Aika_ii_puasa.docx

  • Uploaded by: Muhammad andi fahri Gade
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aika_ii_puasa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,127
  • Pages: 32
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Pelaksanaan puasa dan hikmahnya bagi ummat islam”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Semoga makalah ini bermanfaat. Amin Tangerang, 12 Maret 2016 Penulis

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1 DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2 BAB I ...................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN .................................................................................................. 3 A. Latar Belakang ............................................................................................. 3 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4 C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4 BAB II ..................................................................................................................... 5 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5 A. HAKIKAT PUASA ..................................................................................... 5 1.

Hakekat shaum (puasa) ............................................................................ 5

2.

Tingkatan Puasa ....................................................................................... 8

3.

Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum ............................................... 13

B. MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN BERPUASA ................................ 16 1.

Karena Puasa adalah perintah Agama .................................................... 16

2.

Karena Puasa Adalah Rukun Islam ........................................................ 16

3.

Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa ............................................ 17

4.

Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan ................. 17

C. TUJUAN FUNGSI PUASA....................................................................... 18 D. HIKMAH PUASA ..................................................................................... 22 E. MAKNA SPIRITUAL PUASA ................................................................. 24 F.

PUASA DAN PEMBENTUKAN INSAN BERKARAKTER .................. 26

BAB III ................................................................................................................. 30 PENUTUP ............................................................................................................. 30 Kesimpulan ........................................................................................................ 30 Daftar Pustaka ................................................................................................... 31

2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya. Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah. Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.

3

B. Rumusan Masalah a. Hakekat Puasa b. Mengapa Allah mewajibkan puasa c. Tujuan fungsi puasa d. Hikmah puasa e. Makna spiritual puasa f. Puasa dan pembentukan insan berkarakter

C. Tujuan Penulisan Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa.

4

BAB II PEMBAHASAN

A. HAKIKAT PUASA

RAMADHAN secara etimologi berasal dari kata ramidha, yar-madhu, ramadhan yang artinya terik, sangat panas atau terbakar (pembakaran). Adapun menurut terminologi ramadhan dapat diartikan sebagai pembakaran, peleburan atau penghapusan atas segala macam dosa. Berdasarkan dari pengertian tersebut terkadang terjadi penyimpangan makna ramadhan pada sebagian umat muslim. Dimana ada sebagian umat muslim yang menyambut kedatangan bulan ini dengan cara menyulut petasan. Sehingga dengan tindakannya tersebut ironis bagi mereka dapat meraih harapan atau hikmah yang terdapat dalam bulan tersebut.

Pada dasarnya bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan maghfirah (ampunan) sehingga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhari menyatakan bahwa pada bulan ini Allah SWT akan membuka setiap pintu surga dan akan mem-belenggu syaithan. Maka dengan terbukanya pintu surga dan dibelenggunya syaithon dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan umat muslim. Selain itu ramadhan pun merupakan satu bulan yang Allah SWT telah mewajibkan puasa terhadap orang yang beriman. QS. Al-Baqarah 183 1. Hakekat shaum (puasa) Shaum menurut bahasa yaitu alimsak (menahan diri), adapun pengertian menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai dengan terbenam matahari. (Anas ismail Abu Dzaud, 1996: 412) Namun, secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara sah atau rusaknya puasa seseorang.

5

Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi : "Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja". H.R. bukhari. Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti. Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183 Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT. Maka dari itu, hakekat puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah sebagaimana berikut ini: a. Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan) Keinginan atau kemauan merupakan fitrah manusia. Tapi acapkali kemauan atau keinginan yang dimiliki manusia tidak selamanya baik dan tidak pula selamanya buruk. Karena itu puasa dapat mendidik atau membimbing kemauan manusia baik yang positif maupun yang negatif. Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih berkembang dan meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan membimbing dan mengarahkan agar kemauan tersebut tidak terlaksana.

6

Adapun yang menyebabkan kamauan seseoarang ada yang positif dan yang negatif, sesuai yang diungkapkan oleh Imam Al-Gazali bahwa di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat sebagaimana berikut ini: 1) Sifat Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat baik. 2) Sifat Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk berbuat kesalahan dan kejahatan. 3) Sifat Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan pada manusia sebagai mahluk biologis. 4) Sifat Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam diri manusia. b. Thariqat almalaikat Malaikat merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh terhadap segala perintah Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya merupakan suatu bukti bahwa jiwanya tidak dikuasai oleh hawa nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami iklim kesucian laksana seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan kesalahan. Inilah janji Allah yang akan diberikan untuk orang yang berpuasa dan melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan ramadhan. c. Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan) Puasa merupakan sistem pendidikan Allah SWT dalam rangka mendidik atau membimbing manusia. Sistem pendidikan ini mengandung dua fungsi yaitu: 1) Sebagai sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi hamba tuhan yang taat dan patuh. 2) Sebagai suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah (ketuhanan) manusia untuk dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan perbuatan baik lainnya.

