BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali
Page 1
diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
Page 2
1.2 Rumusan masalah: 1.
Apa definisi AIDS ?
2.
Apa etimologi/penyebab AIDS ?
3.
Bagaimana cara mengetahui penularan AIDS ?
4.
Bagaimana mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS ?
5.
Bagaimana mengetahui patofisiologi AIDS ?
6.
Bagaimana mengetahui pathway AIDS ?
7.
Bagaimana mengetahui komplikasi klien dengan AIDS ?
8.
Bagaimana mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS ?
9.
Bagaimana pencegahan dari AIDS ?
10. Bagaimana mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS ? 1.3 Tujuan 1.
Untuk mengetahui definisi AIDS.
2.
Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS.
3.
Untuk mengetahui cara penularan AIDS.
4.
Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS.
5.
Untuk mengetahui patofisiologi AIDS.
6.
Untuk mengetahui pathway AIDS.
7.
Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS.
8.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS.
9.
Untuk mengetahui pencegahan dari AIDS.
Page 3
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS.
Page 4
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Acquired : berarti didapat, bukan keturunan Immune : terkait dengan system kekebalan tubuh kita. Deficiency : berarti kekurangan Syndrome : berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain: 1.
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang
dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999). 2.
AIDS
adalah
suatu
kumpulan
kondisi
klinis
tertentu
yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005). 3.
Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk : AIDS adalah “singkatan
dari Acquired Immune Definsiency Syndreome, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya
Page 5
tubuh tidak rusak, sedangkan HIV adalah nama Virus menyebab AIDS atau disebut Human Immunodeficiency Virus. 2.2 ETIOLOGI HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLVIII) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005). 2.3 Cara Penularan Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut : a. Hubungan seksual Seksual yaitu hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, baik yang homoseksual, bikesual dan heteroseksual. Dengan demikian,
Page 6
penularan ini dapat terjadi WTS, PTS dan promoksuit. , dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual. b.
Parenteral Parenteral yaitu melalui luka yang dicemari darah pengidap HIV,
seperti dapat terjadi pada pengguna narkotika suntik yang menggunakan alat suntiknya ini secara bergantian tanpa memperdulikan aspek kesuciannya, atau dalam penggunaan alat-alat yang membuat luka seperti tatto, pisau cukur penggosok gigi secara bergantian. Resiko penularan melalui darah, yaitu:
Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051% c.
Perinatal Perinatal yaitu penularan oleh ibu yang menyidap HIV kejanin yang
dikandungnya. Di Amerika Serikat 78% dai AIDS pada anak penulannya melalui cara ini. Resiko penularan dari ibu ke anak yaitu:
Selama kehamilan
Saat persalinan, risiko penularan 50%
Melalui air susu ibu(ASI)14%
Page 7
2.4 PATOFISIOLOGI Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang
baru
kemudian
menginfeksi
limfosit
lainnya
dan
menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya
membantu
menghancurkan
sel-sel
ganas
dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T
Page 8
penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
Page 9
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 36 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012). 2.5 TANDA DAN GEJALA Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk, (1999. 43) : Gejala AIDS timbul setelah 5 – 10 tahun setelah teinfeksi HIV yang sering terlihat gejalanya antara lain : 1.
Gejala awal seperi orang terserang flu biasa
2.
Nampak sehat, tetapi dapat menularkan Virus HIV ke siapa saja
3.
Muncul gejala ARC (AIDS Related Domplex) seperti : a. Rasa lelah yang bekepanjangan b. Sering demam (lebih dari 38 derajad C) c. Sesak nafas dan batuk berkepnjangan d. Berat badan menurun secara menolok dengan cepat
Page 10
e. Bercak merah kebiruan pada kulit/mulut f. Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas g. Bercak putih atau luka alam mulut Gejala – gejala tersebut juga bisa dijumpai pada penykit lain, sebab itu untuk memastikannya perlu pemeriksaan darah. 4.
AIDS dengan tanda-tanda yang spesifik : a. Sarhana kapossi b. Pnemocystus cemiri Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV. Pasien AIDS secara khas punya
riwayat
gejala
dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Page 11
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. 2.6 MANIFESTASI KLINIS Menurut WHO: a. Gejala mayor Penurunan BB ≥ 10% Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan Diare kronis Tuberkulosis b. Gejala minor Koordinasi orofaringeal Batuk menetap lebih dari 1 bulan Kelemahan tubuh Berkeringat malam Hilang nafsu makan Infeksi kulit generalisata Limfodenopati Herpes zoster Infeksi herpes simplek kronis Pneumonia Sarkoma Kaposi
Page 12
Manifestasi Klinik Stadium
Skala Aktivitas Gambaran Klinis
I
Asimptomatic, aktivitas normal
II
a.
