menjadi habitat bagi ikan, ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rerumputan, semak maupun berkayu/hutan. Menurut Ponnamperuma (1972) lahan rawa memiliki karakteristik yang unik, yang dapat dikenali dengan adanya/kondisi : a. Terbatasnya molekul oksigen, b. Penurunan senyawa penerima elektron dan terakumulasinya senyawa-senyawa tereduksi c. Teroksidasinya lapisan atas tanah yang tergenang d. Terjadinya pertukaran senyawa terlarut antara tanah dan air e. Terjadinya akumulasi bahan organic f. Adanya tumbuhan air. Rawa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut merupakan rawa yang terletak di tepi pantai atau dekat pantai, di muara sungai atau dekat muara sungai, dan tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air laut, sedangkan rawa lebak merupakan rawa yang terletak jauh dari pantai dan tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan yang menggenang secara periodik atau menerus. Pada mulanya rawa lebak (selanjutnya disebut rawa) merupakan lahan perairan marjinal dan kurang dimanfaatkan masyarakat. Seiring dengan berkembangnya kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, rawa mulai dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan masyarakat, baik secara in-situ (di dalam perairan rawa) maupun ex-situ (di luar perairan rawa). a. Rawa pasang surut Lahan rawa pasang surut adalah lahan yang dipengaruhi oleh pasang (naik) dan surutnya (turun) air laut atau sungai.Lahan rawa pasang surut terletak di daerah datar, sehingga luapan dan genangan air secara periodik merupakan ciri khas yang dimilikinya. Berdasarkan jangkauan pasang surutnya air, Widjaja-Adhi et al. (1992) membagi lahan rawa pasang surut menjadi dua zona, yaitu : (1) zona pasang surut payau/salin, dan (2) zona
pasang surut air tawar. Kedua zona tersebut mempunyai ciri dan sifat yang berbeda sehingga dalam upaya pemanfaatannya perlu dihubungkan antara aspek lahan (tipologi lahan) dengan aspek air (tipe luapan) yang mengandung ciri-ciri yang lebih khas. Tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut air payau yaitu tipologi lahan salin, mempunyai ciri unsur Na tukar yang cukup tinggi >8 me/100g tanah, dan berada dekat dengan pantai. Lahan tersebut pada umumnya telah dimanfaatkan oleh petani untuk usaha tani padi, juga telah banyak yang mengkombinasikan padi di tabukan dan tanaman kelapa di surjan atau tukungan. Tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut air tawar, lebih banyak disbanding dengan yang terdapat pada zona air payau/salin. Pengelompokan tipologi lahan pada zona air tawar, berdasarkan pada kedalaman bahan sulfidik, tingkat oksidasi pirit dan ketebalan gambut. Atas dasar itu ditemukan delapan tipologi lahan yang terdiri atas : (1) lahan sulfat masam aktual (SMA), (2) lahan sulfat masam potensial (SMP), (3) lahan sulfat masam bergambut (SMPG), (4) lahan potensial (P), (5) lahan gambut dangkal (GDK), (6) lahan gambut sedang (GSD), (7) lahan gambut dalam (GDL), dan (8) lahan gambut sangat dalam (GSDL) (Abdurachman et al.,1999). Selain tipologi lahan, tipe luapan air mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan kesesuaian wilayah untuk usaha pertanian. Berdasarkan tipe luapan air pasang, lahan rawa pasang surut dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu: - Tipe luapan A, yaitu suatu wilayah yang dapat diluapi oleh air pasang baik oleh pasang besar maupun oleh pasang kecil. - Tipe luapan B, yaitu wilayah yang hanya dapat diluapi oleh air pasang besar saja, sedang pada pasang kecil air tidak dapat meluap ke petak sawah. - Tipe luapan C, yaitu wilayah yang tidak terluapi air pasang, tetapi air pasang mempengaruhi kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm dari permukaan tanah. - Tipe D, yaitu wilayah yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh air pasang, namun demikian air pasang mempengaruhi kedalam muka air tanah pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah. Tipe luapan A dan B, sering juga disebut sebagai pasang surut langsung, sedangkan tipe C dan D disebut sebagai pasang surut tidak langsung. b. Rawa Lebak Lahan rawa lebak adalah lahan yang pada periode tertentu (minimal satu bulan) tergenang air dan rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Selain dari hujan, air juga berasal dari luapan banjir hulu sungai dan dari bawah tanah. Berdasarkan tinggi dan lama genangan airnya, lahan rawa lebak dikelompokkan menjadi lebak dangkal, lebak tengahan, dan lebak dalam (Widjaja-Adhi et al. 2000). -
Lebak dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang dari 50 cm. lahan ini biasnaya terletak di sepanjang sungai tanggul dengan. Lama genangan kurang dari 3 bulan
-
Lebak tengahan, yaitu rawa lebak dengan kedalaman genangan 50-100 cm. Genangan biasanya terjadi selama 3-6 bulan Lebak dalam, yitu lebak dengan genangan air lebih dari 100 cm. Lahan ini biasanya terletak di sebelah dalam menjauhi sungai dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.