7

d. Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa) Hakekat puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al Jauzi. Puasa dapat menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat buruk yang terdapat dalam jiwa manusia. Adakalanya jiwa manusia akan kotor bahkan sampai berkarat terbungkus oleh noda dan sikap keburukan yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa dapat menjadi penyuci jiwa. 2. Tingkatan Puasa a. Puasa umum

ْ َ‫ف ْالب‬ َّ ‫اء ال‬ ِ ‫ض‬ ِ‫ش ْه َوة‬ ُّ ‫ َف ُه َو َك‬:‫وم‬ َ ‫ع ْن َق‬ َ ِ‫ط ِن َو ْالفَ ْرج‬ ِ ‫ص ْو ُم ْالعُ ُم‬ َ ‫أ َ َّما‬ “Puasa umum adalah menahan petur dan kemaluan dari menunaikan syahwat.” Maksudnya, puasa umum atau puasa orang-orang awam adalah “sekedar” mengerjakan puasa menurut tata cara yang diatur dalam hukum fiqih. Seseorang makan sahur dan berniat untuk puasa pada hari itu, lalu menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan badan dengan suami atau istrinya sejak dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Jika hal itu telah dikerjakan, maka secara hukum fiqih ia telah mengerjakan kewajiban shaum Ramadhan. Puasanya telah sah secara lahiriah menurut tinjauan ilmu fikih. b. puasa khusus (Khawas) ‫سا ِئ ِر ْال َج َو ِارحِ َع ِن ْاْلث َ ِام‬ َّ ‫َف ال‬ ِّ ِ ‫ان َو ْال َي ِد َو‬ ُّ ‫وص فَ ُه َو ك‬ ُ ‫ص ْو ُم ْال ُخ‬ ِ ‫ص‬ َ ‫الرجْ ِل َو‬ َ ‫ص ِر َوال ِ ِّل‬ َ ‫س ْمعِ َو ْال َب‬ َ ‫َوأ َ َّما‬ ِ ‫س‬ “Puasa khusus adalah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa.” Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan puasa umum atau puasa orang-orang awam. Selain menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual, tingkatan ini menuntut orang yang berpuasa untuk menahan seluruh anggota

8

badannya dari dosa-dosa, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tingkatan ini menuntut seorang muslim untuk senantiasa berhati-hati dan waspada. Ia akan menahan matanya dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan kakinya dari melangkah menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan seluruh anggota badannya yang lain ia jaga agar tidak terjatuh dalam tindakan maksiat. Tingkatan puasa ini adalah tingkatan orang-orang shalih. c. puasa sangat khusus (Khawasul Khawas)

‫ع ِن ْال ِه َم ِم الدَّنِيَّ ِة‬ ُ ‫وص ْال ُخ‬ ُ ‫ص ْو ُم ُخ‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫ص ْو ُم ْالقَ ْل‬ َ ‫ب‬ َ َ‫ ف‬:‫وص‬ َ ‫َوأَ َّما‬ َّ ‫ع َّما ِس َوى‬ .‫ع َّز َو َج َّل ِب ْال ُك ِلِّيَّ ِة‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ُ‫ار الدُّ ْن َي ِويَّ ِة َو َكفُّه‬ ِ ‫َو ْاْل َ ْف َك‬ “Puasa sangat khusus adalah berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah secara totalitas.” Tingkatan ini adalah tingkatan yang paling tinggi, sehingga paling berat dan paling sulit dicapai. Selain menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual, serta menahan seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan pikiran orang yang berpuasa untuk selalu fokus, memikirkan hal-hal yang mulia, mengharapkan hal-hal yang mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah semata. Puasanya hati dan pikiran, itulah hakekat dari puasa sangat khusus. Puasanya hati dan pikiran dianggap batal ketika ia memikirkan hal-hal selain Allah, hari akhirat

9

dan berfikir tentang (keinginan-keinginan) dunia, kecuali perkara dunia yang membantu urusan akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin. (Imam Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, 1/234) Agar puasa kita tidak sekedar menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan pembatal-pembatal puasa yang bersifat lahiriah lainnya, imam Al-Ghazali menguraikan bahwa kita harus menjaga anggota badan kita dari dosa-dosa. 1) Menjaga pandangan mata Yaitu menundukkan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah dan rasulNya, menahan pandangan mata dari terlalu bebas memandang hal-hal yang dicela dan dibenci, bahkan menahan pandangan mata dari hal-hal yang menyibukkan hati dan melalaikan dari dzikir kepada Allah Ta’ala.