Asimptomatic
b.
Limfodenopati generalisata
Simptomatic, aktivitas normal a.
BB menurun < 10%
b.
Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti: dermatitis, pruigo,
ulkus oral, seboroik, onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularis
III
IV
c.
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
d.
Infeksi saluran afas bagian atas seperti: sinusitis bakteriaslis
Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50% a.
BB > 10%
b.
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c.
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d.
Kandidiasi orofaringeal
e.
Oral hairy leukoplakia
f.
TB Paru dalam tahun terakhir
g.
Infeksi bacterial yang berat seperti: pneumonia dan piomiositish
Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50% a.
HIV wasting syndrome seperti: yang didefenisikan oleh CDC
b.
Pneumonia pneumocytis carinii
c.
Toksoplasmosis otak
Page 13
d.
Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan
e.
Retinitis virus sitomegalo
f.
Kriptokokosis extra pulmonal
g.
Herpes simplex mukokutan > 1 bulan
h.
Leukoensepalopati multifokal progresif
i.
Mikosis disminata seperti histoplasmosis
j.
Kandidiasis disofags, trakea, bronkus dan paru
k.
Mikobakteriasis atipikal diseminata
l.
Septisemia salmonelosis nontifoid
m.
Tuberkulosis di luar paru
n.
Limfoma
o.
Sarkoma Kaposi
2.7 KOMPLIKASI Penyakit paru-paru utama Foto
sinar-X
pneumonia
pada
paru-paru,
disebabkan
oleh
Pneumocystis jirovecii. Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umunya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Penyakit adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini merupakan indikasi
Page 14
pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang 200 per µL. Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diindentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini. Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi negaranegara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4>300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberculosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan aluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.
Page 15
Penyakit saluran pencernaan utama Ekofasigitis adalah peradangan pada kerongkongan (esophagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteri, meskipun kasusnya langka. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum
(seperti
Salmonella,
Shigella,
Listeria,
Kampilobakter,
dan
Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti Kriptosporindisis, Mikrosporidiosis,mplex, dan virus sitomegalo, Mycobakcterium avium complex (CMV) yang merupakan penyebab kolitis). Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obatobatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
Page 16
Penyakit syaraf dan kejiwaan utama Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena
gangguan
pada
syaraf
(neuropsyhiatric
sequelae),
yang
disebabkan oleh infeksi organisme atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplamosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (tokoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membrane yang menutupi otak dan
sumsum
tulang belakang) oleh
jamur
Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan. Leukoensefalopati multifocal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (myelin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaraan impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populsinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. P enyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu setelah diagnosis.
Page 17
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunya metabolism sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV, dan dorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan microglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spensifik, tampak dalam bentuk ketidak normalan kognitif,perilaku,dan motorik, yang muncul bertahun-tshun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubung dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan
tingginya
muatan
virus
pada
plasma
darah.
Angka
kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 1020%, namun di India hanya 1-2% pengidap infeksi HIV. Perbedaan ini mungkin terjadi karena perbedaan subtipe di India. Kanker dan Tumor ganas (maligna) Sarkopa kaposi Pasien dengan infeksi HIV dasarnya memiliki risiko yang lebig tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Eptein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi(KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV). Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertand pertama wabah AIDS. Penyakit ini sebabkan oleh virus dari subfamily gammaherpervirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi
Page 18
(KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keunguunguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru. Kanker gatah tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah benning, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt’s lymphoma) atau sejenis (Burkitt’s-like lymphoma) diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus,limfoma adalah tanda utama AIDS.Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus EpteinBarr atau virus herpes Sarkoma Kaposi. Kanker leher rahim pada wanita yang terinfeksi HIV dianggap tanda utanma AIDS.Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manysia. Pasien yang terinfeksi HIV jugs terkens tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin.kanker usus besar bawah (rectum) dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi paenyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.
Page 19
Infeksi oportunistik lainnya Pada penderita HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang berupa infeksi oportunistik, yaitu : a. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. b. Neurologik -
kompleks
dimensia
AIDS
karena
serangan
langsung
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. - Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. -. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. - Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV) c. Gastrointestinal - Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan
sarcoma
Kaposi.
Dengan
efek,
penurunan
berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
Page 20
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. - Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. d. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan
strongyloides
dengan
efek
nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas. e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. f. Sensorik - Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan - Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri 2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah 1.
Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
Page 21
2.
Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3.
Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi. 4.
Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen. Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear. Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia
pneumocystis
carinii.