Lahan lebak dangkal umumnya mempunyai kesuburan tanah yang lebih baik karena adanya pengkayaan dari endapan lumpur yang terbawa luapan air sungai. Lahan lebak tengahan mempunyai genangan air yang lebih dalam dan lebih lama daripada lebak dangkal sehingga waktu surutnya air juga lebih lama. Oleh karena itu, masa pertanaman padi pada wilayah ini lebih belakangan daripada lebak dangkal. Lahan lebak dalam letaknya lebih dalam dan pada musim kemarau dengan iklim normal umumnya masih tergenang air. Oleh karena itu, lahan ini jarang digunakan untuk usaha tanaman. Jenis tanah yang umum dijumpai di lahan rawa lebak ialah tanah mineral dan gambut. Tanah mineral bisa berasal dari endapan sungai atau dari endapan marin, sedangkan tanah gambut bisa berupa lapisan gambut utuh atau lapisan gambut berselang-seling dengan lapisan tanah mineral. Tanah mineral memiliki tekstur liat dengan tingkat kesuburan alami sedang hingga tinggi, pH 4-5, dan drainase terhambat sampai sedang. Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah gambut, terbentuk dari bahan organik atau sisa-sisa pepohonan yang dapat berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organic 12-18% atau bahan tidak jenuh air dengan kandungan karbon organik 20%. Berdasarkan ketebalan, lahan gambut di lahan rawa lebak bisa berupa lahan bergambut (ketebalan lapisan gambut 20-50 cm), gambut dangkal (50-100 cm), gambut sedang (100-200 cm), dan gambut dalam (200-300 cm) (Achmadi dan Las 2006). Lahan rawa lebak yang pasang surut air lautnya masih terasa di saluran primer atau sungai disebut rawa ebak peralihan. Pada lahan seperti ini, endapan laut yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit , biasanya terdapat pada kedalaman 80-120 cm di bawah permukaan tanah.
B. Karakteristik substrat rawa Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan rawa dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang surut/rawa pedalaman.
a. Tanah gambut Tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa mahluk hidup, utamanya tumbuhan yang tidak melapuk sempurna. Menurut Joosten dan Clarke (2002); Rodney dan Ewel (2005), tanah gambut terbentuk akibat laju akumulasi bahan sisa mahluk hidup yang lebih tinggi daripada laju dekomposisinya. Tanah gambut di daerah tropika terbentuk akibat kondisi lingkungan yang anareob sehingga proses dekomposisi berjalan sangat lambat (Rieley dan Page, 2005), sedangkan tanah gambut di daerah beriklim dingin terbentuk karena terhambatnya proses perombakan pada suhu yang rendah. Laju akumulasi gambut di daerah tropika relatif lebih cepat daripada daerah beriklim non tropika. Kecepatan akumulasi gambut di daerah tropis berkisar antara 1–10 mm th-1 (Sorensen, 1993; Maas, 1997) dan sekitar 0,6 – 2,7 mm th-1 (Jaenicke, 2010), sedangkan laju akumulasi gambut pada daerah non tropika berkisar 0,1 – 0,8 mm th-1 (Wust et al., 2007). Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terus menerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’ (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).Di alam, gambut sering bercampur dengan tanah liat. Tanah disebut sebagai tanah gambut apabila memenuhi salah satu persyaratn berikut (Soil Survey Staff, 1996): - Apabila dalam keadaan jenuh air kandungan C organic paling sedikit 18% jika kandungan litany > 60% atau mempunyai kandungan C organic 12% jika tidak mempunyai liat (0%) atau mempunyai kandungan C organic > 12% + % liat x 0,1 jika kandungan litany antara 0%-60% - Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C organic minimal 20%
Tanah gambut secara alami terdapat pad alapisan paling atas. Di bawahnya terdapat lapisan tanah alluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanah gambut kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan atau tanah bergambut. Disebut sebagai lahan gambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. berdasarkan kedalamannya, lahan gambut di bedakan menjadi 4 tipe: - Lahan gambut dangkal, yaitu lahan gambut dengan dengan ketebalan 50 cm-100 cm - Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100 cm-200 cm - Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm - Lahan gambut snagat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm
-
Karakteristik Fisika Rawa Gambut Ciri-cirinya ialah :
1. Warna air hitam, hal itu terkait dfengan tingginya bahan organic. 2. Iklim selalu basah. 3. Dataran rendah selalu tergenang. 4. Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya(Mutalib et al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kalibobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampumengalirkan air ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggimenyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahanbebannya rendah (Nugroho, et al, 1997; WidjajaAdhi, 1997). BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3
tergantung pada tingkat dekomposifsinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BDlebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisamemiliki BD > 0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991) karena adanya pengaruh tanah mineral. 5. Sifat mengering tidak balik. Gambutyang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisamenyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengankayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalamkeadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Gambut yang terbakar menghasilkan energy panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.
-
Karakteristik Kimia Rawa Gambut Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh
kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Ciri-cirinya ialah : 1. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa fflignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya. 2. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggidengan kisaran pH 3 - 5. Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsadi Berengbengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25 – 3,75 (Halim, 1987;Salampak, 1999). Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, SumateraSelatan memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 4,1 sampai 4,3 (Hartatik etal., 2004). 3. Tanah gambut di Indonesia umumnya terbentuk dari kayu-kayuan yangmempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah tanah gambut yang
berada di daerah beriklim sedang (Driessen dan Suhardjo,1976; Driessen, 1978). Dekomposisi tanah gambut kayu-kayuan kaya lignindalam keadaan anaerob selain menghasilkan fasam-asam alifatik juga menghasilkan asam-asam fenolat. Sebagian besar dari asam-asam ini bersifatracun bagi tanaman (Kononova, 1968; Tsutsuki dan Ponnamperuma, 1987,Tsutsuki dan Kondo, 1995). Beberapa jenis asam fenolat yang umum dijumpai fdalam tanah adalah asam vanilat, p-kumarat, p-hidroksibenzoat, salisilat, galat,sinapat, gentisat, dan asam syringat (Tsutsuki, 1984). 4. Nilai kapasitas tukar kation tanah gambut umumnya sangat tinggi (90-200 cmol(+)kg1.Hal ini disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yangsebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol (Driessendan Soepraptohardjo, 1974). Menurut Andriesse (1974) dan Driessen (1978),kapasitas tukar kation tanah gambut ombrogen di Indonesia sebagian besarditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa humat (Tabel 9). Tanah gambut diIndonesia, terutama tanah gambut ombrogen fmempunyai komposisi vegetasi penyusun gambut didominasi dari bahan kayu-kayuan. Bahan kayu-kayuanumumnya banyak mengandung senyawa lignin yang dalam prosesdegradasinya akan menghasilkan asam-asam fenolat (Stevenson, 1994). 5. Secara alami status hara tanah gambut tergolong rendah, baik haramakro maupun mikro.
Kandungan
unsur
hara
gambut
sangat
ditentukan
olehlingkungan
pembentukannya. Gambut yang terbentuk dekat pantai padaumumnya gambut topogen yang lebih subur, dibandingkan gambut pedalaman yang umumnya tergolong ombrogen. 6. Ketersediaan N bagi tanaman pada tanah gambut umumnya rendah,walaupun analisis N total umumnya relatif tinggi karena berasal dari N-organik.Perbandingan kandungan C dan N tanah gambut relatif tinggi, umumnyaberkisar 20-45 dan meningkat dengan semakin meningkatnya kedalaman(Radjagukguk, 1997). Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanamanyang optimum diperlukan pemupukan N.