ُ َ‫ار ِه ْم َو َي ْحف‬ َّ ‫ظوا فُ ُرو َج ُه ْم ذَ ِل َك أ َ ْز َكى لَ ُه ْم ِإ َّن‬ ‫ير‬ ٌ ‫َّللاَ َخ ِب‬ َ ‫قُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ َيغُضُّوا ِم ْن أ َ ْب‬ ِ ‫ص‬ ْ َ‫ار ِه َّن َو َي ْحف‬ ‫ظنَ فُ ُرو َج ُه َّن‬ ِ ‫) َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنَا‬30( َ‫ص َنعُون‬ ُ ‫ت َي ْغ‬ ْ ‫ِب َما َي‬ َ ‫ضضْنَ ِم ْن أ َ ْب‬ ِ ‫ص‬ “Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki agar hendaknya mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengerti apa yang mereka kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin wanita agar hendaknya mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (QS. An-Nur [24]: 30-31) 2) Menjaga lisan Yaitu menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, ucapan yang jorok, perkataan dusta, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), sumpah palsu, ucapan yang kasar, adu mulut dan debat kusir. Ia hendaknya menyibukkan lisan dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir, mengucapkan perkataan yang baik dan lebih baik diam dari hal-hal yang tidak bermanfaat.

10

ْ ُ‫الص َيا ُم ُجنَّةٌ فَالَ َي ْرف‬ ‫صا ِئ ٌم َم َّرتَي ِْن‬ ِّ ِ َ ‫ ِإ ِِّني‬:‫ َو ِإ ِن ْام ُر ٌؤ قَاتَلَهُ أ َ ْو شَات َ َمهُ فَ ْل َيقُ ْل‬،‫ث َوالَ َي ْج َه ْل‬ Puasa adalah perisai (dari perbuatan dosa dan siksa api neraka, edt). Maka jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan perkataan yang keji dan jangan pula melakukan tindakan yang bodoh. Jika ada seseorang yang mencaci maki dirinya atau mengajaknya berkelahi, hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151) 3) Menjaga Pendengaran Yaitu menjaga telinga dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan, sebab hal-hal yang haram diucapkan juga haram untuk didengarkan. Allah Ta’ala telah menyamakan antara mendengarkan perkataan yang haram dengan memakan harta yang haram, dalam firman-Nya:

‫ت‬ ِ ‫س ْح‬ ُّ ‫ب أ َ َّكالُونَ ِلل‬ ِ ‫س َّماعُونَ ِل ْل َك ِذ‬ َ “Mereka sangat banyak mendengarkan perkataan dusta dan sangat banyak memakan harta haram.” (QS. Al-Maidah [5]: 42) 4) Menjaga tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari hal-hal yang diharamkan Tangan hendaknya dijaga dari menyentuh dan memegang hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala, atau dari melakukan tindakan yang diharamkan Allah Ta’ala seperti memukul, mencuri, dan merampas hak orang lain tanpa hak. Kaki hendaknya dijaga dari melangkah menuju kemaksiatan, atau melakukan kezaliman kepada orang lain tanpa hak. Seluruh anggota badan lainnya dijaga dari melakukan kemaksiatan dan hal-hal yang tidak bermanfaat. Perutnya dijaga dari mengonsumsi makanan yang haram dan makanan yang mengandung syubhat saat berbuka puasa dan makan sahur. Sebab apalah nilainya 11

ia menahan diri dari makanan dan minuman yang halal sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, jika ia mengakhiri itu semua dengan makanan yang haram saat berbuka puasa? Orang yang berpuasa seperti itu adalah bagaikan orang yang membangun sebuah istana dengan menghancurkan sebuah negeri. 5) Menjaga diri untuk tidak memenuhi perutnya dengan makanan saat berbuka puasa. Tujuan dari puasa adalah melemahkan hawa nafsu. Jika sejak terbit fajar sampai terbenam matahari hawa nafsu dilemahkan dengan mengosongkan perut, maka menyantap banyak makanan saat berbuka puasa hanya akan membangkitkan hawa nafsu yang terkekang di siang hari. Puasa hanya berfungsi sebagai pemindah hawa nafsu dari siang hari ke malam hari. Apalagi bila ditambah dengan mengumpulkan berbagai makanan dan minuman yang lezat. Hikmah-hikmah puasa, misalnya solidaritas terhadap kaum miskin, tidak akan teraih dengan cara seperti itu. 6) Setelah berbuka puasa hendaknya hatinya diliputi perasaan harap-harap cemas, berharap puasanya diterima Allah Ta’ala dan takut jika puasanya tidak diterima Allah Ta’ala. Ia berada di antara perasaan harap dan cemas, sebab ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima Allah atau ditolak-Nya. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:

ُّ ‫ َو ُربَّ قَائِ ٍم َح‬،‫ش‬ ُّ ‫صائِ ٍم َح‬ َ ‫ام ِه ْال ُجوعُ َو ْال َع‬ ‫س َه ُر‬ َّ ‫ام ِه ال‬ ِ ‫ظهُ ِم ْن ِق َي‬ ِ ‫ص َي‬ ُ ‫ط‬ ِ ‫ظهُ ِم ْن‬ َ َّ‫” ُرب‬ “Betapa banyak orang berpuasa namun balasan dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga semata. Dan betapa banyak orang melakukan shalat malam (tarawih dan witir) namun balasannya dari shalatnya hanyalah begadang menahan kantuk semata.” (HR. Ahmad no. 8856, Abu Ya’la no. 6551, Ad-Darimi no. 2720, Ibnu Hibban no. 3481 dan Al-Hakim no. 1571. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya kuat)

12

3. Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu : 1.

Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.

2.

Puasa sunnah (mandub)

3.

Puasa makruh

4.

Puasa haram

Beberapa penjelasan dari macam-macam puasa diatas, diantaranya :

1. Puasa Wajib (Fardhu) Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan. Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu. a. Puasa Nadzar (kaulan) Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.

13

2. Puasa Sunnah Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.

Berikut contoh-contoh puasa sunnah: a. Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut. b. Puasa hari arafah Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji. c. Puasa hari senin dan kamis Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi. d. Puasa 6 hari di bulan syawal Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat e. Puasa sehari dan berbuka sehari Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.

14

f. Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain. Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab. Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang disunnahkan .Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannyaMenyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah. 3. Puasa Makruh Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq. 4. Puasa Haram Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah : a. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha) b. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)

15

c. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan B. MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN BERPUASA 1. Karena Puasa adalah perintah Agama Ini adalah jawaban yang paling utama dan paling mutlak. Dalam segala bentuk ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya “ karena ini adalah perintah agama “. Seseorang tidaklah layak beragama islam sampai ia menyerahkan diri dan menerima sepenuhnya agama islam, karena arti dari islam sendiri itu adalah “ menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah “. Sehingga segala bentuk perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan termasuk diantaranya adalah puasa. 2. Karena Puasa Adalah Rukun Islam Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar radhiallahu anhuma Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda

‫) بني اإلسالم على خمس شهادة أن ال إله إال هللا و أن محمدا رسول هللا‬5 ‫و إقاق الصالة و إيتاء الزكاة و صوم رمضان و الحج و صوم رمضان‬ )6 ( Islam dibangun diatas lima ( pondasi ) : Syahadat laa ilaaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji ( bagi yang mampu ), dan berpuasa di bulan Ramadhan ) diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim Ibarat sebuah tenda kehilangan satu tiang, masihkah ia tegak menjulang ?. inilah islam, yang tak akan tegak tanpa tiang – tiang nya, yang diantaranya adalah puasa.

16

3. Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa Mengapa kita diwajibkan berpuasa ?, “ agar kalian kalian bisa bertakwa…… “. Allah sendirilah yang memberikan jawaban ini kepada kita. Allah ta’ala berfirman : “ wahai orang – orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat – umat sebelum kalian agar kalian bertakwa “ ( Al Baqarah : 183 )

Dengan berpuasa terwujudlah hakekat takwa. Bagaimana tidak, sedangkan orang yang berpuasa menjauhi segala hal yang dapat membatalkan puasanya karena taat kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya, dengan ini terwujudlah takwa. Karena ia menaati perintah Allah berupa puasa, dan menjauhi larangan Nya yang berupa pembatal – pembatal puasa. 4. Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan Mari kita merenung sejenak, “ mengapa puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan ? “ sebelum menjawab pertanyaan ini, timbul pertanyaan lain yang perlu kita jawab terlebih dahulu “ apa saja keutamaan yang ada di bulan Ramadhan ? “, sedikit akan kami sebutkan beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang diantaranya : Al Qur’an Diturunkan Pada Bulan Ramadhan Allah ta'ala berfiman : “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan ) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda ( antara yang hak dan yang bathil ) “ ( Al Baqarah : 185 )

Bulan Ramadhan Adalah Bulan Penuh Berkah, Rahmat, Dan Mustajabnya Doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

‫إذا دخل شهر رمضان فتحت أبواب الرحمة و غلقت أبواب جهنم و سلسلت الشياطي‬ 17

“ apabila telah masuk bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu – pintu rahmat, sedangkan pintu – pintu neraka jahannam ditutup, dan setanpun dibelenggu “ ( diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan ini adalah lafadz Muslim )

Bulan Ramadhan Bulan Ibadah Dan Amal Kebaikan Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila telah memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengencangkan sarungnya untuk beribadah dan beliau membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam hari dengan ibadah.

C. TUJUAN FUNGSI PUASA Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Ini dikatakan dalam sebuah ayat AlQuran yang memerintahkan orang yang beriman untuk berpuasa (Q., 2: 183). Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah… (Q., 2: 115).

Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena mengenai orang beriman, yang …apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya…(Q., 8: 2). Orang beriman adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh pada agama. Mereka dijanjikan oleh Allah kebahagiaan hidup…mereka yang berkata “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap berpegang teguh (pada agama), mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih (Q., 46: 13). Al-Quran menyebut, inilah orang-orang yang menjadikan takwa–pengalaman akan kehadiran Yang Ilahi itu–dan keridaan Allah sebagai asas hidup mereka. Allah mengatakan, Manakah yang terbaik?

18

Mereka yang mendirikan bangunannya atas dasar takwa dan keridlaan Allah, ataukah yang mendirikan bangunannya di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka… (Q., 9: 109). Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah menjadikan takwa ini sebagai asas dan pandangan hidup yang benar. Ayat di atas menegaskan bahwa asas hidup yang selain takwa dan keridaan Allah itu adalah salah, diibaratkan dengan orang yang “mendirikan bangunan di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka”. Tentang takwa ini, menarik melihat bahwa takwa adalah kesejajaran “iman” dan “tali hubungan dengan Allah”–yang merupakan dimensi vertikal hidup yang benar. Karena itu pengertian takwa bersifat ruhaniah, yang masih harus diterjemahkan dalam segi-segi konsekuensial yang mengikutinya (misalnya dalam kaitan iman dan amal-saleh, yang disimbolkan dalam “takbirat al-ihram” dalam shalat yang bersegi keruhanian, dan “salâm” yang bersegi komitmen sosial). Dalam Al-Quran s. Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman kepada yang gaib; (2) mendirikan shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3) beriman kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum Al-Quran; dan (5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat. Kelima ciri takwa ini adalah an sich ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan utama dalam ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal, private, tanpa kemung¬kinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengetahui, apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang bersifat ruhani, puasa itu harus diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang juga private, sehingga dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa

19

amal perbuatan adalah bentuk lahiriah yang tampak mata, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan (yang amat private) di dalamnya. Kembali ke takwa, maka pangkal takwa adalah keimanan yang mendalam kepada Allah dan kesadaran tanpa ragu sama sekali akan kehadiran-Nya dalam hidup dan segala kegiatan manusia. Puasa sebagai ibadah yang sangat private merupakan latihan dan sekaligus peragaan kesadaran ketuhanan: peragaan akan pengalaman kehadiran Yang Ilahi. Inilah tujuan pokok puasa yang kemudian melimpah kepada nilai-nilai hidup yang menjadi konsekuensinya, yang menjadikan adanya hikmah kemanusiaan dari ibadah puasa ini, sebuah hikmah yang dilatih dengan “menahan diri”, makna literal dari shiyâm atau shaum atau puasa itu sendiri. Maka dengan menanggung derita sementara ini (dengan menahan diri secara jasmani, nafsani dan ruhani) ada proses penyucian yang akan memperkuat segi-segi kelemahan manusiawi (apalagi “manusia adalah pembuat kesalahan” erare humanum est, begitu kata pepatah Latin). Kelemahan manusiawi yang amat mencolok adalah kecenderungannya mengambil hal-hal jangka pendek, karena daya tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang (lihat Q., 75: 20). Terhadap kelemahan manusiawi ini, Tafsir Yusuf Ali mengatakan, “Manusia suka tergesa-gesa dan segala yang serba tergesa-gesa. Dengan alasan ini ia menyandarkan imannya pada hal-hal yang fana, yang datang dan pergi, dan mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan-lahan, yang tujuan sebenarnya baru akan terlihat sepenuhnya di akhirat kelak”. Berikut beberapa manfaat puasa Ramadhan bagi kesehatan : 1. Dengan kita menjalankan puasa dan khusunya puasa ramadhan ini akan mengistirahatkan organ pencernaan dan perut dari kelelahan kerja yang terus menerus dalam sehari-hari tanpa istirahat, mengeluarkan sisa makanan dari dalam tubuh, memperkuat badan.

2. Dengan kita menjalankan puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat

20

dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi (kolesterol jahat), kegemukan dan juga penyakit hipertensi.

3. Dengan kita berpuasa maka hal tersebut akan trut membersihkan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Puasa merupakan terapi detoksifikasi yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia. Dengan puasa, berarti kita membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita sehingga hal ini akan menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat racun dari dalam tubuh.

4. Dengan berpuasa juga akan mendorong peremajaan dan juga pergantian selsel tubuh yang rusak dengan yang baru. Sehingga sel-sel tubuh akan mengalami proses peremajaan yang lebih cepat daripada biasanya.