Pemberian
profilaksi
INH
tidak
tergantung pada jumlah CD4. Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
Page 22
2.9 PENCEGAHAN Ada bebrapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit ini yaitu: 1. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan oarang yang sering menggunakan obat bius secara intra vena. 2. Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS. 3. Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum suntikbersama. 4. Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan. 5. Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya. 6. Untuk
jangka
pendek,
meningkatkan
kewaspadaan
sendiri,
mungkin dengan deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok resiko tinggi. 7. Tingkatkan keimana dan ketaqwaan kepada tuhan Yang Maha Esa. 8. Jangan menggunakan pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi milik orang lain karena alat-alat tersebut mungkin mengandung butir-butir darah penyidat HIV. Prinsip Penularan HIV Dikenal dengan ESSE : 1. EXIT: keluar. 2. SUFFICIENT: cukup
Page 23
3. SURVIVE: virusnya hidup 4. ENTER: masuk. 5. HIV keluar dari tubuh dalam jumlah cukup dan dalam keadaan hidup masuk ke dalam tubuh lain. HIV tidak menular melalui: 1. Gigitan nyamuk 2. Bersalaman, Bersentuhan 3. Pelukan, Ciuman 4. Menggunakan Alat makan bersama 5. Tinggal Serumah 6. Menggunakan Jamban yang sama 2.10 penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS. a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
Page 24
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : – Didanosine – Ribavirin – Diedoxycytidine – Recombinant CD 4 dapat larut
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. b. Diet Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
Page 25
Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.
Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.
Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Page 26
Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena
dapat
menekan kekebalan tubuh.
Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).
Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium dan klorida).
Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
Page 27
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV,
yaitu kepada pasien dengan:
Infeksi HIV positif tanpa gejala
Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
Infeksi HIV dengan TBC.
Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome. Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu
secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III. 1) Diet AIDS I Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran
menurun,
atau
segera
setelah
pasien
dapat
diberi
Page 28
makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule). 2) Diet AIDS II Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. 3) Diet AIDS III Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
penurunan berat badan, maka dianjurkan
pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.
Page 29
Asuhan keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah a.
Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise b.
Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis. c.
Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis. d.
Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal. e.
Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema. f.
Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat. g.
Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit. h.
Pernafasan.
Page 30
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan. 2. Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan. Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah a.
Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/
kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah. Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat. INTERVENSI KEPERAWATAN Kaji
keluhan
nyeri,
RASIONAL
perhatikan Mengindikasikan
lokasi, intensitas, frekuensi dan intervensi
dan
kebutuhan juga
untuk
tanda-tanda
waktu. Tandai gejala nonverbal perkembangan komplikasi. misalnya
gelisah,
takikardia,
meringis. Instruksikan
pasien
menggunakan
visualisasi
imajinasi,
relaksasi
untuk Meningkatkan relaksasi dan perasaan atau sehat.
progresif,
teknik nafas dalam. Dorong pengungkapan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,
sehingga
persepsi
akan
intensitas rasa sakit. Berikan analgesik atau antipiretik M,emberikan
penurunan
nyeri/tidak
Page 31
narkotik. Gunakan ADP (analgesic nyaman, mengurangi demam. Obat yang
dikontrol
pasien)
untuk yang dikontrol pasien berdasar waktu
memberikan analgesia 24 jam.
24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia
darah
tetap
stabil,
mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan. Lakukan tindakan paliatif misal Meningkatkan pengubahan
posisi,
relaksasi
atau
masase, menurunkan tegangan otot.
rentang gerak pada sendi yang sakit.
b.
Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh
dihubungkan
dengan
gangguan
intestinal
ditandai
dengan
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal. Hasil yang harapkan
:
mempertahankan
berat
badan
atau
memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Page 32
INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji kemampuan untuk mengunyah, Lesi perasakan dan menelan.
mulut,
tenggorok
dan
esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien
untuk
mengolah
dan
mengurangi
makanan
keinginan untuk makan. Auskultasi bising usus
Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
Rencanakan
diet
dengan
orang Melibatkan orang terdekat dalam
terdekat, jika memungkinakan sarankan rencana makanan
dari
makanan
yang
rumah. sedikit
member
Sediakan control lingkungan dan mungkin tapi
sering meningkatkan
berupa makanan padat nutrisi, tidak Memenuhi bersifat
asam
dan
perasaan
juga
kebutuhan
minuman makanan
dengan pilihan yang disukai pasien. mungkin
pemasukan. akan
nonistitusional juga
meningkatkan
Dorong konsumsi makanan berkalori pemasukan. tinggi yang dapat merangsang nafsu makan Batasi makanan yang menyebabkan Rasa sakit pada mulut atau
Page 33
mual
atau
muntah.
Hindari ketakutan akan mengiritasi lesi
menghidangkan makanan yang panas pada dan yang susah untuk ditelan
mulut
mungkin
akan
menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan makanan.