7. Unsur fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijumpai dalambentuk P-organik, yang selanjutnya akan mengalami proses mineralisasimenjadi P-anorganik oleh jasad mikro. Sebagian besar senyawa P-organikberada dalam bentuk ester ortofosfat, sebagian lagi dalam bentuk mono dandiester. Ester yang telah diidentifikasi terdiri atas inositol fosfat, fosfolipid, asamnukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Ketiga senyawa pertama bersifat dominan. 8. Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dandiikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagitanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsure mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Unsur mikro jugadiikat kuat oleh ligan organik membentuk khelat sehingga mengakibatkan unsure mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Gejala defisiensi unsur mikro sering tampak jelas pada gambut ombrogen seperti tanaman padi dan kacang tanahyang steril.
b. Tanah sulfat masam Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik dan atausulfurik di dalam kedalaman 120 cm dari permukaan tanah mineral. Padaumumnya lahan sulfat masam terbentuk pada lahan pasang surut yang memilikiendapan marin. Karena kondisi lingkungannya beragam maka karakteristik lahansulfat masam sangat beragam. Klasifikasi lahan sulfat masam juga dikenal beberapa istilah yang mencerminkan kondisi lingkungan dan tingkat kegawatankendala yang dihadapi (Noor, 1996). Lahan sulfat masam termasuk dalam kelompok lahan rawa pasang surutyang terdiri atas lahan sulfat masam aktual dan lahan sulfat masam potensial.Karakteristik tanah yang menentukan tipologi lahan adalah kedalaman lapisansulfidik dan sulfurik. Wiidjaja Adhi (1986) mengusulkan istilah lahan sulfatmasam dan lahan potensial. Lahan sulfat masam adalah lahan sulfat masam aktualdan sulfat masam potensial dengan lapisan sulfidik < 50 cm. Sedangkan lahan potensial adalah lahan sulfat masam potensial yang memiliki kedalaman lapisansulfidik > 50 cm.
Tanah sulfat masam mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik atau pirit, (2) lapisan (horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral berupa karbonat atau basa-basa tertukar lainnya. Pembentukan tanah sulfat masam sebagai proses pengendapan atausedimentasi
marine berhubungan dengan penurunan permukaan air
laut atau
pengangkatan daratan. Selanjutnya tumbuh dan berkembangnya vegetasi di atashamparan sedimen marine ini tergantung pada kemampuan adaptasi atauketahanannya terhadap kondisi lingkungan, seperti kemasaman dan atau salinitasyang nisbi tinggi. Perubahanperubahan akibat bencana alam atau kesalahan pengelolaan lingkungan mengakibatkan timbulnya pergantian jenis vegetasi asal yang tadinya bersifat kaya dalam keragaman (biodiversity) menjadi miskin(Noor, 2004). Tanah-tanah bersulfat masam timbul dan berkembang dimana pirit padaendapan masam yang potensial beroksidasi pada tingkat pH yang jatuh dibawah3,5 (4,0 pada tanah pemula) pada lapisan tanah bagian atas, sekitas 50 cm tebal.Oksidasi ini dibantu oleh mikroba-mikroba ototropis. Zat sulfur dasar dibentuk dalam proses dan tampil sebagai jarosit burik yang berwarna kuning jerami(Kartasepoetra dan Sutedjo, 1988). -
Karakterisitk fisika
1. warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman sedang sampai tinggi 2. terbentuk pada lahan pasang surut yang memilikiendapan marin 3. Karakterisitik tanah ditentukan oleh kedalam sulfidik dan sulfuric 4. Tekstur tanah rawa lebak umumnya dicirikan oleh kandungan fraksi liat dan debu yang tinggi, tetapi fraksi pasirnya sangat rendah. Tekstur tanah terbanyak adalah liat berat (hC), liat (C), dan liat berdebu (SiC). Tekstur tanah Lebak pematang lebih bervariasi, dari halus (hC,C) sampai sedang (SiL, L), terkadang juga dijumpai tekstur relatif kasar (SL). Tekstur lebak Tengahan relatif halus (hC, C, SiC, dan SiCL), sedangkan tekstur Lebak Dalam sangat halus (hC dan SiC), dengan kandungan liat yang sangat tinggi (55-80 %). 5. Hakim dkk (1986) menyatakan bahwa tanah ini biasanya mempunyaitekstur halus, karena fraksi-fraksi kasar sudah diendapkan di daerah aliran sebelahatas. - Karakteristik kimia 1. Hanhart dan Ni (1993) menemukan bahwa pH tanah sulfat masam membentuk pola yang berulang dimana pH tanah tertinggi sekitar 7,0 terjadi pada akhir musim hujan
2. 3.