5. Dalam keadaan kita berpuasa ternyata hal tersebut juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan saat puasa terjadi peningkatan limfosit hingga sepuluh kali lipat. Kendati keseluruhan sel darah putih tidak berubah ternyata sel T mengalani kenaikkan pesat. Dengan kenaikan yang cukup signifikan hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kekebalan tubuh kita.

6. Tatkala kita sedang menjalankan ibadah puasa, maka keadaan psikologi kita akan lebih tenang daripada keadaan tidak sedang berpuasa. Keadaan jiwa yang tenang, tidak dipenuhi amarah maka hal tersebut akan dapat menurunkan kadar adrenalin dalam tubuh kita. Seperti kita ketahui bahwasannya Rasulullah juga melarang kita untuk marah, ternyata dalam kondisi marah akan terjadi peningkatan jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah denyut jantung. Adrenalin juga dapat menambah pembentukan kolesterol

21

dari lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah, penyakit jantung dan otak seperti stroke,dan juga penyakit jantung koroner, dan lainnya

D. HIKMAH PUASA Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani. Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah. Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya. Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum: 1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.

22

2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amalamal ibadah, dan amal-amal sunat.

3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.

4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.

5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.

6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.

7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa.

8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.

9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.

10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.

23

Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang kesehatan dan lain-lain.

E. MAKNA SPIRITUAL PUASA Puasa banyak mengandung banyak hikmah bagi yang melakukan sesuai dengan aturan. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengupas persoalan puasa dari sisi hikmah puasa dalam kajian nilai spiritual. Nilai spiritual adalah nilai ketuhanan yang terkandung dalam ibadah sebagai jalan menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Rasa terima kasih yang dimaksud di sini bisa dikatakan sebagai suatu bentuk rasa syukur menusia kepada Tuhannya atas segala nikmat yang telah banyak diberikan dan tidak terhitung jumlahnya. Rasa terima kasih tersebut dibuktikan dengan cara melaksanakan puasa. Puasa yang dilakukan sekaligus sebagai ajang untuk dapat menjadikan manusia supaya lebih bertakwa, atau suatu cara berlatih untuk selalu dapat mengerjakan segala apa yang diperintahkanNya dan mampu menjauhi segala laranganNya dengan jalan melaksanakan puasa sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan bukan aturan yang ditetapkan manusia. Hal-hal yang terkait dengan segala aturan pada saat manusia melaksanakan puasa, seperti diperbudak oleh makanan dan minuman, hubungan seks dan segala perbuatan yang bersifat keji (mencuri, berdusta, menfitnah dan sebagainya), harus dapat dijauhi dalam rangka memperoleh suatu kenikmatan yang lebih dari hal itu. Yaitu kehidupan mulia dan baik di mata manusia lebih-lebih di mata Allah swt. Dalam nilai spiritual puasa pun menepis sifat kebinatangan yang ada pada manusia, yaitu sifat yang hanya bergairah kepada makan dan minum serta semisalnya. Hal itu sebagai bentuk bagaimana Allah yang maha bijaksana mengajarkan bagaimana cara mengemban amanat, tidak meninggalkan dan tidak melampui batas.

24

Hal lain, puasa bisa menjadi sebuah cara yang bagus untuk dapat melatih manusia terutama yang beriman untuk dapat menahan diri dari yang hanya memperturutkan nafsu belaka padahal hal itu tidak jauh berbeda seperti yang dimiliki binatang. Untuk itu Allah memerintahkan manusia khususnya yang beriman untuk mau melaksanakan puasa dalam rangka menjaga manusia dari segala perbuatan keji yang hanya berbau sifat binatang tadi. Sehingga nantinya akan menjadi suatu alat yang mudah untuk mengangkat derajat manusia untuk selalu di atas dibanding dengan makhluk-makhluk yang lain, disebabkan manusia tersebut telah memiliki jiwa yang baik. Kejiwaan yang baik akan berpengaruh pada pelaksanaan ibadah, di mana manusia tesebut akan lebih mudah ke arah kebaikan (sifat Malakut) daripada ke arah kejelekan (sifat ke-binatang-an), disebabkan kebiasaan latihan kejiwaan pada saat berpuasa. Dalam puasa, latihan kejiwaan dilakukan dengan cara, yaitu ketika pada dini hari saat makan sahur, bagi keumuman merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin bukan makan sahurnya yang berat tetapi bangun pada saat sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam buaian mimpi dan itulah menurut orang-orang yang dirasakan berat. Waktu siang manusia yang berpuasa tetap bisa bekerja meskipun dengan sedikit rasa lapar dan dahaga. Sebab hal itu dilakukan semata-mata karena rasa ingin mendekatkan Allah swt. Pendek kata, nilai spiritual orang yang berpuasa menjadikan hubungan manusia dengan Allah terasa lebih akrab, hal itu menjadi bukti betapa benarnya kata-kata Allah bahwa Ia lebih dekat dengan kita daripada urat leher kita. Nilai spiritual faktual lain, ketika kehidupan zaman sekarang yang cenderung membuat silau dan banyak dikuasai oleh materialisme (keduniaan) dari pada yang bersifat keakhiratan. Maka dengan jalan berpuasa diharapkan orang akan lebih bisa menghadapi kesenangan-kesenangan yang hanya akan membawa menuju kemaksiatan. Dan akan lebih mudah memelihara, menjaga, lebih-lebih bisa memagari dirinya dari segala godaan keduniawian yang menyesatkan.