Tinjau
ulang
laboratorium,
pemerikasaan Mengindikasikan status nutrisi
misal
BUN,
Glukosa, dan
fungsi
fungsi hepar, elektrolit, protein, dan mengidentifikasi albumin. Berikan
dan
kebutuhan
pengganti. obat
anti
emetic
misalnya Mengurangi insiden muntah dan
metoklopramid.
c.
organ,
meningkatkan fungsi gaster
Diagnosa keperawatan
: resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diare berat. Hasil yang diharapkan
: mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh
membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
Page 34
INTERVESI KEPERAWATAN Pantau
pemasukan
oral
RASIONAL
dan Mempertahankan
keseimbangan
pemasukan cairan sedikitnya 2.500 cairan, mengurangi rasa haus dan ml/hari.
melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada Meningkatkan pemasukan cairan pasien; gunakan cairan yang mudah tertentu ditoleransi oleh pasien dan yang menimbulkan menggantikan
elektrolit
yang dikomsumsi
dibutuhkan, misalnya Gatorade.
mungkin
terlalu
nyeri karena
untuk lesi
pada
mulut.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa Indicator tidak langsung dari status dan rasa haus.
cairan.
Hilangakan makanan yang potensial Mungkin dapat mengurangi diare menyebabkan diare, yakni yang pedas,
berkadar
kacang,
kubis,
kecepatan
lemak susu.
atau
tinggi,
Mengatur konsentrasi
makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan Nerikan misalnya
obat-obatan ddifenoksilat
anti
diare Menurunkan
(lomotil), keenceran
loperamid Imodium, paregoric.
mengurangi
jumlah feses, kejang
dan mungkin
usus
dan
peristaltis.
Page 35
d.
Diagnosa keperawatan
: resiko tinggi pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan). Hasil yang diharapkan: mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas. INTERVENSI KEPERAWATAN Auskultasi daerah
bunyi
paru
penurunan, ventilasi,
nafas,
yang atau
dan
adventisius.
RASIONAL
tandai Memperkirakan
mengalami perkembangan kehilangan infeksi
munculnya Misalnya
adanya komplikasi
pernafasan,
atau
misalnya
bunyi pneumoni, krekels,
mengi, ronki. Catat
kecepatan
sianosis,
pernafasan, Takipnea, sianosis, tidak dapat
peningkatan
kerja beristirahat,
pernafasan dan munculnya dispnea, nafas, ansietas
dan
peningkatan
menuncukkan
pernafasan
kesulitan
dan
adanya
kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan
atau
intervensi
medis Tinggikan
kepala
tempat
tidur. Meningkatkan fungsi pernafasan
Usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi batuk,
menarik
kebutuhan.
nafas
sesuai aspirasi
atau
infeksi
yang
ditimbulkan karena atelektasis.
Page 36
Berikan
tambahan
dilembabkan
melalui
O2
Yng Mempertahankan
cara
yang efektif
untuk
oksigenasi
mencegah
atau
sesuai misalnya kanula, masker, memperbaiki krisis pernafasan inkubasi atau ventilasi mekanis
e.
Diagnose keperawatan
: Intoleransi aktovitas berhubungan dengan
penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang
tidak
berubah
atau
berlebihan,
ketidakmampuan
untuk
mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi. Hasil yang diharapkan: melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya. INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji pola tidur dan catat perunahan Berbagai dalam
proses
berpikir
berperilaku
factor
dapat
atau meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan
Rencanakan
perawatan
untuk Periode
istirahat
yang
sering
menyediakan fase istirahat. Atur sangat yang dibutuhkan dalam aktifitas pada waktu pasien sangat memperbaiki berenergi
energi.
atau
menghemat
Perencanaan
akan
membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat
Page 37
memperbaiki perasaan sehat dan control diri. Dorong pasien untuk melakukan Memungkinkan
penghematan
apapun yang mungkin, misalnya energy, peningkatan stamina, dan perawatan
diri,
duduk
dikursi, mengijinkan pasien untuk lebih
berjalan, pergi makan
aktif
tanpa
menyebabkan
kepenatan dan rasa frustasi. Pantau respon psikologis terhadap Toleransi aktifitas,
misal
perubahan
bervariasi
tergantung
TD, pada status proses penyakit, status
frekuensi pernafasan atau jantung
nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan
atau
meningkatkan kekuatan dan tonus otot
Page 38
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakitpenyakit lain yang dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan
gangguan
yang
berarti
pada
orang
yang
sistem
kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS. 3.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah : a. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.
Page 39
b. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.
Page 40