4.
5.
6.
sampai puncak musim kemarau dan terendah berkisar 3,0 yang terjadi pada saat transisi musim kemarau ke musim hujan. Ketersediaan hara di tanah sulfat masam secara umum berada dalam kondisi yang rendah sampai sangat rendah. Sifat kimia dan kesuburan Lebak Pematang umumnya lebih baik daripada Lebak Tengahan dan Lebak Dalam. Tekstur tanahnya lebih bervariasi (halus sampai sedang), reaksi tanah lebih baik (kurang masam), dan kandungan P2O5, total kation, dan kejenuhan basa relatif lebih tinggi daripada kedua tipologi lebak lainnya. Kandungan bahan organik (% karbon) Lebak Tengahan dan Lebak Dalam relatif lebih tinggi daripada lebak Pematang. Tetapi, kandungan P2O5 dan K2O tanah Lebak Pematang cenderung lebih tinggi daripada Lebak Tengahan, dan lebih tinggi daripada Lebak Dalam. Hal yang mirip sama terjadi pada fosfat (P) tersedia (P-Bray), di mana kandungan P pada tanah Lebak Pematang dan Lebak Tengahan lebih tinggi daripada Lebak Dalam. Komposisi basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, dan Na) menunjukkan bahwa Ca dan Mg terbanyak, sedangkan K dan Na sangat sedikit, namun Lebak Pematang cenderung “lebih kaya” daripada Lebak Tengahan dan Lebak Dalam. Hal ini diperkuat oleh kandungan total kation dapat tukar dan kejenuhan basa. Tekstur tanah rawa lebak umumnya dicirikan oleh kandungan fraksi liat dan debu yang tinggi, tetapi fraksi pasirnya sangat rendah. Tekstur tanah terbanyak adalah liat berat (hC), liat (C), dan liat berdebu (SiC). Tekstur tanah Lebak pematang lebih bervariasi, dari halus (hC,C) sampai sedang (SiL, L), terkadang juga dijumpai tekstur relatif kasar (SL). Tekstur lebak Tengahan relatif halus (hC, C, SiC, dan SiCL), sedangkan tekstur Lebak Dalam sangat halus (hC dan SiC), dengan kandungan liat yang sangat tinggi (55-80 %).
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Rawa adalah daerah dimana muka air di tanah berada dekat atau di atas permukaan, tanah yang jenuh air untuk jangka waktu tertentu sehingga kelebihan air dan mengakibatkan kadar oksigen tanah jadi terbatas, hal ini merupakan penentu utama jenis vegetasi dan proses perkembangan tanah. Jenis jenis tanah yang terdapat di rawa antara lain adalah tanah gambut dan tanah sulfat masam. Secara kesuluran tanah gambu lebih subur di banding tanah sulfat masam karena kandungan hara yang lebih tinggi pada tanah gambut. B. Saran Dalam mengelola ekosistem rawa, kita harus bijak agar ekosistem rawa tidak rusak.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Utomo, S.W.Chalif, A.2014.Modul 1 Ekosistem Perairan. repository.ut.ac.id Waldopo.2010.PERAIRAN DARAT DAN LAUT. andimanwno.files.wordpress.com Ayang.2010.Handout Limnologi. staff.uny.ac.id Nia, R.2008. BAB II KAJIAN PUSTAKA. eprints.uny.ac.id Fahmi, Arifin.2018.KARAKTERISITK LAHAN RAWA. researchgate.net Agri.2009.MENGENAL TIPE LAHAN RAWA GAMBUT. wetlands.or.id