25

F. PUASA DAN PEMBENTUKAN INSAN BERKARAKTER Berbicara tentang puasa Ramadan tidak bisa lepas dari istilah ‘menahan’ karena puasa sendiri berasal dari kata imsak yang artinya menahan. Puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam, yang mana puasa adalah rukun Islam ke empat. Sedangkan makna karakter adalah tingkah laku dan pola fikir yang terjadi secara alami, apa adanya, tanpa dibuat-buat, terjadi secara reflek, dan bukan merupakan sandiwara. Lalu kenapa puasa bisa membentuk karakter? karakter adalah perilaku alami yang berasal dari perfleksian jiwa (bawah sadar) dan karakter merupakan hasil dari budaya, sedangkan budaya sendiri terlahir salah satunya karena adanya tingkah laku ‘pembiasaan’. Sudah menjadi pengetahan umum bahwa pada setiap bulan Ramadan terjadi pergeseran pembiasaan. Pergeseran ini terjadi karena di dalam bulan puasa ada amalan-amalan ibadah tertentu yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dilaksanakan pada bulan puasa tersebut. Ibadah puasa khususnya di Indonesia telah membentuk budaya baru masyarakat.

Sehingga tidaklah salah apabila bulan Ramadan disebut sebagai bulan pelatihan (training) bagi umat Islam, dengan kata lain bulan Ramadan adalah Madrasah (sekolah) untuk pembentukan karakter manusia. Pernyataan ini bukanlah omong kosong belaka, namun dapat diuji dan diteliti kebenarannya. Puasa secara total dan benar (tidak hanya menahan lapar dan dahaga saja) bisa mengkikis ‘karakter’ hewani yang ada pada diri manusia. Lantas apakah pembiasaan positif yang dilakukan pada bulan puasa bisa melahirkan karakter manusia yang terpuji? Jawabannya tentu bisa, asal pembiasaan tersebut dilakukan secara konsisten (istiqomah) dan dengan cara menilai datangnya bulan puasa bukanlah sebuah hal yang tak bermakna sama sekali sehingga dilalui begitu saja tanpa ada pencarian makna, pedalaman, dan tindak lanjut setelahnya.

Seperti Madrasah pada umumnya, pada Madrasah Ramadan ini juga memiliki Kurikululum (muatan pelajaran/pesan kebaikan) yang tersirat dalam bentuk tata cara berpuasa, serta berisi anjuran-anjuran, larangan-larangan, dan perintahperintah yang berasal dari Allah kepada manusia baik sebelum, ketika bulan puasa

26

datang, dan sesudahnya. Diantara ‘kurikulum; yang bermuatan karakter mulia (positif) pada Madrasah Ramadan adalah bisa melahirkan manusia yang mampu dan terbiasa dalam:

1. Berhati-hati, Teliti, dan Waspada Berhati-hati terhadap sesuatu hal yang bisa membatalkan puasa atau mengurangi pahala puasa. Sehingga tidak menjadi manusia yang ceroboh, reaksioner, dan mudah terprovokasi.

2. Muhasabah (Evaluasi Diri) Salah satu anjuran dalam bulan puasa adalah melakukan iktikaf di Masjid. Iktikaf tidak hanya berisi zikir dan doa, namun juga berisi muhasabah (sadar diri dan sadar potensi), dan juga bisa berisi renungan-renungan lain, semisal renungan untuk masa depan.

3. Rela Berkorban Pengorbanan yang tidak menyakiti diri atau menyebabkan tidak baik bagi diri sendiri, namun untuk memperoleh ganti dari Allah SWT. Dalam puasa umat Islam dilatih tidak hanya mengorbankan diri dalam bentuk menahan makanan dan minuman yang lezat pada siang hari, namun juga mengorbankan waktu dan tenaga untuk iktikaf serta membaca (mengkaji) al Quran. Selain itu pengorbanan harta untuk diberikan pada para dhuafa, dan guna memfasilitasi orang lain untuk berbuka puasa.

4. Mampu Memanajemen Diri Anjuran untuk berbuka di awal waktu dan sahur di akhir waktu merupakan pembelajaran disiplin waktu. Seakan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi aktivitas sudah tercatat dalam fikiran setiap pribadi yang berpuasa, kegiatan apa saja yang akan dilakukan tiap jamnya sudah tertanam. Termasuk di dalamnya adalah juga mengendalikan diri (emosi) serta mengatur (menseting) otak untuk melakukan hal-hal yang dianjurkan pada bulan puasa. Sehingga bisa menciptakan

27

etos kerja tinggi karena semua waktu, tenaga, dan fikiran sudah direncanakan sejak awal agar tercapainya prinsip efektif dan efisien.

5. Berbuat Jujur Ibadah puasa merupakan ibadah individu yang hanya pelaku dan Allah-lah yang tahu apakah ia benar-benar puasa atau tidak. Jadi puasa adalah pendidikan bagi manusia untuk berbuat jujur (tidak munafiq) pada diri sendiri, orang lain, dan jujur pada Tuhannya.

6. Bertaqwa Taqwa merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari orang yang berpuasa, taqwa dapat diartikan takut pada Allah, karena Allah adalah dari segala sesuatu yang hanya wajib ditakuti sehingga dengan takut itu manusia akan taat pada Allah. Salah satu ciri orang bertaqwa adalah menepati janji, sabar, menjalin siraturrahim (persaudaraan), bersyukur, menjaga diri, kepedulian sosial, mengendalikan diri (menahan amarah), pemaaf, berbuat kebaikan, bertaubat, ikhlas, tawadu', penyayang, tanggung jawab, dan berperilaku adil.

7. Gaya Hidup Sederhana Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh menjadi orang kaya. Dengan hidup sederhana manusia tidak akan terjebak pada pola hidup materialistik, konsomerisme, dan cinta dunia secara berlebih.

8. Sikap Optimis Sebelum bulan puasa datang umat Islam dianjurkan untuk menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan harapan. Bukan dengan kesedihan dan menganggap datangnya bulan puasa sebagai beban atau ancaman (masalah). Bulan Ramadan datang setiap tahunnya adalah sebagai solusi (sumbangan keteguhan jiwa) bagi manusia yang menjalankannya. Datangnya bulan puasa bukan merupakan sebuah masalah atau pil pahit (racun yang harus dihadapi). Seharusnya puasa Ramadan menjadi tantangan bagi setiap orang. Sehingga kita harus menyambut gembira

28

tantangan berpuasa Ramadan tersebut. Dan tentu juga harus dikejawantahkan dalam bentuk gembira menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup ini.

9. Tahan Uji (Cobaan) Salah satu cobaan bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa adalah ketika ada orang lain yang meprovokasi, menyinggung perasaan, dan ada godaan-godaan lain yang tidak sengaja untuk menggoda orang berpuasa, misalnya ada acara iklan makanan dan minumanan, serta ketika kita melihat orang yang makan atau minum di tempat umum.

10. Meneguhkan dalam Bersikap Tegas dalam mengambil keputusan (konsisten, tidak plin-plan), siap menghadapi resiko, serta berkomitmen menjalani keputusan yang telah menjadi pilihan, yaitu memilih untuk tidak makan dan minum sehingga resiko yang harus dihadapi adalah rasa lapar. Sebenarnya masih banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang terkandung secara tersirat dari bulan puasa serta manfaat bagi pembentukan karakter ketika menjalani ibadah puasa. Semua manfaat yang terdaftar di atas tersebut lama kelamaan akan membentuk karakter, baik karakter pribadi maupun karakter masyarakat jika perilaku-perilaku baik dalam berpuasa tersebut sudah mendarah daging.

29

BAB III PENUTUP Kesimpulan Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah) Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini. Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.

30

Daftar Pustaka https://mardianaharahap26.wordpress.com/2013/04/02/makalah-tentang-puasa/ http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasasunnah.html http://www.bmttarunasejahtera.com/2013/10/makalah-puasa.html http://banjirembun.blogspot.co.id/2012/07/puasa-sebagai-pembentuk-karakter.html http://shodika.blogspot.co.id/2012/12/pengaruh-puasa-sunnah-terhadap.html http://endro.staff.umy.ac.id/?p=44 http://www.arrahmah.com/kajian-islam/ini-takaran-bayar-fidyah-menurut-quran-dansunnah.html

31

Membayar fidyah memang ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap satu hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin. Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang. Kalau seseorang nyaman memberi fidyah tiap hari, silahkan dilakukan. Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untuk puasa satu bulan, silah saja. Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan. Berapakah besar fidyah? Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa. Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin. Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan 1 sha‘ setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter. Siapa Saja yang Harus Bayar Fidyah? 1. Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi. 2. Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa. 3. Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasa mengakhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya itu. Mereka itu wajib membayar fidyah saja menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi’i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha’. 4. Orang yang menunda kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama.

32

More Documents from "Muhammad andi fahri Gade"